Hepi wiken OOT'ers .. senangnya semlm rame bgt pengumpulan terakhir GA HtH
Sebagai salah satu panitia dadakan
sharing dari teman² jadi reminder pribadi buat aku. Aku tau, ga mudah buat berbagi kenangan, masa lalu, maupun hal personal yang kita anggap aib, yg sebenernya pengen kita tutup rapat².
Meskipun engga termensyen satu persatu, terutama setoran hari terakhir, aku ucapkan terima kasih sebanyak²nya, buat semua pengalaman hidup teman² yg menginspirasi, doa & harapan terbaik untuk kalian semua, sending virtual hugs atu²
Cerita ini #bukanGA tapi LKTCP
(saking panjangnya) aku share dengan prime IDku, sama seperti kalian yg sudah mempercayakan rahasia kecilnya, akupun akan berbagi ..
just a little piece of me
Buat yang belum kenal aku, hi namaku Josie, dan ini kisahku ...
PEREMPUAN BERBINGKAI CARUT
Surabaya, Agustus 2001
Kriiiinngg!!! suara nyaring bel tanda berakhirnya sekolah hari itu akhirnya berbunyi. Aku terhentak dari lamunanku, seharian ini aku hilang konsentrasi. Aku buru² angkat
handphone Nokia 5510-ku yang sedari tadi bergetar tanpa henti.
Tertulis nama Ibu di layar.
”Iya bu” aku menjawab dengan ragu².
”Nik, dengerin baik² yang Ibu bilang, Ibu sudah transfer uang ke rekeningmu, km beli tiket kereta berdua sama adikmu ya. Kamu ke Jogja sekarang juga”
Ibu terdiam sesaat, lalu katanya ..
”Bapakmu meninggal nduk”
Nafasku tercekat, sisa suara Ibu cuma aku dengar samar². Seketika penglihatanku gelap. Badanku limbung. Langit rasanya runtuh. Hari itu duniaku berakhir.
=============
Aku anak pertama dari 2 bersaudara. Adik laki²ku cuma beda 4 tahun denganku.
Bapak Direktur di pabrik cat di salah satu kawasan industri di kota kelahiranku, sedang Ibu bekerja di real estate.
Kehidupan masa kecilku sangat berkecukupan, baik materi maupun kasih sayang. Aku ga pernah merasakan susahnya hidup. Semua yg aku mau, sudah dipastikan akan terpenuhi.
Kurang lebih saat aku beranjak SD, Bapak mengalami hal ”
religius”
Saat itu yang dialami Bapak dianggap mukjizat oleh masyarakat.
Kehidupanku mulai berubah, Bapak masuk majalah, koran dan berita. Orang² dari segala penjuru ga berhenti² datang ke rumah. Ada yang sekedar berdoa, ada yang minta kesembuhan, dll
Bapakku, yang tadinya hanya bapak² biasa, tiba² dianggap orang suci sekarang.
Pemuka agama, Uskup setempat, Kardinal, bahkan sampai staff Bapa Suci di Vatikan kirim undangan, cuma untuk ketemu Bapak.
Bapak keluar dari pekerjaannya, beliau sibuk menghadiri pertemuan dimana², keluar kota, keluar negri, bisa berhari² Bapak ga pulang.
Aku ketemu Bapak mungkin cuma sebulan sekali, itupun kalau aku beruntung.
Berulangkali aku protes, kenapa aku ga bisa ketemu Bapak lebih sering.
Ibu akhirnya menyusul
resign supaya bisa konsentrasi mengurus aku dan adikku.
Hampir 8 tahun aku menjalani kehidupan seperti itu.
Seperti kata pepatah sepandai² tupai melompat, suatu saat pasti akan nyangkut.
Menjelang masuk SMU kelas 2, masalah satu persatu mulai bermunculan.
Beberapa orang melaporkan Bapak ke polisi, dengan tuduhan penggelapan dana.
Bapak dianggap menjual kunci Surga. Entah siapa yang lebih bodoh dalam kasus ini.
Belum cukup dengan kasus penipuan, 2 orang wanita tiba² muncul di depan rumahku, mereka membawa anaknya masing².
Semua mengaku sebagai istri Bapakku.
Surat kabar berpesta pora. Orang yang selama ini mereka elu²kan sekarang mereka caci maki.
Bapak jadi
headline di semua tajuk berita.
Aku malu sejadi²nya, ga ada satupun orang yang ga membicarakan hal ini, termasuk teman² sekolahku.
Akhirnya aku keluar dari sekolah. Aku memutuskan berhenti sekolah setahun sampai semua berita reda.
Setelah melewati berbagai panggilan polisi, akhirnya Bapak ditahan.
Iya, Bapak jadi pesakitan di penjara, bercampur dengan kriminal².
Aku resmi jadi anak narapidana kasus penipuan.
Semua harta keluargaku habis ga bersisa, semua dijual, bahkan rumah yang aku tempatin dipalang dengan tulisan
RUMAH INI DISITA NEGARA
Aku masih ingat jelas malam paling menakutkan yg aku lewati, listrik di rumah padam, beberapa orang dengan anarkisnya melempari rumahku dengan batu, mereka berteriak² mengancam mau membunuh keluargaku.
Aku cuma berdua dengan adikku yang masih kecil. Ibuku di Jogja menemani Bapak yang ditahan disana.
Aku sembunyi di kamar, pintu aku kunci rapat², aku peluk adikku yang ketakutan, tanganku gemetar memegang samurai pajangan yang aku ambil di ruang tamu. Aku menangis sesenggukan, mulutku merapal doa Bapa Kami, tapi malam itu hatiku ga berhenti mengutuki Bapak.
Jogja, Agustus 2001
Keretaku mendekati stasiun Tugu, pikiranku makin berkecamuk. Aku pandangi wajah adikku yang terlelap. Aku ga berani membayangkan bagaimana nasib kami ke depan tanpa Bapak.
Terlintas kembali, saat terakhir aku melihat Bapak. Pagi itu Bapak sedang bersiap² ke Jogja, aku dengan berangnya meluapkan emosiku, aku marah besar dengan semua yang sudah Bapak lakukan ke Ibu, ke aku dan adikku.
Muka Bapak memerah melihat kekurangajaranku. Pisau cukur yang sedang dipakainya reflek dilempar ke arahku.
Pelipisku terluka, tapi hatiku lebih sakit. Aku banting pintu kamar persis di depan muka Bapak.
Aku usap lagi keningku, bekas luka itu masih terasa, air mataku kembali meleleh di pipi, aku sungguh tak mau itu jadi kenangan terakhirku tentang Bapak.
Ga bisa aku gambarkan wajah Ibuku saat akhirnya bisa memeluk kami berdua. Ibu bercerita Bapak berulangkali melakukan percobaan bunuh diri, karena tidak tahan, saking seringnya jadi korban kekerasan napi² lain di sel.
Saat aku melihat tubuh Bapak yang dingin terbujur kaku, aku menyadari .. aku membenci Bapak sebesar aku mencintainya.
Aku berbisik dalam hati .. Tuhan kembalikan Bapak. Aku mau sujud minta maaf di kakinya. Aku mohon bangunkan aku dari mimpi buruk ini.
Tapi sampai peti mati tertutup, keajaiban yang aku tunggu ga pernah terjadi.
Tiga bulan selepas kepergian Bapak ..
Aku tertawa miris bagaimana duniaku bisa terbalik sekarang. Ironisnya, setahun lalu,
sweet seventeen ku dirayakan besar²an di sebuah Villa di Trawas, mengundang hampir 100 tamu, lengkap dengan kembang api maupun kado mewah.
Hari ini ulang tahunku ke 18.
Sendirian.
Di rumah yang disita, yang isinya hampir kosong. Aku duduk di lantai, karena sofa juga sudah diangkut.
Aku masukkan potongan gudeg pelan² ke mulutku, ini makanan paling enak yang aku makan 3 bulan terakhir.
Ibuku yang masih tinggal di Jogja untuk mengurus sisa kasus Bapak, mengirimkan 1 besek gudeg komplit, lengkap dengan permintaan maaf, bahwa Ibu belum bisa pulang dan akulah sekarang yang harus menjaga adik²ku.
Seandainya boleh memilih, aku akan tolak segala fasilitas yang aku punya bertahun² kemarin. Keinginanku cuma satu, keluargaku utuh.
Aku pandangi seisi rumah, rumah di mana pernah ada tawa dan bahagia. Rumah yang setiap sudutnya menyimpan kenangan keluargaku. Belum cukupkah kehilanganku, sampai satu²nya tempat aku merasa paling aman di dunia, harus direnggut juga dariku.
Hari itu aku bersumpah, sampai kapanpun rumah ini akan jadi milik keluargaku.
Aku bingung harus mulai melangkah dari mana, seumur hidup aku belum pernah bekerja, aku gatau gimana caranya mencari uang. Ditambah lagi aku blm lulus SMU.
Jangankan teman atau tetangga, saudara sendiri bahkan gamau lagi mengenal keluargaku semenjak kasus Bapak.
Keluargaku bener² sendirian, aku ga bisa lama² berkabung.
Aku mengeraskan hati, aku anak paling tua, aku tulang punggung keluargaku saat ini.
Akhirnya aku memutuskan untuk bekerja sebagai operator telp di 0809 (
premium call)
Mungkin yang seangkatan dengan jamanku tau layanan telp apa ini.
Aku ambil shift malam, jadi pagi sampe sore aku bisa melanjutkan sekolahku.
Aku bilang ke Ibu bahwa aku kerja di warnet milik temanku, jadi beliau ga perlu khawatir.
Aku kerja sampai lulus SMU, karena pada dasarnya aku suka sekolah, aku memaksakan diri langsung melanjutkan kuliah D3 yang jadwalnya padat.
Jam 7 - 5 sore aku kuliah, jam 8 - 3 pagi aku kerja. Semua dosen di kampus sudah hafal, aku akan duduk paling depan di kelas, tapi aku tidur. Aku ga bisa menahan lelah dan kantukku.
Sampai suatu pagi, kecelakaan itu terjadi. Aku menyetir sepeda motorku sambil memejamkan mata, menyebabkan kecelakaan beruntun yang cukup parah.
Untung Tuhan masih sayang aku, tidak ada korban jiwa saat itu.
Aku dihadapkan pada pilihan sulit, aku memilih mengejar cita²ku atau keluarga yang harus aku hidupi.
Dengan berat hati aku memilih yang kedua.
Sejak saat itu, semua waktuku aku fokuskan untuk bekerja lebih keras, apalagi 2 anak Bapak dari istrinya yang lain semua diasuh Ibuku.
Sayangku ke mereka ga ada beda dengan adik kandungku sendiri. Aku tau di tubuh mereka mengalir darah Bapakku.
Lagipula meskipun sepanjang waktu aku selalu punya pacar, aku bertekad ga akan pernah menikah.
Aku cuma perlu jadi perempuan mandiri, aku ga mau berakhir mendapatkan laki² seperti Bapak.
Di lain sisi, aku belajar banyak dari Ibu.
Kadang aku ga habis pikir, bagaimana mungkin di tubuh wanita paruh baya yang terlihat rapuh, tersimpan kekuatan luar biasa, ketabahan menghadapi berbagai cobaan silih berganti, dan hati seluas samudera yang selalu siap mengasihi.
Rasa cinta dan hormatnya ke Bapak ga berkurang sedikitpun.
”Kita perempuan jawa, mikul dhuwur mendhem jero” pesannya selalu.
(kurang lebih artinya menjunjung derajat keluarga, dan menutupi kekurangan keluarga)
”Ga ada keluarga yang sempurna Nik, tapi bagaimanapun juga, selamanya kita akan tetap jadi keluarga”
Hari ini puji Tuhan Ibuku sehat, menikmati masa tuanya di rumah kami. Rumah yang sama yang beliau bangun bersama Bapak.
Rumah yang aku pertahankan mati²an.
Sore itu di teras rumah, Ibu ngobrol santai denganku.
”Nik, apa nonik bahagia?” tanya Ibuku.
”Hmm .. aku baik² aja kok bu, kenapa Ibu tanya begitu? Ibu ga bahagia?” aku balik bertanya
”Ibu tau kamu baik² aja, Ibu tanya, apa putri Ibu bahagia?”
”Aku gatau apa itu bahagia bu, aku cuma tau keadaan keluarga kita baik², aku tenang” senyumku meyakinkan Ibu.
”Menyimpan dendam seperti minum racun berulangkali sayang, Bapak sudah tenang, sudah cukup kamu memikirkan Ibu dan adik²mu.
Kamu ga akan bisa maju, kalau kamu ga berdamai dengan masa lalu?
Demi Ibu, kasih kesempatan dirimu sendiri bahagia ...”
Ibu mengelus belakang kepalaku dengan lembut.
Imogiri, Agustus 2021
Aku menatap makam basah di depanku.
Aku, perempuan berbingkai carut. Ada sayatan di pelipis kiri, bekas jahitan di bibir, dan lubang besar di hatiku .. mahakaryamu.
Aku bukan perempuan yang sama seperti 20 tahun yang lalu pak. Putri kecilmu ini sekarang 2x lebih kuat, 2x lebih tangguh dan 2x jauh lebih ikhlas.
Aku memaafkan Bapak. Restui aku pak, kali ini aku ingin menggapai bahagiaku.
===========
Aku meninggalkan lokasi pemakaman dengan senyum. Laki² di sebelahku menggandeng tanganku dengan erat, dia bersenandung ..
It used to be all I want to learn
Was wisdom trust and truth
By now all I really want to learn
Is forgiveness for you
Aku pernah bertahan dari hujan badai. Aku ga akan menggigil hanya karena gerimis.
Aku menatap langit Jogja yang cerah ..
Bring it on, I'm so ready!
Mudah²an ada bagian dari pengalaman hidupku yang menginspirasi teman², entah soal memaafkan, soal berjuang atau soal memberi kesempatan diri sendiri untuk bahagia
matur nuwun semuacchhh
*min
@Bali_Omah setoranku uda yaa, jgn banned akooohh