Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Who do you think Gilang will end up with?

  • Saras, kan dia First Love nya Gilang

    Votes: 44 10,7%
  • Tara dong.... dia yang bareng Gilang dalam susah dan senang

    Votes: 161 39,0%
  • Gak sama siapa-siapa.... Sedih amat ya?

    Votes: 51 12,3%
  • Dua-duanya, bobonya digiliar tiap hari, kadang-kadang threesome

    Votes: 157 38,0%

  • Total voters
    413
  • Poll closed .
Sangat keren om ceritanya,selalu mengalir yang buat kita diposisi cerita itu sendiri...
Terus berkarya suhu RB
 
hmm, nunggu minggu. udah minggu, nunggu ganti page..!
hedeeh,, nasib sang penanti.

asli tepok jidat.
 
Bimabet
penant10.jpg

PENANTI – PART 7

------------------------------

#TARA – 3

gandar10.jpg

“Gak Gilang banget sumpah” tawaku, menatap Gilang yang duduk di depanku.
“Maksudnya apa gak Gilang banget?”

“Di hari Senin ini,mahluk yang namanya Gilang ngajakin beli kado buat neneknya di Mall, mendadak pula bilangnya pas pagi-pagi… terus pas udah dapet, abis itu keliling-keliling gak puguh, terus mendadak ngajakin nonton, terus sekarang ngajak makan berdua kayak gini ya?”

“Emang kenapa?” komplain Gilang.
“Lo tuh kayak ngajakin gue ngedate tau…”
“Kalo iya emang kenapa?”

“Gak papa, suka kok” tawaku sambil menyeruput minumanku, menyelesaikan dinner kami berdua.

Iya, lucu. Gilang tampak menjadikan momen ini sebagai momen nge-date. Entahlah, kami bisa disebut couple atau bukan, tapi ngeliat gesture Gilang hari ini emang lucu banget. Rasanya kayak kembali ke zaman SMA, jalan berdua sama cowok yang lagi PDKT. Mungkin dia lagi pengen ngisi memori soal pacaran di kepalanya. Soalnya anak ini, gak pernah pacaran.

Dan itu bukan karena dia gak bisa. Dia gak mau. Dia milih nungguin orang yang ternyata, in the end, gak milih dia sama sekali.

Makanya aku kaget, ketika Gilang mendadak telepon pagi-pagi, di saat aku lagi asik-asiknya meringkuk di kamar. Sudah beberapa waktu berlalu setelah kami berdua berciuman di rumahnya dan tidur bareng. Rasanya lucu. Rasanya setiap ketemu dia setelah hari itu, hatiku selalu berbunga-bunga. Dan gesture dia keliatan lebih santai di depanku. Tata bicaranya juga agak beda.

Mungkin kami berdua bisa disebut couple? Mungkin gak sih? Karena rasanya kayak gitu. Rasanya kayak ada sesuatu yang hangat di udara setelah kejadian hari itu. Kami jadi malu-malu dan deg-degan kalau ketemu. Padahal hampir setiap hari kami bertemu.

“Sebenernya ada satu hal lagi sih” Gilang memotong lamunanku.

“Apaan tuh?” tanyaku, dan aku melihat mukanya tampak gugup dan dia mencoba mengumpulkan keberanian untuk bicara. Rasanya seperti akan ditembak oleh seseorang. Rasanya seperti balik lagi ke zaman ABG. Ini lucu banget sumpah.

“Jadi, ada kawinan temen SMA gue di Bandung, minggu depan…. Hari Minggu, nah… Gue… Mau ngajakin elo, ke Bandung, jadi plus one gue, mau?” tanyanya dengan senyum awkwardnya.

“Oh, jadi nembak zaman sekarang itu ngajakin jadi plus one di kawinan?” ledekku sambil memainkan gelasku.
“Siapa yang nembak?”
“Siapa yaaaa….”

“Serius deh Tar, mau ikut gak?” tanya Gilang sekali lagi. Ini karena dia tampak terlalu serius dalam mengajakku ke Bandung, aku jadi ingin bercanda terus dengannya. Lucu. Lovey dovey banget sih suasana akhir-akhir ini.

“Mau deh”
“Oke kalo gitu…”

“Eh gue jadi curiga” mataku menyipit, menatap Gilang dengan penuh prasangka. “Gue curiga jangan-jangan ngajakin gue karena mau minjem mobil kan?”

“Yaa….. Enggak lah..”
“Bagus”
“Enggak salah lagi maksudnya”

“Ga mau kalo gitu…”
“Ikut ya? Dari Sabtu, kalo mau? Pulang Senen, entah pagi atau siang” lanjut Gilang.
“Oh, ngajakin nginep bareng, udah berani nih sekarang? Kemaren liat gue ganti baju aja malu-malu” tawaku.
“Gapapa dulu gak? Mau kan?” balas Gilang, dengan muka agak mesem-mesem.

“Yaudah deh… Mau” jawabku sambil tersenyum, melihat kepolosan manusia satu ini. Lucu banget sumpah. Tapi aku senang. Dia sudah ceria lagi seperti biasa, dan tampaknya masalah Saras sudah dia buang jauh-jauh.

“Oke kalo gitu, biar gue bisa booking hotel dan segala macemnya ya” senyum Gilang.
“Booking hotel, nakal banget sih ni anak”
“Anak umur 30” bisik Gilang.
“Hahaha… BTW, mau bikin sesuatu yang lucu gak?” tanyaku. Mendadak ide lucu muncul di kepalaku.
“Apa tuh?”
“Kita kembaran mau?”
“Kembaran gimana?” tanya Gilang balik.

“Misal motif batik lo sama rok gue sama, lucu kan?” aku mengintip ke arah mata Gilang yang terlihat menarik hari ini.

“Eh?”
“Kenapa, gak mau?” tanyaku iseng.
“Boleh aja sih…. Tapi sekarang gue bayar dulu ya..” Gilang tersenyum malu-malu dan dia tampak mempersiapkan dompetnya.

“Eh? Elo yang bayar? Biasa kan kalo kita makan bareng kita bayar masing-masing?” tanyaku kaget.

“Anggep aja ini balas budi buat elo deh Tar, lo udah nengokin gue, bikin gue bangkit, terutama pas lo nraktir gue pake burger kempes mekdi tu…. Bentar yak” Gilang bangkit dan dia menuju ke kasir. Aku tersenyum, dan bangga, karena Gilang tetap menjadi Gilang. Gilang yang habis terpukul kemudian bangkit lagi. Dia pasti bisa bangkit terus, melupakan kemalangannya bersama Saras. Dan aku mensyukuri keputusanku yang tidak memberitahu dirinya tentang Saras yang nekat datang ke Red Comet.

Aku ngeliatin dia dari jauh, melihat ke dirinya yang sedang berkutat di kasir. Setelah dia selesai membayar, aku dan dia lalu bergegas keluar, menuju parkiran. Gilang menenteng bingkisan yang berisi hadiah ulang tahun untuk neneknya. Dan aku tidak menenteng apa-apa. Banyak hal-hal lucu yang bisa dibeli, tapi tampaknya lebih baik untuk menahan diri dulu.

Kami berdua menaiki eskalator yang menuju lantai yang kami tuju. Di eskalator yang penuh itu kami berdiri beriringan, kanan dan kiri. Aku menatap ke lantai bawah, ngeliat orang-orang tampak kecil dari atas. Aku gak merhatiin Gilang, untuk sesaat.

Dan karena kami berdiri deket banget, tangan kami bersentuhan. Aku kaget dan menarik tanganku. Gilang juga sepertinya begitu. Tapi mendadak aku tersenyum. Aku gak melihat muka Gilang, tapi aku yakin dia ngerasain hal yang sama. Beberapa detik kemudian, tangan kami kembali bersentuhan secara tidak sengaja. Dan mendadak, Gilang menggenggam tanganku.

“?” Aku nengok ke arah Gilang. Dia tampak sedang menunduk, sambil tersenyum kecil. Aku ingin sekali mencium pipinya di depan umum, karena perlakuannya yang begitu manis. Tapi aku urungkan niatku, dan memutuskan untuk merasa cukup dengan gandengan tangannya.

Dan malam itu, adalah perjalanan dengan eskalator yang paling indah yang pernah kurasakan.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

30239711.jpg

Rasanya nyaman banget. Nyaman karena kita berdua bisa berduaan lagi. Sekarang kami ada di kamar hotel, dan besok adalah hari pernikahan teman SMA nya Gilang. Kami udah di Bandung. Udara dingin malam ini nusuk banget ke dalam badanku. Kami baru saja kembali dari luar, alias dari makan malam. Tadi siang, setelah perjalanan panjang karena macet yang luar biasa, kami baru sampai. After we took some rest, tadi sore kami memutuskan untuk keluar, mencari makan malam yang nyaman buat kami berdua.

“Siapa mau mandi duluan?” tanya Gilang.
“Terserah, tapi kalau bareng, lo mau gak ya?” tanyaku bercanda.
“Haha sial… Lo duluan aja deh”
“Pas banget kalo gitu, dingin banget, kayaknya bakal nyaman kalau mandi air panas”

“Lagian lo pake bajunya begitu…” mata Gilang terlihat menyipit, dia duduk di kasur, sambil meregangkan badannya. Kasur yang nanti malam akan jadi tempat kami tidur bersama. Tenang, we are not going to have sex tonight. Masih jauh dari itu. Kami punya seluruh waktu yang kami butuhkan di dunia ini, terutama buat Gilang. Agar dia belajar bagaimana rasanya untuk bisa suka-sukaan sama orang lagi setelah episode buruk soal Saras.

“Apa yang salah dari baju gue, kan gue gak umbar-umbar aurat…” balasku sambil mengeluarkan handuk, peralatan mandi, dan baju tidur. Aku memakai T-shirt Hantaman, hotpants jeans dan stocking legging berwarna gelap yang menutupi seluruh kakiku.

“Pake kaos pendek maksudnya, lagian kenapa pula itu tangannya dipotong?” tanya Gilang sambil menunjuk T-shirt ku.

“Biar lucu” aku menjulurkan lidah dan berlalu menuju kamar mandi.

Aku akan mandi dengan cepat. Toh yang lama dari proses mandi seorang perempuan kan adalah pasca mandinya. Pakai lotion lah, apa lah dan lain-lainnya. Lagipula, aku ingin cepat-cepat melihat Gilang lagi. Lucu rasanya. Dulu, sebelum ada masalah per-Saras-an, aku cuma bisa mengagumi Gilang yang begitu teguh menunggu, sampai rasanya iri dengan Saras. Tapi sekarang, my own Gilang is Gilang himself.

Dan gak pakai lama, aku melucuti bajuku, lalu berkaca di cermin, tersenyum sedikit, dan langsung masuk ke dalam shower booth, membasahi badanku dan membersihkannya dari apapun yang perlu dibersihkan. Pasti lucu kalau nanti kapan-kapan aku mandi bersama Gilang. Geli rasanya membayangkannya. Tapi rasanya pasti nyaman. Nyaman ketika sahabatmu sendiri, bisa lebih daripada biasanya. Bisa mencintaimu lebih dari sekedar best friend.

Setelah selesai membersihkan badan, aku mengeringkan kulitku dan mulai memakai pakaian tidur. Daster polos berwarna abu-abu. Nah, selesai, sekarang tinggal mengeringkan rambut, dan mengurus urusan perkulitan, perwajahan, dan sebagainya. Setelah menggantungkan handuk di tempatnya, aku keluar dari kamar mandi dan menemui Gilang sedang merokok di balkon. Aku tersenyum.

Dengan perlahan aku berjalan ke balkon, menyelinap. Gilang sedang merokok sambil melihat handphonenya.

“Cup”
“Hah!” Gilang kaget saat kucium pipinya dengan diam-diam. Aku lantas tersenyum, dengan rambut yang masih basah. “Kaget!” sambung Gilang.
“Hehehehehe… Buruan mandinya ya, gue tunggu” tawaku sambil kembali ke dalam kamar dan mulai mengerjakan urusanku.

------------------------------

12680311.jpg

Gilang memelukku dari belakang, dan aku memegang wajahnya. Dia menciumi leherku perlahan, dalam heningnya malam dan gelapnya kamar. Kami benar-benar menikmati malam ini. Kami menikmati setiap ciuman kami, setiap pelukan kami, dan setiap detik yang kami jalani bersama.

Kita masih punya banyak waktu untuk saling mengenal dalam posisi ini. Dalam fase baru ini.

“Udah ngantuk?” bisik Gilang, Tangannya melingkari perutku. Rasanya hangat dan penuh kasih sayang.
“Udah”
“Tapi?”
“Kok nanya tapi?” bingungku.
“Lo belom tutup mata”
“Emangnya gak boleh?”

“Sini dong” rajuk Gilang, dan aku menurut. Aku membalik badanku, dan aku menatap matanya di gelapnya kamar ini. Dingin di luar, tapi hangat di balik selimut ini. Aku dan dia berpelukan. Berciuman jadi satu-satunya pilihan setelah menatap matanya. Aku mencium lembut bibirnya. Rasa rokok. Pasti rasa bibirku juga seperti itu.

“Kita… Gimana sih?” bisikku bertanya.
“Gak tau”
“Sama…. I don’t want to put a label on it, tapi, gue sayang banget sama elo” lanjutku.
“Gue juga sayang sama elo… Elo yang bikin gue bangkit setelah jatoh kemaren”
“Kalau orangnya bukan Gilang, pasti susah bangkitnya” bisikku.
“Gombal”
“Gak gombal, beneran” candaku sambil mencium lembut pipinya. Nyaman sekali rasanya. Saling berpelukan. Saling merasakan kehangatan masing-masing. Saling…

“Gilang… Apa itu yang ngejendul-jendul?” tanyaku sambil tertawa.
“Apaan?”
“Itu.. Di bawah, ada yang nusuk-nusuk paha gue”
“Oh… Ya, namanya juga cowok normal kan, tidur sama elo mau gak mau pasti dia bangkit” tawa Gilang.
“Mesum”

“Bukan mesum, normal itu… Masa tidur bareng orang kayak elo gak bangkit?” goda Gilang, sambil memelukku erat, dan mencium leherku perlahan. Dia pasti mengikuti nalurinya untuk mencumbuku.

“Nnn.. Gilang…”
“Apa?”
“Jadi.. Besok, kita di kawinan gandengan apa enggak?” tanyaku bercanda. Gilang masih mencumbui leherku.
“Terserah” jawabnya dengan nada yang bermain-main.

“Elo maunya gimana?” tawaku, kegelian.
“Liat besok aja, kalo enak, gandengan, kalo gak enak, gue gelindingin di tanah”
“Asal”

“Hehehehe” dia tertawa kecil dan kami berciuman di bibir lagi.

Seriously, I want to do this forever with him!

------------------------------
------------------------------
------------------------------

img_3610.jpg

Kami baru saja turun dari pelaminan di gedung itu, beres menyalami pengantin. Beberapa teman SMA Gilang ada yang bertanya, apakah aku akan jadi Mrs. Gilang? Kami berdua hanya tertawa sambil saling menatap menjawabnya. Ayolah, kami baru mulai saling meraba dan berusaha menjalani fase baru hubungan kami, setelah dari teman sekampus, partner bisnis, sahabat, lalu sekarang.

Dan lucu, kemeja batik lengan panjang Gilang, motif dan warnanya sama dengan rok-ku. Norak? Biarin deh. Aku mengenakan atasan hitam dengan square neck, kalung bertema etnik, dan heels yang senada. Dan karena aku membawa handbag yang kurang besar untuk diisi oleh handphone, tanganku jadi penuh. Hilang sudah kesempatan untuk curi-curi menggandeng Gilang.

Aku dan Gilang mengambil sedikit makanan dan mulai menyantapnya. Sengaja, tidak mengantri di tempat yang ramai, nanti laparnya keburu hilang dan rasa sakit perut pasti menjalar.

“Rame ya?”
“Namanya juga kawinan” senyum Gilang, menanggapi pertanyaan retorisku.

“Tara?” mendadak suara yang agak familiar menegurku.
“Loh, Arya?” kaget, sialan. Si ganteng dari Hantaman mendadak ada di belakangku. Aku langsung menaruh makananku di meja yang dekat dan langsung menyapanya, memeluknya ringan, dan mencium pipi kiri dan kanan dirinya.

“Sama siapa di sini?” tanya Arya, yang memakai kemeja batik lengan pendek. Kayaknya dia gak terlalu notice Gilang.

“Sama Gilang”

“Lho kok gak liat tadi?” Arya lalu menatap ke Gilang dan mereka bersalaman. Mereka memang tidak begitu saling mengenal. Tapi aku kenal Arya dari Zul, mantan pacarku yang merupakan teman kuliahnya Arya. Aku bahkan datang ke pernikahannya waktu itu. Sayang, waktu istrinya melempar buket bunga, bukan aku yang mendapatkannya, tapi Ai, adiknya Arya, yang sekarang sudah menikah dengan Zul.

“Sama siapa Ya?” tanya Gilang.
“Istri, dia lagi gantiin popok anak di WC” senyum Arya.
“Wah, gue belom ketemu anak lo! Pasti lucu banget ya!” aku mendadak excited, membayangkan menggendong bayi yang lucu dan wangi susu.

“Bentar lagi bini gue pasti dateng, udah rada lama kok tadi” jawab Arya.

“Eh elo, siapanya siapa?” tanya Gilang. Mungkin Arya adalah saudara dari salah satu orang yang mengadakan hajat di minggu siang ini.

“Nah, panjang ceritanya, jadi si ceweknya ini, itu adik iparnya Kang Bimo”
“Bimo… Frank’s Chamber?”

“Nah ieu si borokok…. Pamajikanna indit sakeudeung, langsung nyantol kana awewe” mendadak ada pria berkacamata dengan brewok lebatnya, buncit dan menampakkan aura asal-asalan.
“Eh, kang… Ini, ini anu…” Arya tampak bingung menjelaskan posisiku.

“Saya mantannya Zul…. Halo, Tara” aku mengulurkan tanganku untuk berkenalan sambil tersenyum manis, sambil menjelaskan tentang siapa aku dengan cepat.

“Halo, baru ketemu sekarang, saya Gilang” Gilang mengulurkan tangannya dan Kang Bimo langsung menyambutnya. Tak lama kemudian Gilang kaget dan menarik tangannya, karena rupanya Kang Bimo menggelitik tangan Gilang di saat mereka sedang salaman.

“Jadi ieu kabogoh anyar beres si Zul? Nyere hate teu ditinggal kawin ku si Zul?” tanya Kang Bimo sambil ngeliat-liat genit ke arah Gilang dan aku.. Aku dan Gilang melongo.

“Kang, mereka gak ngerti bahasa sunda kali….” bisik Arya.
“Ah, kita kan di Bandung, pendatang harus bisa mengerti bahasa asli daerah sini” candanya dengan asal. Frank’s Chamber memang absurd. Legenda banget absurdnya.

“Wira-nya mana Kang?” tanyaku berbasa-basi.
“Keur ngaroko meureun di luar… Sedangkan sayah… Ga bisa kemana-mana, biassssa, panitia” ya, dia memang mengenakan baju daerah.

“Eh, itu bini gue” senyum Arya sambil melihat istrinya yang mendekat. Kyoko. Cantik banget, sumpah. Gak bohong, kayak bintang dorama Jepang.
“Hai.. Aya… Ah, Halo” Kyoko menyalamiku dan Gilang sambil menggendong anak mereka.

glitch10.jpg

“LUCU BANGET!!!” aku histeris melihat anaknya Arya dan Kyoko. Bulat, putih, dengan muka yang sangat-sangat polos, hampir seperti bakpau rasanya. Pipinya kemerahan dan matanya hitam.
“Ah, ini.. Kyoko sepertinya pernah lihat…”
“Red Comet” jawab Gilang, membantu Kyoko berpikir.

“Ah, iya… betul… Halo.. Lama tak bertemu… Burgernya enak sekali… Nanti kalau Haruko sudah besar… Kami makan di sana ya?” senyum Kyoko dengan bahasa tubuhnya yang sangat-sangat keibuan.
“Ah iya, makasih, ditunggu deh kalo Haruko udah besar yaa” Gilang menjawab Kyoko sambil membuat muka lucu untuk diperlihatkan ke Haruko. Haruko tersenyum geli melihat muka Gilang.

“Aduh, sumpah, lucu bangettttt” aku mencubit dan menarik lengan GIlang saking gemasnya.

“Kalau suka mah bikin aja atuh, bisa kan?” celetuk Kang Bimo dengan muka ganjennya.
“Asal deh sumpah” potong Arya.
“Boleh gendong gaak?” aku merajuk ke Kyoko. Sumpah, ingin kuculik anak itu.

“Ah, tentu saja boleh… Ano.. Silakan…” Kyoko memberikan bayi lucu itu kepadaku. Aku langsung meraihnya dan menggendongnya.

“Sumpah lucu banget, gak boong!” aku gemas sekali melihat pipi bulat kemerahan itu. Rasanya ingin kucubit anak ini sampai menangis saking gemasnya. Atau boleh kuculik saja? Boleh ya? Ya? Ya? Ya?

“Lucu banget ya?” bisik Gilang.
“Banget” aku menatap mata Gilang dalam-dalam sambil tersenyum. Gilang pun membalas senyumku.

“Cocok” Kang Bimo membuyarkan momen kami dengan membentuk bingkai dari jarinya, dan membayangkan bahwa aku – Gilang – Haruko adalah satu keluarga yang kecil dan bahagia.
“Hahaha… Betul, cocok sekali menurut Kyoko” balas istrinya Arya.

“Eh emang kalian…..” Arya menunjuk bolak-balik antara aku dan Gilang.
“Kita apa yaa” jawabku sambil masih gemas dan fokus kepada Haruko yang lucu, gembil, bulat, menggemaskan, dan minta diculik ini. “Kita apa ya Gilang?” tanyaku sambil bercanda ke arah Gilang. Aku menoleh ke arahnya karena aku tidak mendapatkan jawaban.

Gilang? Aku melihat muka Gilang terpaku. Dia menatap ke arah yang lain. Raut mukanya terlihat kaget.

“Gilang?” rasanya seperti waktu berhenti di kepala Gilang. Aku menatap ke arahnya.

Oh Tidak. Tidak. Gak mungkin. Sial. Oh iya. Iya, ini pernikahan teman SMA nya Gilang. Pengantin pria-nya adalah teman SMA Gilang. Dan Gilang satu SMA dengan Saras. Walaupun mereka berbeda angkatan. Dan Saras pernah jadi ketua OSIS. Dan aku tidak terpikir soal kemungkinan ini. Kehadiran Saras di sini amatlah mungkin. Chance nya besar.

Dan memang benar. Ada Saras. Saras ada di jarak pandang Gilang yang terlihat kaku pada detik ini. Shit, this is happening again. Rasanya sungguh-sungguh nggak nyaman banget.

Gilang terpaku, menatap Saras yang datang, dan tampak sedang menggandeng Aidan Sjarief. Mereka berdua tampaknya tidak menyadari kehadiran Gilang, tapi mereka berjalan terus mendekat.

“Kunaon, siga ningali jurig?” bingung Kang Bimo.
“Kang, bahasa” tegur Arya.
“Engg… Enggak, gapapa” jawab Gilang, dengan masih tetap melihat ke arah Saras.

Ah tidak, momen yang dari tadi kutakutkan terjadi. Saras dan Aidan Sjarief mendadak menatap ke arah kami. Ya, mata Gilang dan Saras bertemu. Gilang tampak menggertakkan giginya. Dari mukanya, terlihat perasaan tidak nyaman di dalam hatinya. Dan Saras juga sama. Dia melihat Gilang seperti melihat hantu. Hal seperti ini terjadi lagi. Dan aku khawatir akan Gilang. Sedangkan, Aidan terlihat begitu kalem, menatap ke arah Gilang, lalu membuang mukanya sedikit.

“Gue… Ngerokok dulu ya di luar” senyum Gilang terpaksa kepadaku, Arya, Kyoko, dan Kang Bimo.

“Ii. Iya…” Sial. Aku tidak bisa menemaninya karena ada Haruko di pelukanku. Tidak mungkin aku cepat-cepat memberikan anak ini ke Kyoko dan langsung mengejar Gilang yang mendadak sudah berjalan jauh. Cepat sekali jalannya.

Aku menatap punggung Gilang yang mengeluarkan aura gusar. Aku menatap kembali ke Saras yang menunduk. Mukanya terlihat sedih, takut, khawatir, dan semua hal buruk yang bisa kau bayangkan. Tangannya masih menggenggam tangan Aidan.

“Ano… Kenapa? Seperti kaget?” tanya Kyoko kepadaku.
“Ah, enggak kok.. Haha…” jawabku awkward sambil menatap ke arah Kyoko. Dan sedetik kemudian, aku menatap lagi ke arah Saras dan Aidan.

Hilang. Mereka pun menghilang seperti Gilang. Dimana mereka? Sial. Sial. Sial. Aku panik karena aku tidak mungkin langsung menyerahkan anak ini ke ibunya. Sialan.

Aku harus bagaimana di situasi seperti ini?

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd