Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Who do you think Gilang will end up with?

  • Saras, kan dia First Love nya Gilang

    Votes: 44 10,7%
  • Tara dong.... dia yang bareng Gilang dalam susah dan senang

    Votes: 161 39,0%
  • Gak sama siapa-siapa.... Sedih amat ya?

    Votes: 51 12,3%
  • Dua-duanya, bobonya digiliar tiap hari, kadang-kadang threesome

    Votes: 157 38,0%

  • Total voters
    413
  • Poll closed .
Apakah Carita ini panjang seperti mdt. Atau pendek seperti amira?
 
Hancur mina ... Gue bs ngerasain gmn perasaa Gilang saat itu? Baper abis om ...part3. Tengkyu n lanjoettt..
 
Dapet banget feelnya ...om RACEBANON memang TOP. Om tlg bilangin gilang ''yesterday behind' bth waktu buat muve on...hehe. Di situ lah persahatan di uji? Lets go ....
 
penant10.jpg

PENANTI – PART 5

------------------------------

#TARA - 2

img_2011.jpg

Aku memarkir mobil di pinggir jalan, di depan rumah mungil yang cozy itu. Tamannya mungil banget, tapi adem. Itu semua karya eyangnya Gilang yang emang seneng-seneng banget gardening. Aku terpaksa ke rumah Gilang hari ini. Kemarin Gilang gak muncul di Red Comet. Sepulang dari acara Jakarta F&B Gathering yang berujung disaster itu, Gilang gak ngomong apa-apa lagi sama aku. Dia pulang begitu saja habis nangis lama di pinggir kolam renang. Setelah air matanya kering, dia sama sekali gak ngegubris keberadaan aku dan langsung menghilang.

Dan besoknya dia gak datang ke Red Comet. Kutelepon, gak nyambung, handphonenya dimatikan. Kalau menelepon ke rumahnya, takut mengganggu eyang putrinya. Jadi aku terpaksa datang ke rumahnya, siang hari ini. Aku sudah titip pesan sama pegawai, kalau aku dan Gilang gak datang malam ini pun, tetep buka, karena Mas Gilang lagi sakit. Mereka mengiyakan. Aku memakai alasan sakit untuk menyembunyikan kondisi Gilang ke mereka.

Entah gimana Gilang sekarang. Tanpa kabar seharian. Tanpa ada obrolan apapun. Basically he shut himself, maybe.

Aku sudah di depan pintu rumah, bawa oleh-oleh seadanya, yang cocok buat eyang-eyang. Gak berapa lama setelah aku mencet bel, pintu rumah kebuka.

“Halo Tara…”
“Halo Eyang…” Aku memeluk dan mencium pipi eyang putrinya Gilang. Hehe, rumah ini selalu adem dan nyaman setiap aku ke sini.

“Gilang ada?”
“Ada, di atas, di kamar, katanya sakit, gak mau diganggu…. Eyang kok khawatir… Apa harus dibawa ke dokter?” tanya Eyangnya.
“Kenapa Eyang?”
“Dari kemarin gak mau makan. Eyang masakkan, gak dimakan sampai malam, makan malamnya pun dibiarkan begitu saja di kamarnya. Dia di kasur terus dari kemarin…. Eyang khawatir sekali…”

“Oh… Coba deh aku liat boleh?” tanyaku meminta izin ke neneknya.
“Iya, silakan Tara…”
“Oh, aku bawa ini… Oleh-oleh buat Eyang…” aku tersenyum lebar sambil memberikan bingkisan yang kubawa tadi ke eyang-eyang yang super lovely ini.
“Wah, repot-repot.. Makasih sekali sayang…” senyum eyang putrinya.
“Aku liat Gilang dulu ya?”

“Iya, silakan lho…. Makasih ya…” aku menjawabnya dengan senyum, dan mulai meniti tangga yang menuju ke lantai atas. Di lantai atas yang sempit ini, cuma ada balkon untuk menjemur pakaian, kamar mandi dan kamar Gilang. Pelan-pelan aku membuka pintu kamar Gilang.

Gelap. Jendelanya ditutup oleh tirai. Dia tiduran, menghadap dinding, dan bau rokok begitu menyengat di kamar ini. Di meja kamarnya ada nasi goreng yang tampaknya sudah kering dan dingin. Seperti gak ada kehidupan di kamar ini. Rasanya seperti masuk ke dalam TKP yang dikelilingi oleh police line. Auranya begitu dingin dan mencekam.

Aku menyalakan lampu kamar Gilang. Kamar sekarang terang, tapi Gilang tetap gak bergerak.

2_gpn211.jpg

“Gilang”
“Hmm”
“Oh, gue kira elo tidur”
“Gak bisa”

Suaranya terdengar lemah dan tanpa semangat. Aku menarik napas panjang. Aku menaruh tasku dan aku duduk di kasurnya, menatap badannya yang terkulai lemah. Aku gak bisa melihat matanya.

“Gilang”
“…”
“Kemaren lo gak ada kabar… Gue khawatir”
“Gue di rumah”

“Iya, makanya gue dateng kan?” aku berusaha untuk tersenyum, dan berusaha melihat muka Gilang. “Katanya lo belom makan dari kemaren, makan yuk?” aku berusaha membujuknya. Rasanya seperti membujuk seorang anak kecil yang mogok makan.

“Gue gak laper”
“Bohong ah, mana ada orang gak makan seharian dari kemaren gak laper…. Mau apa? Nanti gue sama Eyang masakin, atau gue beliin yang deket? Tebet banyak makanan kan?” lanjutku.

“Pulang aja Tar, biarin gue di sini dulu”
“Mana bisa Gilang, gue khawatir tau… Mana lo gak bisa di telepon lagi, di wasap gak bales, segala macem gue coba hubungin, gak ada bunyinya…..”
“Mungkin mati”

“Mana sih hape lo” aku bangkit dan mencoba mencari-cari handphone-nya Gilang. Ah, itu dia, kutemukan di kursi, tergeletak begitu saja. Kuambil dan kuperiksa, ternyata memang mati. Aku menggelengkan kepalaku. Aku merogoh tas, mencari charger, dan segera memberikan nyawa tambahan ke handphone yang sekarat ini. Tak berapa lama kemudian, baterenya mengisi sedikit.

“Gue nyalain boleh?” tanyaku ke Gilang.
“Terserah”

Setelah mendapat izin, aku menyalakannya.

“Buset….” aku kaget setelah melihat layarnya. Ada sekitar 30 misscall sebelum handphone ini mati, dan sms masuk bertubi-tubi, semuanya dari satu nomer setelah kuperiksa. Namanya tertera dengan jelas di layar handphone Gilang.

Saras.

“Gilang.. Ini miskol dan sms…”
“Biarin”

“Lo kenapa Gil..”
“Tau kan kenapa?”
“Oke… Pasti kaget, tapi kita gak tau kan di Inggris ada apa? Apalagi lo gak sempet kontak sama dia lama banget, banyak hal yang terjadi pasti…” aku berusaha menyimpulkan kenapa Aidan Sjarief dan Saras bertunangan.

“Gak satupun berita dari dia. Gak satupun. Gue 12 tahun nunggu sia-sia…” jawab Gilang.
“Gilang…” aku menyentuh punggungnya dengan perlahan.
“Dan gue bahkan gak sanggup bilang ke Eyang soal itu…. Karena dia tiap hari denger hal yang sama dari gue soal Saras. Kalau Saras pulang, kita bakal nikah… Dia janji itu Tara… Bukan gue yang suruh dia janji, bukan janji sama-sama, dia yang janji, dia ngomong sendiri… Gue tunggu, gue harap-harapin, sekarang apa? Kenapa dia gak bilang? Kenapa kalo dia pacaran sama orang lain dari dulu gak bilang-bilang gue? Harusnya kan dia bisa-bisa aja email atau apa, atau gimana?”

“Semuanya gak ada yang bisa jawab…. But I need you to hang on…. Banyak hidup orang tergantung sama elo…” balasku.
“Gue tau…”
“Nah makanya…”
“Makanya gue gak ke mana-mana dari kemarin…. Gue takut gue bakal messed up di Red Comet… Atau pas masak buat Eyang..” jawab Gilang.

“Paham kok. Lo kayak terbang terus terjun bebas pasti rasanya. Lo seneng dia dateng lagi, kangen lo terbayar, dan pas lo lagi di awang-awang, mendadak jatoh karena kenyataannya gak seperti yang direncanakan…”
“Dan gue gak tau harus gimana…”
“Kalau masih mau di rumah sih gapapa, tapi I need you there, mungkin gak malam ini…”

“Ya….”
“But now I need you to do something” lagi-lagi aku memasang tampang senyum. Sebenarnya dalam hati, aku sangat khawatir. Karena baru sekali aku melihat Gilang tidak berdaya seperti ini, secara mental. Aku masih ingat, waktu-waktu di mana kedua orang tuanya meninggal bergantian. Dia tetap berusaha tegar, berusaha tetap bisa bertingkah laku normal, walau belakangan, dia mengaku kepadaku, kalau di dalam dirinya, dia benar-benar ingin kolaps.

Cuma dua yang jadi bahan bakarnya. Eyang putrinya dan Saras. Dia yang bilang sendiri. Sekarang, situasi dengan Saras memang aneh sekali. Kupikir Gilang dan Saras punya janji berdua yang harus ditepati setelah Saras pulang ke Indonesia.

“Buat ngapain?”
“Pake baju yang pantes dulu, gak mau gue ngapa-ngapain sama elo kalo lo pake baju model begitu” lanjutku.
“Ga usah lah Tar, biar gue tidur lagi aja….”
“Please Gilang, buat gue, ya?”

“Terus abis gue pake baju yang bener?”
“Turun ke bawah, gue tunggu di bawah, oke?”
“Hmm..”
“Oke dulu gak? Gue pengen liat Gilang yang biasanya selalu senyum kalo bareng sama gue…” bujukku.

“Keluar dulu kalo gitu”
“Nah”

Dengan gerakan riang aku keluar dari kamar Gilang, menutup pintunya dan bergegas ke bawah. Aku duduk di depan TV bersama sang eyang putri yang entah sedang menonton apa.

“Gimana Tara?”
“Aku suruh dia ganti baju, mau aku ajak makan di luar” aku tersenyum lebar ke sang eyang putri.
“Kenapa ya itu anak….”
“Mungkin agak gak enak badan aja Eyang, butuh penyegaran suasana mungkin, jenuh kerja” jawabku sedikit berbohong.

Mendadak Gilang turun dengan gontai, tanpa mandi, dengan rambut awut-awutan, muka yang kuyu serta berpakaian seadanya, jaket, celana pendek, dan… Dan sudah, itu saja.

“Masa harus diajak anak perempuan dulu baru mau makan, Gilang?” goda sang nenek.
“Makan?” Gilang tampak kaget, aku cuma nyengir kuda saja.
“Yuk?”
“Gak laper” jawabnya dengan enggan.

“Jangan gitu, Gilang, Tara sudah capek-capek datang ke sini, ayo, ikut Tara…” pinta sang nenek.
“Hmm… Oke…” Gilang mengangguk dengan lemah. Aku tersenyum dan melirik ke Eyang Putri. Oke, aku culik dulu cucu yang sedang mental breakdown ini.

------------------------------

007px710.jpg

Gilang sedang duduk di smoking area sebuah restoran cepat saji asal Amerika Serikat. Aku membawa nampan yang berisi makanan untuk kami berdua. Dia sedang mengisap rokoknya dengan gerakan yang enggan. Terdiam, termangu, tanpa ada nyawa di dalam dirinya.

“Nih.. Gue tau enakan burger kita, tapi at least, ini bisa dimakan” senyumku ke dirinya. Gilang menatap dengan enggan. Tapi lama-lama dia akhirnya luluh dan mulai mengonsumsi benda-benda yang kusimpan di depannya. Dia makan dengan gerakan yang lambat dan tanpa suara.

Aku pun mulai makan burger generik yang rasanya seadanya ini. Tapi bisa melihat Gilang lagi, yang perlahan mulai mencoba meraba kehidupan setelah terpuruk dua hari yang lalu, rasanya sungguh nikmat. Aku akan diam terlebih dahulu, membiarkan dia membicarakan apa yang dia rasakan, dan kekesalannya soal Saras. Akan sangat tidak adil apabila aku mencecarnya dan memaksanya melupakan Saras yang telah memilih orang lain. Itu hak Saras, tapi walau bagaimanapun, Gilang berhak akan penjelasan.

Setelah makanan habis, dia mulai menyalakan rokok. Aku masih makan.

“Nanti malem mau ke Red Comet gak?” tanyaku sambil tersenyum.
“Gak tau” jawab Gilang.
“Oke, take your time, gak apa-apa kok” jawabku, mencoba untuk mengerti apa yang dia alami. Sama sekali gak adil apabila kita menyuruh orang yang baru saja terkena tabrakan di jalan untuk langsung berlari. It’s not fair.

“Sorry ya”
“Gapapa”
“Gak tau, isi kepala gue sekarang kacau banget…”
“Istirahat dulu lah, kan ada gue, tapi nanti Asep kangen?” aku mencoba bercanda. Gilang tersenyum kecil.

“Liat nanti… Makasih udah dateng btw”
“It’s okay… Gue cuma mau bilang kalo kita semua sayang sama elo kok” senyumku.
“Thanks” jawab Gilang, dalam senyumnya yang menyedihkan dan benar-benar miris.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

home9311.jpg

Satu hari sudah berlalu setelah aku mengunjungi Gilang. Setelah aku mengajaknya lunch bareng, dia tidak datang malamnya ke Red Comet. Hari ini juga. But it’s okay. Gilang sudah mengabariku. Katanya dia masih mau di rumah dulu, mungkin dia sedang belajar untuk menerima kenyataan kalau Saras sudah gak bisa diharapkan lagi.

Take your time Gilang, karena akan lebih menyenangkan untuk beraktivitas kembali ketika suasana hati sudah lebih santai. Lagipula, walau dia tidak hadir di sini, masih ada aku dan para pegawai yang membantu. Tapi tanpa Gilang, tempat ini memang terasa lebih sepi. Tidak ada semangatnya yang membuat kami semua tersenyum dan bahagia.

Dan pembukuan hari ini benar-benar agak membuatku repot. Aku mesti men-trace beberapa kuitansi untuk customer dan mencocokannya dengan jumlah uang di petty cash. Baru punya satu tempat saja sudah bingung, apalagi kalau punya cabang ya?

Mendadak pintu ruangan kecil yang dijadikan “kantor” oleh aku dan Gilang ini terbuka.

“Mbak Tara” tegur salah satu pegawai kami.
“Yes?”
“Anu… ada, tamu nyariin Mas Gilang….”
“Oh?” aku kaget. Siapa ya kira-kira? “Udah bilang Gilang ga dateng?”
“Udah, tapi katanya mau nunggu…”

Aku menekuk jidatku. Dibilangin Gilangnya gak ada, kok masih tetep mau nunggu? It’s not like Gilang bakal mendadak dateng juga anyway. Kalau dipanggil ke sini pun, Gilang belum tentu mau datang. Apalagi kalau urusannya gak urgent-urgent amat.

“Gue samperin ya”
“Iya Mbak”

Kutarik napas panjang dan kemudian aku keluar, mengunci pintu “kantor”. Aku membalikkan badan dan mendadak jantungku terhenti. Masih kuingat sosok itu. Sosok yang membuat Gilang pucat pasi seperti habis melihat hantu. Sosok yang baru saja melukai Gilang beberapa hari yang lalu. Aku berjalan dengan langkah tak pasti, menuju Saras yang sedang duduk. Dia tampak menatapku dengan tatapan yang memelas.

“Ya, ada perlu apa? Katanya cari Gilang?” tanyaku dengan senyum. I have to. Aku gak bisa mendadak mencecarnya dan mempertanyakan kenapa begini dan kenapa begitu.
“Ah iya…”
“Gilangnya lagi gak ada di sini, mungkin kalau mau titip pesan nanti saya sampein”
“Kita bisa ngobrol sebentar?” tanya Saras.

“Eh?” aku kaget. Kenapa harus bicara dengan aku? Saras tersenyum dengan canggung, dan aku akhirnya menarik kursi dan duduk di depannya. Dia tidak memesan apapun, dan sepertinya awkward jika aku menawarkan menu kami kepadanya. Mungkin lebih baik kalau I just sit here and listen whatever she has to say.

“Saya Saras… Mungkin Mbak sebagai temannya Gilang sudah dengar nama saya dan siapa saya” lanjut Saras memperkenalkan diri.
“Iya, saya pernah dengar soal Mbak Saras, saya Tara, partner Gilang disini” aku tersenyum, dengan senyum yang tidak dibuat-buat, karena memang aku harus tetap membuat Saras nyaman ada di sini.

“Kita kemarin ketemu, dan maaf, saya minta maaf karena kita harus ketemu dalam suasana begitu” lanjut Saras. Ya, suasana yang awkward setelah Gilang kemudian kabur, literally stormed out keluar venue dan berlanjut ke episode mental breakdown ini.
“Gak papa Mbak…”
“Saya titip pesan buat Gilang…. Tolong sampaikan kalau saya mau bicara empat mata….”
“Oke… Ada yang lain? Mungkin nanti kalau Gilang datang ke sini, saya bisa call Mbak Saras dan kalian bisa bicara?”

“Gak usah… Tolong sampaikan saja kalau saya mau bicara” senyum Saras. “Saya permisi dulu” Saras mendadak bangkit dari kursi dan menundukkan kepalanya kepadaku.
“Ah?” aku melihat Saras dengan muka heran.

That’s it? Cuma mau bicara seperti itu saja? Apakah dia desperate karena puluhan telpon, sms, dan bahkan mungkin pesan-pesan di sosial medianya tidak mendapatkan respon apapun dari Gilang.

“Emm.. Iya, hati-hati di jalan ya Mbak…” Aku menatap Saras yang kemudian tersenyum tipis dengan tatapan sendunya. Dia terlihat benar-benar ingin bertemu dengan Gilang. Dan tampaknya kalau dia nekat pergi ke rumah Gilang, tentu akan jadi episode yang gawat lagi. Mungkin karena itu dia memutuskan untuk datang ke sini. Datang ke Red Comet, berharap Gilang ada di sini dan membujuknya untuk bicara, itu memang masuk akal. Tapi, kalau aku jadi Gilang, melihatnya datang seperti itu tiba-tiba, mungkin aku malah akan semakin marah dan semakin hancur.

Sambil menatap Saras yang masuk ke dalam kursi belakang mobilnya, kepalaku penuh dengan 1001 macam reaksi Gilang, apabila dia tahu Saras ke sini hari ini. Sambil menatap mobilnya yang sudah mulai berjalan keluar dari tempat parkir, aku membayangkan kemarahan, kekecewaan, dan kehampaan yang sekarang Gilang rasakan.

Mungkin akan lebih baik jika Gilang tidak bertemu dengan Saras dalam waktu dekat. Bagaimanapun, aku harus melindungi perasaan Gilang dari luka-luka susulan, sebelum lukanya yang sekarang sembuh.

Aku tidak ingin melihat Gilang hancur lagi, aku rindu pada Gilang yang selalu ceria dan tegar selama membangun tempat ini bersamaku.

Mungkin diam adalah pilihan terbaik. Mungkin. Dan Gilang, aku benar-benar gak kepingin kamu terluka. Sudah cukup aku melihatmu hancur. Aku tidak akan membiarkan kamu tenggelam lebih dalam lagi.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Kasian ya Tara. Semacam jd Middle Person antara Gilang dan Saras. Apakah Tara menyimpan rasa pada Gilang suatu saat? Hahaha

Btw baca part Tara ini gaya bicaranya kok agak manja ya? Padahal sebelumnya terkesan "gaul" ala2 "literally anak2 nongkrong SCBD" gitu. Masih tetap dengan bahasa campur aduk "SCBD" tapi feelnya kayak gadis manja menurut gue heheh
 
Wah bisa jadi bumerang kalau buat a Tara sampai menghalangi Saras ketemu dengan Gilang ... Walaupun dengan alasan melindungi ....
.... Sudah menjadi hak Gilang untuk mendapat penjelasan dari Saras dan juga sudah menjadi kewajiban Saras untuk memberi penjelasan kepada Gilang ....
.... Kalau sampai terjadi , konflik Saras -Gilang akan merembetn ke Tara ...
....:bata::bata::cendol:
 
Terakhir diubah:
Kalo kaga diajak Om @mamnu, untuk turut menyimak Karya Om @racebannon,
kaga bakalan tau ada cerita bagus kaya gini.
Om race ikutan :baca:ceritanya ya. :ampun::mantap:
 
Seneng banget kalo punya sobat macem tara gini yakk... Duh berasa kurang aja, padahal udah panjang lho update nya
 
5 jempol buat om RB deh... Hehehe TARA sok wise gitu loh but ...namanya jg wanita? Lanjoeettt
 
Bimabet
Woiii.....
@ om KUCIAH
@ om KELANA
@ om RAYxy
om RB dah rillis cerita nehh dah ngopy blm?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd