Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Paradiso!

Bimabet
Fragmen 39
Don’t Stop Me Now





“Tonight I'm gonna have myself a real good time
I feel alive and the world it's turning inside out Yeah!
I'm floating around in ecstasy
So don't stop me now don't stop me
'Cause I'm having a good time having a good time
”


Semalam Ava bercinta dengan dua orang wanita sekaligus, dua ronde pula. Gila, sungguh-sungguh gila, batin sang pemuda. Hingga pagi ini pahlawan kita menuruni tangga kayu gazebo dengan bangga. Senyum lebar menghias wajahnya yang dirimbuni brewok tebal, seolah tak mau kalah dengan matahari yang mulai menampakkan cahaya. Entah kekuatan apa yang menggerakannya untuk bangun pukul 5 pagi dengan badan segar bugar, sehat walafiat.

Ava membasuh wajahnya dengan air dingin, dan bergidik-gidik tidak jelas. Dingin pagi yang menusuk tulang dilawannya dengan jumper Converse warna kelabu. Telinganya tersumbat earphone yang mengumandangkan lagu Don't Stop Me Now-nya Queen, menemaninya mengikat sneakers, bersiap untuk lari pagi.

Enam bulan yang lalu dirinya hanyalah tokoh yang tidak memiliki signifikansi berarti pada jalan cerita: dituduh teroris secara biadab, menjadi kacung di galeri, merelakan Indira jatuh ke pelukan pangeran setampan Dewa, dan terlibat baku hantam dengan preman-preman buas bersama Sheena.

Namun hari ini semesta membolehkan Ava untuk berdiri gagah di bawah langit pagi yang mulai bersinar. Sepasang kakinya melangkah cepat, berderap mantap di jalan tanah yang membelah sawah yang baru disemai. Dingin kabut menyapa kulitnya, tapi Ava tidak peduli, kali ini ia merasa tidak ada yang dapat menghentikannya lagi. Hari ini Ava merasa keluar sebagai pemenang!

"I'm a rocket ship on my way to Mars... On a collision course / I am a satellite, I'm out of control // I am a sex machine ready to reload / Like an atom bomb about to... Oh oh oh oh oh... explode!"

Bibir Ava berkomat-kamit menirukan suara Freddie Mercury, pinggulnya maju mundur saat menyanyikan lirik di bagian 'sex machine'. Hingga tanpa terasa dirinya sudah memasuki areal perumahan warga desa. Sang pemuda terus berlari sambil bernyanyi, hingga di salah satu sudut, di dekat sebuah Pura kecil, seseorang berlari kecil dari arah berlawanan.

"Hoi!" Refleks, Ava menyapa perempuan berambut pendek itu.
Sheena nampaknya agak terkejut dengan Ava yang tahu-tahu muncul di hadapannya.

"U-uit"! Ia membalas cepat.

"Eh, Sheena... Ngapain?"

"Ke pasar, hehe.."

"Jayus, ah..."

"Hehe... Lari, lah... hehe...lho eh, ng-ngapain kamu malah ngikutin aku?" kata Sheena, melihat Ava berbalik arah mensejajarinya.

"Ya udah, aku balik ke arah sana, ya..."

"Eng- eh.. nggak apa-apa... nggak apa-apa..." Sheena menukas cepat.

Ada sedikit rasa kikuk karena insiden semalam, namun keduanya masih bisa terkekeh-kekeh mengingat betapa kombinasi asap kanabis dan arak Bali dapat membuatmu berubah menggila dalam semalam.

Mereka berlari kecil sambil menyusuri jalan desa yang dipenuhi hiasan penjor. Di dekat Bale Banjar mereka berpapasan dengan beberapa warga yang berangkat ke sawah atau ke pasar, tak lupa menyapa ramah.

Mereka memutar kembali ke arah persawahan, sambil bercakap-cakap diselingi tawa kecil dari bibir Sheena tiap Ava melontarkan guyonan.

Sampai akhirnya, berdua mereka terengah, duduk di dangau bambu di pinggir sawah.

"Eh, Sheena... aku nanya, boleh nggak?"

"Apa?"

"Tato-mu." Ava melirik lengan kiri Sheena.

Wajah Sheena mendadak sedikit menegang. "Kenapa?"

Ava menarik nafas, berkata hati-hati. "Itu... katanya inspirasinya dari mimpi?"

Otot wajah Sheena benar-benar tegang kali ini. "Iya..."

"Sama, ya... kaya lukisanku."

Keduanya sama-sama memaku beku, sampai seorang warga mengendarai motor bebek menggendong sesaji melintas di depan mereka, tersenyum ramah.

"Memang... kamu... ingat... mimpi... kamu...?" Sheena berkata, terbata.

Ava terkekeh. "Indira kemarin nanya juga, tahu. Kujawab aja, kalau mimpiin hal sama selama 6 bulan terus menerus, ya pasti ingat, lah!"

Tanah yang dipijak Sheena seketika terasa limbung, namun ia berusaha sekuatnya agar bisa tegak berdiri. Sheena mencoba merangkaikan kata-kata '6 bulan' dengan peristiwa yang terjadi selama ini. Dimulai dari pertemuannya dengan Indira di saat ditato, perkelahian di Pub Crossing Fate, dan juga perjumpaan pertamanya dengan Ava...

Semuanya dimulai tepat enam sebulan yang lalu...

Sheena terhenyak, tiba-tiba Ava menggenggam tangannya. Mata Ava nampak serius melihat tekstur dan gambar di lengan kirinya. Sheena mendadak menahan nafas, karena tangan Ava yang satunya menyentuh punggung tangannya, mulai dari tulisan 'Paradiso', kemudian menyusur naik ke gambar sisik naga yang terbuat dari gambar orang-orang yang terpanggang. Sampai di tulisan 'Purgatorio', Ava menemukan bekas luka yang memanjang di lengan kiri Sheena.

Sekelompok burung gereja melintas di atas mereka, membuyarkan seribu pertanyaan di benak keduanya. Untuk sesaat hanya ada hening dan angin pagi sebelum pandangan keduanya beradu. Dan Sheena mendapati lagi tatapan yang begitu teduh, seolah ingin memayunginya dari panas matahari yang menyeruak dari pekat kabut pagi.
Sheena mungkin terlambat menyadari, yang pasti tempo detak jantungnya seperti bertambah satu ketukan, dan makin lama makin cepat.


Nobody does it better
Makes me feel sad for the rest
Nobody does it half as good as you
Baby, you're the best

I wasn't looking but somehow you found me
It tried to hide from your love light
But like Heaven above me
The spy who loved me
Is keeping all my secrets safe tonight



= = = = = = = = = = = =​


Dingin pagi dan sinar mentari yang menyusup dari sela jendela membangunkan Indira dari alam mimpi. Gadis cantik itu mengerjapkan mata, tersenyum-senyum sendiri teringat mimpinya barusan. Huuaah, bagaimana bisa ia memimpikan Ava menjadi suaminya? Terdengar tawa kecil dari bibir Indira yang belum juga berhenti tersenyum.

Anak itu masih bergelung dalam selimut tebal. Perpaduan hangat dan dingin yang membekap, membuatnya enggan beranjak turun dari peraduan. Indira mengguling ke kiri, sebelum bergelung ke kanan. Ke kiri, sebelum ke kanan lagi dengan senyum yang makin lama makin mengembang, seolah ingin lebih cerah dari sinar matahari pukul tujuh yang menyerbu masuk dari jendela kayu berukir yang dibiarkan terbuka.


The way that you hold me
Whenever you hold me
There's some kind of magic inside you



That keeps me from running
But just keep it coming
How'd you learn to do the things you do?



= = = = = = = = = = = =​


"Dhuuuar! pret! pret! pret! preeeet!" suara keras yang terdengar familiar membuyarkan lamunan Indira.

Skuter butut Kadek terkentut-kentut memecah keheningan desa yang damai. Knalpotnya mengeluarkan asap hitam bercampur cipratan oli. Indira tak habis pikir kenapa motor keparat itu tidak dilego saja ke pedagang besi tua daripada menimbulkan polusi suara, baru saja ia berpikir demikian, sedetik kemudian sudah terdengar ledakan keras hingga ayam jago piaraan ayahnya melompat dan berkokok ketakutan.
Indira mendengus kesal, segera mengintip dari balik daun jendela. Kadek dan ayahnya nampak berbincang serius di teras.

Gadis remaja itu melongok lebih jauh lagi, dan ia menemukan sosok brewok yang berjalan terengah, tengah memasuki candi bentar.

"Ava!" Indira berseru riang sambil tersenyum cerah, namun segera menghambar begitu melihat Sheena berjalan di belakang Ava dengan wajah tak kalah cerah dan tengah bercanda riang dengan pemuda itu.

Mendadak senyumnya terasa garing.
 
Terakhir diubah:
Fragmen 40
Rencana Besar




Raut wajah Ava nampak cerah meski terengah. Nafasnya kembang kempis sehabis berlari tiga putaran penuh mengelilingi desa itu. Langkah yang tadinya lebar-lebar kini hanya menyisakan sepasang tungkai yang berjalan lunglai memasuki halaman Villa Pak De. Dilihatnya Sang Maestro dan Kadek yang sedang berbincang di teras rumah, lelaki tua dengan brewok tebal itu nampak asyik merokok cerutu sambil memandangi tumpukan berkas-berkas di depannya, sementara Kadek seperti sedang menjelaskan sesuatu.

"Begitulah Jik, saya mau ijin... kan.. Lusa sudah Penampahan[SUP](1)[/SUP], besoknya lagi sudah Galungan... di rumah saya sibuk, Jik, apalagi kakak saya kan cewek... saya anak laki-laki satu-satunya..." jelas Kadek.

Penampahan = pemotongan hewan seperti ayam dan babi untuk pesta perayaan Galungan

"Ya... ya... " Pak De manggut manggut sambil membelai janggutnya. Sekilas ia melihat Ava yang berjalan mendekat. "Ava! ke sini dulu!"

"Ah, pas sekali! panjang umur sekali kamu, Va!" Kadek berseru girang.

Ava melangkah bergegas ke arah Kadek dan Pak De.

Kadek lalu menjelaskan bahwa ia minta ijin untuk cuti Galungan, dan Pak De meminta Ava menggantikan Kadek untuk acara jamuan makan malam di Hotel Patra besok malam. Segalanya sudah diatur oleh Event Organizer, Ava hanya memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.

Kadek berkata untuk kesekian kalinya. "Maaf sekali, Jik... saya nggak bisa ikut di Hari-H, nya..."

"Iya, ndak apa-apa... kan sudah ada Ava," kata Pak De sambil menghisap cerutu, santai.

"Beneran, Jik? Saya jadi nggak enak sama Ajik... Coba kalau nggak dekat Galungan... Aduh.... kenapa pamerannya harus dekat-dekat Galungan, sih?"
Pak De tergelak. "Orang Perancis kan nggak ngerayain Galungan, gimana sih kamu, Dek..."

"Hahaha... iya juga..."

"Tapi babi dan ayam saya tetap kamu yang nampah[SUP](2)[/SUP], ya..."

(2) Nampah = Menyembelih

"Beres..." sambut Kadek, "tapi mengenai acara di Hotel Patra..."

"Tenang, Jik. Nanti saya yang urus..." potong Ava cepat.
Terbit senyum di bibir Pak De mendengar Ava memanggilnya dengan sebutan 'Ajik'.

"Oh iya, Va. Kalau sempat, saya mau bicara sesuatu."

"Tentang acara besok?"

"Tentang Indira."
 
Terakhir diubah:
Fragmen 41
Bizzare Love
Δ




i have butterflies flying
around inside my tummy
when i'm with you


Sheena tak mengerti kenapa bibirnya masih saja tak bisa berhenti tersenyum sedari tadi. Namun dirinya terlalu lelah untuk berpikir, segera dihempaskan pungungnya di gazebo. Matanya mengawang pada hiasan gantung yang berputar ditiup angin dan menimbulkan suara berdenting, indah. Disusul dengan sudut bibirnya semakin melebar dan merekah.


I hear bellchimes ringing
Blown by wind of spring
When i’m with you…

oh this tingling feeling
makes me wanna jump
makes me wanna shout
across the room


"Kak Na nyebelin!"

Senyumnya mendadak menguap ketika Indira tahu-tahu muncul di hadapannya dengan wajah memberengut.

"Eh, Indira... kenapa?"

"Iiiih Kak Na, gitu deh. Jogging nggak ngajak-ngajak!"

"Hehe... tadi kan udah diajakin, tapi Indira-nya yang nggak mau..."

"Iyaaa..." Bibir Indira makin manyun. "Tapi... tapi..." Indira memainkan ujung kausnya.

"Indira kan nggak tahu, kalau..." Anak itu terdiam dua detik, sebelum berkata, "kalau Ava juga ikut!"

Indira langsung tertunduk dengan wajah bersemu.

"Tadi ketemunya di jalan, kok..."

"Hu-uh." Indira mengembungkan pipinya.

Sheena tersenyum melihat ekspresi lucu Indira. 6 bulan tinggal di bawah atap yang sama, Sheena tidak bisa memungkiri bahwa dirinya sudah juga terlanjur jatuh sayang kepada anak itu.

Sheena kembali merebahkan punggungnya di bale-bale kayu. Indira menyusul beringsut, masuk ke dalam dekapan Sheena yang membelai poninya. 6 bulan berbagi kisah yang sama, membuat Indira pun terlanjur sayang dengan perempuan berambut pendek itu.

"Kenapa lagi, Indira cantik?" Sheena mencubit pipi Indira. "Nyesel gara-gara nggak dapet jogging sama Ava?" Sheena berkata sambil memeluk tubuh Indira dari belakang, membuat anak itu sedikit meronta.

“Huuu... geer, siapa yang cemburu sama Kak Na!”

“Terus?”

Indira menggigit bibir bawahnya, melirik ke arah lain. “Takut Kak Na diambil Ava! Soalnya Kak Na kan cuma buat Indira hehehe....”

“Ngapain lagi cemburu,” Sheena mencium tengkuk Indira, mengusap payudara Indira yang tak ditutupi bh, “aku cowoknya Indira, kan?”

"Ugh, Bauuu kecuuuuuut." Indira meronta jenaka, memekik geli sambil membaui tubuh Sheena yang penuh keringat.

"Hehe... namanya juga habis jogging, belum mandi," Sheena mengekeh santai lalu mempererat dekapannya.

"Kak Na..."

"Hmmh..."

“Mandi yuk..." Indira berkata dalam intonasi menggoda. Sepasang matanya membola, melirik sebuah gerbang batu misterius di pojokan, lengkap dengan tanaman keladi yang menutup rimbun di sekelilingnya.

Dan Sheena tahu, ke mana gerbang itu menuju.


= = = = = = = = = = = =​


Deru air dan aroma hutan hujan segera menyambut ketika Sheena melangkah menuruni tangga batu. Pernah ia sesekali penasaran dan mandi seorang diri di sini, namun dirinya masih saja terpana melihat sungai di belakang villa Pak De yang demikian bersih jernih. Suasana itu sungguh seperti di taman surga dengan air terjun kecil yang menimbulkan suara gemuruh, juga paku-pakuan dan keladi yang merambat menghijau di tebing curam di sekelilingnya.

Indira melangkah di atas batu-batu kecil. Angin yang timbul dari air terjun memusar dan menerbangkan air dalam bentuk partikel mikron ke udara. Perlahan, sekujur tubuh ranumnya dipenuhi tetes-tetes yang menggiurkan, membuat kausnya menapak ketat dan menampakkan sepasang payudara remaja beserta puting mungil yang tercetak jelas dari baliknya.

Kerlingan genit mengerdip dari mata sang bidadari ketika melolosi penutup tubuhnya, menampakkan tubuh berlekuk ranum yang kini hanya ditutupi oleh rona kemerahan dan bulir air yang mengilat di atas kulit telanjangnya.

Sheena tergelak menyambut, melepaskan tanktop dan sport bra yang sudah lengket oleh keringat. Legging ketat warna hitam menyusul terlipat, menyisakan secarik kain cawat yang menutup tubuh atletis bertato dengan seperangkat buah dada yang tak pernah berhenti membuat Indira iri. Senyum bangga membersit, menyadari tatapan Indira pada bagian paling pribadinya. Dalam gerakan perlahan, Sheena membungkuk dan menurunkan penutup terakhir tubuhnya, memberikan waktu bagi anak itu untuk mengagumi bongkahan pantat dan relung kesuburan yang mengintip dari sela-sela tungkai jenjangnya sebelum anak itu mencebur ke dalam cerukan dalam di bawah air terjun.

"Kak Naaa... Siniiii..." Indira tersenyum. Payudara ranumnya nampak timbul tenggelam di atas permukaan air, penuh dengan rintik air, berkilat dan menggemaskan.

"Ayooo..." rengek Indira sambil berenang riang ke sana-kemari dan sesekali bersenandung. Tangannya merentang, menyambut Sheena yang menyusul turun ke dalam deras air terjun. Setelah apa yang terjadi semalam, keduanya merasa tak lagi rikuh untuk saling menyembunyikan ketelanjangan.

Indira tersenyum saja ketika Sheena merangkul punggungnya, hingga payudara mereka saling berhimpit. Dan kini ia hanya bisa memejam, menikmati kenyal dan hangat dada Sheena, serta jantung yang saling berdegupan.

Untuk sesaat hanya ada deru air, serta sepasang tubuh telanjang yang saling belai di bawah ribuan tetes air.

"Hayoh, mulai nakal, yah," Indira menggeliat ketika merasakan jemari Sheena mulai merambah jauh ke bawah. Namun tangan yang menepis setengah hati tentu tak cukup untuk mencegah remasan-remasan si gadis tomboy di pantat ranumnya.

"Uuuunggh...," rengek Indira pelan.

Sheena hanya menjawab dengan pagutan kecil yang mendarat di leher Indira.

"Kak Na nakal, ih. Kalau Indira sampai belok beneran, Kak Na harus tanggung jawab. Nikahin Indira."

Terdengar suara tergelak. "If I were a boy..." bisik Sheena, mengusap butir-butir air yang membulir di payudara Indira.

Indira memejamkan mata rapat-rapat, membenamkan bibirnya di leher Sheena. "Kak Na tahu, nggak? Waktu pertama kali kita ketemu di kedai tato, aku tuh ngerasa kita udah pernah ketemu sebelumnya, loh..." rintihan sayup terdengar menyelingi, " mungkin aja... kita sepasang kekasih... di kehidupan lampau..."

"It could be..." Perempuan berambut pendek itu tersenyum, mengusap wajah Indira yang mulai mengeluarkan rona-rona sensual.

Sejengkal sebelum bibir keduanya menempel, Sheena mengekeh pelan. Berenang menjauh ke sisi satunya. "What can we say, eh? Jenis kelamin, agama, bahkan kelahiran adalah keterlanjuran yang diinjeksikan 'Tuhan' dengan semena-mena. Orang bilang itu takdir, Samsara. Tapi sekali lagi...bisa apa kita dengan itu semua?"

"Kak Na itu cantik, tahu! Pinter kaya tante Lucille. Cool kaya Dewa. Berbakat kaya Kak Raka. Seiman lagi...." Indira mengembungkan pipi. "Huaah! Coba aja kalau Kak Na cowok. Beneran deh bakalan jadi menantu idealnya Ajik.. hu-uh... nggak usah sampe ribet gini nasibnya Indira... pake acara dijodoh-jodohin segala... kaya Indira nggak bakalan laku aja..."

"Dijodohin?" Alis Sheena langsung mengernyit.

"Nggak! Ng-nggak apa-apa..." cepat-cepat Indira memalingkan wajahya.

"Emang Indira mau dijodohin sama siapa?"

Indira membenamkan bibirnya yang memberengut di bawah permukaan air.

"Awas jangan bilang-bilang ke Kadek atau Ava!"

Sheena mengangguk.

"Bener?"

Anggukan kedua mengkonfirmasi.

"Indira mau dijodohin."

"Hah?! Serius?"


= = = = = = = = = = = = =​


"Ajik... nggak sedang bercanda, kan...?" takut-takut Ava bertanya, namun senyum getir yang membayang di wajah sang guru sudah menjawab semua.

Hening panjang. Deru nafas dan desau angin menyisip sesekali. Ava hanya bisa tertegun lama mendengarkan penuturan gurunya. Kadek sudah pamit undur diri beberapa saat lalu, meninggalkan sepasang lelaki yang kini duduk berisisian di dangau kayu di tepian sawah.

Saluran irigasi mengalir di bawah mereka, membawa sekawanan kecebong yang berjuang melawan arus dan lumpur. Matahari mulai menampakkan muka di balik gunung batur, menerangi hamparan padi yang merupa beludru dan dua batang kara yang bicara dari hati ke hati

"Dibanding sodara-sodara saya di kampung, saya yang dari remaja sudah belajar di Amerika tergolong liberal." Pak De menepuk pundak muridnya." Saya ndak akan mempermasalahkan dengan apapun pilihan Indira nantinya..."

Ava menahan nafas.

"Sekarang, tinggal kamu-nya..." pungkas Pak De getir.


= = = = = = = = = = = = =​


"Yang bener aja, Kak Na. Masa Ajik bilang Indira mau ditunangin sama Ava?"

"Oh... wah... well... serius?"

Sheena cepat tersenyum, ada riak dalam hatinya yang terusik ketika nama itu disebut. Sementara Indira terus menerus berceloteh tentang dirinya yang tidak se-desperate itu sehingga perlu dijodoh-jodohkan bak Siti Nurbaya.

"Tapi tetep aja, dijodohin? Ngapain juga Ajik pakai bikin wacana yang nggak mungkin?" Indira mendengus sebal. "Ajik harusnya tahu, kalau Indira dan Ava itu beda."

"Beda? Agama maksud Indira?" walau terpaksa, Sheena mencoba mengikuti.

"Hu-uh," Indira menunduk putus asa.

"Ava itu atheis, lagi." Sheena melengos malas, memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Ih, Kak Na segitunya ih, sama temen sendiri."

"Emang Indira pernah lihat Ava solat?"


= = = = = = = = = = =​


"Kapan terakhir kali kamu bicara sama Tuhan?"

"Kenapa... ajik... tanya... gitu?"

"Jangan salah sangka dulu. Saya ndak bilang ini ke kamu kalau dari awal saya sudah tahu kamu orang yang taat. Tapi nyatanya...?" Pak De menatap dalam-dalam ke lubuk mata Ava. "Enam bulan kamu tinggal di rumah saya, kamu sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri. Saya perhatiken bener gerak-gerik kamu..." Ditepuknya pelan pundak Ava. "Kamu boleh nggak jujur sama saya, tapi sekarang coba kamu tanya sama diri kamu sendiri, 'Siapa Tuhanmu'?"

Perkataan Pak De membuat Ava terdiam lama. Dipandanginya pantulan wajahnya sendiri di permukaan air yang balik menatap dari sisi dunia yang satunya, sedih.

Tuhan mencampakkan Adam dari Paradiso dan membiarkan keturunan saling menuntut darah sesamanya. Kain, Habel, dan jutaan manusia setelahnya. Ava menengadahkan kepala dan bertanya, 'untuk tujuan apa?'

Namun hanya hening yang hadir sebagai jawaban.


= = = = = = = = = = =​


"Orang-orang yang ditinggalkan Tuhan," desis Sheena sambil memandangi pantulan wajahnya sendiri di sungai.

"I-iya juga ya..." Indira manggut-manggut mendengar penuturan Sheena. "Tapi kenapa sama Ava, sih...? Huaaaah.... padahal dulu pas pertama-tama dateng ke sini, kerjaannya dia tuh gangguin indira terus! Bayangin. Udah brewokan, orangnya serba nggak jelas, kerjanya ngerecokin aja... untung ketolong sama selera humornya yang najis," repet sang gadis blasteran tanpa henti. Tapi Sheena tahu, bibir yang sedang berusaha menyembunyikan senyum itu seolah menunjukkan antitesa dari isi perkataan sang gadis.

Sheena bisa melihat bagaimana raut gundah Indira perlahan menghilang, mata bundarnya kembali menyala-nyala seperti dipenuhi seribu cahaya kehidupan saat bercerita tentang Ava, juga senyumnya yang merekah-rekah saat teringat lelucon-lelucon bodoh Ava.

Sheena memaksa tersenyum, berusaha memungkiri bahwa percakapan ini makin membuatnya tak nyaman. Ia hanya bisa mengikuti dalam diam, Indira yang terus menerus berceloteh.

"Ih, Kak Na diajakin ngomong malah ngelamun." Indira memberengut lucu, mengerjap-ngerjap di depan wajah lawan bicaranya.

"Oh, ya, apa?"

"Kak Na, tahu? Momen paling menyenangkan sama Ava?"

"Semalem?"

Indira menggeleng, dan dengan senyum yang makin melebar Indira menarik nafas dalam, sangat dalam sebelum akhirnya berkata, "Waktu aku lari pagi sama Ava..."

Sheena hanya mampu mendengarkan sambil mencari petunjuk dalam hatinya sendiri. Air terjun menderu deras, mengamini sebuah perasaan asing yang menyeruak di dada Sheena. Perasaan yang menggelitiknya untuk bertanya. "Indira... sayang sama Ava...?" tapi urung ditanyakan, karena perpaduan antara senyum tersipu dan pandangan mata yang berbinar-binar di wajah Indira sudah cukup menjawab pertanyaannya.

Sheena ikut tersenyum, namun makin lama senyumnya mulai terasa menyakitkan.

To Be Continude
 
Terakhir diubah:
patromax--kirain-bakal-ditunda...kenapa-gan???-btw-cuman-1-chapter-ya??
 
patromax--kirain-bakal-ditunda...kenapa-gan???-btw-cuman-1-chapter-ya??

apdetan ane hancur gara2 browser eror... udah dipaste... eh paragrafnya hancur pas di post... :senam2: :pusing: :mati:
kepaksa nulis ulang bebe coded lagi :hua:

dah ane post lagi 3 chapter totalnya :ampun:


Waw waw waw kerennnn....
:ampun:
makasih gan funkiest... :ampun:
 
past-komen-pertama-itu-asli-1chapter-yg-nongol-tp-liat-ada-edited...pst-bakal-muncul-lagi....semangat-gan....buat-hari-minggunya....
 
past-komen-pertama-itu-asli-1chapter-yg-nongol-tp-liat-ada-edited...pst-bakal-muncul-lagi....semangat-gan....buat-hari-minggunya....
:galau:
tadi hancur ya paragrafnya, lgs ane edit :galau:

tinggal 3x update lg season 2 tamat...

habis itu ane mw ngaso bentar... nulis Inferno dulu ;)

makasih semuaaa
 
yey update.. ijin :baca: dulu ya hu..
salam cikicrot dari penghuni lama..
 
yey update.. ijin :baca: dulu ya hu..
salam cikicrot dari penghuni lama..
silahkan di :baca: dulu gan q-we :ampun:
tapi gak banyak perubahan ini yang season 2 ini :ampun:
:ngeteh:
 
elmo. . .si botol sabun paling beruntung didunia
 
Indira berlari kecil menuruni tangga batu, sudah agak lama Indira jarang mandi di sana, Apalagi setelah "p putusnya" ia dengan Dewa, membuat mood mandi di alam bebasnya menghilang begitu saja......
¡°Tapi¡* nggak... umh... kaya gini¡* juga¡* kan¡*¡± Sheena mulai mendesis geli, karena Indira meratakan sabun itu dengan dada "mungilnyanya" yang ranum, hingga payudara sepasang wanita itu saling menggencet dan berkilat-kilat oleh buih.
Indira mengekeh pelan.
¡°Tapi enak, kan?¡± "biiknya", setengah mendesah.
Sheena hanya mengangguk, namun dengan tatapan yang perlahan meredup.
Perlahan tapi pasti jantungnya mulai berpacu cepat, membawa aliran darah "ke" memusat di tajuk-tajuk payudaranya":" ...
Typo kang jay, cuma bisa ngasih ini, ga bisa kritik :beer:
 
Duuh... :bingung:

Ane gak tau musti kasih komen apa Maestro.. :sendirian:


Ane jadi tukang Hore saja ya Maestro.. , :horey:
 
untung elmo om, ga kebayang kalau big bird :pandaketawa: thanx buat updatenya yang selalu mantab om :ngeteh:
 
Terakhir diubah:
Sepakat sama om Betmen
Cerita nya suhu Jay TOP MARKOTOP
ga bisa komen apa apa,
Cuma bisa bilang MANTAP
:jempol:

Menunggu kelanjutan cinta segitiga atau segi yang lainnya
:ngeteh:
 
Cerita maestro bener2 mantep, ngalir banget alurnya, asyik dibacanya..
Udah mau tamat ya suhu? Wah kayak apa ya endingnya? Indira ato Sheena? Ato dua2nya? :pandajahat:
 
Bimabet
:galau:
tadi hancur ya paragrafnya, lgs ane edit :galau:

tinggal 3x update lg season 2 tamat...

habis itu ane mw ngaso bentar... nulis Inferno dulu ;)

makasih semuaaa

nulis inferno dulu???? bakal rilis ulang juga berarti??! semangat master suhu shifu!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd