Shibuya
Guru Semprot
nice story..
budaya identitas bangsa
Yaaay!^^ makasih kakak... seneng bgt...
nice story..
budaya identitas bangsa
Jujur, sebagai seseorang yg tdk tau apa itu seni, sy bingung mo komen apa.
Yg jlas, ceritanya bener" menyentuh dan sy jg merasakan adanya spt sindiran thd kondisi skrg, yg saya rasa terlalu mengagungkan budaya asing dan menepikan serta melupakan budaya sendiri...
*jdi inget pas suka liat jathilan, reog SM layar tancep pas masih kecil dulu...*
Keren deh ceritanya,
Sayang generasi muda lebih suka budaya impor
Cuma bisa kasih
asem ampe kebawa emosi bacanya Mudah2an kelak jangan terjadi seperti ini. Aamiin
Oiya maaf kepo , Sist asli ponorogo ya ?
Waaah orang Ponorogo asli, jujur aja loh saya awalnya takut menyinggung orang Ponorogo dengan cerita ini karna saya cuma tau permukaannya aja soal Reog. dah gitu cerita ini juga banyak yang bukan fakta, saya tambahin sana-sini. Parade 300Reog gapake pimpinan kawanan kan?hehe.Oalah tak kirain pribumi wengker sist
Alur Ceritanya beneran sist, ane ampe kebawa emosi, soalnya ane asli ponorogo dan sangat2 menyukai seni budaya reog, yo meskipun menjadi penari bujang ganong amatiran dulu semasa sekolah
Salam kenal ya suhu sist
Monggo diunjuk es dawet jabung khas kota reog soalnya kemaren kehabisan dawet makane nunggu muter
ane mau nanggap reog achh nanti bila sunatan anak nanti..
ehh anak ku kan cewe ya!
duch..momen apa ya yang pantas..
Terima kasih dawet Jabungnya^^, kangen bgt... apalagi kangen belanja di Poper terus makan sup iga bakar di Joglo manis. hahaha...
reog sudah menjadi bagian kekayaan Nusantara. walau ane bukan dari ponorogo, ane bangga dan merasa ikut memiliki kesenian hebat ini.
jika negeri tetangga bangga dengan Barongsai kita juga punya Reog yang tak kalah hebohnya...
bukan kah begitu, non
ane mau nanggap reog achh...... pabila sunatan anak nanti..
ehh anak ku kan cewe ya!
duch..momen apa ya yang pantas..
Ahaha... iyaaa sukak banget sup IGAnya, paling enak se Ponorogo tuh Joglo manis, jus jambunya juga mantap. HahaaPas coment pertamakan nubi udah ngomong kalau ampe kebawa emosi sist bacanya, pas mau akhir cerita ane baru sadar kalau ini hanya cerita fiksi
Wah teryata maniak sup Iga juga sist, opo jangan2 11 12 ama ki suman yo poper sekarang udah berubah lo sist
Dua kata: merinding abis.Ketakutan manusia akan dosa sedikit demi sedikit mulai membuat Reog diragukan pecintanya, jika dahulu mereka dengan lantang rela berperang saat Reog direbut Malaysia kini mereka berbalik mendukung Reog dimusnahkan.
Dan ketika angan-angan tokoh utama dibenturkan dengan kenyataan pada bagian:Aku terdiam mendengar perkataan Bapak, tidak tahu pasti apa maksudnya. Kadang akumerasa kesulitan memahami perkataan orang dewasa, aku hanya bisa menangkap 'Lebih hebat ngajarin, biar budaya Reog terus ada,lestari sampai anak cucu.' Iya aku rasa tidak ada yang lebih membahagiakan jika apa yang kita cintai terus ada sampai kapan pun.
To fight till the end.Jaman berubah, Ponorogo bukan lagi kota kecil yang menjadikan Reog sebagai daya tarik. Tanah kelahiranku memang tak kalah melegenda dari yang lalu, tapi kini yang menjadi daya tarik adalah kemajuan tekhnologi yang sangat modern.
Kami terus menari seperti kesurupan, bahkan aku telah memamerkan semua tekhnik tari andalanku tapi mereka tidak maumelihat kami. Peluh menetes, bahkan mataku mulai basah, usaha kami sia-sia.
saat aku membuka mataku kembali aku berada disebuah tempat yang sangat lapang di penuhi orang-orang banyak persis seperti berpuluh tahun yang lalu. Dilatari sebuah tugu bertuliskan Manunggale Cipto, Roso, Karso Agawe Rahayuning Bumi Reog, mereka semua melambai seperti telah lama menunggu kedatanganku.
Aku melihat Deni memasang wajah kesal, dan Veri yang nyengir dengan topeng Bujang Anom di tangannya.
Ayok Gus cepet kelamaan kamu! Aku dah nunggu lama buanget lho! ucap Deni.
Agus lelet! tambah Veri.
Dan seketika aku seperti tersadar, aku tersenyum, aku telah pulang ke Ponorogoku yang dahulu. Bersama Deni dan Veri beserta orang-orang yang mencintai Reog Ponorogo.
Aku berlari menghambur dan memeluk Deni dan Veri, saat Slompret yang lama tidak aku dengar mulai menggema kembali kami berlari membaur dan menari bersama ratusan dadak merak yang gagah, disertai sorakan semua orang yang telah menunggu-nungguku