Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Who do you think Gilang will end up with?

  • Saras, kan dia First Love nya Gilang

    Votes: 44 10,7%
  • Tara dong.... dia yang bareng Gilang dalam susah dan senang

    Votes: 161 39,0%
  • Gak sama siapa-siapa.... Sedih amat ya?

    Votes: 51 12,3%
  • Dua-duanya, bobonya digiliar tiap hari, kadang-kadang threesome

    Votes: 157 38,0%

  • Total voters
    413
  • Poll closed .
Bimabet
penant10.jpg

PENANTI – PART 9

------------------------------

#TARA – 4

img_3610.jpg

Aku masih kaget, saat Gilang lagi-lagi kabur. Tapi untung saja gerakannya gak seperti saat pertama kali dia menyadari kalau Saras itu adalah tunangannya Aidan Sjarief. Dan aku makin terkaget-kaget saat tahu Saras dan Aidan pun lenyap dari pandanganku.

“Ini Haruko-nya Kyoko…” aku tersenyum pada Kyoko, sambil menyerahkan kembali anak manis hasil buah cinta Arya dan Kyoko itu ke pelukannya. Kyoko tersenyum begitu lebarnya saat dia menerima kembali sang anak. Aku tersenyum kepada Kyoko, pura-pura tenang. Akan sangat mencurigakan kalau aku begitu saja kabur nyariin Gilang. Sudah berapa menit ini sih? Makin lama kok rasanya makin panik begini.

“Ke luar dulu ya, nemenin Gilang” aku membuat tanda merokok ke arah Arya, Kyoko, dan Kang Bimo sebagai alasan sebelum aku pergi keluar, mencari Gilang.

Ya tuhan, Gilang jangan sampai kacau lagi suasana hatinya. Aku pasti akan merasa hancur juga kalau aku nemuin Gilang dalam kondisi sama seperti kemarin, down dan hancur. Ya, kami tolol, ini adalah pernikahan teman SMA Gilang, dan Saras pun juga satu sekolah dengan Gilang. Mungkin di kepala Gilang, Saras gak akan datang, karena angkatannya beda.

Tapi dia datang. Saras datang sama Aidan.

Dan Gilang pasti masih marah banget. Keliatan banget. Dia belum sembuh total. Dan jalan cepat pakai high heels itu bener-bener nyiksa. Tapi aku harus nyariin Gilang.

Kayaknya tadi aku liat ada taman yang cocok untuk menyendiri. Gilang pasti di sana. Dan aku menuju ke arah taman itu. Dan ternyata gak salah. Aku menemukan Gilang sedang duduk, merokok, dan ada pemandangan yang kuharap tidak pernah kulihat. Saras berdiri di depan Gilang. Mereka sepertinya bicara, dan aku gak bisa mendengar apapun yang mereka omongin. Aku memutuskan untuk diam, berdiri dan ngeliat dari kejauhan.

Entah kenapa rasanya aku senewen sekali. Dengan panik, dan buru-buru, aku mengeluarkan rokok dari handbagku, membakarnya dan segera mengisapnya. Aku tidak mungkin menghampiri Gilang dan Saras mendadak, tiba-tiba, dan pura-pura tidak ada apa-apa. Saras sudah tau soal diriku. Saras sudah tahu posisiku sebagai orang yang paham soal Gilang. Sekarang tanganku berasa dingin dan rasanya merinding. Aku takut banget liat pemandangan di depan itu.

Pertama, aku takut Gilang akan lebih down lagi dari hari kemarin. Kedua, aku takut, aku takut sekali Gilang bakal balik ke Saras. Pikiran yang kedua, benar-benar menggangguku. Karena aku.. Aku gak tau harus ngomong apa. Aku cuma fokus mengisap rokokku, sambil melihat mereka berdua dari jauh. Mereka mungkin gak sadar kalau aku ada di sini.

Ya, aku takut Gilang kembali pada Saras. Aku baru saja mulai kenal sisi Gilang yang ini, dan aku nikmatin itu banget. Sisinya yang lucu, yang menggemaskan, dan sangat penyayang. Aku bingung harus mikir apa lagi. Apa aku pengen banget bisa bareng Gilang?

Ya. Tanganku dingin banget.

Kakiku lemes banget.

Rasanya berat banget, ngeliat Gilang ngobrol sama Saras. Napasku juga jadi berat gini. Aku isap rokok dalam-dalam, berharap nikotin bisa bikin tenang. Tapi ternyata enggak. Gilang sekarang berdiri. Dia habis matiin rokoknya dan dia kayaknya pengen pergi dari hadapan Saras.

Shit. Sial. Saras megang tangan Gilang. Dan tanpa sadar aku mencet-mencet filter rokok sampe gepeng. Senewen banget liatnya. Why? Kenapa Saras? Kenapa? Kamu udah punya tunangan, kamu udah ngehianatin Gilang, kenapa sekarang kamu nahan-nahan Gilang. Di momen itu Gilang ketemu mata sama aku. Aku natap Gilang dengan tatapan mengiba entah kenapa.

Mereka masih bicara intens. Gak ngerti, kenapa Saras mesti kayak gitu. Gilang udah cukup terluka. Bukankah Gilang gak pernah mau balas pesan-pesan Saras dan gak mau ngangkat teleponnya? Ngapain ngejar-ngejar sampe sebegininya sih? Gimana sama tunangannya? Aku kalau jadi tunanganya Saras bakal marah lho sama kejadian ini.

Duh, Saras masih terus megangin Gilang. Lepas. Please. Please. Filter rokok di tanganku makin gepeng. Abunya udah panjang karena gak aku isep rokoknya. Sial. Aku jatuhkan rokoknya dan dengan heels ini, kuinjek-injek sampe gepeng.

Sini, Gilang. Udah. Jangan siksa diri kamu lagi. Dan jangan siksa aku dengan biarin aku ngeliat hal yang gak enak ini.

Tangan Saras masih megang Gilang. Gilang berusaha narik tangan Saras dari dirinya. Duh. Tuhan. Kenapa sih? Kenapa aku harus liat ini. Sumpah, rasanya berat banget. Rasanya gak tega. Gilang pasti terluka banget. Kenapa Saras mesti dateng dengan kayak gitu. Kalau dia emang gak bisa nepatin janjinya ya udah, jangan ganggu Gilang lagi.

Gilang akhirnya berhasil ngelepas tangan Saras dari tubuhnya. Dan Gilang jalan dengan langkah gusar ke arahku. Aura gak enak memancar dari tubuh Gilang. Dan Saras nangis. Sumpah, aku pengen cepet-cepet pergi dari sini. Aku pengen cepet-cepet meluk Gilang, bilang kalau semuanya baik-baik aja, ada aku yang bakal meluk dia terus-terusan sampai kapanpun. Aku ngegigit bibirku, dan pas Gilang mendekat, aku langsung ambil tangannya. Langsung kugandeng.

“Kita pulang ke hotel” bisik Gilang dengan nada gusar. Aku memegang tangannya erat-erat. Tak ingin kulepas lagi rasanya. Kami berdua bergandengan, berjalan bersama menuju ke mobilku. Aku melirik Saras dari ujung mataku. Dia masih berdiri, terpaku melihat kami berdua, menangis sendiri di sana.

Aku tidak akan melepas Gilang. Aku akan membuatnya nyaman, aku tidak akan membiarkan dirinya terluka seperti sekarang.

------------------------------

30239711.jpg

“Maaf… Gue gak bisa ngomong apa-apa dari tadi” bisik Gilang. Dia sedang meringkuk di kasur, menatap ke langit-langit. Dia sudah berganti pakaian, menjadi T-shirt dan jeans. Aku masih memakai pakaian yang tadi kupakai ke resepsi, dan aku baru banget beres ngapus-ngapusin make up.

“Gapapa, lo pasti gak enak perasaan” jawabku, sambil mengasihani Gilang.
“Kok gue bodoh banget”
“Gak, gak bodoh. Lo gak tau”
“Dia kan anak OSIS, kenapa gue lupa”

“Sekarang tenangin diri dulu aja…. Toh udah sampe di hotel kan? Tidur aja yuk, nanti malem kita jalan, biar lo kehibur” aku naik ke atas kasur, memegang punggung Gilang, dan menggosoknya pelan.
“Boleh…” Gilang berbalik arah dan beringsut ke arahku. Kepalanya ada di samping pahaku dan dia terlihat berusaha mewajarkan emosi yang ada di dalam dirinya.

“Sini” bisikku ke Gilang, mempersilakan kepalanya untuk naik ke pahaku. Dia menurut. Gilang tersenyum kecil. Akhirnya. “Kasian” aku mencium kening Gilang. Dia menutup matanya. Aku membelai rambutnya. Dari tadi, di jalan dari resepsi menuju ke hotel, Gilang diam seribu bahasa. Aku tidak bisa menyimpulkan apa yang ada di dalam kepalanya. Entah itu marah, kecewa, hancur, atau apa, aku tidak bisa mendengar apapun yang dia omongin tadi sama Saras. Apapun itu, yang pasti Gilang ada di kamar ini sama aku. Dan aku gak akan biarin dia jatuh lagi ke lubang yang sama.

“Tadi dia ngomong….” Gilang berusaha menceritakan obrolannya dengan Saras, sepertinya.
“Ngomong apa?”
“Soal pernikahannya”
“Hmm….”

“Yah, biasa lah, standar, seperti yang gue duga, koneksi keluarga” Gilang menutup matanya, sambil berusaha nyari tanganku. Aku akhirnya menyambut sambil membiarkan dia meluk tanganku.

“Kasian ya sebenernya?”
“Gak tau… Biarin aja” Gilang terdiam lagi. Dia menutup matanya dan berusaha untuk tidak bersuara.

“Gue mau ganti baju dulu boleh? Biar nyaman”
“Gak usah… Gini aja” rajuk Gilang.
“Enak di situ, gak enak di sini” senyumku sambil berusaha untuk membuat dia nyaman.

“Sini” Gilang menarik badanku, dan aku pasrah saja. Dia memelukku tanpa suara, melingkari badanku dengan tangan dan kakinya. Dia diem. Gak ngomong apa-apa lagi. Walau keliatannya udah tenang, tapi aku tau kalau dia pasti masih gak enak perasaan. Kejadian-kejadian ini pasti bikin pikirannya keganggu banget. Kenapa semenjak Saras pulang, semuanya kok jadi makin amburadul gini?

Gak bisa lah kayak gitu. Kamu udah punya tunangan, udah mau nikah, masih aja ngorek-ngorek luka masa lalu. Soal janji Saras ke Gilang, kalau dipikir-pikir lagi itu naif dan bocah banget.

Umur lo masih berapa waktu itu? Gilang pasti masih polos. Saras juga. Belum kenal dunia. Bahaya banget bikin janji kayak gitu. Kalau gak bisa ditepatin, ya jadinya kayak gini. Orang ini luka banget. Gilang yang aku sayang ini jadi kacau. Dan rasanya juga makin sakit buat aku, karena makin hari, sejak kami ciuman di rumahnya, aku ngerasa makin sayang banget sama dia. Dan tiap hari rasa itu tumbuh, walau kami berdua gak mau kasih label di hubungan kami yang sekarang ini.

Kita ngerasa nyaman dengan bareng, kita ngerasa nyaman setiap kita pelukan, ciuman, kelon-kelonan, dan saling ngobrol. Gak usah lah bullshit-bullshitan pake status pacaran, pake janji-janji yang ga bisa ditepatin, apalagi janji nikah.

“Tidur aja ya, gue jagain” aku bergerak pelan, dan mencium bibir Gilang dengan lembut. Dia meresponsnya dengan makin menguatkan pelukannya. Kami sedikit berguling dan saling melumat. Rasanya nyaman banget. Bibir kami berdua saling menjelajah. Gilang mendadak memutar badanku dan dia menimpa diriku. Kami saling bertatapan. Napasnya berat dan napasku juga menjadi berat.

Entah berapa menit aku dan Gilang saling liat-liatan. Dan mendadak, rasanya kok aku seperti blushing. Kok jadi deg-degan gini. Aku menelan ludah dan terus ngeliat ke mata Gilang yang keliatan teduh. Gilang langsung menciumku lagi.

Ciumannya sekarang terasa agak ganas, tapi sama sekali gak mengganggu. Entah kenapa juga, aku narik rok ku ke atas, biar kakiku makin enak geraknya. Dan kakiku sekarang terbuka, menyamping, ngasih ruang buat badan Gilang, supaya bisa nimpa tubuhku dengan lebih nyaman.

Gak tau berapa lama ciuman yang ganas ini terjadi. Tapi rasanya, jantungku seperti mau copot. Gilang melepas bibirnya, dan secara otomatis, nalurinya ngebawa dia ke leherku.

“Ah..” geli. Aku mendesah. Gilang lagi menjelajahi leherku. Dan rasanya sungguh-sungguh arousing. Seperti ada getaran-getaran yang bikin perasaan ini kayak mau copot. Apalagi, Gilang gerak ke arah bawah telingaku. Bibirnya menciumi semua permukaan yang ada. Aku ngeliat ke langit-langit, dengan napas yang sungguh-sungguh berat.

“Nnnhh….” suaraku keluar begitu Gilang ngasih hickey yang lumayan bersuara keras di leherku. Biarin deh ada bekasnya. Rasanya aku sudah pasrah, kalau hari ini jadi hari pertama aku dan Gilang ngelakuin itu. Lagian kita udah tidur sekasur, dan mungkin ini bisa bikin kita berdua makin intim, dan Gilang makin ngelupain semua hal-hal gak enak yang dia alamin beberapa waktu ke belakang ini.

“Gilang.. Ah..” Gilang gerak ke arah tulang selangka yang ada di bawah leher. Sedikit lagi dia ke bawah. Sedikit lagi dia bisa nyiumin dadaku. Tapi biarlah. Mungkin udah saatnya buat aku dan Gilang. Our first time. Saatnya untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Tangannya mendadak masuk ke dalam atasanku, seperti merayap di atas kulit pinggangku, entah mau apa dia. Aku biarkan dia ngikutin nalurinya, karena memang rasa nyaman, hangat dan perasaan getting aroused ini sekarang bikin aku bahagia.

“Tara… Sori… Gue..” Gilang berbisik, sementara tangannya seperti berjalan ke arah dadaku. Aku mengangguk, memberi izin.

KRINGGGG.

Kaget. Kami berdua langsung diem. Gilang langsung bangkit, nyari handphonenya yang bunyi itu. Mukanya keliatan panik, karena pas lagi momennya tepat, malah ada telepon buat dia.

“Halo?” Gilang menyapa siapapun yang ada di sana. “Eh iya, sori, tadi gak ketemu ya? Gue tadi balik ke hotel…. Haha, iya pengen istirahat, toh udah ketemu sama yang kawin…. Kenapa?” Gilang tampak mengangguk-angguk, mendengarkan lawan bicaranya. “Oh… Iya gak ikut foto lah, gak sempet, gimana sih” dia tersenyum dan dia berdiri, melangkah ke arah kursi, untuk duduk.

“Mmmm… Kalo gue sih gapapa ya, ntar gue nanya dulu…. Eh, elonya yang gimana, besok kan Senen? Gak ngantor? Oh… Oke, siap, dijemput ke sini juga gapapa… Sip… Gak tau, makanya, ntar gue kabarin lagi ya? Ok.. Bye” Gilang langsung nutup telponnya.

Aku berguling pelan, berbaring menyamping, ngeliat Gilang dan aku pun senyum.

“Siapa?”
“Temen SMA gue, temen akrab dulu, gak sempet ketemu tadi pas kawinan”
“Oohh…”
“Yah, dia ngajakin ketemuan malem ini, minum-minum, hahaha”
“Mau pergi?” tanyaku dengan muka ceria.
“Hmmm… Gak tau, tergantung elo” senyum GIlang.

“Kok tergantung gue? Kan yang diajak elo”
“Ya tergantung, lo kasih gue pergi apa enggak, kalo ngasih ijin, mau ikut apa enggak?” tanya GIlang.
“Haha, kok minta ijin ke gue?”

“Iya lah, kan…”
“Kan kenapa?” tanyaku balik.

“Ya… Gapapa” GIlang keliatan nyengir kuda. Giginya keliatan semua.
“Yaudah, berangkat aja gih sana” jawabku dengan santai.
“Ikut?”
“Ke mana dulu?”

“Gak tau, tapi ini orang peminum berat, pasti ngajakin mabok”
“Kalo gitu gue nunggu aja di sini” balasku.
“Eh ya jangan lah…”

“Eh ya gapapa kali, pertama kan lo tau gue gak minum, kedua gue takut ganggu lo mau ngobrol nostalgia sambil mabu’ mabu’ an…. Gue nunggu aja di sini, nyuci baju, masak, nyetrika, mandiin anak… Ya gak?” jawabku dengan bercanda.

“Apa sih hahahahaha”
“Haha, gapapa, pergi aja, gue nunggu, lagian gue ga bisa nikmatin suasana minum-minum kayak gitu, lo tau sendiri… Asal satu hal… Jangan terlalu mabok, bahaya, besok nyupir gantian, gak enak ntar, pusing ga puguh”

“Yaudah, ntar dia jemput ke sini…..” Gilang bangkit dan menghampiriku.

Dia lantas menunduk, bersimpuh di lantai, dan mulai mencium bibirku. Tangan kami berdua saling menggenggam, nikmatin semua momen ini.

Rasanya, aku gak pengen ngelepas semua momen nyaman ini. Kami berdua, pasti bisa saling ngejaga, saling sayang, dan saling ngerti. Aku jamin itu.

------------------------------

12680311.jpg

Jam 10 malem. Pesan-pesan nanyain kapan balik ke Gilang gak dijawab. Di read pun enggak. Lucu. Rasanya kok kayak orang pacaran beneran atau nikah, nanyain kapan balik.

Aku guling-guling lagi di kasur. Karena tadi sore pas Gilang jalan, aku malah tidur, sekarang malah seger banget. Tapi ntar pas Gilang pulang, harus dipaksain buat tidur, biar besok nyetirnya segeran. Pasti ntar Gilang curang lagi, jadi aku yang banyak nyetir ke Jakartanya. Aku udah pakai baju tidur. T-shirt polos, dengan celana pendek. Dua-duanya warnanya sama. Entah kenapa aku suka tidur dalam kondisi rapih kayak gini. Lebih nyaman aja rasanya.

Bosen juga ya, guling-guling nunggu di kasur sambil main handphone. Tapi kalau nanti aku dan Gilang mutusin buat ngelangkah lebih jauh lagi, pemandangan kayak gini gak bakal ada, karena kita kerja bareng di tempat yang sama. Bahkan pulang dan perginya bakal bareng. Lucu banget sih. Rasanya gak ada bosen-bosennya bareng sama Gilang. Nyaman banget. Aku selalu suka semangatnya, dan cara dia selalu berusaha optimis. Mungkin tempaan berat di hidupnya bikin dia jadi kuat. Semenjak kedua orang tuanya gak ada dan dia harus ngehidupin neneknya, dia keliatan makin kuat, makin realistis, dan makin bisa ngebawa dirinya.

Ah Gilang, sekarang aku bisa picture our future together.

Aku seneng banget dia bisa lewatin pertemuan dengan Saras tadi dengan cool. Gak perlu banyak drama, kalo gak suka, tinggalin. Lagian Gilang udah luka banget. Gak suka banget aku dengan kondisi tadi. Rasanya Gilang kayak bakal dicuri.

TOK TOK TOK.

Lho? Kok ada suara orang ngetok? Aku berdiri dan ngintip dari lubang di pintu.

Gilang. Tapi dia dipapah sama seseorang yang aku gak kenal. Gak pake lama langsung aku buka pintu kamar ini.

“Permisi”
“Halo”

“Ini Bu Gilang, saya balikin ya Gilangnya” senyum temennya GIlang, mapah si Gilang yang tampangnya ancur banget. Mukanya merah, matanya beler, mulutnya kebuka dan kayaknya nyawanya geser dari badannya gini.

“Mmmmnnn” potong Gilang.
“Waduh… Mabok ya anak ini?” tawaku.
“Iya, parah banget.. Hehe…” jawab temannya.

“Yaudah, bawa sini aja, taro di kasur, maaf banget yaaa…. Ngerepotinnn” haha, dasar. Tapi untung dia sudah sampe ke kamar hotel. Wah, ini sih alamat besok yang nyetir Bandung Jakarta aku terus. Tapi gapapa lah, dia juga butuh release, hiburan, sekali-kali.

“Sip… Makasih ya Mbaknya” Temannya Gilang kayaknya lega, karena berhasil balikin Gilang dengan selamat. Gilang udah tergolek lunglai di atas kasur, bentuknya pun enggak banget.

“Oke… Saya yang makasih loh, Gilangnya udah pulang dengan selamat”
“Hehe, sama-sama mbak… Pamit dulu ya, maaf nih ganggu”
“Siap… Hati-hati di jalan ya Mas, gak tipsy kan? Ntar susah nyetir?” tanyaku berbasa-basi.

“Gapapa, naik taksi kok”
“Oh, oke, makasih yaaaa”
“Iya Mbak”

Dan aku menutup pintu, jalan ke arah kasur dan ngeliat Gilang yang tepar.

“Duh, gimanaaa ini” aku menggelengkan kepalaku.
“Mnnyymmm” jawab Gilang sambil beringsut ke sudut kasur.

“Harus ganti celana Gilang, gak enak tidur pake jeans” aku duduk di samping Gilang dan meluk bahu Gilang. Aku cium pipinya. Bau alkohol.

“Ga usah” jawabnya lemah.
“Eh, jangan bandel”
“Ga usah… Sinniii…” Dia narik tangan gue dan dia langsung meluk gue dengan kencang. Dasar, orang mabok.

“Bentar… Gue benerin posisi gue dulu, gak enak banget bentuknya” jawabku, dan aku mulai menggeser-geser badanku, sambil bersandar ke bedhead. Gilang meluk pinggangku, kepalanya dia benamin ke paha. Aku narik napas panjang. Ada-ada aja. Rasanya kayak ngurus bayi besar.

“Aku sayang… sama kamu….” bisik Gilang. Aku tersenyum. Orang kalo mabok biasanya lebih jujur. Remnya jadi gak ada.
“Aku kamuan nih sekarang? Kalo gitu, aku juga sayang” aku membelai rambutnya, sambil merasakan napasnya di pahaku.

“Iya.. Aku sayang banget sama kamu… Pengen liat kamu… Pengen bareng sama kamu…. Terus….” aku senyum. Rasanya nyaman banget denger itu dari Gilang.

“Aku juga… Aku bersyukur kok, bisa bareng kayak gini… Bisa berdua-dua terus kayak gini, gak ada yang lebih aku senengin daripada sekarang” bisikku, sambil bergeser, dan berusaha untuk nyium Gilang. Tapi gak bisa. Susah posisinya.

“Iya… Makasih udah sayang….. Sama aku”
“Kok makasih, aku dong yang makasih….” balasku geli.
“Aku seneng banget….”

“Iya”

“Bisa ketemu kamu….”
“Kan tiap hari ketemu….”

“Bisa ketemu Saras lagi… Aku seneng.. Aku sayang banget sama kamu Saras…”

“…..”

Apa? It hit me, right in my heart. Rasanya langsung kayak ada lubang gede di jantungku. Mendadak badan ini jadi dingin rasanya. Saras? Setelah semua ini, masih Saras yang ada di dalam kepala kamu?

Sial. Sial. Tara. Jangan nangis. Jangan. Jangan. Aku nutup mata kenceng banget, berusaha supaya air mata gak keluar. Jangan. Jangan. Kenapa aku mesti nangis? Kenapa tiba-tiba rasanya kosong banget gini? Kenapa?

Tara.

Stop.

Kamu kuat. Jangan. Jangan.

Gak, gak bisa. Air mata tetep netes begitu aku denger nama itu disebut sama Gilang. Denger tiap jengkal kalimatnya, bulu kudukku merinding. Aku gak suka. Aku benci banget namanya disebut sama Gilang. Aku benci banget.

Jangan. Aku bilang jangan nangis.

Jangan nangis.

JANGAN NANGIS.

Fuck.

Air mata meleleh ke pipiku. Aku nutup mataku pakai tanganku, berusaha menghapus air mata, sambil natap Gilang yang ketiduran di pahaku.

It broke me. Nama itu ngancurin perasaanku.

Setelah hancur, jatuh, karam, dan aku bangkitin Gilang dengan segala macam cara yang aku bisa, tapi yang disebut, yang disayang, yang diingat, dan didamba oleh Gilang dari dalam hatinya ternyata cuma satu. Cuma satu, gak ada yang lain.

https://ssl.***********/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif
Saras.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Waduh,..
Sabar Ya Tar , Orang Mabuk Emang Jujur Tapi Lebih Jujur Tuh Ketentuan Tuhan Walau Dengan Cara Yg Ajaib ..
Baper Gw , Kepengen Jadi Pahlawan Kesiangan Bagi Tara =)) =)) =))
 
Damn it! Kapan Loki dateng bwt bunuh Saras yak? Etdah gw kaga nyambung dah hahahaha
 
Awal2 chapter... Kasian Gialang... Trus chapter sebelumnya... Kasian Saras... Sekarang... Kasian Tara... Udah sih threesome aja... Hahaha...
 
Kalau saras tau,... Hmmm... Makasih updatenya om.. Tetap semangat nulis cerita osom...
 
Kasian tara, kasian gilang, hanya satu aja ga bisa ngerasa kasian sama saras, kalo andin no comment...
 
Anjaaay si RB .. ending nya asem banget .. tapi kalem Tara .. semoga Di ujung jalan nanti, kalian bedua yg bakal jalan bareng .. bukan si saras ..

Bisa banget sih bikin hati pembaca begoyang .. hahaha
 
Udah dipeluk, terus disayang-sayangin, giliran disebut eeh nama org laen.
Hancur hatiku. Top Abis Om @racebannon,
Makasih Updatenya Om dan Tetap semangat, Sukses selalu RLnya. :semangat::mantap:
 
Sing suabar ya neng Tara .... Kejujuran memang menyakitkan btw mencintai tidak harus memilki hehehe. Manteb manteb om RB pancen oye.
 
Bimabet
Sabar Tara... namanya juga lagi terluka hatinya, masih baper. Jangan ikutan baper Taranya ntar malah tambah runyam.

Gue mah ngedukung Tara, secara dia lebih nerima Gilang apa adanya. Saras? Berkorban yang tidak pada tempatnya, itu saja sudah membuktikan begitu lemahnya rasa cintanya terhadap Gilang.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd