- Daftar
- 3 Dec 2011
- Post
- 20
- Like diterima
- 8
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
DRAMA TAMAT One Long, Cruel Sick Joke
- Thread starter fartjokes
- Start date
ungkesangihe
Tukang Semprot
- Daftar
- 20 Feb 2011
- Post
- 1.077
- Like diterima
- 2.587
apa nat ga menjalani rehabilitasi atas ketergantungannya..??
fartjokes
Semprot Baru
- Daftar
- 22 Nov 2016
- Post
- 34
- Like diterima
- 678
maaf hu...cerita inti nya emang hampir habis yg bisa saya ceritakan, bisa aja saya kasih sedikit snippet2 hari2 yg pernah kami lalui setelah fase kelam sebelumnya, tapi saya rasa ga akan semenarik cerita lainnya...
very good question huu
satu tahun pertama setelah itu sangat berat, karena Nat sebenernya officially ga pernah menjalani rehab, seengganya yg tipe medicated pharmacotheraphy. soalnya semua institusi rehab di NSW disubsidi oleh pemerintah, jd banyak paperwork sama inquiry yg harus diisi...terlalu beresiko untuk kami yg waktu itu masih berusaha "menyembunyikan" keterkaitan Nat sama circle drug den yg udah terciduk waktu itu.
sebagai gantinya Nat ikut konseling rutin sama dokter mandiri, sama akhirnya join salah satu peer support group, semuanya secara anonim.
selama masa ini saya sama Vi (kita akhirnya ngasitau Vi apa yg terjadi, tapi tanpa detil2 seksual sama insiden di bar) udah berusaha ngebantu Nat, terutama support moral. saya bisa bilang kira2 setahun lebih Nat baru betul2 lepas dari ketergantungan. tp sebetulnya dia juga jarang ngerasain withdrawal symptom yang parah sih, untungnya...
Ternyata Nat separah itu .... Kalau lagi sakau ( kepingin) gimana cara mengatasinya ?maaf hu...cerita inti nya emang hampir habis yg bisa saya ceritakan, bisa aja saya kasih sedikit snippet2 hari2 yg pernah kami lalui setelah fase kelam sebelumnya, tapi saya rasa ga akan semenarik cerita lainnya...
very good question huu
satu tahun pertama setelah itu sangat berat, karena Nat sebenernya officially ga pernah menjalani rehab, seengganya yg tipe medicated pharmacotheraphy. soalnya semua institusi rehab di NSW disubsidi oleh pemerintah, jd banyak paperwork sama inquiry yg harus diisi...terlalu beresiko untuk kami yg waktu itu masih berusaha "menyembunyikan" keterkaitan Nat sama circle drug den yg udah terciduk waktu itu.
sebagai gantinya Nat ikut konseling rutin sama dokter mandiri, sama akhirnya join salah satu peer support group, semuanya secara anonim.
selama masa ini saya sama Vi (kita akhirnya ngasitau Vi apa yg terjadi, tapi tanpa detil2 seksual sama insiden di bar) udah berusaha ngebantu Nat, terutama support moral. saya bisa bilang kira2 setahun lebih Nat baru betul2 lepas dari ketergantungan. tp sebetulnya dia juga jarang ngerasain withdrawal symptom yang parah sih, untungnya...
Bila tidak di beri kesempatan oleh Ja , kemungkinan besar bisa balik makai lagi tuh ...
kuciah
Semprot Sejati
- Daftar
- 23 Oct 2014
- Post
- 21.348
- Like diterima
- 132.810
Makasih updatenya @fartjokes.
fartjokes
Semprot Baru
- Daftar
- 22 Nov 2016
- Post
- 34
- Like diterima
- 678
sebenernya kalau lagi sakaw, gejala Nat tidak separah cerita orang2 lain. biasanya dia akan jadi sangat gelisah dan ga fokus ngapa-ngapain, tapi masih mudah diredam dengan cara dialihkan perhatiannya sama hal lain. biasanya entah Vi atau saya, atau kami berdua yang datang ke tempat dia buat bantu ngedistract dia.
agak repot sih kalo mulai kerasa pas dia lagi kerja, biasanya dia langsung izin ambil cuti atau pulang duluan. tapi yg paling penting kita selalu jaga komunikasi hampir setiap saat, saling support moral sama ga pernah ngejudge pas lg kambuh...itu salah satu yg paling penting buat nanganin orang yg lagi rehab mandiri seperti Nat.
yup kemungkinan besar emang gitu, itu jg sebenernya salah satu alasan saya mau nyoba ngasih dia kesempatan kedua...
selain karena saya sendiri jg emang masih sangat sayang dan pengen nyoba bangun ulang hubungan sama Nat, saya jg ga tega kalo kebayang kondisi Nat yg rapuh kayak gitu malah masuk terjerumus lagi ke dunia hitam kayak itu...makanya dari awal emg udah saya niatin buat bisa bantu dia berbenah diri...
Salut deh buat suhu satu ini .. bermodal cinta yang tulus bisa menerima keadaan Nat apa adanya , sudah di selingkuhin pula dengan tanda petik ( pengaruh obat & ancaman )
Btw kan Nat mulai pakai tu 6 bulan sebelum kenal dengan Ja ( Reza ) , apakah ada kejadian yang memicu Nat sampai bergaul dan pakai obat tersebut...
pelisaurus
Pertapa Semprot
- Daftar
- 16 Feb 2016
- Post
- 4.203
- Like diterima
- 17.772
Mantap
Thanks update nya om
Thanks update nya om
fartjokes
Semprot Baru
- Daftar
- 22 Nov 2016
- Post
- 34
- Like diterima
- 678
love makes people do amazing (and stupid) things huu wkwkSalut deh buat suhu satu ini .. bermodal cinta yang tulus bisa menerima keadaan Nat apa adanya , sudah di selingkuhin pula dengan tanda petik ( pengaruh obat & ancaman )
Btw kan Nat mulai pakai tu 6 bulan sebelum kenal dengan Ja ( Reza ) , apakah ada kejadian yang memicu Nat sampai bergaul dan pakai obat tersebut...
sebetulnya ga ada kejadian spesifik, hanya secara kebetulan kombinasi beberapa faktor yg sialnya mengarah ke situ: Nat yg dasarnya curious, background keluarga yg ketat, pergaulan dg orang yg salah, ga ada kontrol eksternal yg cukup, dll...
hidup di LN itu berat hu..*** semuanya seenak yg biasanya dibayangkan, salah langkah sedikit bisa kayak gini, atau bahkan lebih parah lagi...
Sierpa73
Pertapa Semprot
- Daftar
- 4 May 2019
- Post
- 4.567
- Like diterima
- 27.322
Makasih update Chapter 9-nya @fartjokes
phallus88
Tukang Semprot
- Daftar
- 5 Jul 2020
- Post
- 1.251
- Like diterima
- 9.482
Thanks update Chapter 9 @fartjokes
pussywillow
Semprot Holic
Thank you buat updatenya @fartjokes. Happy to hear you two are still together.
Singamesum
Semprot Baru
- Daftar
- 20 Apr 2018
- Post
- 28
- Like diterima
- 16
Luar biasa hu, ceritanya ngalir bgt, pinter pemilihan kata2 nya , dan semoga happy ending
Alucroot07
Senpai Semprot
Cerita yang sangat mantappp hu
fartjokes
Semprot Baru
- Daftar
- 22 Nov 2016
- Post
- 34
- Like diterima
- 678
CHAPTER 10 – No Ordinary Love
EPILOGUE
50000 First Dates
Passion
Nanti Kalau Kita Punya Rumah Sendiri, Kasur Kita Yang Kecil Aja Ya
Mataku terbuka perlahan dengan malas, aku masih sangat ngantuk. Apalagi kurasakan sedikit sakit kepala di sebelah kanan kepalaku. Kamar hotel itu masih agak gelap, mungkin karena gorden yang menutupi jendela masih tertutup rapat. Sedikit demi sedikit kesadaranku bangkit, aku bisa menangkap sebuah sosok di seberang kasur tempatku masih berbaring. Rupanya Nat udah bangun duluan dan sekarang kelihatannya sedang menyiapkan pakaian, mungkin untuk nanti keluar.
Nat saat itu hanya mengenakan sepotong kemeja dan celana dalam saja, paha putih dan kaki jenjangnya terlihat sangat seksi di bawah keremangan cahaya kamar. Melihatku telah bangun, dia melempar sepotong T-shirt ke samping badanku.
“Bangun woy! Kemaren katanya males keluar kalo udah panas…yuk siap2 dari sekarang.”
Aku tak langsung menjawab, rasa kantuk masih menggantung di pelupuk mataku dan berusaha menariknya kembali menutup ke bawah. Nat masih sibuk membongkar isi koper dan mengeluarkan barang2 di dalamnya.
“Yuk ah mandi dulu Ja, biar ga kepanasan.” Katanya sambil menghampiriku yang masih terbaring setengah sadar, tangannya udah membawa tas kecil berisi peralatan mandi.
Nat kemudian duduk di tepian kasur, di sampingku. Tangannya menyelinap ke balik selimut putih hotel yang masih menutupi badanku, dan setelah sedikit meraba-raba, menggenggam penisku yang udah sedikit bangun.
“Yakin nih…ga mau mandi bareng…?” katanya menggoda sambil memainkan tangannya di batang penisku.
Ah sial, aku betul2 masih mengantuk, semalam sampai ke hotel ini hampir tengah malam setelah sebelumnya aku ga tidur sama sekali di perjalanan. Aku hanya menggeleng lemah, kemudian menutup mataku dengan bantal.
“kamu duluan deh yah…10 menit lagi aku bangun deh, cepet kok aku siap2 nya.” Suaraku masih lemas.
Nat mungkin sedikit kecewa tapi mengerti aku masih lelah. Dia melepaskan penisku dari tangannya dan bangkit berdiri.
“beneran ya..awas aja loh kalo aku beres kamu belum bangun!” katanya sambil berjalan ke arah kamar mandi.
Aku hanya mengacungkan jempol dari balik mukaku yang kututupi bantal. Capek banget rasanya pagi ini, 5 menit lagi lah aku tiduran dulu, pikirku. Ajaib sekali, untungnya aku tak tertidur lagi dalam waktu 5 menit itu. Aku bangun dan duduk di kasur sementara masih terdengar suara Nat yang sedang mandi dari balik pintu.
Seperti kebanyakan anak muda di zaman modern ini, insting pertamaku setelah bangun adalah refleks mencari ponselku. Sejenak aku melihat jam dan tanggal yang tertera di layarnya. Sebuah tanggal yang familiar di benakku. Hari ini adalah tepat 2 tahun setelah aku dan Nat jadian kembali dan memulai hubungan baru. Aku pribadi menganggap tanggal ini sebagai tanggal anniversary kami yang baru, lebih sesuai dengan apa yang terjadi di antara kami sebelum dan setelah tanggal itu. Tanggal dimulainya semacam “fresh start” untuk kami.
Sedangkan Nat kadang bersikeras untuk mempertahankan tanggal jadian kami yang asli, pertama kalinya kami mulai berpacaran hampir 1,5 tahun sebelumnya. Aku sendiri sebetulnya tak terlalu mempermasalahkan. Toh, ga terlalu ada bedanya, kami juga ga pernah merayakan anniversary atau semacam itu. What really matters is that we’re together, and still together now.
Sekitar 2 minggu yang lalu Nat pindah balik ke Indonesia karena kontraknya habis. Sebelumnya, kami udah sering berdiskusi dan menyusun langkah selanjutnya mengenai hal ini, dan juga untuk masa depan kami secara overall. Setelah berbulan-bulan, akhirnya kami sepakat untuk pulang dan pindah ke Indonesia. Nat pindah lebih dulu sedangkan aku sendiri baru akan nyusul setelah kontrakku habis, sekitar 4 bulan lagi dari sekarang. Ada sekitar 5 bulan dimana kami harus menjalani hubungan LDR ini, tapi kami sama2 udah yakin dengan satu sama lain, walaupun pasti akan sangat kangen.
Saat ini kami sedang berada di Singapore. Aku sengaja ambil cuti seminggu untuk menghabiskan jatah cutiku yang masih tersisa dari tahun kemarin, sekedar untuk beristirahat dan jalan2. 4 hari kemarin aku udah pulang dan istirahat di rumah di Jakarta, sedangkan Nat yang pindah balik ke Surabaya sepakat untuk bertemu di Singapore aja sekalian untuk liburan bersama, menghabiskan sisa 3 hari cutiku bersama-sama. Nat memang baru akan memulai kerja di kantor barunya minggu depan, jadi sampai sekarang jadwalnya masih sangat kosong.
Nat keluar dari dalam kamar mandi, hanya mengenakan bra dan celana dalam, rambutnya masih tergulung handuk. Sedikit sedikit penisku menegang melihat tubuhnya, udah bertahun2 bersama tapi tetap saja badannya selalu membangkitkan gairah. Apalagi dengan Nat yang memang sengaja menjaga kondisi badannya dengan rajin berolahraga.
Hmm, quickie dulu apa ya? Mumpung belum mandi. Tapi udah lapar banget juga. Pikiranku agak bimbang apalagi didesak oleh perutku yang terasa keroncongan.
“Udah sana cepet mandi dulu, ntar restorannya keburu penuh, males aku kalo banyak orang.” Suruhnya dengan agak ketus.
Ah, yaudah akhirnya kuputuskan untuk mandi dulu aja. Lagian aku baru teringat sebuah rencana yang kami sepakati kemarin2.
“Eits, jangan lupa loh our plan,” kataku sambil kemudian menunjuk ke arah payudara bulat nya yang hanya tertutup bra hitam. “…ga boleh” lanjutku lagi sambil menggoyangkan jariku kiri kanan.
Nat menghela nafas dan geleng2 kepala.
“….emangnya hari ini ya? Kamu bilang pas hari terakhir?” katanya mencoba menawar.
“engga, aku bilang hari kedua sama terakhir. 2 hari. Tapi dari sekarang aja deh, besok hari kedua ga usah. Or are you a chicken?” tanyaku sambil agak meledek. Hayo.
Nat tampak menggerutu sedikit, tapi kemudian melepaskan lagi bra hitamnya. Kedua payudaranya yang kenyal seakan meloncat keluar saat dia membuka bra nya itu.
Sambil jalan ke arah kamar mandi, kucubit pelan salah satu puting Nat yang tampak sangat menggoda itu.
“Nah gitu dong, alatnya masih ada di tas ransel aku di saku paling depan ya.” Kataku sambil berlalu.
Nat menepis manja tanganku yang mencubit putingnya sekejap itu. Dia kemudian melanjutkan mengenakan baju sedangkan aku mandi dulu.
Selesai aku mandi dan memakai baju, kami udah siap berangkat. Nat hari itu mengenakan tanktop hitam yang dipadukan dengan sebuah jaket sporty, tanpa mengenakan bra. Celana olahraga pendek dan sepatu kets menjadi pilihan bawahannya untuk hari itu. Ditambah dengan rambutnya yang saat itu dia biarkan tumbuh panjang dan diikat dengan ponytail, Nat seperti biasa terlihat sangat cantik, seksi, dan berpenampilan sporty stylish.
Ya, kemarin2 aku emang udah menantang Nat untuk tidak memakai bra untuk nanti kami jalan2 keluar, semacam soft exhibition. Nat menyanggupi tantanganku itu dan tidak berkeberatan untuk tidak memakai bra, tapi agak terkejut dan risih mendengar request ku yang lain: dia juga harus menusukkan sebuah vibrator wireless kecil di vaginanya selama kami keluar.
Sebelum pergi keluar kamar, Nat sudah memberikan remote untuk vibrator itu kepadaku.
“Nih…ingat tapi jangan aneh2 banget ya! Awas aja!” katanya keberatan.
Aku hanya tersenyum dengan mesum. Nafsuku agak sedikit naik membayangkan seandainya kumainkan vibrator itu saat kami di tempat umum, kemudian puting Nat mengeras dan terlihat di balik tanktopnya, dan bisa dilihat oleh orang lain. Just to spice up our sex life a bit, pikirku.
Pertama-tama kami pergi ke salah satu fast food joint terdekat dari hotel untuk sarapan. Disana udah mulai ramai orang, tapi kami bisa mendapat meja dan tempat duduk di dekat pintu masuk, sehingga lumayan banyak orang berlalu-lalang melewati tempat kami duduk. Sebetulnya sengaja kupilih meja itu, apalagi dengan kursi Nat yang menghadap ke arah pintu masuk, sedangkan aku di depannya, sehingga orang yang baru masuk dari luar pasti bisa melihat suguhan pemandangan cleavage Nat yang agak terbuka, belahan dadanya lumayan terlihat di balik tank top nya yang tak ketat.
Selama makan, Nat yang sadar akan akal bulusku hanya menunjukkan raut muka yang mesem2. Aku hanya tertawa iseng dalam hati melihatnya beberapa kali agak berusaha menutupi belahan dadanya dengan jaket yang dia kenakan. Aku yakin memang sempat ada beberapa lelaki yang masuk ke dalam sempat mencuri2 pandang ke arah gundukan gunung kembar milik Nat, mungkin mereka agak curiga karena ada sesuatu yang agak tercetak disana dan ingin memastikan lebih dekat.
Time to dial up the game. Setelah Nat menghabiskan burgernya, mulai kunyalakan vibrator yang masih tertanam di dalam vaginanya. Level 1. Tak tampak perubahan apa2 di ekspresi Nat, tapi aku yakin dia mulai merasakannya. Nat hanya menatap ke arahku dengan pandangan mata seakan mengejek.
Agak kesal, langsung kunaikkan getaran vibrator itu menjadi Level 3. Tampaknya sekarang udah mulai makin terasa oleh Nat. Nat yang pada dasarnya memang mudah horny sekarang tampak agak mulai gelisah, beberapa kali dia mengubah posisi silang kakinya sambil masih berusaha menyantap french fries yang tersisa.
Aku sekarang tertawa puas dalam hati. Rasain, ngejek sih, batinku. Agak jahat juga sih, melihat Nat tampaknya kesusahan berusaha menahan rasa nikmat getaran vibrator sambil masih makan, dan juga menyembunyikan ekspresinya dari orang2 yang kadang masih lalu lalang di depan kami. Sampai akhirnya dapat kulihat puting Nat semakin jelas tercetak di tank topnya, dia yang menyadari pandanganku langsung menutup lagi bagian dadanya dengan jaket merah itu.
“Husss..udah ah…please udah puas kan? Udah 5 menit nih, susah nih geter nya kenceng kayak gini gampang lepas kalo ga aku tahan..” katanya setengah berbisik padaku yang masih tersenyum tengil.
“hahaha…yaudah2, tapi aku belum puas loh yah. liat aja.” Kataku sambil mematikan vibratornya.
Nat bernafas lega dan merapikan posisi duduk dan jaketnya. Tak lama kemudian kami pergi dari tempat itu, menuju tujuan selanjutnya. Sepanjang jalan kugenggam tangannya sembari kami berjalan, aku memang selalu sedikit bangga kalau jalan-jalan keluar dengan Nat seperti ini, seakan ingin memberitahu pada semua orang yang berpapasan dengan kami bahwa cewek cantik ini adalah kekasihku.
Tujuan kami selanjutnya adalah Gardens By the Bay. Matahari yang bersinar terik di atas sana membuat sekujur badanku basah kuyup oleh keringat. Aku memang lebih tahan dingin daripada udara panas. Begitupun dengan Nat, walaupun dia masih tetap lincah dan bersemangat walaupun di keningnya sudah berkumpul titik keringat setelah kami berjalan kaki lumayan lama. Lehernya juga udah basah dengan keringat, membuatku ingin langsung menciumi lehernya seandainya kami sedang bukan di tempat umum.
Saat kami telah memasuki area dalam national park tersebut, udara sejuk AC menyambut badanku yang sudah menggeliat seperti cacing kepanasan. Sangat segar rasanya. Memang hebat kemajuan teknologi zaman sekarang, dengan atap yang berupa kaca dan membiarkan sinar matahari masuk, udara di dalam masih bisa aja dibikin sangat dingin seperti ini. Aku dan Nat mulai berjalan mengelilingi berbagai macam taman yang ada di dalam, sambil sesekali berfoto dan melihat2 tanaman2 unik yang ada disana.
Keadaan disana ramai, tapi karena area Gardens yang memang sangat luas, tak terasa sesak oleh banyak orang. Sesekali kucoba memainkan lagi vibrator sambil kami berjalan, tapi Nat dengan leluasa bisa menahan getarannya karena sambil berjalan. Ah sial. Kami kemudian hanya lanjut mengelilingi seluruh Gardens sampai habis. Bahkan di dalam Gardens pun aku masih sempat menyadari beberapa lelaki yang terlihat mencuri2 pandang ke tengah2 jaket yang Nat kenakan. Atau mungkin hanya perasaanku saja.
Nat sendiri selama outing kami hari itu tak nampak risih tanpa mengenakan bra, hanya sesekali saja lebih menutupkan jaketnya kalau dia sadar dadanya terlalu kelihatan. Tapi selain itu, dia tetap riang gembira seperti biasanya. Aku yang sebetulnya bukan tipe orang yang suka keluar untuk rekreasi selalu luluh ikut menikmati date kami apabila dia udah ceria seperti ini. Ini juga salah satu dari sekian banyak hal2 kecil yang kusuka dari Nat.
Hari sudah beranjak sore saat kami keluar dari Gardens. Matahari udah tak berada di ufuk kepala lagi. Kami berjalan kaki melanjutkan date ke area Merlion. Kami duduk di sebuah area pejalan kaki, di bawah sebuah jembatan. Banyak orang terlihat sedang beraktifitas atau hanya meneduh beristirahat disana. Patung Merlion yang tegak berdiri terlihat dari tempat kami duduk, menyemburkan air tanpa lelah.
Aku dan Nat yang sedang duduk beristirahat hanya menatap ke arah sungai sambil menyantap es krim yang kami beli barusan. Banyak berbincang tentang berbagai hal.
“thanks a lot ya Ja, udah mau nyempetin dulu liburan kesini sama aku. Thanks for the date too.” Katanya sambil menggenggam tanganku.
“ah apaan sih, baru juga hari pertama. Masih ada besok sama lusa, santai aja.” Kataku tetap asyik menghabiskan es krim, harus cepat kuhabiskan sebelum meleleh dan mengotori tanganku.
“hmmm.” Nat hanya tersenyum sambil tetap menggenggam tanganku. Di saat itu memang betul kata orang, apabila sedang jatuh cinta, dunia terasa hanya milik berdua.
Aku yang balas tersenyum kemudian melanjutkan, “…udah siap?”
Nat tampak bingung sebentar sebelum matanya agak terkejut. Dengan tanganku yang sudah bebas dari es krim, aku diam-diam menyalakan lagi vibratornya dari saku celanaku.
Hahaha. Aku hanya terkekeh iseng melihat Nat yang tak siap menerima serangan vibrator itu. Apalagi rasanya akan lebih kuat kalau sedang duduk seperti itu.
“Iih apaan sih! Ngerusak mood aja kamu!” katanya menampar pundakku bercanda. “udah dulu deh iseng banget kamu.”
“hahaha…ya buat apa dipake kalo ga dinyalain Nat? yaelah kamu kan udah biasa pake juga.” Jawabku masih nyengir seperti kuda.
“mmmm…ya ngga kayak gini juga lah. Udah deehh udah romantis2 tadi malah kamu ganggu momen nya..” katanya memasang muka kesal, tapi aku tau dia hanya bercanda.
Akhirnya kumatikan lagi vibratornya, walau agak mengganggu momen romantis, tapi rasanya sangat worth it untuk dapat melihat mimik Nat seperti itu.
Saat matahari hampir terbenam barulah kami beranjak dari sana, menuju ke hotel. Tapi kami belum mau mengakhiri hari begitu saja. Kami hanya pulang untuk mandi, ganti baju dan istirahat sejenak, sebelum kemudian pergi ke luar lagi. Selain itu, Nat juga tidak memasang lagi vibratornya kali ini.
Kami kemudian pergi keluar lagi untuk bermakan malam di salah satu restoran. Berpemandangan laut, kami menyantap makanan yang ada sembari bercengkrama, mengobrol tentang banyak hal dan melepas rindu setelah sebelumnya dua minggu berpisah. Complimentary wine dengan cepat habis bahkan sebelum makanan habis, jadi kami memesan sebotol Red Label untuk menemani malam indah itu.
Kali ini suasananya memang terasa sangat romantis. Berulang kali kutatap ke arah mata Nat yang teduh, di sela2 obrolan, dan aku selalu merasa beruntung bisa mendapatkan dia. Nat bukanlah perempuan yang perfect, bahkan melihat masa lalunya, malah sangat jauh dari perfect. Tapi sekarang, at least she is perfect for me.
Nat sendiri merasakan hal yang sama terhadapku. Sebelumnya sudah berulang kali dia bilang terima kasih kepadaku atas kesempatan kedua yang telah kuberikan. Walaupun berulang kali juga kutepis karena semuanya dari usaha dia sendiri. Di bawah lampu kuning yang temaram dan membelakangi pemandangan laut dan langit malam hari, Nat menatapku dalam dan berkata.
“Ja, once again, makasih banget buat semuanya…” katanya mulai serius.
“oh yaudah biasa aja deh Nat….lagian kan emang udah kita rencanain dari lama juga.. aku juga perlu liburan kayak gini kok.” Jawabku menenangkan
“no, I mean…for everything..”
“you were there for me when I was at my lowest, you helped me get back up despite all I’ve done to you, you helped me rebuilt my whole life…”
“aku ga tau aku akan dimana sekarang seandainya kamu waktu itu ga ngasih aku kesempatan buat fix everything…abis kamu terima aku lagi, aku bisa sedikit2 berubah lebih baik sampe aku jadi kayak sekarang.”
Ucapan Nat sangat serius tapi dalam suasana haru. Aku sebetulnya speechless, aku ga tau harus bilang apa. Aku hanya menatap ke botol Red Label yang baru habis seperempatnya.
“Engga, Nat. Give yourself some credits… Kamu sendiri yang bisa pick up hidup kamu back on track. Aku cuma bantu aja sebisa aku…and along the way, aku bisa percaya lagi sama kamu karena usaha kamu sendiri juga. You’ve earned it.”
Aku menjawab sambil menepuk rambutnya pelan, sedikit kuselipkan jariku dan kuurut sampai ujung rambutnya yang saat itu tengah di ombre warna kemerahan.
“I don’t care about your past…your past is yours, sekarang kita cuma harus fokus, masa depan seperti apa yang mau kita bikin…” lanjutku tak kalah serius. Sebetulnya ini memang sesuatu yang sudah sering kupikirkan sebelumnya.
Mendengar itu, Nat tersenyum lebar sampai matanya sangat tipis.
“I love you. Happy Anniversary ya, Ja…” katanya masih tersenyum.
Oh, jadi ternyata Nat masih ingat tanggal ini, dan dia bahkan sekarang ikut menganggap tanggal ini sebagai tanggal jadian kita yang baru.
“Love you too.” Jawabku singkat.
Walaupun malam itu bulan tak nampak di langit malam, aku yakin dia ada disana. Kalau tidak, apa lagi yang telah menerangi hati kami berdua pada malam itu?
Nat saat itu hanya mengenakan sepotong kemeja dan celana dalam saja, paha putih dan kaki jenjangnya terlihat sangat seksi di bawah keremangan cahaya kamar. Melihatku telah bangun, dia melempar sepotong T-shirt ke samping badanku.
“Bangun woy! Kemaren katanya males keluar kalo udah panas…yuk siap2 dari sekarang.”
Aku tak langsung menjawab, rasa kantuk masih menggantung di pelupuk mataku dan berusaha menariknya kembali menutup ke bawah. Nat masih sibuk membongkar isi koper dan mengeluarkan barang2 di dalamnya.
“Yuk ah mandi dulu Ja, biar ga kepanasan.” Katanya sambil menghampiriku yang masih terbaring setengah sadar, tangannya udah membawa tas kecil berisi peralatan mandi.
Nat kemudian duduk di tepian kasur, di sampingku. Tangannya menyelinap ke balik selimut putih hotel yang masih menutupi badanku, dan setelah sedikit meraba-raba, menggenggam penisku yang udah sedikit bangun.
“Yakin nih…ga mau mandi bareng…?” katanya menggoda sambil memainkan tangannya di batang penisku.
Ah sial, aku betul2 masih mengantuk, semalam sampai ke hotel ini hampir tengah malam setelah sebelumnya aku ga tidur sama sekali di perjalanan. Aku hanya menggeleng lemah, kemudian menutup mataku dengan bantal.
“kamu duluan deh yah…10 menit lagi aku bangun deh, cepet kok aku siap2 nya.” Suaraku masih lemas.
Nat mungkin sedikit kecewa tapi mengerti aku masih lelah. Dia melepaskan penisku dari tangannya dan bangkit berdiri.
“beneran ya..awas aja loh kalo aku beres kamu belum bangun!” katanya sambil berjalan ke arah kamar mandi.
Aku hanya mengacungkan jempol dari balik mukaku yang kututupi bantal. Capek banget rasanya pagi ini, 5 menit lagi lah aku tiduran dulu, pikirku. Ajaib sekali, untungnya aku tak tertidur lagi dalam waktu 5 menit itu. Aku bangun dan duduk di kasur sementara masih terdengar suara Nat yang sedang mandi dari balik pintu.
Seperti kebanyakan anak muda di zaman modern ini, insting pertamaku setelah bangun adalah refleks mencari ponselku. Sejenak aku melihat jam dan tanggal yang tertera di layarnya. Sebuah tanggal yang familiar di benakku. Hari ini adalah tepat 2 tahun setelah aku dan Nat jadian kembali dan memulai hubungan baru. Aku pribadi menganggap tanggal ini sebagai tanggal anniversary kami yang baru, lebih sesuai dengan apa yang terjadi di antara kami sebelum dan setelah tanggal itu. Tanggal dimulainya semacam “fresh start” untuk kami.
Sedangkan Nat kadang bersikeras untuk mempertahankan tanggal jadian kami yang asli, pertama kalinya kami mulai berpacaran hampir 1,5 tahun sebelumnya. Aku sendiri sebetulnya tak terlalu mempermasalahkan. Toh, ga terlalu ada bedanya, kami juga ga pernah merayakan anniversary atau semacam itu. What really matters is that we’re together, and still together now.
Sekitar 2 minggu yang lalu Nat pindah balik ke Indonesia karena kontraknya habis. Sebelumnya, kami udah sering berdiskusi dan menyusun langkah selanjutnya mengenai hal ini, dan juga untuk masa depan kami secara overall. Setelah berbulan-bulan, akhirnya kami sepakat untuk pulang dan pindah ke Indonesia. Nat pindah lebih dulu sedangkan aku sendiri baru akan nyusul setelah kontrakku habis, sekitar 4 bulan lagi dari sekarang. Ada sekitar 5 bulan dimana kami harus menjalani hubungan LDR ini, tapi kami sama2 udah yakin dengan satu sama lain, walaupun pasti akan sangat kangen.
Saat ini kami sedang berada di Singapore. Aku sengaja ambil cuti seminggu untuk menghabiskan jatah cutiku yang masih tersisa dari tahun kemarin, sekedar untuk beristirahat dan jalan2. 4 hari kemarin aku udah pulang dan istirahat di rumah di Jakarta, sedangkan Nat yang pindah balik ke Surabaya sepakat untuk bertemu di Singapore aja sekalian untuk liburan bersama, menghabiskan sisa 3 hari cutiku bersama-sama. Nat memang baru akan memulai kerja di kantor barunya minggu depan, jadi sampai sekarang jadwalnya masih sangat kosong.
Nat keluar dari dalam kamar mandi, hanya mengenakan bra dan celana dalam, rambutnya masih tergulung handuk. Sedikit sedikit penisku menegang melihat tubuhnya, udah bertahun2 bersama tapi tetap saja badannya selalu membangkitkan gairah. Apalagi dengan Nat yang memang sengaja menjaga kondisi badannya dengan rajin berolahraga.
Hmm, quickie dulu apa ya? Mumpung belum mandi. Tapi udah lapar banget juga. Pikiranku agak bimbang apalagi didesak oleh perutku yang terasa keroncongan.
“Udah sana cepet mandi dulu, ntar restorannya keburu penuh, males aku kalo banyak orang.” Suruhnya dengan agak ketus.
Ah, yaudah akhirnya kuputuskan untuk mandi dulu aja. Lagian aku baru teringat sebuah rencana yang kami sepakati kemarin2.
“Eits, jangan lupa loh our plan,” kataku sambil kemudian menunjuk ke arah payudara bulat nya yang hanya tertutup bra hitam. “…ga boleh” lanjutku lagi sambil menggoyangkan jariku kiri kanan.
Nat menghela nafas dan geleng2 kepala.
“….emangnya hari ini ya? Kamu bilang pas hari terakhir?” katanya mencoba menawar.
“engga, aku bilang hari kedua sama terakhir. 2 hari. Tapi dari sekarang aja deh, besok hari kedua ga usah. Or are you a chicken?” tanyaku sambil agak meledek. Hayo.
Nat tampak menggerutu sedikit, tapi kemudian melepaskan lagi bra hitamnya. Kedua payudaranya yang kenyal seakan meloncat keluar saat dia membuka bra nya itu.
Sambil jalan ke arah kamar mandi, kucubit pelan salah satu puting Nat yang tampak sangat menggoda itu.
“Nah gitu dong, alatnya masih ada di tas ransel aku di saku paling depan ya.” Kataku sambil berlalu.
Nat menepis manja tanganku yang mencubit putingnya sekejap itu. Dia kemudian melanjutkan mengenakan baju sedangkan aku mandi dulu.
Selesai aku mandi dan memakai baju, kami udah siap berangkat. Nat hari itu mengenakan tanktop hitam yang dipadukan dengan sebuah jaket sporty, tanpa mengenakan bra. Celana olahraga pendek dan sepatu kets menjadi pilihan bawahannya untuk hari itu. Ditambah dengan rambutnya yang saat itu dia biarkan tumbuh panjang dan diikat dengan ponytail, Nat seperti biasa terlihat sangat cantik, seksi, dan berpenampilan sporty stylish.
Ya, kemarin2 aku emang udah menantang Nat untuk tidak memakai bra untuk nanti kami jalan2 keluar, semacam soft exhibition. Nat menyanggupi tantanganku itu dan tidak berkeberatan untuk tidak memakai bra, tapi agak terkejut dan risih mendengar request ku yang lain: dia juga harus menusukkan sebuah vibrator wireless kecil di vaginanya selama kami keluar.
Sebelum pergi keluar kamar, Nat sudah memberikan remote untuk vibrator itu kepadaku.
“Nih…ingat tapi jangan aneh2 banget ya! Awas aja!” katanya keberatan.
Aku hanya tersenyum dengan mesum. Nafsuku agak sedikit naik membayangkan seandainya kumainkan vibrator itu saat kami di tempat umum, kemudian puting Nat mengeras dan terlihat di balik tanktopnya, dan bisa dilihat oleh orang lain. Just to spice up our sex life a bit, pikirku.
Pertama-tama kami pergi ke salah satu fast food joint terdekat dari hotel untuk sarapan. Disana udah mulai ramai orang, tapi kami bisa mendapat meja dan tempat duduk di dekat pintu masuk, sehingga lumayan banyak orang berlalu-lalang melewati tempat kami duduk. Sebetulnya sengaja kupilih meja itu, apalagi dengan kursi Nat yang menghadap ke arah pintu masuk, sedangkan aku di depannya, sehingga orang yang baru masuk dari luar pasti bisa melihat suguhan pemandangan cleavage Nat yang agak terbuka, belahan dadanya lumayan terlihat di balik tank top nya yang tak ketat.
Selama makan, Nat yang sadar akan akal bulusku hanya menunjukkan raut muka yang mesem2. Aku hanya tertawa iseng dalam hati melihatnya beberapa kali agak berusaha menutupi belahan dadanya dengan jaket yang dia kenakan. Aku yakin memang sempat ada beberapa lelaki yang masuk ke dalam sempat mencuri2 pandang ke arah gundukan gunung kembar milik Nat, mungkin mereka agak curiga karena ada sesuatu yang agak tercetak disana dan ingin memastikan lebih dekat.
Time to dial up the game. Setelah Nat menghabiskan burgernya, mulai kunyalakan vibrator yang masih tertanam di dalam vaginanya. Level 1. Tak tampak perubahan apa2 di ekspresi Nat, tapi aku yakin dia mulai merasakannya. Nat hanya menatap ke arahku dengan pandangan mata seakan mengejek.
Agak kesal, langsung kunaikkan getaran vibrator itu menjadi Level 3. Tampaknya sekarang udah mulai makin terasa oleh Nat. Nat yang pada dasarnya memang mudah horny sekarang tampak agak mulai gelisah, beberapa kali dia mengubah posisi silang kakinya sambil masih berusaha menyantap french fries yang tersisa.
Aku sekarang tertawa puas dalam hati. Rasain, ngejek sih, batinku. Agak jahat juga sih, melihat Nat tampaknya kesusahan berusaha menahan rasa nikmat getaran vibrator sambil masih makan, dan juga menyembunyikan ekspresinya dari orang2 yang kadang masih lalu lalang di depan kami. Sampai akhirnya dapat kulihat puting Nat semakin jelas tercetak di tank topnya, dia yang menyadari pandanganku langsung menutup lagi bagian dadanya dengan jaket merah itu.
“Husss..udah ah…please udah puas kan? Udah 5 menit nih, susah nih geter nya kenceng kayak gini gampang lepas kalo ga aku tahan..” katanya setengah berbisik padaku yang masih tersenyum tengil.
“hahaha…yaudah2, tapi aku belum puas loh yah. liat aja.” Kataku sambil mematikan vibratornya.
Nat bernafas lega dan merapikan posisi duduk dan jaketnya. Tak lama kemudian kami pergi dari tempat itu, menuju tujuan selanjutnya. Sepanjang jalan kugenggam tangannya sembari kami berjalan, aku memang selalu sedikit bangga kalau jalan-jalan keluar dengan Nat seperti ini, seakan ingin memberitahu pada semua orang yang berpapasan dengan kami bahwa cewek cantik ini adalah kekasihku.
Tujuan kami selanjutnya adalah Gardens By the Bay. Matahari yang bersinar terik di atas sana membuat sekujur badanku basah kuyup oleh keringat. Aku memang lebih tahan dingin daripada udara panas. Begitupun dengan Nat, walaupun dia masih tetap lincah dan bersemangat walaupun di keningnya sudah berkumpul titik keringat setelah kami berjalan kaki lumayan lama. Lehernya juga udah basah dengan keringat, membuatku ingin langsung menciumi lehernya seandainya kami sedang bukan di tempat umum.
Saat kami telah memasuki area dalam national park tersebut, udara sejuk AC menyambut badanku yang sudah menggeliat seperti cacing kepanasan. Sangat segar rasanya. Memang hebat kemajuan teknologi zaman sekarang, dengan atap yang berupa kaca dan membiarkan sinar matahari masuk, udara di dalam masih bisa aja dibikin sangat dingin seperti ini. Aku dan Nat mulai berjalan mengelilingi berbagai macam taman yang ada di dalam, sambil sesekali berfoto dan melihat2 tanaman2 unik yang ada disana.
Keadaan disana ramai, tapi karena area Gardens yang memang sangat luas, tak terasa sesak oleh banyak orang. Sesekali kucoba memainkan lagi vibrator sambil kami berjalan, tapi Nat dengan leluasa bisa menahan getarannya karena sambil berjalan. Ah sial. Kami kemudian hanya lanjut mengelilingi seluruh Gardens sampai habis. Bahkan di dalam Gardens pun aku masih sempat menyadari beberapa lelaki yang terlihat mencuri2 pandang ke tengah2 jaket yang Nat kenakan. Atau mungkin hanya perasaanku saja.
Nat sendiri selama outing kami hari itu tak nampak risih tanpa mengenakan bra, hanya sesekali saja lebih menutupkan jaketnya kalau dia sadar dadanya terlalu kelihatan. Tapi selain itu, dia tetap riang gembira seperti biasanya. Aku yang sebetulnya bukan tipe orang yang suka keluar untuk rekreasi selalu luluh ikut menikmati date kami apabila dia udah ceria seperti ini. Ini juga salah satu dari sekian banyak hal2 kecil yang kusuka dari Nat.
Hari sudah beranjak sore saat kami keluar dari Gardens. Matahari udah tak berada di ufuk kepala lagi. Kami berjalan kaki melanjutkan date ke area Merlion. Kami duduk di sebuah area pejalan kaki, di bawah sebuah jembatan. Banyak orang terlihat sedang beraktifitas atau hanya meneduh beristirahat disana. Patung Merlion yang tegak berdiri terlihat dari tempat kami duduk, menyemburkan air tanpa lelah.
Aku dan Nat yang sedang duduk beristirahat hanya menatap ke arah sungai sambil menyantap es krim yang kami beli barusan. Banyak berbincang tentang berbagai hal.
“thanks a lot ya Ja, udah mau nyempetin dulu liburan kesini sama aku. Thanks for the date too.” Katanya sambil menggenggam tanganku.
“ah apaan sih, baru juga hari pertama. Masih ada besok sama lusa, santai aja.” Kataku tetap asyik menghabiskan es krim, harus cepat kuhabiskan sebelum meleleh dan mengotori tanganku.
“hmmm.” Nat hanya tersenyum sambil tetap menggenggam tanganku. Di saat itu memang betul kata orang, apabila sedang jatuh cinta, dunia terasa hanya milik berdua.
Aku yang balas tersenyum kemudian melanjutkan, “…udah siap?”
Nat tampak bingung sebentar sebelum matanya agak terkejut. Dengan tanganku yang sudah bebas dari es krim, aku diam-diam menyalakan lagi vibratornya dari saku celanaku.
Hahaha. Aku hanya terkekeh iseng melihat Nat yang tak siap menerima serangan vibrator itu. Apalagi rasanya akan lebih kuat kalau sedang duduk seperti itu.
“Iih apaan sih! Ngerusak mood aja kamu!” katanya menampar pundakku bercanda. “udah dulu deh iseng banget kamu.”
“hahaha…ya buat apa dipake kalo ga dinyalain Nat? yaelah kamu kan udah biasa pake juga.” Jawabku masih nyengir seperti kuda.
“mmmm…ya ngga kayak gini juga lah. Udah deehh udah romantis2 tadi malah kamu ganggu momen nya..” katanya memasang muka kesal, tapi aku tau dia hanya bercanda.
Akhirnya kumatikan lagi vibratornya, walau agak mengganggu momen romantis, tapi rasanya sangat worth it untuk dapat melihat mimik Nat seperti itu.
Saat matahari hampir terbenam barulah kami beranjak dari sana, menuju ke hotel. Tapi kami belum mau mengakhiri hari begitu saja. Kami hanya pulang untuk mandi, ganti baju dan istirahat sejenak, sebelum kemudian pergi ke luar lagi. Selain itu, Nat juga tidak memasang lagi vibratornya kali ini.
Kami kemudian pergi keluar lagi untuk bermakan malam di salah satu restoran. Berpemandangan laut, kami menyantap makanan yang ada sembari bercengkrama, mengobrol tentang banyak hal dan melepas rindu setelah sebelumnya dua minggu berpisah. Complimentary wine dengan cepat habis bahkan sebelum makanan habis, jadi kami memesan sebotol Red Label untuk menemani malam indah itu.
Kali ini suasananya memang terasa sangat romantis. Berulang kali kutatap ke arah mata Nat yang teduh, di sela2 obrolan, dan aku selalu merasa beruntung bisa mendapatkan dia. Nat bukanlah perempuan yang perfect, bahkan melihat masa lalunya, malah sangat jauh dari perfect. Tapi sekarang, at least she is perfect for me.
Nat sendiri merasakan hal yang sama terhadapku. Sebelumnya sudah berulang kali dia bilang terima kasih kepadaku atas kesempatan kedua yang telah kuberikan. Walaupun berulang kali juga kutepis karena semuanya dari usaha dia sendiri. Di bawah lampu kuning yang temaram dan membelakangi pemandangan laut dan langit malam hari, Nat menatapku dalam dan berkata.
“Ja, once again, makasih banget buat semuanya…” katanya mulai serius.
“oh yaudah biasa aja deh Nat….lagian kan emang udah kita rencanain dari lama juga.. aku juga perlu liburan kayak gini kok.” Jawabku menenangkan
“no, I mean…for everything..”
“you were there for me when I was at my lowest, you helped me get back up despite all I’ve done to you, you helped me rebuilt my whole life…”
“aku ga tau aku akan dimana sekarang seandainya kamu waktu itu ga ngasih aku kesempatan buat fix everything…abis kamu terima aku lagi, aku bisa sedikit2 berubah lebih baik sampe aku jadi kayak sekarang.”
Ucapan Nat sangat serius tapi dalam suasana haru. Aku sebetulnya speechless, aku ga tau harus bilang apa. Aku hanya menatap ke botol Red Label yang baru habis seperempatnya.
“Engga, Nat. Give yourself some credits… Kamu sendiri yang bisa pick up hidup kamu back on track. Aku cuma bantu aja sebisa aku…and along the way, aku bisa percaya lagi sama kamu karena usaha kamu sendiri juga. You’ve earned it.”
Aku menjawab sambil menepuk rambutnya pelan, sedikit kuselipkan jariku dan kuurut sampai ujung rambutnya yang saat itu tengah di ombre warna kemerahan.
“I don’t care about your past…your past is yours, sekarang kita cuma harus fokus, masa depan seperti apa yang mau kita bikin…” lanjutku tak kalah serius. Sebetulnya ini memang sesuatu yang sudah sering kupikirkan sebelumnya.
Mendengar itu, Nat tersenyum lebar sampai matanya sangat tipis.
“I love you. Happy Anniversary ya, Ja…” katanya masih tersenyum.
Oh, jadi ternyata Nat masih ingat tanggal ini, dan dia bahkan sekarang ikut menganggap tanggal ini sebagai tanggal jadian kita yang baru.
“Love you too.” Jawabku singkat.
Walaupun malam itu bulan tak nampak di langit malam, aku yakin dia ada disana. Kalau tidak, apa lagi yang telah menerangi hati kami berdua pada malam itu?
Passion
Dengan tangan Nat yang kecil dan halus masih di genggaman, kami berjalan keluar dari lift, menyusuri koridor hotel sampai ke pintu kamar kami. Dengan sedikit membantu jalan Nat, kutuntun dia sampai ke kamar, Nat sudah berjalan dengan agak goyang karena udah tipsy setelah menghabiskan botol tadi. Dari hembusan nafasnya di leherku, aku mengerti sesuatu.
Setelah menutup pintu di belakang kami, tanpa aba2 kami saling berciuman dengan penuh gairah, tangan Nat memegangi dan mengacak2 rambutku sementara kedua tanganku memegangi dan berkeliaran di pinggang rampingnya. Bau alkohol masih tercium kuat dari mulutnya yang mungil, bercampur dengan aroma nafas yang membangkitkan nafsu.
Kuturunkan lagi kedua tanganku sampai ke belahan paha belakangnya, dan dengan mendadak kuangkat badannya sehingga dia memeluk pinggangku dengan kedua kakinya. Dalam keadaan normal, aku ga yakin aku bisa mengangkat beban 57 kilogram semudah ini, tapi dengan dibakar oleh birahi, aku merasakan excess energy yang sangat banyak untuk dapat menggendong Nat seperti itu sampai ke kasur, dengan bibir kami yang masih saling berpagutan sepanjang jalan.
Kuhempaskan badannya ke kasur queen size yang empuk itu, matanya menatap mataku dengan bernafsu. Aku ga mau menghamburkan waktu, dengan cepat langsung kulucuti semua pakaianku sehingga penisku tegak mengacung di depan Nat yang masih terbaring. Matanya kini menatap penisku dengan lapar.
Dia menarik tanganku sehingga aku ikut terjatuh ke kasur di atasnya. Tapi kemudian Nat membalikkan posisi badan sehingga sekarang aku berada di bawahnya. Aku mengerti maksudnya. Bersamaan dengan Nat mulai menjilati dan menghisap penisku dari atas, kuturunkan hotpants nya yang berada tepat di atas kepalaku. Aku yang mulai merasa geli dari hisapan mulut Nat di penisku kemudian menjilati klitoris Nat dari luar celana dalam putih berenda nya. Merasakan lidahku, badan Nat mulai bergerak-gerak geli tapi tetap memfokuskan energi di mulutnya untuk melayani penisku.
Kuturunkan celana dalam Nat yang udah basah dan kubiarkan menggantung di kaki kanannya. Saat kudekatkan mulutku ke vaginanya yang terlihat basah, tercium sebuah aroma yang sangat khas, aroma yang membangkitkan nafsu birahi dan seketika menghilangkan semua penat yang kurasakan sebelumnya, bercampur dengan aroma keringat Nat yang juga khas. Tanpa ampun, kujilati vagina dan klitorisnya yang polos tanpa rambut sedikitpun. Sesekali kucolok juga lubang vaginanya dengan jariku, membuat kepala Nat semakin gelisah di penisku.
Beberapa menit kami dalam posisi 69 itu, aku mulai merasakan dorongan untuk orgasme. Kulihat dari celah yang terlihat di antara badan kami, kepalanya masih dengan khusyuk menjilati dan menghisap penisku, rambutnya tergerai ke bawah menutupi mukanya. Nat telah menjadi sangat lihai dalam permainan lidahnya selama setahun terakhir ini. Tidak, aku ga mau langsung keluar sekarang.
Setelah memberikan beberapa colokan terakhir ke dinding vagina Nat yang sangat basah, aku menarik badanku dari bawah Nat dan bergeser ke belakang Nat yang masih menungging. Nat hanya menoleh ke belakang, paham maksudku. Dengan masih menungging seperti itu, dia menarik dan sedikit memainkan klitorisnya dengan jari2 nya sendiri sehingga bibir vaginanya terbuka, memperlihatkan labia pink yang telah sangat basah.
“…please, I want you inside my pussy….” Katanya merayu lemah, masih menoleh ke belakang ke arahku.
Aku yang telah sedikit bangun jadi dalam posisi berlutut di belakang Nat, langsung mendorong penisku masuk ke dalam vaginanya yang dia tarik lebar. Terasa dinding vaginanya yang becek dan hangat menyambut batang penisku yang udah sangat keras. Bersama setiap tarikan dan dorongan, gesekan di batang penisku semakin membawaku terbang ke langit kenikmatan.
Kulihat dari belakang, Nat pun merasakan hal yang sama. Kepalanya hanya tertunduk lemah saat kusodokkan penisku ke vaginanya, sambil sesekali mendesah. Tangan dan sikunya masih menahan badannya yang pasrah kusetubuhi, masih ditutupi oleh kemeja flannel lengan panjangnya yang dia pakai sejak mandi sore tadi.
Aku ingin merasakan lebih. Kudorong badanku maju sedikit sehingga setiap sodokan kini terasa semakin mentok di dalam vagina Nat, dan kugenggam ponytail rambut Nat sebelum kujambak dari belakang, sehingga sekarang kepalanya mendongak ke atas, tersentak naik-turun mengikuti irama pompa penisku yang semakin cepat.
“aaahhhh…aakkhh!!”
Dalam posisi seperti ini aku emang lebih bisa mengatur nafasku sehingga bisa lumayan menahan gelombang orgasme yang semakin kuat terasa. Aku masih belum rela kalau harus keluar sekarang, masih ingin menikmati tubuh seksi Nat yang menggairahkan itu. Namun setelah sekitar 15 menit berlalu, aku pun mulai merasa makin ga bisa menahan dorongan klimaks. Sial. Kucabut kencang penisku keluar, lendir vagina Nat masih melumuri batangnya. Nat melenguh perlahan dan menarik nafas dengan berat.
Hmm. Time to try something new. Kutarik Nat hingga bangun berdiri, dan kudorong dia sampai ke jendela besar yang dari tadi masih belum ditutup tirai. Satu dinding kamar itu memang terdiri sepenuhnya dari kaca, sehingga memperlihatkan dengan jelas suasana jalanan Singapore yang udah sepi dan langit yang dipenuhi bintang pada malam itu.
Kini Nat bertumpu pada kedua tangannya, pipinya menekan ke jendela tebal itu. Pantat telanjangnya yang agak menungging ke belakang mengundang penisku untuk segera masuk dan mengobrak-abrik isi vaginanya. Tapi sebelum itu, kutampar pantat Nat yang kenyal, sekedar iseng.
“Ahh!” Nat yang masih agak mabuk hanya sedikit berteriak manja.
Aku tak peduli kalo ada orang lain di luar yang bisa melihat kami, dengan kondisi Nat yang setengah telanjang menempel dengan jelas di jendela. Setelah banyak2 melumuri penisku dengan lube yang telah kukeluarkan dari tas, aku memulai langkahku selanjutnya. Kutahan punggung Nat dengan badanku, sehingga dadanya yang masih belum memakai bra di balik kemeja itu terdorong dan menempel ke jendela. Tangan kiriku segera menyelinap ke balik kemeja panjangnya dan memainkan putingnya dari belakang, sementara itu tangan kiriku yang masih basah oleh lube bergerilya di klitorisnya dengan cepat.
Menerima serangan bertubi-tubi seperti itu, Nat mendesah kencang, matanya merem-melek keenakan.
“I want the backdoor...” bisikku di telinga Nat pelan
“ehhh...yeshhh...my body is yoursshh...ahhhh...pake badan aku buat muasin nafsu kamu Ja...” jawabnya terengah-engah, hembusan nafasnya membekas di jendela.
Mendapat izin darinya, kualihkan jariku yang masih sangat licin dari klitorisnya menuju lubang pantatnya. Kugesek2 di sekitar lubangnya, sambil sesekali kutarik2 pelan berusaha memanaskan bagian tubuh Nat yang satu itu untuk seranganku selanjutnya.
Nat yang masih di bawah pengaruh alkohol dan birahi sepertinya tidak merasakan sakit sama sekali saat kumasukkan penisku perlahan ke dalam pantatnya. Sangat sangat sempit, lebih sempit daripada vaginanya, dan lebih terasa setiap gesekan yang dibantu lube tersebut sangat menjepit batang penisku. Ya, sudah lebih dari setahun ini Nat bersedia melakukan anal sex, dan semenjak itu pula dia selalu rutin melakukan deep cleaning di anusnya hampir setiap hari, agar lebih bersih dan nyaman. Walaupun sebetulnya lumayan jarang kami lakukan.
Merasakan tusukan dari pintu belakangnya, Nat semakin mengerang kenikmatan, tubuhnya semakin menegang dan bekas nafas dan keringatnya semakin membekas di jendela yang tadinya bersih itu. Aku yakin dari luar pasti terlihat sangat hot, Nat dalam posisi seperti ini.
Dengan perlahan tapi pasti, kunaikkan tempo genjotan penisku di pantatnya, walaupun tak dapat sekencang saat penetrasi vaginanya karena lubangnya memang sangat sempit. Merasakan birahi Nat yang semakin naik, terlihat dari gerak-gerik badannya yang semakin gelisah, aku sedikit mempercepat tempoku lagi.
“arrrghhh...i’m gonna cum sayanggg....canntt hold thiss anymore...” kata Nat di balik derau erangan kenikmatannya.
Aku yang daritadi memang menahan orgasme beberapa kali terus menjaga tempo pompaan penisku sambil menahan dorongan orgasme yang lagi2 muncul. Sedikit lagi, pikirku. Let’s cum together.
Akhirnya dalam sebuah ledakan, tubuh Nat bergetar hebat dan kurasakan ada yang membasahi pahaku. Nat orgasme dan squirting. Tanpa susah aku melepas orgasme yang daritadi telah kutahan dan kulampiaskan semua pada detik itu, menyemburkan banyak lahar sperma panas di dalam anus Nat. Kucengkeram pinggang dan dadanya sangat kencang saat kurasakan penisku berdenyut2 mengeluarkan semua cairan yang ada di dalam.
“ooouuucchhhhhh...arrrggghhhh....i’m cumming...forr...youu....” Nat sampai berteriak dilanda orgasme yang cukup hebat. Vagina Nat masih mengeluarkan sisa cairan bening dari squirt nya barusan, sehingga karpet dimana kami berdiri terlihat basah dengan nodanya.
Kucabut penisku dan kupeluk Nat dari belakang, berusaha menahan tubuhnya agar tak ambruk di depan jendela. Kami sama-sama mengambil nafas dengan berat, sebelum aku berdiri tegak lagi dan mengambil tissue basah complimentary hotel untuk membersihkan penisku dari sisa cairan sperma dan lube. Terlihat sperma putihku mengalir sedikit demi sedikit dari lubang pantatnya.
Baru saja aku selesai mengelap batang penisku, sekarang giliran Nat yang menarik tanganku kembali ke kasur dan mendorong tubuhku sehingga aku terbaring disana. Nat kemudian mendekati mukaku dan tangannya memegangi batang penisku, bergantian mengurutnya, berusaha mengeraskan kembali penisku.
Aku hanya pasrah saja saat dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku dan berkata.
“ah....’twas good, but I’m not done yet...” katanya dengan mata yang berat dan tersenyum nakal.
Ah, karena masih lemas, aku hanya diam saja dan membiarkan Nat mengambil kemudi.
Tak berapa lama setelah dilayani oleh kedua tangan Nat, penisku sudah kembali mengeras hampir sempurna. Nat kemudian membuka kemeja flannel yang masih dia kenakan, memperlihatkan kedua payudaranya yang bulat sempurna, perutnya yang ramping, lekukan pinggangnya yang indah, serta pusar kecilnya yang kini polos tanpa piercing.
Dengan satu gerakan, Nat duduk di atasku, berhasil membenamkan seluruh batang penisku tanpa sulit. Aku kembali merasakan nikmat yang sangat saat batang penisku merasakan gesekan dengan dinding vaginanya yang becek dan hangat itu. Nat membiarkan dulu batang penisku di dalam vaginanya sementara dia bertumpu di kedua tangannya di atas dadaku, seperti mencoba merasakan penisku lebih lama.
Dia kemudian secara perlahan mengangkat dan menurunkan tubuhnya, memberikan semakin banyak gesekan nikmat pada batang penisku. Melihat Nat yang sangat bergairah menunggangi penisku, telanjang bulat dengan badannya yang berkeringat, serta rambutnya yang acak-acakan menutupi sebagian pandangan binalnya, membuatku betul2 kembali bernafsu, walaupun aku baru saja orgasme sekitar 5 menit sebelumnya.
Setelah membiarkan Nat mengatur tempo persetubuhan kami selama beberapa menit, aku semakin tak sabar. Kutarik badannya ke arahku sehingga kulit badan kami berdua bersentuhan, kepalanya jatuh di samping leherku. Kemudian kuangkat pinggangku sehingga sekarang pantat Nat tertahan miring oleh pahaku, yang kemudian kugenjot lagi dengan lebih cepat, mengacak2 isi vagina Nat yang sudah sangat basah.
“aaaahhhhhh...” sepanjang posisi itu Nat hanya bisa mendesah nikmat, tak berusaha lagi untuk menahan suaranya.
Tangannya memeluk kepalaku dengan erat, kurasakan gejala-gejala yang familiar kembali terjadi di badan seksinya itu. Heh, cepat banget Nat mau orgasme lagi. Aku yang masih belum merasakan dorongan orgasme yang kuat hanya berusaha mempertahankan irama genjotan penisku dengan susah payah, karena kemiringan pahaku dan pinggang Nat yang membuat keluar masuk penisku sedikit tertahan.
Tak lama kemudian, Nat betul2 mengalami orgasme lagi. Kali ini tak kurasakan ada cairan apapun yang keluar dari vaginanya, tapi dinding vaginanya terasa berkontraksi dan menghisap penisku di dalamnya, sebelum akhirnya rileks kembali dan melepaskan batang penisku. Nat hanya melenguh sangat panjang saat orgasme keduanya malam itu.
Aku sendiri sudah hampir keluar. Dengan badan Nat yang sudah sangat lemas tak berdaya di atas badanku, kupercepat gerakan pinggangku dalam menerobos keluar masuk vagina Nat. Semenit kemudian akupun orgasme lagi, mengeluarkan cairan sperma yang lebih sedikit daripada tadi, tapi tetap terasa membasahi isi vagina Nat.
Kami terdiam beberapa saat dalam posisi itu, dengan Nat yang tengkurap di atas badanku dengan lemas.
Nat kemudian menarik pinggangnya, melepaskan penisku yang mulai melemas dari cengkeraman vaginanya. Dia berbalik dan berbaring di sampingku, kemudian menyandarkan kepalanya di dadaku yang sudah sangat berkeringat.
Kupilin2 rambut panjanganya sementara dia mengambil nafas, tak lupa kupijat pelan lengannya agar rasa pegalnya setelah menahan posisi WOT tadi sedikit reda.
“....I love you...” katanya dengan pelan dan berat.
“...love you too.” Jawabku singkat, mengecup dahinya dengan lembut.
Tak butuh waktu lama sampai kami tertidur, tenggelam dalam kehangatan satu sama lain, dinaungi oleh malam yang indah itu. Salah satu momen yang sangat tak ingin aku tinggalkan bersamaan dengan berjalannya waktu dengan kejam dan tak peduli.
Setelah menutup pintu di belakang kami, tanpa aba2 kami saling berciuman dengan penuh gairah, tangan Nat memegangi dan mengacak2 rambutku sementara kedua tanganku memegangi dan berkeliaran di pinggang rampingnya. Bau alkohol masih tercium kuat dari mulutnya yang mungil, bercampur dengan aroma nafas yang membangkitkan nafsu.
Kuturunkan lagi kedua tanganku sampai ke belahan paha belakangnya, dan dengan mendadak kuangkat badannya sehingga dia memeluk pinggangku dengan kedua kakinya. Dalam keadaan normal, aku ga yakin aku bisa mengangkat beban 57 kilogram semudah ini, tapi dengan dibakar oleh birahi, aku merasakan excess energy yang sangat banyak untuk dapat menggendong Nat seperti itu sampai ke kasur, dengan bibir kami yang masih saling berpagutan sepanjang jalan.
Kuhempaskan badannya ke kasur queen size yang empuk itu, matanya menatap mataku dengan bernafsu. Aku ga mau menghamburkan waktu, dengan cepat langsung kulucuti semua pakaianku sehingga penisku tegak mengacung di depan Nat yang masih terbaring. Matanya kini menatap penisku dengan lapar.
Dia menarik tanganku sehingga aku ikut terjatuh ke kasur di atasnya. Tapi kemudian Nat membalikkan posisi badan sehingga sekarang aku berada di bawahnya. Aku mengerti maksudnya. Bersamaan dengan Nat mulai menjilati dan menghisap penisku dari atas, kuturunkan hotpants nya yang berada tepat di atas kepalaku. Aku yang mulai merasa geli dari hisapan mulut Nat di penisku kemudian menjilati klitoris Nat dari luar celana dalam putih berenda nya. Merasakan lidahku, badan Nat mulai bergerak-gerak geli tapi tetap memfokuskan energi di mulutnya untuk melayani penisku.
Kuturunkan celana dalam Nat yang udah basah dan kubiarkan menggantung di kaki kanannya. Saat kudekatkan mulutku ke vaginanya yang terlihat basah, tercium sebuah aroma yang sangat khas, aroma yang membangkitkan nafsu birahi dan seketika menghilangkan semua penat yang kurasakan sebelumnya, bercampur dengan aroma keringat Nat yang juga khas. Tanpa ampun, kujilati vagina dan klitorisnya yang polos tanpa rambut sedikitpun. Sesekali kucolok juga lubang vaginanya dengan jariku, membuat kepala Nat semakin gelisah di penisku.
Beberapa menit kami dalam posisi 69 itu, aku mulai merasakan dorongan untuk orgasme. Kulihat dari celah yang terlihat di antara badan kami, kepalanya masih dengan khusyuk menjilati dan menghisap penisku, rambutnya tergerai ke bawah menutupi mukanya. Nat telah menjadi sangat lihai dalam permainan lidahnya selama setahun terakhir ini. Tidak, aku ga mau langsung keluar sekarang.
Setelah memberikan beberapa colokan terakhir ke dinding vagina Nat yang sangat basah, aku menarik badanku dari bawah Nat dan bergeser ke belakang Nat yang masih menungging. Nat hanya menoleh ke belakang, paham maksudku. Dengan masih menungging seperti itu, dia menarik dan sedikit memainkan klitorisnya dengan jari2 nya sendiri sehingga bibir vaginanya terbuka, memperlihatkan labia pink yang telah sangat basah.
“…please, I want you inside my pussy….” Katanya merayu lemah, masih menoleh ke belakang ke arahku.
Aku yang telah sedikit bangun jadi dalam posisi berlutut di belakang Nat, langsung mendorong penisku masuk ke dalam vaginanya yang dia tarik lebar. Terasa dinding vaginanya yang becek dan hangat menyambut batang penisku yang udah sangat keras. Bersama setiap tarikan dan dorongan, gesekan di batang penisku semakin membawaku terbang ke langit kenikmatan.
Kulihat dari belakang, Nat pun merasakan hal yang sama. Kepalanya hanya tertunduk lemah saat kusodokkan penisku ke vaginanya, sambil sesekali mendesah. Tangan dan sikunya masih menahan badannya yang pasrah kusetubuhi, masih ditutupi oleh kemeja flannel lengan panjangnya yang dia pakai sejak mandi sore tadi.
Aku ingin merasakan lebih. Kudorong badanku maju sedikit sehingga setiap sodokan kini terasa semakin mentok di dalam vagina Nat, dan kugenggam ponytail rambut Nat sebelum kujambak dari belakang, sehingga sekarang kepalanya mendongak ke atas, tersentak naik-turun mengikuti irama pompa penisku yang semakin cepat.
“aaahhhh…aakkhh!!”
Dalam posisi seperti ini aku emang lebih bisa mengatur nafasku sehingga bisa lumayan menahan gelombang orgasme yang semakin kuat terasa. Aku masih belum rela kalau harus keluar sekarang, masih ingin menikmati tubuh seksi Nat yang menggairahkan itu. Namun setelah sekitar 15 menit berlalu, aku pun mulai merasa makin ga bisa menahan dorongan klimaks. Sial. Kucabut kencang penisku keluar, lendir vagina Nat masih melumuri batangnya. Nat melenguh perlahan dan menarik nafas dengan berat.
Hmm. Time to try something new. Kutarik Nat hingga bangun berdiri, dan kudorong dia sampai ke jendela besar yang dari tadi masih belum ditutup tirai. Satu dinding kamar itu memang terdiri sepenuhnya dari kaca, sehingga memperlihatkan dengan jelas suasana jalanan Singapore yang udah sepi dan langit yang dipenuhi bintang pada malam itu.
Kini Nat bertumpu pada kedua tangannya, pipinya menekan ke jendela tebal itu. Pantat telanjangnya yang agak menungging ke belakang mengundang penisku untuk segera masuk dan mengobrak-abrik isi vaginanya. Tapi sebelum itu, kutampar pantat Nat yang kenyal, sekedar iseng.
“Ahh!” Nat yang masih agak mabuk hanya sedikit berteriak manja.
Aku tak peduli kalo ada orang lain di luar yang bisa melihat kami, dengan kondisi Nat yang setengah telanjang menempel dengan jelas di jendela. Setelah banyak2 melumuri penisku dengan lube yang telah kukeluarkan dari tas, aku memulai langkahku selanjutnya. Kutahan punggung Nat dengan badanku, sehingga dadanya yang masih belum memakai bra di balik kemeja itu terdorong dan menempel ke jendela. Tangan kiriku segera menyelinap ke balik kemeja panjangnya dan memainkan putingnya dari belakang, sementara itu tangan kiriku yang masih basah oleh lube bergerilya di klitorisnya dengan cepat.
Menerima serangan bertubi-tubi seperti itu, Nat mendesah kencang, matanya merem-melek keenakan.
“I want the backdoor...” bisikku di telinga Nat pelan
“ehhh...yeshhh...my body is yoursshh...ahhhh...pake badan aku buat muasin nafsu kamu Ja...” jawabnya terengah-engah, hembusan nafasnya membekas di jendela.
Mendapat izin darinya, kualihkan jariku yang masih sangat licin dari klitorisnya menuju lubang pantatnya. Kugesek2 di sekitar lubangnya, sambil sesekali kutarik2 pelan berusaha memanaskan bagian tubuh Nat yang satu itu untuk seranganku selanjutnya.
Nat yang masih di bawah pengaruh alkohol dan birahi sepertinya tidak merasakan sakit sama sekali saat kumasukkan penisku perlahan ke dalam pantatnya. Sangat sangat sempit, lebih sempit daripada vaginanya, dan lebih terasa setiap gesekan yang dibantu lube tersebut sangat menjepit batang penisku. Ya, sudah lebih dari setahun ini Nat bersedia melakukan anal sex, dan semenjak itu pula dia selalu rutin melakukan deep cleaning di anusnya hampir setiap hari, agar lebih bersih dan nyaman. Walaupun sebetulnya lumayan jarang kami lakukan.
Merasakan tusukan dari pintu belakangnya, Nat semakin mengerang kenikmatan, tubuhnya semakin menegang dan bekas nafas dan keringatnya semakin membekas di jendela yang tadinya bersih itu. Aku yakin dari luar pasti terlihat sangat hot, Nat dalam posisi seperti ini.
Dengan perlahan tapi pasti, kunaikkan tempo genjotan penisku di pantatnya, walaupun tak dapat sekencang saat penetrasi vaginanya karena lubangnya memang sangat sempit. Merasakan birahi Nat yang semakin naik, terlihat dari gerak-gerik badannya yang semakin gelisah, aku sedikit mempercepat tempoku lagi.
“arrrghhh...i’m gonna cum sayanggg....canntt hold thiss anymore...” kata Nat di balik derau erangan kenikmatannya.
Aku yang daritadi memang menahan orgasme beberapa kali terus menjaga tempo pompaan penisku sambil menahan dorongan orgasme yang lagi2 muncul. Sedikit lagi, pikirku. Let’s cum together.
Akhirnya dalam sebuah ledakan, tubuh Nat bergetar hebat dan kurasakan ada yang membasahi pahaku. Nat orgasme dan squirting. Tanpa susah aku melepas orgasme yang daritadi telah kutahan dan kulampiaskan semua pada detik itu, menyemburkan banyak lahar sperma panas di dalam anus Nat. Kucengkeram pinggang dan dadanya sangat kencang saat kurasakan penisku berdenyut2 mengeluarkan semua cairan yang ada di dalam.
“ooouuucchhhhhh...arrrggghhhh....i’m cumming...forr...youu....” Nat sampai berteriak dilanda orgasme yang cukup hebat. Vagina Nat masih mengeluarkan sisa cairan bening dari squirt nya barusan, sehingga karpet dimana kami berdiri terlihat basah dengan nodanya.
Kucabut penisku dan kupeluk Nat dari belakang, berusaha menahan tubuhnya agar tak ambruk di depan jendela. Kami sama-sama mengambil nafas dengan berat, sebelum aku berdiri tegak lagi dan mengambil tissue basah complimentary hotel untuk membersihkan penisku dari sisa cairan sperma dan lube. Terlihat sperma putihku mengalir sedikit demi sedikit dari lubang pantatnya.
Baru saja aku selesai mengelap batang penisku, sekarang giliran Nat yang menarik tanganku kembali ke kasur dan mendorong tubuhku sehingga aku terbaring disana. Nat kemudian mendekati mukaku dan tangannya memegangi batang penisku, bergantian mengurutnya, berusaha mengeraskan kembali penisku.
Aku hanya pasrah saja saat dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku dan berkata.
“ah....’twas good, but I’m not done yet...” katanya dengan mata yang berat dan tersenyum nakal.
Ah, karena masih lemas, aku hanya diam saja dan membiarkan Nat mengambil kemudi.
Tak berapa lama setelah dilayani oleh kedua tangan Nat, penisku sudah kembali mengeras hampir sempurna. Nat kemudian membuka kemeja flannel yang masih dia kenakan, memperlihatkan kedua payudaranya yang bulat sempurna, perutnya yang ramping, lekukan pinggangnya yang indah, serta pusar kecilnya yang kini polos tanpa piercing.
Dengan satu gerakan, Nat duduk di atasku, berhasil membenamkan seluruh batang penisku tanpa sulit. Aku kembali merasakan nikmat yang sangat saat batang penisku merasakan gesekan dengan dinding vaginanya yang becek dan hangat itu. Nat membiarkan dulu batang penisku di dalam vaginanya sementara dia bertumpu di kedua tangannya di atas dadaku, seperti mencoba merasakan penisku lebih lama.
Dia kemudian secara perlahan mengangkat dan menurunkan tubuhnya, memberikan semakin banyak gesekan nikmat pada batang penisku. Melihat Nat yang sangat bergairah menunggangi penisku, telanjang bulat dengan badannya yang berkeringat, serta rambutnya yang acak-acakan menutupi sebagian pandangan binalnya, membuatku betul2 kembali bernafsu, walaupun aku baru saja orgasme sekitar 5 menit sebelumnya.
Setelah membiarkan Nat mengatur tempo persetubuhan kami selama beberapa menit, aku semakin tak sabar. Kutarik badannya ke arahku sehingga kulit badan kami berdua bersentuhan, kepalanya jatuh di samping leherku. Kemudian kuangkat pinggangku sehingga sekarang pantat Nat tertahan miring oleh pahaku, yang kemudian kugenjot lagi dengan lebih cepat, mengacak2 isi vagina Nat yang sudah sangat basah.
“aaaahhhhhh...” sepanjang posisi itu Nat hanya bisa mendesah nikmat, tak berusaha lagi untuk menahan suaranya.
Tangannya memeluk kepalaku dengan erat, kurasakan gejala-gejala yang familiar kembali terjadi di badan seksinya itu. Heh, cepat banget Nat mau orgasme lagi. Aku yang masih belum merasakan dorongan orgasme yang kuat hanya berusaha mempertahankan irama genjotan penisku dengan susah payah, karena kemiringan pahaku dan pinggang Nat yang membuat keluar masuk penisku sedikit tertahan.
Tak lama kemudian, Nat betul2 mengalami orgasme lagi. Kali ini tak kurasakan ada cairan apapun yang keluar dari vaginanya, tapi dinding vaginanya terasa berkontraksi dan menghisap penisku di dalamnya, sebelum akhirnya rileks kembali dan melepaskan batang penisku. Nat hanya melenguh sangat panjang saat orgasme keduanya malam itu.
Aku sendiri sudah hampir keluar. Dengan badan Nat yang sudah sangat lemas tak berdaya di atas badanku, kupercepat gerakan pinggangku dalam menerobos keluar masuk vagina Nat. Semenit kemudian akupun orgasme lagi, mengeluarkan cairan sperma yang lebih sedikit daripada tadi, tapi tetap terasa membasahi isi vagina Nat.
Kami terdiam beberapa saat dalam posisi itu, dengan Nat yang tengkurap di atas badanku dengan lemas.
Nat kemudian menarik pinggangnya, melepaskan penisku yang mulai melemas dari cengkeraman vaginanya. Dia berbalik dan berbaring di sampingku, kemudian menyandarkan kepalanya di dadaku yang sudah sangat berkeringat.
Kupilin2 rambut panjanganya sementara dia mengambil nafas, tak lupa kupijat pelan lengannya agar rasa pegalnya setelah menahan posisi WOT tadi sedikit reda.
“....I love you...” katanya dengan pelan dan berat.
“...love you too.” Jawabku singkat, mengecup dahinya dengan lembut.
Tak butuh waktu lama sampai kami tertidur, tenggelam dalam kehangatan satu sama lain, dinaungi oleh malam yang indah itu. Salah satu momen yang sangat tak ingin aku tinggalkan bersamaan dengan berjalannya waktu dengan kejam dan tak peduli.
Nanti Kalau Kita Punya Rumah Sendiri, Kasur Kita Yang Kecil Aja Ya
Aku melirik ke layar ponselku sekilas. Jam sudah menunjukkan pukul 9.00 pagi, yang berarti hanya tersisa 4 jam untuk dapat bersama Nat. Hari ini adalah hari terakhir kami di Singapore. Flightku ke Sydney akan pergi lebih awal daripada flight Nat kembali ke Indonesia. Masih banyak yang ingin kulakukan bersama Nat, masih banyak waktu yang ingin kuhabiskan bersamanya. Waktu yang kami curi bersama seperti ini rasanya tak akan pernah cukup.
Nat yang sedang berbaring di sampingku yang juga berbaring di kasur sepertinya mengerti apa yang kupikirkan. Dia menarik tanganku yang sedang memeluknya lebih erat, dan mengesekkan mukanya ke bahuku.
“....jangan pergi...aku masih kangen...” pintanya manja.
Hmph. Seandainya bisa, aku juga pengen terus bersamanya setiap saat. Sayangnya kami masih sama2 punya kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan masing2. Tapi aku tahu dia pun mengerti hal itu.
“...hmmm, sabar yah, nanti aku usahain ketemu kamu lagi dua bulan lagi...”
Aku emang udah berencana pergi mampir dulu bertemu Nat dan kedua orangtuanya nanti, sebelum aku juga betul2 pindah. Mungkin hanya selama weekend, tapi setidaknya mungkin bisa mengobati rasa kangen yang nanti akan menumpuk. Sisa waktuku kerja di Sydney hanya sekitar 4 bulan lebih lagi.
Tapi sebetulnya bukan itu yang paling mengganggu pikiranku. Dalam hubungan kami, ada sebuah masalah yang tak terlalu nampak sebelumnya, tapi semakin lama, sekarang semakin terasa.
“hmm....kamu...udah mulai nyoba ngobrol2 sama ibu kamu...?” tanyaku ragu, sedikit demi sedikit mengajaknya ke topik pembicaraan yang agak berat ini.
“kalo to the point banget sih belum....tapi aku udah lebih banyak ngobrol sama Ibu tentang kamu...” jawabnya perlahan, kelihatannya ingin melihat reaksiku.
Aku tak tahu apa yang harus kupikirkan. Untuk saat ini masih belum ada rencana yang matang. Walaupun kedua orangtuanya telah tahu hubungan kami dan sempat berkomunikasi denganku beberapa kali, Ibu Nat masih kurang setuju denganku, karena alasan apa lagi selain agama. Ya, walaupun aku bisa dibilang hanya beragama di KTP saja, tetapi secara resmi kami memang berbeda agama. Dan sialnya, Ibunya yang sangat taat belum betul2 merestui hubungan kami.
Di sisi lain, papanya tampak tak terlalu mempermasalahkan. Namun tetap saja, aku tak mau datang dan membawa Nat ke jenjang hubungan yang lebih tinggi tanpa kedamaian dari seluruh keluarganya. Hal ini telah menjadi sebuah masalah bersama bagi kami selama hampir satu tahun terakhir ini. Pada awalnya kami sama-sama berusaha mengabaikan masalah ini dan menikmati hubungan kami apa adanya. Tapi tentu saja, lambat laun masalah ini semakin tak dapat diabaikan begitu saja ketika kami sudah mulai merencanakan masa depan bersama dengan lebih serius.
Sebetulnya, hal ini juga yang menjadi alasan utama Nat untuk pindah kembali ke Indonesia dua minggu lalu, walaupun dia sebetulnya udah ditawari kantornya untuk extend kontrak dan visa untuk 2 tahun lagi. Nat beralasan bahwa dia bakal bisa menggunakan waktu bersama orangtuanya nanti agar bisa sedikit demi sedikit membujuk mereka mengenai hubungan kami ini.
Ah, Nat. You’re so perfect and caring. I don’t deserve you at all.
“Aku tahu kamu ga terlalu suka kalau disuruh yang kayak beginian...tapi kapan2 coba aja telpon langsung papa sama ibu aku, tanya2 kabar atau basa basi doang gitu...sekali2 aja...” pintanya.
Hmm. Aku tak yakin dengan permintaannya. Aku sebetulnya tak terlalu mau menghubungi via jarak jauh kalau respon Ibunya masih agak dingin seperti dulu2. Lebih mending ketemu langsung.
“Iya deh...aku coba sekali2 yah...” kataku meyakinkan.
“sabar aja...kita pasti temu jalan keluarnya...nothing we couldn’t face as long as we do it together.”
Buset, dapat quote darimana lagi nih bocah?
Yah, sejauh ini kami memang masih berusaha mencari jalan keluar yang diplomatis, dimana kami masih bisa bersama dan melanjutkan hubungan kami ke jenjang pernikahan, tanpa mengorbankan keluarga Nat. Dengan tujuan seperti itu, pindah agama bagi Nat bukanlah sebuah pilihan. Begitupun pindah agama bagiku, walaupun sebetulnya aku ga terlalu peduli. Aku hanya khawatir malah keluarga besarku yang balik memusuhi kami kalau aku yang pindah agama.
Sebetulnya aku agak sedikit takut kalau tiba2 Mama ku juga berubah pikiran dan tidak merestui hubungan kami. Namun kondisi mamaku yang sekarang udah hampir 10 tahun menjanda sepertinya hanya ingin melihat anak tertuanya bahagia. Untuk sekarang, masalah yang nyata hanya di sisi keluarga Nat.
Kami udah sering membicarakan masa depan, mengkhayal2 kehidupan kami apabila memang menikah, tinggal dimana, punya rumah seperti apa, sampai punya kucing dan anjing berapa. Tapi kami tidak bisa membicarakan hal2 tersebut dengan hati sepenuhnya tenang, karena kami tahu masih ada obstacle yang harus kami lewati dalam bentuk keluarga Nat.
Tapi, melihat usaha dan determination Nat dalam hubungan kami, sedikit banyak juga membangun keyakinan yang sama dalam diriku. If she is so sure about us, then why shouldn’t I too? Lama2, akupun mulai yakin bahwa kami bisa menemukan jalan keluarnya, walau kadang2 keyakinanku agak pudar menyadari sikap Ibu nya yang masih agak dingin kepadaku.
But that’s enough of it for now. Aku sadar momenku bersama Nat hanya tinggal beberapa jam lagi, dan kami harus menyisihkan waktu setidaknya dua jam untuk bersiap2, check out, dan pergi ke bandara. Aku menepiskan pikiran itu dan hanya terus memeluk Nat dengan erat di kasur yang empuk itu.
...‘cause I don’t wanna miss a thing.
----
----
Kupeluk tubuh Nat dengan erat, dia balas memelukku tak kalah erat. Kami udah di bandara Changi, di depan koridor ke boarding room pesawatku. Jadwal flightku sebetulnya baru mulai boarding sekitar 1 jam lagi, tapi udah terlihat banyak orang mengantri masuk ke dalam dari sekarang.
Badan Nat terasa hangat di pelukanku. They say, everytime we say goodbye, we die a little. Aku masih tak rela melepaskan Nat dari tanganku.
“take care yah sayang...nanti kabarin lagi kalo udah mau boarding...” ujar Nat pelan di telingaku.
“iya...kamu juga...ntar kabarin lagi...” Kucubit pelan hidung mancungnya.
Jawabanku pelan, tak mau menghadapi kenyataan kami harus berpisah lagi, walaupun sementara.
Kukecup dahi dan bibir Nat sekejap. Dia tersenyum manis, senyuman yang seperti biasa selalu menyinari ruangan dimanapun kami sedang berada.
“see you soon.” Ucapku singkat sebelum berbalik dan berjalan ke arah antrian, mendorong koper di tangan.
Aku tak sanggup melihat kembali ke arah Nat, aku akan terus melihat ke depan setidaknya sampai udah masuk boarding room. Namun biarpun begitu, aku yakin Nat masih disana, menungguku hilang dari pandangan, tetap dengan senyumannya itu.
Dengan berbekal senyuman Nat, tanganku mengepal memegang handle koper dengan erat. Kurasakan panas mulai memancar dari kepalan tanganku. Berapi-api dengan semangat. Karena aku yakin, walaupun aku sekarang beranjak menjauhi Nat, tapi sebetulnya aku sedang selangkah lebih dekat menuju masa depan yang telah kami rencanakan bersama for all those sleepless nights. Hatiku terbakar dengan penuh keyakinan.
This is not the goodbye.
Nat yang sedang berbaring di sampingku yang juga berbaring di kasur sepertinya mengerti apa yang kupikirkan. Dia menarik tanganku yang sedang memeluknya lebih erat, dan mengesekkan mukanya ke bahuku.
“....jangan pergi...aku masih kangen...” pintanya manja.
Hmph. Seandainya bisa, aku juga pengen terus bersamanya setiap saat. Sayangnya kami masih sama2 punya kewajiban dan tanggung jawab pekerjaan masing2. Tapi aku tahu dia pun mengerti hal itu.
“...hmmm, sabar yah, nanti aku usahain ketemu kamu lagi dua bulan lagi...”
Aku emang udah berencana pergi mampir dulu bertemu Nat dan kedua orangtuanya nanti, sebelum aku juga betul2 pindah. Mungkin hanya selama weekend, tapi setidaknya mungkin bisa mengobati rasa kangen yang nanti akan menumpuk. Sisa waktuku kerja di Sydney hanya sekitar 4 bulan lebih lagi.
Tapi sebetulnya bukan itu yang paling mengganggu pikiranku. Dalam hubungan kami, ada sebuah masalah yang tak terlalu nampak sebelumnya, tapi semakin lama, sekarang semakin terasa.
“hmm....kamu...udah mulai nyoba ngobrol2 sama ibu kamu...?” tanyaku ragu, sedikit demi sedikit mengajaknya ke topik pembicaraan yang agak berat ini.
“kalo to the point banget sih belum....tapi aku udah lebih banyak ngobrol sama Ibu tentang kamu...” jawabnya perlahan, kelihatannya ingin melihat reaksiku.
Aku tak tahu apa yang harus kupikirkan. Untuk saat ini masih belum ada rencana yang matang. Walaupun kedua orangtuanya telah tahu hubungan kami dan sempat berkomunikasi denganku beberapa kali, Ibu Nat masih kurang setuju denganku, karena alasan apa lagi selain agama. Ya, walaupun aku bisa dibilang hanya beragama di KTP saja, tetapi secara resmi kami memang berbeda agama. Dan sialnya, Ibunya yang sangat taat belum betul2 merestui hubungan kami.
Di sisi lain, papanya tampak tak terlalu mempermasalahkan. Namun tetap saja, aku tak mau datang dan membawa Nat ke jenjang hubungan yang lebih tinggi tanpa kedamaian dari seluruh keluarganya. Hal ini telah menjadi sebuah masalah bersama bagi kami selama hampir satu tahun terakhir ini. Pada awalnya kami sama-sama berusaha mengabaikan masalah ini dan menikmati hubungan kami apa adanya. Tapi tentu saja, lambat laun masalah ini semakin tak dapat diabaikan begitu saja ketika kami sudah mulai merencanakan masa depan bersama dengan lebih serius.
Sebetulnya, hal ini juga yang menjadi alasan utama Nat untuk pindah kembali ke Indonesia dua minggu lalu, walaupun dia sebetulnya udah ditawari kantornya untuk extend kontrak dan visa untuk 2 tahun lagi. Nat beralasan bahwa dia bakal bisa menggunakan waktu bersama orangtuanya nanti agar bisa sedikit demi sedikit membujuk mereka mengenai hubungan kami ini.
Ah, Nat. You’re so perfect and caring. I don’t deserve you at all.
“Aku tahu kamu ga terlalu suka kalau disuruh yang kayak beginian...tapi kapan2 coba aja telpon langsung papa sama ibu aku, tanya2 kabar atau basa basi doang gitu...sekali2 aja...” pintanya.
Hmm. Aku tak yakin dengan permintaannya. Aku sebetulnya tak terlalu mau menghubungi via jarak jauh kalau respon Ibunya masih agak dingin seperti dulu2. Lebih mending ketemu langsung.
“Iya deh...aku coba sekali2 yah...” kataku meyakinkan.
“sabar aja...kita pasti temu jalan keluarnya...nothing we couldn’t face as long as we do it together.”
Buset, dapat quote darimana lagi nih bocah?
Yah, sejauh ini kami memang masih berusaha mencari jalan keluar yang diplomatis, dimana kami masih bisa bersama dan melanjutkan hubungan kami ke jenjang pernikahan, tanpa mengorbankan keluarga Nat. Dengan tujuan seperti itu, pindah agama bagi Nat bukanlah sebuah pilihan. Begitupun pindah agama bagiku, walaupun sebetulnya aku ga terlalu peduli. Aku hanya khawatir malah keluarga besarku yang balik memusuhi kami kalau aku yang pindah agama.
Sebetulnya aku agak sedikit takut kalau tiba2 Mama ku juga berubah pikiran dan tidak merestui hubungan kami. Namun kondisi mamaku yang sekarang udah hampir 10 tahun menjanda sepertinya hanya ingin melihat anak tertuanya bahagia. Untuk sekarang, masalah yang nyata hanya di sisi keluarga Nat.
Kami udah sering membicarakan masa depan, mengkhayal2 kehidupan kami apabila memang menikah, tinggal dimana, punya rumah seperti apa, sampai punya kucing dan anjing berapa. Tapi kami tidak bisa membicarakan hal2 tersebut dengan hati sepenuhnya tenang, karena kami tahu masih ada obstacle yang harus kami lewati dalam bentuk keluarga Nat.
Tapi, melihat usaha dan determination Nat dalam hubungan kami, sedikit banyak juga membangun keyakinan yang sama dalam diriku. If she is so sure about us, then why shouldn’t I too? Lama2, akupun mulai yakin bahwa kami bisa menemukan jalan keluarnya, walau kadang2 keyakinanku agak pudar menyadari sikap Ibu nya yang masih agak dingin kepadaku.
But that’s enough of it for now. Aku sadar momenku bersama Nat hanya tinggal beberapa jam lagi, dan kami harus menyisihkan waktu setidaknya dua jam untuk bersiap2, check out, dan pergi ke bandara. Aku menepiskan pikiran itu dan hanya terus memeluk Nat dengan erat di kasur yang empuk itu.
...‘cause I don’t wanna miss a thing.
----
----
Kupeluk tubuh Nat dengan erat, dia balas memelukku tak kalah erat. Kami udah di bandara Changi, di depan koridor ke boarding room pesawatku. Jadwal flightku sebetulnya baru mulai boarding sekitar 1 jam lagi, tapi udah terlihat banyak orang mengantri masuk ke dalam dari sekarang.
Badan Nat terasa hangat di pelukanku. They say, everytime we say goodbye, we die a little. Aku masih tak rela melepaskan Nat dari tanganku.
“take care yah sayang...nanti kabarin lagi kalo udah mau boarding...” ujar Nat pelan di telingaku.
“iya...kamu juga...ntar kabarin lagi...” Kucubit pelan hidung mancungnya.
Jawabanku pelan, tak mau menghadapi kenyataan kami harus berpisah lagi, walaupun sementara.
Kukecup dahi dan bibir Nat sekejap. Dia tersenyum manis, senyuman yang seperti biasa selalu menyinari ruangan dimanapun kami sedang berada.
“see you soon.” Ucapku singkat sebelum berbalik dan berjalan ke arah antrian, mendorong koper di tangan.
Aku tak sanggup melihat kembali ke arah Nat, aku akan terus melihat ke depan setidaknya sampai udah masuk boarding room. Namun biarpun begitu, aku yakin Nat masih disana, menungguku hilang dari pandangan, tetap dengan senyumannya itu.
Dengan berbekal senyuman Nat, tanganku mengepal memegang handle koper dengan erat. Kurasakan panas mulai memancar dari kepalan tanganku. Berapi-api dengan semangat. Karena aku yakin, walaupun aku sekarang beranjak menjauhi Nat, tapi sebetulnya aku sedang selangkah lebih dekat menuju masa depan yang telah kami rencanakan bersama for all those sleepless nights. Hatiku terbakar dengan penuh keyakinan.
This is not the goodbye.
EPILOGUE
Terakhir diubah:
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
