#
Setelah kami berpamitan pada orangtuaku, kami beranjak. Mas Dimas langsung memacu mobil dengan kecepatan sedang. Jalanan malam itu cukup ramai. Perjalanan yang biasanya hanya 15 menit, karena ada beberapa proyek galian pemerintah membuat waktu tempuh perjalanan bertambah. Sebelum sampai rumah kami menyempatkan membeli makan malam.
Setelah sekitar 45 menit termasuk mampir membeli makan malam kami akhirnya sampai rumah. Mas Dimas menyusul ku masuk setelah menutup pintu. Aku sendiri langsung menyiapkan nasi dan ayam goreng yang kami beli untuk menu makan malam kami. Tanpa berganti baju kami langsung menyantap masakan langganan kami. Selain harganya cukup terjangkau, rasanya juga enak.
“mau siapa dulu yang mandi?” aku bertanya sambil membereskan bekas makan malam kami
“kamu mau duluan? Aku mau beresin baju aku dulu” Dimas menyeru dari ruang keluarga
Aku langsung membawa handuk dan masuk ke kamar mandi. penat rasanya seharian bekerja ditambah jalanan di kota ini sepertinya semakin macet saja. Guyuran air aku coba ratakan dengan bantuan shower keseluruh tubuhku. Segar rasanya setelah buliran air menyentuh tubuhku yang kelelahan.
Mas Dimas langsung masuk ke kamar mandi sesaat setelah aku selesai mandi. terlihat tumpukan baju kotor di atas mesin cuci. Setelah memakai baju aku mencoba membereskan kamar ku. Meski tidak berantakan tetapi sudah 2 hari tidak berada disini. Sejak Mas Dimas mendapat tugas luar kota selama 3 hari, aku memilih tinggal di rumah orangtuaku. Pembantu yang biasa membantu membereskan rumahpun aku liburkan sementara.
Setelah meresa rapih, aku kemudian beranjak ke ruang keluarga dimana biasanya aku, Mas Dimas dan Kiara menonton tv. Aku lebih memilih fokus pada bakpia yang dibawa mas Dimas sebagai oleh-oleh khas Jogja yang ia bawa. Aku tak begitu mengikuti acara tv yang sedang berjalan di tv hadapanku. Sambil tangan kiri ku berselancar di sosial media, mulutku terus dimanjakan dengan beberapa oleh-oleh lainnya.
Setelah sekitar 5 menit, mas Dimas menyusul ku ke ruang keluarga. Tanpa bas-basi dia langsung mengambil keripik yang sedang ku pegang.
“kamu besok kerja gak, yang?” mas Dimas membuka obrolan
“kerja setengah hari yang, seperti biasa. Kenapa emang?” aku bertanya penasaran
“ya gak apa-apa sih, kalo gak kerja biar aku yang kerjain, hahaha” mas Dimas mulai menggoda
“dih hahaha, lagian kamu sih pake tugas luar segala” aku membalas candaannya
“ya namanya juga kerjaan yang, kamu habis keramas ya yang? Rambutnya wangi” katanya sambil mencium rambutku yang agak masih basah
“iya dong, wangi gak yang?” aku masih sibuk dengan makanan di tanganku
“wangi sih, eh berarti kamu?” tanyanya menggantung
“apaan?” aku pura-pura tak tau
“udah bersih kan? Kan udah keramas yang, hehe” tanyanya sambil memeluk lenganku yang tak tertutup daster
“udah bersih yang, pas kamu berangkat sorenya aku udah keramas. Emang kenapa?” aku masih pura-pura
“pengen ngerjain kamu nih, aku kangen ngerjain kerjaan yang di rumah” jawabnya sambil mencium kening ku
“tapi aku cape yang, besok aja ya?” aku menolaknya
“yah, yaudah deh yang. Lagian besok kamu kerja juga” mas Dimas langsung pasrah
Setelah itu kami sibuk mengobrol seputar bagaimana pekerjaannya selama 3 hari kebelakang. Sambil mengobrol sesekali dia menciumi rambutku, atau sekedar merapatkan tubuh kami yang bersebelahan. Nampaknya dia belum sadar kalau aku tak menggunakan bra.
Dari gelagatnya sepertinya mas Dimas memang sudah tak tahan. Bagaimana tidak, sebelum berangkat ke Jogja dalam keadaan menstruasi. Malam sebelum keberangkatan dia sempat meminta jatah tapi ternyata aku masih belum bersih sempurna. Sore di hari keberangkatannya aku sudah bersih total.
“yang, kamu masih mau ngerjain aku?” tanyaku ketika gelagatnya semakin menunjukan bahwa dia sudah bernafsu
“kan kamu katanya cape yang” dia masih fokus pada acara tv
“kamu tuh gak peka ya, hahah. Aku udah sengaja pake baju ini. Padahal aku nunggu kamu maks loh” aku mulai membuka suara
“dih haha, aku juga curiga dari tadi aku liatin kayanya kamu gak pake bh, tapi aku gak berani” dia sekarang mulai beranjak memeluk ku
“hahaha, aku dari tadi ngeliatin celana kamu udah tegang gitu haha” aku tertawa melihat celananya semakin membesar
“kamu ngerjain aku, males aku sama kamu, huhuhu” mas Dimas sepertinya ngambek
“dih jangan ngambek dong yang, sini aku lemesin yang tegangnya” kataku sambil memegang bagian yang mengembang, meski tertutup celana aku bisa merasakan sudah mengeras
“nakal juga ya kamu, awas kamu aku bikin lemes” membalas godaan ku sambil mencubit tanganku
“hahaha, mau di bikin lemes sama kamu. Aku mau ini juga boleh?” tanyaku sambil meremas penisnya yang mengeras
“ahhhh, emang mau diapaain yang?” tanyanya mulai menggoda
“mau aku sepongin, aku jilatin batangnya, aku emutin bijinya. Aku masukin ke memek aku, aku goyang sampe muncat di dalem memek aku, ohhh” aku berkata sambil meremas penisnya
“istri aku nakal banget sih mulutnya, yaudah yuk yang, di kamar aja” ajak mas Dimas
“mau ngapain emang yang” tanyaku pura-pura
“mau ngentotin bu dokter, ayo dong yang, gak sabar nih pengen ngerasain memek bu dokter yang sempit itu” ajak mas Dimas semakin binal
Kami kemudian masuk ke kamar setelah memastikan semua pintu telah terkunci. Setelah mengunci pintu kamar, kami berhadapan. Aku di dinding, dia di hadapan ku. Kami siap mengarungi malam yang penuh birahi.
#