Bella yang pertama kali sadar. Matanya sedikit membuka, dan menutup lagi terkejut dengan sensasi cahaya lampu. Gua pindah dari ranjang di depan mereka ke sofa di belakang mereka.
Bella sudah sadar sepenuhnya dan dia kebingungan karena tidak mengenali tempat. Dengan suaranya yang serak seksi ia berseru lirih,
"Ayu..Chel..bangun, kita di mana?"
Chelsea sadar, diikuti Ayushita beberapa saat kemudian. "Di mana nih"
"Gue nggak tahu."
"Kok kita diiket sih?"
Mereka bertiga sadar dengan posisinya yang diiket di kursi. Gua masih ngamatin dari belakang.
"Ini dimana?" Bella masih bertanya hal yang sama. Mereka bertiga mulai memerika sekeliling kamar. Mereka melihat di depan mereka ada ranjang, jam dinding tergantung di salah satu sisi, di beberapa sudut terpasang kamera yang menyorot ke arah mereka. Mereka tidak melihat pintu yang menghubungkan keluar, mereka berusaha mencarinya di arah belakang, namun mereka tidak bisa menoleh sempura karena kondisi tangan terikat menghalangi pergerakan leher mereka.
Guer berdiri dan berjalan pelan, suara tapak kaki sengaja gue perjelas supaya mereka menyadari kehadiran gue. Gua ambil kursi lipat dan menyeretnya ke depan mereka, dan duduk di situ. Sekarang gue duduk berhadapan dengan mereka.
"Selamat malam, nona-nona."
Ayushita cepat merespon, "Kamu siapa? Ini di mana?"
"Anda agresif sekali, nona. Kalian boleh panggil saya Dodot, bukan nama sebenarnya tentu saja, dan kalian sedang berada markas saya."
Ayushita: "Kenapa kita ada di sini? Kenapa kita diikat?" Pertanyaannya terus memburu, menantang.
"Good question, tapi sebetulnya pertanyaan itu bisa dijawab jika anda menanyakan satu pertanyaan yang lebih penting sebelumnya."
Emosi Ayushita meninggi. Chelsea di sisi yang lain hening dengan mulut tak mau menutup. Sementara Bella di sebelahnya mulai terisak, sepertinya dia sudah mengerti kemungkinan terburuk yang akan menimpanya, terbata-bata ia berkata "Mau ka-ka-mu apa?"
"Pintar! Itulah pertanyaan pentingnya? Tapi tidak ada asyiknya kalau saya langsung menjawabnya sendiri. Sekarang, bisakah anda menebak apa yang saya inginkan sekarang?"
"Uang, kan! Kamu menculik kami untuk meminta tebusan." Ayushita membentak sinis.
Gue terbahak-bahak, Bella makin terisak, Chelsea masih diam wajahnya tegang. "Uang? Jawaban yang salah. Saya tidak butuh uang. Dengar, bahkan production house kalian yang payah itu bisa saya beli sekarang juga."
"Lantas untuk apa?!" Ayushita masih yang terkuat untuk berani menatap mata gue dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan interogatif. Gue mencoba tetap sabar.
"Di sini saya yang melontarkan pertanyaan, bukan anda. Jadi, untuk apa, jika bukan karena uang, saya berbaik hati mengajak anda bertiga ke markas saya malam ini?"
Ayushita: "Kamu brengsek!", wajahnya marah. Gue kagum dengan cewek ini, berani banget.
"Salah. 'Brengsek' tidak membuat saya harus mengundang kalian bertiga kemari. Ada sesuatu yang lebih-katakanlah-konkrit. Chelsea, anda mau membantu teman anda ini menjawab pertanyaan saya?" Chelsea tidak bersuara, ia berusaha keras untuk mengeluarkan sepatah kata, namun tak berhasil. Ketegangan menyelimuti wajahnya.
"Bella, bagaimana dengan Anda?"
"Ja-jangan, Mas, tolong, biarkan kami pergi. Kami nggak akan lapor siapapun, kami janji, Mas." Dia memohon sambil sesenggukan, sepertinya bayangan mau gue perkosa udah menghantuinya sejak tadi. Dan tangisannya itu malah bikin gua tambah terangsang. Gue sentuh pipinya yang sembab itu, dia menghindar.
"Heh, brengsek. Jangan ganggu temen gue!" tandas Ayushita
Kesabaran gue habis, satu tamparan telak mengenai pipinya. Chelsea menjerit tertahan, Bella menangis lebih keras. Setelah itu rambutnya gua jambak sehingga wajahnya tengadah ke arah gua.
"Pertama, berhenti sebut saya brengsek! Panggil saya Dodot. Kedua jangan ganggu saya ketika sedang berbicara dengan orang lain! Mengerti?"
Dia meludah di muka gue. Anjrit! Gua kasih tamparan lagi, kali ini lebih keras. Sepertinya tamparan kedua cukup ngefek, sudut matanya mulai berlinang. Bikin adek gua tambah ngaceng. Tadinya gua berpikir untuk nggarap Bella duluan karena dia yang paling menarik perhatian gue, tapi sepertinya gua berubah pikiran. Si pemberani berambut aneh ini harus dihancurin duluan mentalnya biar nggak belagu. Let's see seberapa lama dia bisa bertahan.
"Baiklah..." Gue duduk di pangkuan Ayushita, wajah kami berhadapan. Dia berjengit menahan sakit karena pahanya gue timpa. "Saya lihat anda yang paling bersemangat ingin tahu apa yang saya inginkan, saya akan mencontohkannya pada anda. Sehingga teman-teman anda, dan anda sendiri, tahu apa yang sebenarnya saya....
inginkan...."
Tangan gue bergerak ke tali yang mengikat tangan Ayushita di belakang dan mengendurkannya. Begitu merasa sedikit leluasa, tangannya langsung melesat hendak membalas tamparan gue tadi. Tapi gua sudah menduganya, tamparan itu bisa sigap gue tangkap.
Dengan beberapa gerakan yang cepat gue buka resleting jaket adidasnya, dan dengan paksaan gua lepas jaket itu dari lengannya yang terus meonta-ronta. Gue denger jeritan Bella dan Chelsea di sebelah, tapi gua nggak perhatiin mereka, perhatian gua sedang fokus dengan makhluk manis di depan yang sedang gua giring menuju kehancuran.
Di balik jaketnya Ayushita memakai t-shirt ketat warna pink. Dia berusaha keras mencegah gue menanggalkan kaosnya itu tapi percuma. Tangannya yang mungil tak kuasa menahan lengan gua yang kekar. Gue tarik paksa kaosnya ke atas sampai copot, dan sekarang tinggalah bra warna coklat menempel di dadanya yang mulus. Kedua tangannya cepat-cepat menutupi dada. Dia kelihatan sekuat tenaga untuk tegar menahan air mata.
Gue berdiri dari pangkuannya, "Well, nona Ayushita ternyata pemalu. Apa karena ini pertama kalinya dia telanjang di depan orang lain? Ayolah, diangkat tangannya, tunjukkan pada teman-temanmu ini juga."
Ayushita diam tertunduk, bola matanya benar-benar sudah basah.
"Saya hitung sampai tiga. Satu..."
Badannya bergetar, emosi di dalamnya sudah hampir meledak.
"Dua..."
Kepalanya terangkat, ternyata nyalinya masih ada untuk menatap gue. Fiuh, ngeliat matanya, I think she really want to kill me right now.
"Tiga..baiklah, tampaknya anda perlu sedikit bantuan." Gue ambil tali yang tadi mengikat tangannya, terus gua tarik paksa tangannya ke belakang, dan gua iket lagi, tapi kali ini gue iket di senderan kursi yang atas, jadi posisi tangan di belakang tengkuk. Posisi yang membangkitkan libido gua, dari dulu gue suka dengan ketiak perempuan yang seksi.
"Nah, begini lebih bagus, betul begitu, teman-teman? Hey, kalian berdua perhatikan baik-baik!"
Bella dan Chelsea yang tadinya enggan liat jadi ketakutan, terpaksa menonton Ayushita yang hanya sudah setengah telanjang.
"Tapi gaya anda sekarang tidak cocok dengan jeans yang anda pakai, jadi lebih baik dilepas." Gue sekarang melorotin celananya dan di balik jeans itu ada CD yang sewarna dengan branya. Gue sempat tertegun ngeliat pahanya yang mulus banget, tapi gua kembali tenang, permainan masih akan lama.
"Nona Ayushita.." Gue meraba-raba perutnya, pinggang, sampai kemudian paha. "Anda tidak keberatan bukan kalau saya ingin menyapa sesuatu yang ada di balik celana dalam Anda?". Tangan gue berhenti di selangkangannya. Telunjuk gue sudah sampai di tepi CD...
"Jangan!" Tiba-tiba suara dari cewek yang lain ngagetin gua
Gue kaget, menoleh ke samping. Chelsea akhirnya bisa bersuara.
Gue berhenti bermain-main dengan Ayushita dan menatap Chelsea lekat-lekat. Gue berdiri berjalan ke arahnya, gua seret kursi lipat dan duduk tepat di depannya.
"Chelsea Olivia, nama yang indah sekali, berapa usia anda?"
" 16 tahun."
"Muda dan berani. Kalau boleh saya tahu mengapa anda menyuruh saya berhenti?"
"Tolong jangan lakukan." suaranya gemetar.
Gue pelototin wajahnya yang cantik. Dia berusaha menghindari kontak mata dengan gue.
"Baiklah kalau itu keinginan anda. Tapi setiap hal tentu ada syaratnya."
"A-apa syaratnya?"
"Anda yang menggantikan posisi saya tadi. Kerjakan semua perintah saya. Jangan membantah. Kalau tidak..."
Chelsea cemas menantikan gue menyelesaikan kalimat...
"Kalau tidak, anda saya yang ikat ke ranjang di depan itu dan lihat apa yang bisa saya perbuat pada anda."
Dia tersirap.
"Setuju?"
Dia mengangguk pelan. "Gadis pintar." Gue lepas semua ikatan di tangan dan kakinya. "Ingat, jangan membantah, jangan melawan, jangan berbuat yang macam-macam, kamu sudah tahu konsekuensinya." tegas gue lagi.
Tangan dan kakinya sudah bisa bergerak bebas, dia gue suruh berdiri.
"Sebelumnya buka dulu jaket anda." Ia menurut, di balik jaketnya ia memakai kaos Goofey putih. Melihat betisnya yang mulus gue pun belum puas dengan itu.
"Lepas juga celana jeans anda!"
Dia ragu, "Tapi.."
"Jangan membantah!"
Dia menurut, dilepasnya celana jeans itu dan terlihat CD warna oranye. Gue hampir jantungan ngeliat pahanya.
Setelah itu gua ambil laptop dari meja, gua setel bokep lesbian. "Nona chelsea, lihat ini baik-baik." Dia nurut. Dia gue suruh nonton film berdurasi 12 menit itu. Sambil nonton, gue jelasin ke anak kecil ini tentang orgasme pada perempuan, gimana caranya, and tanda-tandanya.
Kelar training kilat gue seret dia ke depan Ayushita. "Sekarang, saya ingin anda membuat teman anda ini senang. Anda harus membuatnya orgasme."
Chelsea kebingungan, nggak tahu mesti ngapain, Gue bilang dengan nada mengancam "Saya tidak bisa menunggu lama, lakukan sekarang juga!". Akhirnya Chelsea nurut, dia mulai meraba-raba tubuhnya Ayushita.
"Chel, jangan, Chel, plis." Ayushita memohon, tapi Chelsea lebih takut ancaman gue, dan dia langsung membungkam temennya itu dengan ciuman yang dahsyat. Ajegile, gue kaget, ternyata anak kecil ini cepet banget belajarnya.
Kemudian tangan kirinya nyelip ke balik CD temennya itu untuk melakukan pekerjaan utama, sementara tangan kanannya sibuk melepas tali bra. Langsung dengan telunjuk dan jari tengahnya yang mungil dikelitiknya klitoris Ayushita, tangan kanan sudah meremas-remas payudara Ayushita yang kini tak lagi tertutupi sehelai benang pun.
"Aakh..Chel, stop, uggh, uumm." Tubuh Ayushita menggelinjang hebat. Dasar perawan, dirangsang dikit aja udah kejang-kejang. Yah, gue memang butuh dia diwarming-up dulu biar enak gua pakainya nanti.
Gue geser kursi di depan Bella yang wajahnya tampak lemes banget, dari tadi nangis. Hidungnya memerah. Gua bilang ke Chelsea yang masih sibuk melakukan tugasnya.
"Nona Chelsea, terus lakukan perintah saya, saya ada urusan sedikit dengan Nona Bella."
Bella tercekat mendengar namanya disebut.
"Nona Bella, pasti anda sudah sering mendengar ini dari mulut seribu laki-laki, tapi saya tetap harus mengatakannya. Anda sangat cantik, terutama bibir seksi anda. Kecantikan itulah yang sebenarnya saya kagumi."
Dia makin ketakutan.
"Dan saya adalah orang yang selalu menginginkan apa yang saya kagumi..." Gue berdiri ngelepas ikatan tangannya. Terus gue kembali duduk menghadapnya. Gue copot celana panjang gue, sebelumnya gua sengaja nggak pake celana dalem, biar cepet. Jadi dia bisa langsung lihat kontol gua yang lagi ngaceng.
Chelsea mendadak berhenti untuk ngeliat punya gue, tapi langsung gua ingetin, "Tidak ada yang menyuruh anda berhenti! Lanjutkan". Dia nurut. Sementara Ayushita sudah nggak bisa fokus lagi, dia sedang menuju puncak kenikmatan, matanya merem-melek, sambil melenguh.."eeuuhh...aaaahhh... aaah".
"Sekarang, Bella, saya ingin anda, dengan tangan, dan bibir yang seksi itu, rasakanlah adik saya ini."
Bella menggeleng kenceng. Sepertinya dalam hati dia jijik, geli, bercampur takjub dengan barang gua yang ukurannya lumayan ini.
"Hah! Jangan berlagak! Saya tahu kehidupan anda. Siapa teman-teman anda, juga hobi anda clubbing. Saya yakin anda sudah paham maksud saya. Jika anda menolak, saya tidak bisa mencegah adik saya ini sendiri yang aktif mencari sesuatu yang lain dari anda...untuk dimasuki."
Bella diem, menggigiti bibirnya.
"Saya berbaik hati memberi anda kesempatan. Tolong hargai." Gue sodorkan kontol gua ke hadapannya.
Pelan-pelan dia genggam kontol gua pakai tangan kanan, terus kepalanya maju, dan anu gua langsung dikenyot. Lagi, lagi, terus. Gila, enak banget, ketahuan kalau dia udah sering main beginian bareng pacarnya.
Giliran gua yang sekarang merem-melek..
"Aaaakhh....anda sudah sering melakukan dengan pacar anda ya? Ummgghh..Besar punya siapa? Punya saya atau pacar anda? Hahahaha." Gue ketawa ngeledek, gue belai rambutnya yang lurus, dan gue usep-usep pipinya yang basah bekas nangis tadi.
Sementara Chelsea sekarang melumat putingnya Ayushita. Tampaknya sekarang Ayushita sudah pasrah dalam kenikmatan. Keringat mengalir deras di sekujur tubuhnya.
Penis gue sekarang licin kena air liur, Bella jago banget melakukan variasi, bentar dia ngocok, bentar dia ngulum lagi. And gua mesti ngingetin lagi gimana bibirnya yang seksi itu sekarang menclok di kontol gue. Hmmmm....beruntung banget nih cowoknya sering dapet servis kayak gini. Gua tinggal pasrah aja sambil nikmatin pemandangan Ayushita mendaki klimaks.
Ayushita: "Aaahh..aahhhh, euuhh.." badannya meronta kesana-kemari
Gue: "Ufff...yeesss, terus Bella...yesss...aaarrghh"
Chelsea udah dapet G-spotnya Ayushita, yaitu di samping perut, agak ke atas deket ketiak, dia cium bagian itu sementara tangan satunya masih terus bergerak di klitoris. And Ayushita sudah semakin tidak kuat lagi membendung serangan. Sementara gue yang dari awal kurang persiapan alias pasrah dengan BJ-nya Bella juga jadi nggak kuat nahan klimaks.
Ayushita: "Aaaaaaahhhhhhhhh!" badannya bergetar hebat.
Gue: "Ufffff....." Crotttt, gue muncrat di wajahnya Bella, dia memekik, menjauhkan mukanya dari gua. Gue jambak rambutnya.
"Selesaikan tugas anda!" Gua paksa dia ngejilat sisa-sisa mani di ujung penis. Yuhu...Gue lihat Ayushita lemas, Chelsea kebingungan dengan cairan yang keluar dari vagina temannya yang sekarang membasahi telapak tangannya.
Gue geser kursi gua sedikit ke belakang, "Kemari Chelsea!" Gua suruh Chelsea mendekat, dan gua suruh dia duduk di pangkuan gua.
"Anda telah bekerja dengan baik." Gue peluk dia dari belakang, dia nggak ngasih perlawanan.
"Sekarang anda bisa tahu apa yang saya inginkan dari kalian, bukan?"
Chelsea nggak jawab, diem. Gue cium tengkuk sampai ke kupingnya, terus gua bilang ke deket telinga.
"Bilang saja, tidak apa-apa. Apa yang saya inginkan dari kalian?"
Dia jawab gemetar, "Ka-kamu mau pe-r-kosa kami?"
"Anda memang pintar."
Dia memohon, "Jangan lakukan ini, saya mohon, lepaskan kami..."
"Jangan takut, manis, saya tidak akan melakukannya padamu. Anda sudah tidak macam-macam selama ini, dan mematuhi perintah saya. Tapi saya mau anda melakukan beberapa keinginan saya, kalau anda menolak mungkin saya bisa berubah pikiran."
"Ap..apa?" dia tergagap.
"Pertama, suruh teman di depan kita ini untuk melepas sweater, kaos, dan celana jeans-nya." perintah gue sambil menunjuk Bella.
Chelsea mengikuti perintah gue, "Bell, buka sweater, kaos, sama celana loe, Bell, plis."
Bella ragu, namun akhirnya menurut. Dia berpikir Chelsea yang selama ini patuh diperlakukan dengan baik oleh gua, dan mungkin dia bisa bernasib sama. Dia copot sweaternya, di balik sweater itu dia pakai tanktop hijau cerah. Lantas dia pelorotin celana jeansnya, dia nggak bisa bener-bener copot karena kakinya masih gue iket di kursi.
"Kaos loe juga, Bell."
"Gue nggak mau. Loe juga masih pakai kaos loe."
Gue angkat suara lagi, "Kenapa, Chelsea?"
"Dia nggak mau buka kaosnya karena saya juga masih pakai kaos saya."
"Kalau begitu kenapa tidak anda turuti saja permintaanya?" Gue angkat kaus goofey Chelsea ke atas, pertama dia menolak, namun akhirnya dia menyerah. Sekarang dia hanya memakai underwear oranye. Dongkrak gua naik lagi mengagetkan Chelsea yang sedang gua pangku.
Bella akhirnya juga membuka tanktopnya. Underwearnya warna putih. Dongkrak gue naik makin tinggi, Chelsea makin nggak nyaman di pangkuan gue, tapi tangan gue tetep peluk dia kenceng.
"Sekarang, kamu mau lepaskan saya,kan?" Chelsea bertanya ke gue.
"Tentu saja belum."
"Tapi kamu tadi sudah janji" Ia mengiba.
"Tenang, Nona Chelsea, anda tidak akan saya perkosa. Hanya ada satu hal lagi yang harus anda kerjakan untuk saya.."
Chelsea menunggu gua nerusin kalimat...
"Pilih satu dari dua teman kita di depan ini, untuk memuaskan saya, di ranjang di depan itu.."
"S-s-saya nggak bisa..."
"Oh, jadi kamu lebih suka menemani saya di sana" Tangan gue mulai main-main di pahanya.
"Jangan!" Dia menjawab ketakutan
.
"Kalau begitu pilih sekarang!"Chelsea panik sekarang, karena gua paksa mengambil keputusan yang berat. Kalo nolak, dia yang jadi korban, tapi bila keputusan diambil, temannya yang harus menanggung akibatnya. Bella menggeleng-gelengkan kepala ke arah Chelsea, mengiba, jangan dia yang dipilih. Sementara Ayushita memandanginya marah.
"Pengecut loe! Masa loe nggak berani lawan dia? Masa loe nurut aja sama dia? Manja banget sih loe?!" Ayushita memakinya. Luar biasa betul cewek satu ini.
Wajah Chelsea memerah, matanya berlinang, dia terkejut dengan makian itu, dan itu betul-betul menyinggung perasaanya. Langsung aja dia nunjukin korban untuk gue.
"Dia" tunjuknya ke arah Ayushita.
Ayushita menatapnya tak percaya, nafasnya tersengal-sengal.
Gue ajak Chelsea berdiri dan iket dia di kursinya semula. Sesudah itu gue ke Ayushita buat ngelepas ikatan di tangan dan kakinya. "Pertama, saya sudah capek dengan omongan anda yang tidak sopan sejak pertama kali datang kemari."
"Kedua, anda memaki Nona Chelsea yang dari tadi sudah menunjukkan sikap yang jauh lebih baik dari anda. Dan anda sama sekali tidak menghargainya."
"Anda memang harus dihukum, dengan keras!." Tangan dan kakinya sudah gue lepas, dia berusaha nyerang gua tapi sia-sia karena gue udah antisipasi, gue tekuk tangannya ke belakang. Gue lempar badannya ke kasur, dan langsung gue tindih, dia nggak bisa gerak, hanya tangannya terus memberontak.
Gue tampar pipinya. Gue denger dua cewek yang lain berteriak minta tolong. Mereka masih belum belajar juga kalau semua itu sia-sia.
Ayushita coba mendorong gue ke atas, walau nggak ada tenaganya sama sekali, gua cukup kerepotan. Akhirnya gue pegang dua tangannya dan gue tekan ke kasur. Sekarang tangan gue juga nggak bebas karena harus megangin tangannya dia. Padahal gua butuh maksa kakinya yang menutup rapat untuk membuka.
Dia mati-matian merapatkan kakinya. Kalau gua coba maksa buka pakai kaki gue, dia manfaatin celah itu buat nendang-nendang perut gue pakai lutut. And Its fucking hurt dude! Akhirnya gue teken lagi pakai kaki gue.
Gue cari akal, gue cengkeram dua tangannya pakai satu tangan aja terus gue teken ke samping badannya. Gua angkat badan gue sehingga tangan gue yang cuma satu bisa lebih kuat nekennya. Dia melihat gue cuma pegang tangannya pakai satu tangan mencoba fokus untuk ngelepasin diri. Tangan gue yang satunya bergerak bebas. Cerobohnya karena dia fokus ke tangan, kakinya jadi megendur. Kesempatan ini nggak gue sia-siain, dengan tangan gue satunya gue paksa angkat kakinya dan buka lebar-lebar selangkangannya. Dan pertahanan pun terbuka lebar...
Gue giring kontol gua ke sana, dia memekik dan langsung balik sekuat tenaga menutup rapat kakinya. Tapi sudah terlambat, posisi gue sekarang menguntungkan, gue dalam gerakan sekejap berhasil memaksa kedua kakinya melingkari pinggul gua. Dan kepala kontol gue sudah berada di dalam vaginanya.
Sekarang tangan gue balik mengamankan tangannya dia. Gua tekan ke kasur di samping kepalanya dia. Sudah tidak ada harapan lagi.
"Sudah siap?" Gue menyeringai
Gue masukkin pelan-pelan barang gua ke kemaluannya. Pelan...pelan....gue nggak mau kehilangan momentum ini barang sedetik pun. Dia mengerang kesakitan..."rrrrghhh"
Tapi waktu gw dorong ternyata cuma bisa masuk separo, gue keluarin adek gua pelan-pelan juga, terus gua ulangin sampai tujuh kali. Gue rasain dinding vaginanya berdenyut-denyut hangat mijitin punya gue. "Oooohh"
Akhirnya gua ambil ancang-ancang dan kali ini gua hujamkan dengan keras. "Uggggh!". Dia menjerit kencang. Penis gue masuk lebih dalam. Gua hujamkan lagi sampai tiga kali, sampai masuk sempurna, dan gue ngerasa ada cairan mengalir di kontol gue.
Darah. Selaput daranya robek. Gue ketawa terkekeh-kekeh.
"Oh, jadi anda masih perawan? Maafkan saya, seharusnya saya lebih sabar mengajari anda."
Dia mencoba melawan tekanan tangan gue. Tapi waktu gue mulai lagi genjotannya, dia menyerah.
"Uuuff...uuuff...aahhh, anda sungguh nikmat nona"
"Anda sungguh-sungguh...oooohhhh...nikmat."
Sekarang dia berkeras memendam rasa sakitnya, kayaknya dia sadar kalau erangan sakitnya justru membuat gua makin senang. Dia memejamkan mata dan mengunci rapat mulutnya, walaupun sesekali terdengar rintihan saat gue penetrasinya kelewat kenceng.
Melihat usahanya itu gua cari akal. Gue harus bisa membuatnya benar-benar memahami makna dari apa itu diperkosa. Gue angkat dada gue, gue angkat tubuhnya. Sekarang kita dalam posisi duduk. Tangannya yang bebas kembali melakukan perlawanan. Gue rangkul terus gue dekep pakai satu tangan sampai dada kami nempel satu sama lain sehingga tangannya nggak bisa nyentuh wajah gue.
Terus tangan gue yang satunya mengangkat pantatnya dia, jadi gue punya ruang untuk melanjutkan pekerjaan. Gue mulai lagi, dan beneran dengan posisi begini penetrasi gue makin dalem. Dia nggak bisa nahan rasa sakitnya, teriakan kerasnya mengiringi setiap hentakan pinggul gue.
Dia betul-betul kesakitan sekarang.
Tangannya terus meronta, mukul-mukul kepala dan tengkuk gue, jambak rambut gue. Semua bisa gue tahan. Maksud gue...oh c'mon sesakit apa sih dipukul cewek 21 tahun? Apalagi kalau syaraf sakit loe sedang mati karena diserang arus kenikmatan yang sedang menerjang.
Lama-lama gua rasakan pukulan dan jambakan itu frekuensinya berkurang. Suaranya pun semakin melemah. Kira-kira setelah lima menit gue entot, suara teriakannya berhenti, hening, dan kedua lengannya justru erat memeluk gue...
Pundak gue basah, hangat, ternyata sekarang dia nangis di pundak gue. Bener-bener nangis, banjir air mata. Sekarang dia beneran pasrah, tinggal berharap semua mimpi buruk ini segera berakhir.
Gue jadi tambah girang...haha, mana keberanian loe tadi you bitch!
Misi utama gue sudah sukses, she's already destroyed. Sekarang yang harus gue lakukan tinggal membereskan kekacauan dan mengambil komisi buat pribadi, hehe. Gue rebahin lagi tubuhnya, sekarang gue beneran nggak dapet perlawanan sedikitpun. Gue jadi bisa bebas gerayangin tubuh moleknya, mulut gue bebas cium and jilat-jilat wajahnya yang cantik. Gue lumat juga payudaranya yang kenyal.
"Aaaahh...ummm....nccp" Ibaratnya sekarang kelar menang perang, gue jarah semua asetnya sampai nggak ada lagi yang tersisa. Di samping itu tentu saja, adek gua masih tetap menjalankan tugas utamanya.
Dia masih terus nangis. Badannya lengket karena keringat. Kemudian mulutnya membuka, gua tangkep itu isyarat dia mau klimaks, gue percepat pompaan gue. Dan betul saja nggak lama kemudian, badannya mengejang.
"Aaaaaaakkkkkhhhhhhh......oooo hhh......"
Orgasme keduanya malam ini.
Gue pelanin lagi irama entotan gue, kayaknya gua juga udah nggak bisa nahan lebih lama lagi. Gue berbisik ke dia.
"Nona, anda tidak mengecewakan saya. Saya minta maaf tidak tahu sebelumnya kalau anda perawan. Kalau tahu saya pasti akan tidak sekeras ini. Untuk itu saya akan memberi hadiah sebagai permohonan maaf."
Dia tidak menjawab, sudah setengah tidak sadar.
"Saya beri sperma saya untuk anda kandung."
Gue klimaks, gue benamkan kontol gue ke dalam lubang vaginanya. Gue mengerang "Aaaaarrrrrrrghhhh!" Crooottt....crotttt...crottttt ttttttt
Limpahan kenikmatan membanjiri gue dalam sekejap. Gue merasa tenggelam sampai ke dasar laut. Gue merasakan ekstase yang nggak pernah gue rasain waktu ML-ML sebelumnya. Gue rasa ini 10 kali lipat lebih nikmat.
Ternyata bener dugaan gue, kepuasan yang gue dapet dari perkosaan berlipat-lipat dari seks biasa. Karena alasan gue yang kuat untuk menghukum, karena erangan penolakannya yang membuat gue lebih terangsang, ketidakberdayaan mereka...."Oooooohh"...Gue terkapar di kasur. Terkapar dalam kenikmatan.
Satu menit kemudian, gue sadar. Gue inget ada dua cewek lain yang masih terikat di kursi. Mereka berdua tertidur, kecapaian, kehilangan energi setelah menjerit-jerit berjam-jam. Gue lihat di samping gue Ayushita sudah tak sadar. Di vaginanya tampak luberan air mani gue. Gue belai rambutnya, gue peluk dia, badan kami bertemu, basah, lengket. Akhirnya gue kasih ciuman di bibir, ciuman mesra.
"For my first victim. I will always remember you, forever...."