Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Who do you think Gilang will end up with?

  • Saras, kan dia First Love nya Gilang

    Votes: 44 10,7%
  • Tara dong.... dia yang bareng Gilang dalam susah dan senang

    Votes: 161 39,0%
  • Gak sama siapa-siapa.... Sedih amat ya?

    Votes: 51 12,3%
  • Dua-duanya, bobonya digiliar tiap hari, kadang-kadang threesome

    Votes: 157 38,0%

  • Total voters
    413
  • Poll closed .
Bimabet
selamat pagi menjelang siang semuanya,

seperti biasa, hariini adalah harinya Penanti. Tapi ada pengecualian hari ini, karena hari ini saa apdet juga MDT S1 nya di sebelah, mudah-mudahan berkenan,cheers
:((:(( nunggu rebo dong
 
selamat pagi menjelang siang semuanya,

seperti biasa, hariini adalah harinya Penanti. Tapi ada pengecualian hari ini, karena hari ini saa apdet juga MDT S1 nya di sebelah, mudah-mudahan berkenan,cheers
jadi, Rabu ka...?
 
penant10.jpg

PENANTI – PART 13

#TARA – 5

large11.jpg

Alarm di handphoneku bunyi. Aku bangun. Dan sama seperti manusia di era millenial lainnya, aku langsung membuka handphone, ngeliatin notifikasi yang masuk ke sosmed. Standar-standar aja. Grup kuliahan. Grup SMA. Grup Red Comet. Dan beberapa grup yang enggak penting lainnya.

Udah jam 12 siang. Saatnya bangun, mandi, dan lala lili semuanya. Rumah pastinya udah sepi. Mama Papa udah pada ngantor semua. Si Adek gak ada, ya iya lah, kan kuliah di Jogja. Aku bangun, duduk di atas kasur. Terus aku melirik pelan ke arah meja rias. Ada bayangan cewek umur 29 tahun yang kata orang-orang masih pantes jadi mahasiswi ini tampangnya.

Tara namanya. Iya itu aku. Tara yang sekarang lagi gak bicara sama rekan satu usahanya, partner bisnisnya. Siapa lagi kalau bukan Gilang, karena drama-drama mengerikan yang terjadi beberapa waktu belakangan.

Rasanya ternyata kayak gini jadi ban serep. Gilang mungkin nganggep aku cuman jadi ban serep doang, atas kegagalannya merealisasikan mimpinya sama Saras. Tapi karena sekarang, mungkin dia jadi sadar kalau dia sebenernya cuma bisa sayangnya sama Saras, dan kelihatannya memang begitu, fungsiku jadi gak ada lagi sekarang.

Aku nyesel banget, udah ngebuka hati untuk dia waktu sehabis dia hancur. Aku nyesel banget, nginep sekasur sama dia di Bandung, mesra-mesraan macam orang lagi pacaran aja. Rasanya semua sia-sia aja. Dan bayanganku soal have my own Gilang sekarang udah bener-bener rusak. Bukan hanya jauh dari bayangan, sekarang aku bahkan gak tau, masih bisa disebut temennya Gilang atau enggak. Emang bahaya kalau main hati sama teman sendiri. Salah-salah, jadi kayak gini.

Hei, perempuan rambut pendek yang rambutnya lagi awut-awutan. Aku menatap bayanganku di kaca. Aku buka instagram. Dan setelah ngecek insta-story orang-orang, aku bikin insta story sendiri. Bayanganku di cermin, bayangan orang baru bangun tidur, dan kasih lah caption-caption konyol. Biar teman-teman di dunia maya menyangka kalau aku bahagia-bahagia saja seperti mereka.

Tolol juga aku.

Ah, sudahlah. Kamu bukan siapa-siapa, Tara. Kamu cuma teman kuliah Gilang, dan kebetulan punya usaha bersamanya. Sekarang, Tara mandi dulu, terus makan siang, terus kerjain beberapa urusan rumah yang belum beres sebelum sore nanti berangkat ke Red Comet.

Setelah mengumpulkan tenaga yang tersisa, aku beranjak ke arah kamar mandi. Untung kamar mandinya ada di dalam kamarku, dan handuk sudah tergantung dengan rapinya di gantungan yang ada di dalam. Aku menatap bayanganku di cermin kamar mandi.

Kuyu. Lemes. Ya, itulah yang kamu dapat kalau kamu berkegiatan malam sampai subuh. Muka agak gak sehat begini. Makanya harus sering-sering ngurus kulit dengan bener. Jadi, kalau lagi libur atau lagi sempet, kita haruslah kontrol ke dokter kulit. Biar gak kering, biar gak terlalu berminyak, dan gak keriput. Umur udah 29. Setahun lagi 30. Biarin orang bilang katanya aku keliatan kayak anak-anak. Secara umur, kulit gak bisa boong. Untung aja anak-anak jaman sekarang bentuknya udah kayak tante-tante.

Jadi, aku diuntungin.

Celana pendek belel, t-shirt belel, tanpa bra, jadinya putingku dengan lucunya nyetak di t-shirtnya. Tolol juga ya kemarin waktu tidur bareng Gilang di Bandung, sengaja pakai baju tidur yang rapih. Lo pikir lo bisa ngegantiin Saras? Mimpi.

Sambil ngeliat ke arah cermin, aku melucuti bajuku sendiri, mulai dari celana pendeknya. Setelah turun, aku melemparnya ke keranjang pakaian kotor. Gak pakai lama, aku buka t-shirt belel ini. Setelah hanya tinggal memakai celana dalam saja, aku menatap lekat-lekat ke arah cermin. Mataku memang besar, dan katanya, hidung dan mulutku kecil. Gak tau deh. Gak bisa nilai. Biarin aja orang bilang apa. Aku mengacak-ngacak rambutku, dan sepertinya, rambut yang sudah pendek ini butuh dirapihkan lagi. Mungkin sebelum ke Red Comet, aku harus potong rambut dulu.

Bukan potong sih. Dirapikan.

Apa di cat sekalian? Coklat tua? Jangan, nanti dekil keliatannya. Pirang? Pucat kayaknya. Highlight Ungu? Jangan sok lucu lo. Atau dicepak aja rambutnya? Jangan, ntar disangka taruna akmil atau akpol. Tapi mana ada percaya orang taruna akpol atau akmil bentuknya kayak gini. Kemungilan. Gak ada gagah-gagahnya.

Kantung mataku Ya Allah. Mulai menebal kayaknya. Nanti kalau ke dokter kulit lagi, harus konsultasi masalah ini. Salah kamu sendiri, pake banyak-banyak nangis gara-gara Gilang. Tapi kayaknya bukan itu masalah utamanya. Engga. Engga, itu masalah utamanya.

Sialan.

Gimana kalau kita mulai mandi? Aku akhirnya melepas celana dalam sok lucu yang berwarna biru muda itu. Pake ada pita lagi di depannya. Kebetulan aku belinya satu set. Senada sama bra nya. Cuma kayaknya lagi gak lucu buat dipakai bareng. Inilah kalau suka kesambet barang diskon. Kamu jadi sok lucu.

Aku masuk ke dalam shower booth, dan mulai nyalain keran air panas. Air mendadak keluar dari shower, membasuh tubuhku. Airnya masih dingin, tapi nanti pasti jadi panas dalam waktu singkat. Iya. Gak lama kemudian memang airnya jadi hangat, setelah aku mengatur volume air dingin dan panasnya agar sesuai.

Nikmat memang air panas begini. Rasanya masalah kamu itu mengalir, ikut bareng sama air yang jatuh dari tiap lekukan tubuh kamu. Kayaknya sih begitu, kenyataannya sih enggak. Tapi gapapa. Anggap aja ini kayak lagi fly. Karena aku gak bisa banget minum alkohol, mungkin rasanya fly atau mabuk itu kayak begini. Adem, gak mikirin orang-orang yang saling melukai di luar sana.

Sekarang aku nuangin sabun ke tangan. Hari ini entah, pakai yang mana lagi. Sudah terlalu banyak tipe sabun, sesuai kondisi kulit. Hari ini jangan terlalu picky. Gak ada waktu, mending lama-lamain di bawah air panasnya daripada nyabunin badan.

Dan setelah dengan seksama menyabuni seluruh badanku, Air panas kembali membilasnya. Seluruh kotoran itu turun. Semuanya, kecuali kotoran yang ada di otak dan di hati.

Cukup lama aku ada di bawah shower, nikmatin semua tetes air yang menerpa tubuh ini. Enak banget rasanya. Dan setelah puas berlama-lama, kumatikan airnya dan segera mengeringkan badan. Setelah ritual dengan handuk selesai, aku langsung ke depan cermin lagi. Untuk ngelakuin tiga hal yang gak boleh dilewatin.

Lotion. Ke seluruh bagian tangan dan kaki. Kedua. Krim wajah. Ke seluruh muka dan leher. Habis itu? Ngeringin rambut. Rambut pendek aja harus dikeringin. Ribet memang jadi cewek.

Oke. Sekarang saatnya milih baju.

Aku keluar dari kamar mandi dan jalan ke depan lemari untuk milih baju. Pertama dimulai dari pakaian dalam. Pakai yang mana hari ini. Ini aja, yang warna atasan sama bawahannya sama-sama hitam. Gak ada waktu buat main-main dan picky. Setelah pakai pakaian dalam, aku melakukan tindakan random dulu. Aku kembali duduk di kasur, meregangkan badan, dan ngebanting badanku ke atas kasur. Aku ambil handphone yang masih nempel di chargernya itu. Setelah puas liat-liat semua orang berkomentar manis ke insta-story ku, aku langsung mematikan layarnya lagi.

“Lucu amat sih kamu sayang” komentar salah satu teman SMA ku. Sayang? Kita udah gak ketemu bertahun-tahun, gila.

“Kenalan dong mbak” Siapa kamu? Kenapa profpicnya gambar tokoh kartun Jepang? Kenapa isi foto-foto di profilnya semua pajangan cewek-cewek anime hampir telanjang.

“Taraaa kamu masih single gak, sepupu aku lagi cari pacar nih cyinnn” Lah ini siapa? Namanya asing.

“Send boobs pic” paan nih. Orang mana ini? Tampangnya kayak penjahat di film hindustan, gak ada foto yang dia posting sama sekali.

Ah, media sosial. Tempat semua orang saling membangun image. Aku juga begitu. Kenapa sih aku suka sok lucu kayak tadi. Kalau dapat pesan yang gak nyaman, terus ngambek. Tapi… Ah yasudah, sekarang saatnya milih baju yang bener.

Kalau ini sih pasti cepet. Dari tadi aku sudah mikir, kayaknya enak pakai t-shirt tanpa lengan warna abu-abu muda, terus jegging warna hitam. Jangan lupa kaos kaki yang warnanya senada. Hari ini aku mau pakai sneakers cap tiga garis, merek jerman, yang biasanya made in vietnam. Terus bawa jaket sport yang satu merek. Biar dibilang cewek sporty kali ya? Sporty apaan? Olahraga terberatku dalam seminggu itu paling ngurus pembukuan Red Comet. Restoran aka burger joint ter hip se Jakarta Selatan. Amin.

Nah, sekarang makan dulu, abis makan pakai make up. Tipis aja, biar keliatan segeran dikit dan kantung mata bisa tersembunyi. Abis itu, tinggal nunggu waktu yang tepat untuk jalan ke Red Comet. Maklum, bawa mobil, jadi kalau sore sudah pasti kena macet.

Yuk, makan. Perutku sudah bunyi-bunyi gak karuan, rame banget, kayak Bagas kalo lagi ngedrum bersama Hantaman.

------------------------------

home9311.jpg

Aku sudah selesai mengurus pembukuan. Tumben. Padahal baru jam 8 malam. Aku masih ada di dalam ‘kantor’ kecil tempatku mengurus ini semua.

Gilang mungkin lagi di luar, nyapa pengunjung, atau kalau ada kenalan kami yang datang, dia yang masak. Inilah pengorbanannya kalau bisnis restoran. Namanya juga jasa service, pelayanan, hospitality, yang dicari sama orang adalah kehangatan. Dan tempat makan model gini, yang rasanya ‘anak muda’ banget, butuh ditongkrongin dan di mingle-in sama yang punya.

Kita, harus bisa dengan ramah nge-greet pengunjung, ngajak mereka ngobrol, bikin mereka nyaman. Biar mereka habis makan puas, dan balik lagi, bahkan bawa temen-temennya yang nanti juga bakal ngobrol lagi sama kita.

Makanya aku dan Gilang, on daily basis ada di sini. Gilang yang bertugas kontrol menu, sesekali masak dan ngawasin para pegawai. Aku yang ngurus pembukuan, ngurusin alur barang masuk dan keluar, ngurusin duit, dan tetek bengeknya.

Yang ngurusin sosmed sebenarnya kami berdua. Cuma karena kami berdua lagi gak bisa ngobrol, jadi yasudah.. Selama dua minggu, gak ada update-update baru di halaman sosmed Red Comet. Gawat sih sebenarnya, karena media promosi jaman sekarang ya apalagi selain media sosial lewat internet?

Dua minggu, lama juga. Sudah dua minggu setelah Bandung. Dan aku tidak tahu perkembangan Gilang dan Saras sekarang. Mereka berdua sama-sama tidak aktif akhir-akhir ini di sosial media. Kalaupun memang mereka bertemu, dan jalan bareng, apa juga urusanku? Aku bukan siapa-siapanya mereka. Aku cuma partner bisnisnya Gilang. Persetan juga dengan pertunangan Saras, mau hancur, ya sudahlah, biar dia nikah sama Gilang sana. Mau gimana, ya itu urusan mereka.

Mau affair, terserah, mau gimana, suka-suka. Suka-suka mereka.

Dan karena bosan, agak ngantuk, kayaknya aku butuh refreshment. Aku keluar dari ‘kantor’ dan aku nemuin Gilang lagi ngobrol sama seseorang yang gak aku kenal. Pelanggan atau temennya mungkin. Suasana relatif rame malem ini. Malem masih muda dan masih panjang. Tapi aku bosen ada di sini. Aku udah gak bisa lagi nimbrung ke obrolan Gilang. Dan sepertinya beberapa tamu cukup sibuk, dan gak bisa diganggu.

Ah, lebih baik aku ke tempat lain. Aku masuk kembali ke ‘kantor’ dan mengambil kunci mobil.

“Asep, gue jalan bentar ya, cari kopi” aku melongok ke dalam dapur, mengganggu para pegawai.
“Gak mau saya bikinin kopi aja Mbak?”
“Gak usah, kopi sachetan bukan selera saya” aku menjulurkan lidah ke arah Asep.

“Eheheheh… Ngomong-ngomong Mbak” tegur Asep
“Ya?”
“Kok diem-dieman mulu sama Mas Gilang? Kita kan jadi khawatir”
“Udah ah, bukan urusan elu. Jalan ya!”

Sialan. Mereka merhatiin aja kita berdua sudah dua minggu diem-dieman. Dan selama ini, biasanya aku mengurung diri di ‘kantor’ membenamkan diri dengan paperwork dan sebagainya. Nah, sekarang sudah sampe mobil. Saatnya untuk pergi bentar, sampai jam 9 kali ya? Atau lebih lama juga gapapa. Paperwork udah beres, mending Gilang aja yang di depan, mantau. Biar dia sedikit bangun dari mimpinya bareng Saras.

Aku narik napas panjang, karena dari tadi kepalaku nebak-nebak, mereka berdua ngapain aja setelah Gilang nyebut-nyebut Saras di dalam mabuknya. Setauku ada beberapa kali aku mergokin dia ngobrol panjang di telepon pas lagi gak ada tamu. Dan dari cara bicaranya dan gesturenya, harusnya dia nelpon Saras sih.

Udah. Berhenti. Gak usah mikirin mereka. Beruntung si Gilang dapetin lagi first lovenya, kalo bener mereka ketemuan lagi dan komunikasi lagi. Biarkan gue nyetir di jalanan ini, untuk pergi ke satu tempat enak dan di sana gue bisa sedikit ngobrol sama orang-orang yang gue kenal.

Sekitar 10 menit nyetir, gue nyampe. Dan gue bisa liat plang namanya dengan jelas.

Mitaka.

Aku turun dari mobil setelah ngeberesin parkir. Dan dengan langkah ringan, atau pura-pura ringan, aku jalan masuk ke dalam Mitaka.

dsc_8810.jpg

“Malammmm” aku menyapa dengan ceria.
“Loh ngapain ke mari?” kaget Zul. Dia tampaknya sedang ada di balik coffee machine, membuat pesanan pelanggan. Kyoko ada di sana, sedang masak. Harusnya masakannya enak, aku sering denger Zul dan istrinya muji-muji masakannya doi. Istrinya Zul lagi gak ada. Mungkin lembur di kantor atau udah pulang kali.

“Mau kopi enak” senyumku dan aku langsung duduk di salah satu kursi yang kosong. Aku senyum sambil liat ke sekeliling. Kok rasanya beda di sini. Kayak bukan di Indonesia. Kayak di Jepang. Kayak di settingan film-film dorama gini. Dan musik yang diputer juga manis banget. Pop-pop Jepang taun 80-an. Musik kesukaannya Kyoko, kata Zul.

“Mau apa, tuh liat di papan menu” teriak Zul dari balik coffee machine.
“Terserah apa aja juga boleh”
“Siap Bu”

Lucu. Mantan pacar kamu lagi nyiapin kopi di sana dan dia bisa ngobrol dengan mudahnya dengan kamu. Gak ada perasaan pengen balikan atau perasaan pengen ngehindarin dia. Kita pacaran baik-baik, putus baik-baik. Gak pake ngapa-ngapain, entah karena gak mau ataupun gak sempet. Dan aku juga sangat seneng waktu denger dia nikah. Nikahnya sama adiknya Arya-nya Hantaman pula. Cantik banget itu anak, mirip banget kayak kakaknya. Dan kakaknya cowok, hahaha.

Zul berkutat di balik coffee machine. Dulu, aku nganggep itu seksi. Tapi sekarang biasa aja. Kyoko kayak sibuk banget di belakang sana. Dan gak lama kemudian dia keluar, ngasih pesanan ke tamu, dan dia nyamperin aku.

“Ah, Halo Tara” dia menunduk di depanku dan senyumnya luar biasa manis.
“Halo Kyoko”

“Apakah mau makan?”
“Eh… Tadi sih udah ngemilin kentang goreng di Red Comet, jadi….”

“Kyoko baru saja buat menu baru, mau?” tanya perempuan Jepang manis ini. Logat Jepangnya masih agak-agak kedengeran dan gaya bahasanya lucu.
“Er…… Boleh sih hahaha… Gue pengen gendut sekarang ah” candaku.
“Baiklah, Tara… Menu baru, ya?”

“Iyak… BTW, mana Haruko nya?”
“Ahaha… Haruko Chan sedang bersama Aya… Nanti kalau sudah besar dan bisa berjalan berlari-lari, pasti diajak ke sini” senyum ibunya Haruko.
“Bapak siaga banget yak?” tanyaku.
“Ahahaha… Kyoko masakkan ya?”
“Iya” jawabku.

Beruntung banget sih perempuan ini. Punya suami gantengnya gak ketulungan, dah gitu mau lagi ngurus anak. Pasti bahagia banget nikah sama Arya. Coba dulu aku pacarannya sama Arya ya, bukan sama Zul. Lagian kenal sama Arya juga dulu lewat Zul, waktu tempat ini belum punya nama dan masih menyedihkan. Menyedihkan dalam artian gitu-gitu aja.

“Nih Bu” Zul mendadak datang ke mejaku, dan meletakkan secangkir kopi yang harumnya luar biasa itu.
“Temenin bentar” aku menarik pakaian Zul saat dia mau kembali ke stationnya.
“Apaan nih”
“Ngobrol yuk”

“Buat ngapain?”
“Buat nemenin gue, lagi bosen”
“Kok bosen, emang lagi sepi Red Comet?” Zul menyerah dan dia duduk di mejaku. Memang gak ada tamu yang lagi butuh diapa-apain sih, jadi dia bisa bersantai-santai dikit.

“Engga, lagi lumayan rame kok”
“Kok males-malesan di sini?”

“Bosen”
“Ajak main Gilang aja sana” balas Zul.
“Males”

“Lagi marahan? Kenapa? Duitnya gak transparan ya elo? Atau apa?” tebak Zul.
“Basi ah… Kalo nanya suka nyecer gitu sih elo, kayak jaman pacaran dulu” jawabku.
“Dih”

“Eh, lo masih janji ke gue satu hal, Zul”
“Apaan tuh?”
“Pierre T., yang baru… Yang featuring siapa itu, cewek yang nyanyi….” aku mengingat-ngingat siapa nama perempuan itu.
“Ooo.. Lupa gue nama ceweknya tapi kolaborasinya enak sih, pas banget si Arya kombinasiin karakter suara ceweknya sama musiknya Pierre T……”

“Eh, gue bukan mau diskusi musik, gue beli lagi lewat elo ya…” senyumku merajuk.
“Bilang sendiri aja ke Arya, kali aja diskonnya lebih gede kalo lewat dia langsung”
“Jangan, gue suka ga tahan kalo liat cowok ganteng banget kayak gitu, apalagi udah jadi papa muda, duh, yaoloh….” candaku.

“Itu kakak iparnya mantan pacar lu, bego” ledek Zul.
“Gyahahahaha”
“Eh si Gilang apa kabar? Lagi hepi kayaknya ya dia”
“Oh… Iya sih”

“Keren aja bisa awet suka sama cewek yang sama bertahun-tahun gitu, terus orangnya dah pulang lagi, pasti seneng banget doi” senyum Zul sambil ngeliat ke arah jendela. Aku senyum saja, membayangkan semua sirkus yang terjadi belakangan ini. Sirkus yang gak lucu. Sirkus yang bener-bener melelahkan dan menyebalkan.

“Hehe” jawabku garing. Di kepalaku terus-terusan kebayang muka nangis Saras pas ditinggal sama Gilang.

“Nah, ini Tara… Selamat menikmati” Kyoko menaruh satu piring besar yang penuh makanan.
“WOW!” aku kaget melihat porsinya.

“Kok tumben banyak amat?” Zul menatap ke kakak iparnya dengan muka aneh.
“Tadi Tara katakan, ingin gendut, jadi Kyoko berikan banyak” senyumnya dengan ceria.
“Eh…” aku menatap ke arah Kyoko dengan tidak percaya.

“Kenapa sendirian, Tara?” tanya Kyoko mendadak. Siwalan.
“Ya.. Sendiri aja”
“Kalau.. Itu… Ano, Gilang? Gilang betul?”
“Iya”
“Di mana? Apa di restoran?”
“Iya bener kok…”

“Salamkan ya, kalau lihat kalian berdua senang sekali, apalagi waktu bergandengan sepulang dari pernikahan di Bandung” senyum Kyoko tanpa dosa. Zul mendadak melongo.
“Eh… Iya” balasku dengan muka aneh.

“Elo? sama Gilang?” Kyoko sudah berlalu dan muka Zul penuh dengan teka-teki.
“Ah.. Ya…”
“Bukannya dia harusnya sama si cewek yang dari Inggris itu?”
“Iya, dia sama cewek itu kayaknya sekarang” senyumku tipis.

“Elu, gandengan sama Gilang?”
“Ga usah dibahas Zul ya, males gue” jawabku dengan muka sedih.
“Oh…”

“Gue makan dulu, biar gendut” senyumku tipis.
“Kalo lo mau cerita, gue bisa jadi pendengar yang baik lho….”
“Curhat ke elo ya? Boleh sih, tapi jangan ah, curhat biasanya berujung ke affair… Apalagi ini laki orang, dan mantan pacar gue, makin susah hidup gue entar kalo gitu” ledekku.
“Sialan… Tapi, serius, kita di sini bisa jadi telinga semua buat elo kok” senyum Zul.

“Hehe… Iya… Tengkyu.. Gue makan dulu aja” senyumku dengan pura-pura manis, melupakan luka, luka, dan luka.

------------------------------

home9311.jpg

Aku sekarang sudah menyetir kembali ke Red Comet. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Aku begitu menikmati ada di Mitaka. Kalau bosan menjahili Zul, aku bisa ngobrol dengan Kyoko yang begitu hangat dan manis.

Kayaknya kehidupan pernikahan Arya dan Kyoko begitu sempurna di mataku. Bener-bener bikin aku pengen punya keluarga yang manis kayak gitu. Kyoko bener-bener Yamato Nadeshiko banget. Kayaknya di semua gerakan dan apapun yang dia lakukan, keluarga nomer satu. Aku juga, nanti, kalau punya keluarga, bakal kayak gitu pasti.

Tapi, kenyataannya, orang yang sekarang pengen aku jadiin keluarga malah.. Ya, biarin lah. Dia pasti bahagia dengan orang dari masa lalunya itu. Mau segimanapun kamu angkat dia dari jurang, terus kamu bikin dia adem, kalau dia memang ngikut angin itu, ya dia bakal balik lagi ke Saras dengan cara apapun. Pernikahan bisa cerai, dan pertunangan bisa batal. Sebelum orangnya mati, apapun bisa dilakuin. Itulah gak enaknya cinta yang belom beres.

Aku parkir di sebelah sebuah mobil yang begitu mengkilapnya di parkiran Red Comet.

Rapih bener. Ban nya pun mengkilap. Licin keliatannya. Rajin pasti orangnya, nyuci tiap hari, atau rajin masuk salon mobil. Di mobilnya gak ada stiker aneh-aneh. Iya lah, pasti aneh kalau sebuah sedan keren buatan eropa, ada stiker klub mobil, atau stiker bengkel, atau stiker apapun.

Lambang Peace yang ada di kap nya udah nunjukin kelasnya. Dikasih dekorasi ga penting malah bikin mobilnya rusak. Keren emang E-class generasi ke lima. Coba punya duit banyak, kubeli deh buat nyetir dari rumah ke Red Comet tiap hari, senyumku.

Aku mematikan mesin mobil, dan aku turun dari mobil.

Tunggu.

Siapa itu? Siapa yang keluar dari Red Comet? Seorang pria rapih, menggunakan jaket polos, celana jeans yang rapih, dan sepatu yang keliatannya tanpa cela itu keluar dari dalam Red Comet.

Aidan Sjarief? Ngapain dia? Dia berjalan pelan ke arah mobil sedan eropa ini, dan ketika mata kami bertemu, dia mengangguk, sambil tersenyum sopan. Mau tak mau aku ikut mengangguk, tapi dengan perasaan yang campur aduk, karena dia baru saja keluar dari Red Comet.

Dan aku terpaku saat Aidan Sjarief masuk ke mobilnya, menyalakannya, dan kemudian berlalu dengan gerakan yang efektif, efisien, dan terukur. Aku masih tidak percaya dengan pandanganku sendiri. Aidan Sjarief? Ngapain dia?

Dengan buru-buru aku lantas berjalan ke dalam Red Comet. Kutinggal dua setengah jam, ada kejadian apa di dalam?

Aku membuka pintu Red Comet, dan aku menemukan Gilang sedang duduk di kursi pelanggan, bersandar ke dinding, dan rokok ada di tangan kanannya. Dia diam. Matanya seperti nanar, memandang ke arah entahlah.

Napasnya terlihat penuh emosi dan mukanya memerah.

Aku menatapnya cukup lama, dan dia tidak melihatku sama sekali.

“Gilang?” aku akhirnya menyebut namanya setelah sekian lama. Dia tidak menjawab. “Tadi? Tadi itu..”

“Iya” jawabnya sambil melirikku pelan. Dia menutup matanya, memegang jidatnya dan menggosok-gosoknya. Napasnya begitu berat dan rasanya auranya, terpancar dengan begitu tidak baiknya.

“Kenapa dia ke sini?”
“Gak tau”
“Terus?”
“Ya…. Tadi ngobrol sebentar” jawab Gilang.

“Ngobrolin apa?”
“Gak tau” Gilang berdiri, menyambar rokok dan koreknya yang tergeletak di meja, dan dia keluar ke arah pintu. Aku bisa melihat bayangannya duduk di atas motornya dan dia menyalakan sebatang rokok lagi, hanya untuk duduk di luar, di atas motor, termenung seperti hilang ingatan.

Ada apa ini? Mereka habis bicara apa? Hal apa yang mungkin bisa diobrolkan oleh Gilang dan Aidan?

Gila, sirkus ini masih berlangsung, dan rasanya, makin hari makin absurd semuanya.

Tuhan, hentikan kegilaan ini, tolong…..

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terima kasih Om @racebannon, nice update.

Tetap semangat Om dalam berkarya, ini salah satu cerita yg ditunggu lanjutannya. :semangat:

Sukses selalu RLnya dan sehat selalu. :mantap:
 
Woa....
Aidan mulai melancarkan serangan dan...
Kita tunggu Rabu depan
Makasih apdetnya om
 
Naah kaaaan, kalo udah sayang emang susah deh buat gak peduli.. Don't lose your grip, Tara..
Makasih updatenya suhu@racebannon.. Jadi tambah baper deh ke Tara hahaha..
 
gimana y?
scene di cafenya kyoko kaya ngebayangin makan siang di bawah naungan pohon sakura yg lg bermekaran dengan anginnya semilir sejuk. trus melangkah ke scene red comet kaya langsung terpeleset ke jurang, ga enak banget.

thanks suhu.

MDT-nya dong..! nagih banget suhu..!
 
Progress apdet hari ini adalah Aidan Attack....

Apa yg membuat Gilang emosi?

Hhmmm....hamba rasa sesuatu dr ucapan Don Aidan....

Mungkin ....sekitar kenikmatan dunia yg telah dicicipin bersama Saras dan Aidan...

Wait for next update....Gilangs view
 
Bimabet
Mantap lnjutkan gk sabar nunggu update berikutnya makin penasaran..ikutin alurnya aja males menebak..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd