Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjalanan Seorang Akhwat

Status
Please reply by conversation.
Selamat menikmati.


Aisya


Firda


Dewi


Aziza

Selama di perjalanan, menemani Suaminya berkeliling kota Dewi lebih banyak diam dari biasanya. Sebagai seorang wanita ia merasa sangat kecewa terhadap Suaminya yang selama ini berbohong kepada dirinya. Dan parahnya lagi selama ini, ia harus menerima tekanan dari keluarga besarnya karena belum bisa memberikan keturunan untuk Suaminya.

Berulang kali ia menitikan air matanya ketika mertuanya menyinggung kesuburannya sebagai seorang wanita, tapi berulang kali juga Suaminya memilih bungkam.

Bahkan tak jarang Ibu Mertuanya menjodohkan Furqon dengan wanita lain, membuat hati wanita manapun pasti teriris, tapi selama ini Dewi sangat bersabar, bahkan ia rela di madu, kalau seandainya Suaminya mau menikah lagi, agar segera mendapat keturunan.

Furqon selalu menolak untuk menikah lagi, dulu Dewi berfikir, Suaminya sangat mencintai dirinya, tapi sekarang, ia ragu, kalau Suaminya menolak karena mencintainya, ia berfikir, Suaminya menolak karena sadar, kalau dirinyalah yang mandul.

Dan sekarang terkuak sudah kenapa ia selama ini tidak bisa hamil dari Suaminya.

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Furqon.

Dewi berusaha tersenyum dihadapan Suaminya. "Gak apa-apa Bi. Cuman sedikit pusing." Jawab Dewi sembari menoleh kearah Suaminya yang sedang berjalan di sampingnya.

"Kalau gitu kita pulang aja." Ajak Furqon.

Dewi menganggukkan kepalanya, rasanya pulang memang sebuah pilihan yang tepat. Mengingat modnya saat ini sedang kurang baik.

Sesampainya di hotel, mereka menyempatkan diri makan di sebuah kafe kecil yang ada di lingkungan hotel.

Ketika lagi menikmati santap siang mereka, tiba-tiba wajah Dewi mendadak pucat, ketika melihat seorang pria berusia 50an berjalan mendekati mereka. Dia menundukkan wajahnya sembari memainkan sendok yang ada di tangannya.

"Dewi...." Tegur pria tersebut.

Dengan berat hati Dewi mengangkat wajahnya. "Eh... Bapak... makan di sini juga?" Ujar Dewi hanya sekedar basa-basi.

"Iya... Kebetulan Bapak juga menginap di sini." Jawab Pak Pramono sembari tersenyum penuh arti.

"Wa sama berarti Pak." Jawab Dewi. "Oh iya Pak, kenalin ini Suami saya." Ujar Dewi, melanjutkan sandiwaranya di hadapan Suaminya.

Tak bisa ia bayangkan, seandainya saja Pak Pramono membongkar rahasia mereka di hadapan Furqon.

"Pramono." Pak Pramono menjabat tangan Furqon.

"Furqon." Jawab Furqon.

"Pak Pramono ini pembimbing tesis Umi, Bi." Kata Dewi memperkenalkan Pak Pramono. "Sekaligus pria yang selama ini memuaskan birahi Istrimu Bi." Lanjut Dewi di dalam hatinya. Ada rasanya bersalah, dan menyesal terhadap Suaminya.

"Ooo... kalau begitu terimakasih banyak Pak, Dewi sudah bercerita banyak tentang Bapak." Jelas Furqon antusias, ia merasa terhormat bisa bertemu dengan Pak Pramono yang tak lain dosen pembimbing tugas akhir Istrinya.

"Oh Iya... semoga Dewi tidak menceritakan keburukan saya." Pak Pramono melirik Dewi, membuat Dewi menunduk malu.

Keburukan apa Pak? Tentang bagaimana Bapak menyentuh tubuhku? Mengaduk liang peranakanku? Membuatku selalu mengerang setiap merasakan tusukan terpedomu? Dan selalu membuatku bermandikan keringat di atas tempat tidur? Ah... Pak Pramono... saat ini aku tidak tau, apa itu sebuah perlakuan yang buruk atau tidak, yang kutahu itu salah. Lirih Dewi.

"Ha-ha-ha... Bapak bisa saja. Bapak mau makan juga?"

"Iya... kebutuhan saya mau makan siang."

"Kalau begitu gabung saja Pak..." Tawar Furqon, ia sengaja mengakrabkan diri dengan Pak Pramono, berharap pria tua itu nantinya bisa membantu Dewi mempercepat tugas akhirnya.

"Tentu Mas, dengan senang hati." Jawab Pak Pramono, ia memilih duduk di samping Dewi.

Sembari menyantap makan siang bersama, Pak Pramono dan Furqon terlihat begitu akrab, sementara Dewi hanya sesekali ikut nimbrung dalam obrolan mereka. Jujur hati Dewi saat ini tidak tenang.

Dia kembali memasukan potongan daging kedalam mulutnya, tapi sedetik kemudian tangannya terhenti ketika merasakan sesuatu di kakinya.

"Oh Tuhan..." Gumam Dewi.

Dia menoleh kearah Pak Pramono yang duduk di samping kanannya, pria tua itu tersenyum penuh arti.

Sementara di depannya, Suaminya sedang asyik bercerita tentang pekerjaannya. Dan tanpa di sadari Suaminya, saat ini tangan Pak Pramono sedang membelai lembut paha Dewi yang tertutup gamis panjang.

"Wa... kalau proyek ini selesai, berarti Mas Furqon bisa naik pangkat." Puji Pak Pramono.

"Amin... semoga saja seperti itu Pak." Jawab Furqon.

Tangan kiri Dewi berusaha menghentikan jemari Pak Pramono, tapi gagal, tangan itu muda masuk kedalam lipatan, belahan gamis Dewi yang cukup panjang.

Ya...
Kebiasaan Dewi yang lebih suka membuat pakaiannya sendiri di bandingkan dengan membeli, membuatnya bisa dengan sesuka hati meminta kepada penjahit untuk memodifikasi pakaiannya. Di setiap rok maupun gamisnya, ia suka membuat belahan cukup panjang hingga ke pangkal pahanya. Tujuannya agar ia lebih luasa melangkah.

Untuk menutupi belahan panjang di gamisnya, ia membuatnya seperti lipatan, sehingga belahannya tidak terlihat, sekalipun ketika ia berjalan.

Pak Pramono yang sudah biasa menelanjangi Dewi, tentu tau jenis pakaian Dewi yang memiliki belahan yang panjang di gamisnya.

Dewi menggelengkan kepalanya, sembari menatap Pak Pramono. Tapi pria itu hanya tersenyum penuh arti.

"Oh iya Pak, gimana perkembangan tesis Istri saya, apa sudah memasuki tahap akhir?" Tanya Furqon, ia tidak sadar kalau saat ini jemari keriput Pak Pramono sedang menjelajahi kulit mulus Dewi.

"Alhamdulillah Mas... Istri Mas sangat rajin, sehingga tesisnya tidak ada masalah." Jawab Pak Pramono, dia melirik kearah Dewi. "Seharusnya semalam ia menemui saya, karena harus membahas bab akhir tesisnya, Bapak harap malam ini ia punya waktu untuk menemui saya, agar tesisnya cepat selesai." Lanjut Pak Pramono.

"Ma... Maaf Pak... tapi saat ini... saya mau menemani Suami saya, karena... besok ia harus kembali ke kota A." Jawab Dewi terbata-bata.

Saat ini Dewi sedang panik, dan sangat khawatir kalau Suaminya melihat apa yang sedang di lakukan Pak Pramono kepada dirinya. Tapi Pak Pramono malah terlihat biasa-biasa saja.

Ia mengobrol santai dengan Suaminya, yang sedang menyantap makan siang. Sementara tangan Pak Pramono semakin jauh masuk kedalam.

"Eehmm..." Desah pelan Dewi.

Keringat halus mulai keluar dari pori-pori kulitnya, sementara nafasnya mulai terdengar berat.

Jemari kasar Pak Pramono kini menyentuh vaginanya, yang berada di balik celana dalamnya. Jemari besar itu menggosok belahan bibir vaginanya, membuat tubuh Dewi menegang, merasakan sensasi yang luar biasa, yang belum ia rasakan sebelumnya.

Di samping Suaminya, di tempat umum, ia di kerjai oleh pria tua yang seharusnya mengayomi dirinya, bukan malah melecehkan dirinya.

"Kalau masalah tesis saya tidak keberatan Pak." Jawab Furqon buru-buru.

Bagi Furqon, kelulusan Istrinya jauh lebih penting di bandingkan dengan menemaninya dirinya. Toh... kalau Dewi cepat nenyelesaikan studinya, ia akan selalu bertemu dengan Istrinya.

Sementara itu Dewi semakin panik, tatkalah ia merasakan jari Pak Pramono masuk kedalam celana dalamnya, dari samping celana dalamnya.

Jemari gemuk itu ia rasanya membelai bibir vaginanya, dan parahnya lagi Pak Furqon melakukannya di hadapan Suaminya yang sedang menyantap makan siang sembari mengobrol ringan. Anehnya lagi Pak Pramono sama sekali tidak takut kalau Suami Dewi melihat kelakuannya. Atau curiga melihat raut wajah Istrinya yang tampak tegang.

"Buat saya, yang penting Istri saya cepat menyelesaikan tesisnya." Lanjut Furqon.

"Kalau Nak Dewi ada waktu, nanti malam biar saya ke kamar Mas Furqon, untuk melanjutkan tesis Dewi." Tawar Pak Pramono.

"Bisa Pak... kalau itu tidak merepotkan Bapak."

Pak Pramono tersenyum licik. "Tentu saya tidak merasa di repotkan." Jawab Pak Pramono, sembari menekan jarinya kedalam vagina Dewi. "Saya sangat merasa senang kalau bisa membantu Nak Dewi." Lanjut Pak Pramono penuh arti kearah Dewi.

Jari Pak Pramono mengaduk-aduk liang vagina Dewi, hingga mengeluarkan precum semakin banyak.

Sementara Dewi, tanpa ia sadari, kini ia telah menyerah akan sentuhan Pak Pramono. Tubuhnya gemetar, matanya merem melek, sembari menggigit bibir bawahnya, seiring dengan kedutan di vaginanya yang semakin sering.

"Eengk..." Dewi mendekap mulutnya.

Creeettss... Creeetss... Creetss...

Tanpa bisa ia tahan, orgasme itu berhasil meluluhlantakan tubuhnya indahnya. Kedua kakinya bergetar, seiring dengan keluarnya cairan cintanya, yang mengalir deras hingga ke paha mulusnya.

Dia mencengkram erat tangan Pak Pramono yang sedang berada di antara kedua pahanya, sembari menatap Pak Pramono dengan tatapan sayu.

"Aahkk..." Desah Dewi mengakhiri penderitaannya

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Furqon.

Pak Pramono segera menarik tangannya dari dalam selangkangan Dewi.

Sementara Dewi dengan gerakan cepat tanpa memperdulikan gamisnya yang sedikit basah, membenarkan singkatan gamisnya. Ia tersenyum lembut. "Gak apa-apa Bi, ini lidah Umi kegigit." Jawab Dewi.

"Makannya pelan-pelan dong sayang." Tegur Furqon.

"Iya Bi." Jawab Dewi.

Furqon membelai kepala Istrinya, kemudian mereka melanjutkan makan siang, dan untunglah tak ada lagi kejadian seperti sebelumnya, hingga akhirnya mereka berpisah.

----------

Kepala Firda terasa pusing, ia berusaha bangun dari tempat tidurnya. Sembari melihat kearah jam dinding yang ternyata sudah menunjukan pukul 6 sore. Saat ia hendak bangun, tubuhnya linglung, dan kembali terduduk di atas tempat tidurnya.

Azam yang baru keluar dari dalam kamar mandi, melihat Kakak kandungnya yang tampak pucat.

Azam duduk di samping kakaknya. "Kak Firda kenapa?" Tanya Azam, ia menyentuh kening Kakaknya dan terasa sangat panas.

"Gak apa-apa kok Dek."

"Gak apa-apa gimana Kak? Panas kayak gini." Protes Azam, ia segera mengambil kain dan mangkuk yang kemudian di isi air dingin. "Kakak tiduran dulu, biar Azam kompres." Suruh Azam.

"Gak usah Dek... beneran Kakak gak apa-apa." Ujar Firda sembari tersenyum manis.

Ia kembali berusaha bangun, tapi karena kondisi Firda yang tidak fit, membuat tubuhnya kembali limbung, alhasil ia nyaris kembali terjatuh, tapi untunglah reflek Azam sangat cepat, sehingga ia berhasil menangkap tubuh Kakak kandungnya dengan cara memeluknya.

Tanpa sadar telapak tangan Azam berada tepat di atas payudara Firda.

"Duh Kakak!" Protes Azam.

Seandainya saja Firda sadar, kalau saat ini tangan Adiknya sedang gemetaran, karena menyentuh payudaranya yang terasa kenyal di telapak tangannya.

Sebagai seorang wanita biasa, tentu saja Firda sadar kalau tangan Adiknya berada di tempat yang salah, tapi ia tidak menyadari betapa tegangnya Azam saat ini, selain itu, Firda sebagai seorang wanita biasa, ia sedang sibuk dengan dirinya sendiri, berusaha menekan sensasi yang belum pernah ia rasakan.

"Kakak tiduran aja ya." Ujar Azam.

Anak remaja tanggung itu membantu Kakaknya berbaring di atas tempat tidur. Tangan Azam sempat meremas payudara Kakaknya, sebelum ia menarik tangannya dari atas payudara Firda.

Firda meringis pelan, ia menggigit bibirnya ketika merasakan remasan kecil di payudaranya.

Wajah Firda bersemu merah, ia ingin menegur adiknya, tapi melihat raut wajah Adiknya yang tampak cemas, ia mengurungkan niatnya. Ia berfikir, mungkin apa yang di lakukan Adiknya hanya karena tidak kesengajaannya yang ingin menolong dirinya.

Azam duduk di tepian tempat tidur, ia mencelupkan kain kedalam mangkok yang sudah berisi air sejuk. Lalu ia meletakan kain basah itu di atas kening Kakaknya.

"Kok bisa panas gini Kak?" Keluh Azam sembari memijit lengan Kakaknya.

Firda tersenyum kecil. "Gara-gara kehujanan tadi kayaknya." Jawab Firda. Ia menikmati pijatan Adiknya di atas lengannya.

"Seharusnya tadi Kakak langsung mandi, bukannya malah tidur." Protes Azam. "Kak jilbabnya di lepas aja ya Kak." Pinta Azam.

Firda menganggukkan kepalanya, Firda membantu Azam melepas jilbab lebarnya, membiarkan rambut panjangnya tergerai indah. Gleek... Azam terpesona dengan kecantikan Kakaknya yang alami.

Matanya turun kebawah, memandangi bulatan payudaranya Kakaknya di balik gamis yang di kenakan Kakaknya.

"Dek... bantu Kakak berdiri." Pinta Firda.

Azam mendelik. "Mau kemana Kak? Mending Kakak istirahat' aja deh." Nasehat Azam untuk Kakak kandungnya, Firda tersenyum kecut.

"Kakak belum mandi." Ujar Firda.

Azam akhirnya mengalah, ia kembali melingkarkan tangannya di punggung Kakaknya, dan lagi-lagi tangannya menyenggol payudara kakaknya. Dengan perlahan ia membantu Kakaknya berdiri.

Sesampai di depan kamar mandi, saat Azam melepaskan pegangannya, tubuh Firda kembali goyah. Buru-buru Azam kembali memeluk tubuh Kakaknya.

"Tubuh Kakak lemes banget Dek." Ujar Firda.

Azam menghela nafas berat. "Kakak hari ini gak usah mandi dulu ya... atau, Kakak mau Adek mandiin?" Tawar Azam ragu.

"Eh..."

"Cuman mau bantu doang Kak." Elak Azam.

Firda kembali tersenyum. "Kayaknya Kakak malam ini gak usah mandi deh..." Jawab Firda, bisa gawat kalau Adiknya sampai memandikannya.

Walaupun Azam Adik kandungnya, tapi tetap saja ia wanita dan Adiknya pria. Bukan berarti Firda tidak percaya dengan Adiknya, hanya saja Firda merasa malu kalau harus telanjang di hadapan Adiknya.

Alhasil Azam kembali membawa Kakaknya ke tempat tidur, dan lagi-lagi ia melakukan remasan kecil di payudara Kakaknya, yang membuat syahwat Firda perlahan bangkit.

---------

Selepas magrib, tanpa sepengetahuan Furqon, Dewi mengendap-endap ke kamar Pak Pramono yang berada tepat di samping kamarnya. Setelah yakin Suaminya tidak mengikuti dirinya, Dewi langsung masuk kedalam kamar Pak Pramono yang memang tidak di kunci.

Dewi mendesah kecewa karena ia tidak mendapatkan Pak Pramono di dalam kamar.

Tapi tak lama kemudian Pak Pramono keluar dari dalam kamar mandi, hanya mengenakan kimono untuk menutupi ketelanjangannya.

"Kirain gak jadi datang." Goda Pak Pramono.

Ia berjalan mendekat kearah Dewi, membelai wajah cantik Dewi. "Tolong... jangan temui saya nanti malam." Ujar Dewi sembari memalingkan wajahnya.

"Kenapa sayang?"

"Pak... ini malam terakhir Suami saya di sini, jadi... jadi... saya ingin melayaninya sepanjang malam Pak... sudah dua hari ini, saya meninggalkannya sendiri, dan malam ini izinkan saya melayaninya." Dewi nyaris menangis ketika ia harus memohon, hanya karena ingin melayani Suaminya sendiri.

"Suami kamu tidak keberatan." Jelas Pak Pramono.

Dewi menggigit bibirnya, air matanya sudah nyaris jatuh. "Tolong... Pak." Mohon Dewi.

Pak Pramono mendesah pelan, sembari menatap Dewi, entah kenapa melihat Dewi memohon seperti ini, membuatnya kasihan. "Baik... asal kamu mau memuaskan saya sekarang." Pinta Pak Pramono. "Memohon, agar saya mau zinahin kamu." Lanjut Pak Pramono.

Sejenak Dewi berfikir, ia rasa permintaan Pak Pramono tidak terlalu muluk dan masuk akal.

Tanpa berfikir lebih lama, Dewi dengan perlahan menanggalkan pakaiannya, satu persatu pakaiannya ia lepas, dari gamis hingga pakaian dalamnya, membuatnya telanjang bulat dalam sekejap.

Pak Pramono masih berdiri mematung, memandangi lekuk tubuh Dewi, yang rasanya ia tak pernah bosan memandanginya.

Dewi berlutut di hadapan Pak Pramono, lalu dengan perlahan ia membuka tali kimono yang di kenakan Pak Pramono. Menyingkap kimono Pak Pramono yang menyembunyikan Batang kemaluannya yang telah berulang kali berhasil membuat Dewi mencapai klimaksnya.

Jemari Dewi menggenggam penis Pak Pramono, lalu dia mengocok nya dengan perlahan. "Besar dan keras." Gumam Dewi di dalam hatinya.

"Tunggu... kamu belum memohon." Ujar Pak Pramono ketika Dewi hendak menghisap penisnya.

Dewi menarik nafas, menekan gejolak di dalam dadanya. "Pak... bolehkah saya menghisap penis Bapak?" Tanya Dewi terbata-bata.

"Mengulum kontol sayang." Ralat Pak Pramono.

"Pak... izinkan saya mengulum... mengulum... kontol Bapak." Ulang Dewi, dengan bibir gemetar, ia merasa terhina tapi ia tak punya pilihan lain, ia tidak ingin kedatangan Pak Pramono kerumahnya malah membuat hubungan terlarang mereka, terbongkar.

"Silakan Nak... Bapak izinkan." Jawab Pak Pramono.

Dewi membuka mulutnya, lalu ia memasukan benda besar itu kedalam mulutnya.

Kepalanya bergerak maju mundur, menghisap kontol Pak Pramono, membuat pria paruh baya itu mengerang keenakan merasakan hisapan Dewi.

Tak lama kemudian, ia menarik tubuh Dewi, memeluknya sembari melumat bibir manis Dewi. Tangannya tak henti-hentinya membelai punggung Dewi yang telanjang, lalu turun meremas bongkahan pantat Dewi.

"Hmmps..." Erang Dewi.

Dia memutar tubuh Dewi, masih dalam keadaan berdiri, dia meminta Dewi membungkuk.

Kedua tangan Dewi bertumbuh di atas meja yang ada di depannya. Kemudian dari belakang, Pak Pramono berlutut, dia membuka kedua kaki Dewi. Dia membenamkan wajahnya, dan mulai menjilati vagina Dewi.

"Aahkk... Paak... Teruuss... enak Pak..." Erang Dewi antara jujur dan memenuhi permintaan Pak Pramono yang menginginkan dia berprilaku seperti pelacur.

Lidah Pak Pramono mengorek liang vagina Dewi, membuat nafas Dewi tercekak.

"Nikmat sekali memekmu sayang." Puji Pak Pramono.

"Terus Pak... Aahkkk... jilati memek Dewi." Pinta Dewi.

Mendengar desahan Dewi, Pak Pramono makin bernafsu, ia menjilat liar vagina Dewi, menyeruput lendir vagina Dewi yang keluar makin banyak.

Sluuupps... Sluuuuppss... Sluuuppss... Sluuupss... Sluuuuppss... Sluuuppss....

"Pak... masukan sekarang... Aahkk... memek Dewi sudah gak tahan Pak." Goda Dewi, layaknya seperti pelacur murahan. Ia sadar, kalau dirinya tak punya banyak waktu, walaupun ia sangat menikmati jilatan Pak Pramono di bibir kemaluannya.

Pak Pramono menarik sebuah kursi, kemudian ia duduk dan meminta Dewi duduk di pangkuannya. "Duduk sini Nak..." Suruhnya.

"Iya Pak..." Jawab Dewi.

Dia mengangkangi selangkangan Pak Pramono, dengan perlahan ia menjatuhkan pinggulnya, sembari mengarahkan penis Pak Pramono di depan bibir vaginanya. "Bleeess.. " Dengan satu tekanan, penis Pak Pramono amblas kedalam vaginanya.

"Aahkkk..." Erang Pak Pramono.

"Nikmat sekali kontol Bapak... Aahkkk... terus Pak... Aahkk...." Perang Dewi, ia mengerang semakin keras, berharap Pak Pramono cepat keluar.

Walaupun ia menikmati penis Pak Pramono di dalam vaginanya tapi tetap saja, hatinya menjerit. Apa lagi ia terpaksa mengeluarkan kata-kata kotor agar Pak Pramono merasa puas akan pelayanannya.

Semakin lama Dewi semakin cepat menggerakkan pinggulnya naik turun.

"Aahkkk... Aahkkk..." Desah Dewi.

"Nikmat sekali jepitan memekmu sayang."

Dewi menggigit bibirnya, ia sudah tidak tahan lagi. "Paak... Aahkkk... Aahkkk..." Desah Dewi, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dan seperti biasanya, Dewi menyerah lebih dulu, tubuhnya terguncang seiring dengan orgasme yang ia dapatkan. Ia menghentak turun pinggulnya. "Aaarrrtt...." Pekik Dewi menikmati perselingkuhannya.

--------

Dengan nafas terengah-engah, Dewi pasrah di ajak naik keatas tempat tidur, ia berbaring di atas tempat tidur dengan posisi kaki mengangkang lebar, sementara Pak Pramono sudah siap menjatuhkan kembali selangkangan mereka.

Tapi tiba-tiba hp Dewi berdering. Pak Pramono mengambil HP Dewi di dalam saku gamis Dewi. Ia melihat ada beberapa pesan masuk, salah satunya dari seorang gadis yang ia sukai.

"Telpon." Suruhnya.

"Eh...."

"Malam ini saya tidak akan datang, asal kamu mau menelpon Aziza." Suruhnya lagi.

"Ta... tapi...."


"Pilihannya ada di kamu." Ancam Pak Pramono.

Dewi terdiam sejenak, ia tak mungkin menelpon Aziza dalam keadaan di setubuhi Pak Pramono. Tapi kalau ia tidak menurutinya, Pak Pramono akan datang ke kamarnya, dan rahasianya selama ini bisa terbongkar.

Tangan Dewi gemetaran saat ia terpaksa menelpon juniornya yang ada di rumah kontrakannya.

"Assalamualaikum... Aaahkk...." Tepat ketika telpon diangkat, Pak Pramono kembali menghajar vagina Dewi yang telah merekah.

---------

Pov Aziza

Gara-gara kenakalanku, dan mencuri dengar suara Mbak Dewi yang sedang di setubuhi Pak Pramono, aku harus berulang kali masuk ke kamar mandi untuk mandi wajib, membersihkan diriku.

Tubuhku sampe menggigil seperti ini, seandainya saja aku mampu menahan libidoku.

Oh Tuhan..
Ada apa dengan diriku, kenapa semakin lama aku semakin sulit mengontrol syahwatku, walaupun menurut Umi Aisya masturbasi adalah dosa yang baik untuk di pilih dari pada zina, tapi tetap saja berdosa. Semoga Tuhan mau mengampuni dosa-dosa ku.

Aku masuk kedalam kamar Mbak Dewi, lalu membuka lemari pakaiannya. Dan benar saja, hanya ada beberapa helai pakaian yang ada di dalam lemari, sisanya ada di tempat pakaian kotor dan di bawak oleh Mbak Dewi.

"Astagfirullah..." Aku panik karena tidak menemukan satu gamispun yang ada di dalam lemarinya. Dan di perparah tak ada pakaian dalam yang tersisa.

Tak bisa kubayangkan di tengah keramaian aku tidak memakai dalaman sama sekali.

Membayangkan tatapan liar mereka kearahku, membuat tubuhku menggigil, bisa-bisa aku di perkosa ramai-ramai oleh penonton konser, atau bisa jadi, mereka lebih suka menonton ku dari pada konser Opick.

Astagfirullah...
Pikiran liar macam apa itu, mana mungkin diriku yang seorang ahkwat ini lebih menarik dari konser Opick. Tapi bagaimana kalau aku benar-benar menjadi pusat perhatian?.

"Gimana nih?" Aku menggerutu sendiri.

Kulihat di lemari Mbak Dewi hanya ada pakaian tidur, dan rok panjang beserta kaos panjang. Walaupun tinggi badan kami nyaris sama, tapi ukuran badan kami berbeda, aku sedikit lebih berisi di bandingkan Mbak Dewi, mungkin karena faktor pinggulku dan payudaraku yang lebih besar. Entah kali aku harus bangga atau malah mengutuk kelebihan tubuhku.

Aku mencoba mengenakan salah satu kaosnya yang kurasa cukup besar, dan hasilnya sangat sempit, bahkan puttingku sampe ngejiplak, dan membuatku sulit bernafas. Roknyapun tak ada yang pas untukku. Walaupun sudah digoyangkan pinggulku, tetap saja rok itu tak mampu melalui pantatku yang terlalu besar.

Aku kembali mengobrak-abrik pakaiannya, dan akhirnya aku menemukan rok panjang milik Mbak Dewi berwarna hitam. Kulihat ukuran pinggangnya agak besar

Aku segera memakainya, dan kali ini ukuran pinggangnya pas untukku. Hanya saja di bagian pantatnya, terlalu ketat, membuat pantatku terlihat membentuk di balik rok yang kekenakan. "Cuman ini..." Aku mendesah ragu, karena aku tidak menemukan pakaian lain yang bisa ku pakai.

Lalu kucoba memadukan dengan beberapa kaos milik Mbak Dewi dan hasilnya tidak ada yang muat.

"Sepertinya aku harus membatalkan niatku untuk pergi."

Rasanya sudah lama sekali aku ingin melihat konser Opick tapi tak pernah ada kesempatan, dan sekarang ada kesempatan, tapi yang terjadi aku malah tidak menemukan sehelai pakaian yang benar-benar layak aku kenakan malam ini.

Saat aku dalam keadaan frustasi aku melihat sebuah sweater berwarna cream yang cukup tebal di dalam lemari Mbak Dewi. Aku buru-buru mencobanya.

Saat aku mencoba menarik resleting nya, aku agak kesulitan, dan sialnya resleting itu berhenti tepat di tenga-tenga payudaraku yang besar. "Astaga, dosa apa yang sudah kau lakukan Aziza?" Dumelku kesal, karena payudaraku yang terlalu besar, membuat resletingnya menyangkut, sehingga belahan payudaraku terlihat menantang. Tapi setidaknya sweater yang kukenakan tidak membuat puttingku ngejiplak.

"Aku bisa menggunakan jilbab untuk menutupinya." Kataku yakin.

Lalu aku mencari jilbab Mbak Dewi yang paling besar dan panjang, Alhamdulillah stok jilbab Mbak Dewi cukup banyak, buru-buru aku memakainya dan benar saja, jilbab Mbak Dewi berhasil menutupi belahan payudaraku. Sekarang masalahnya tinggal celana dalam.

Aku mungkin bisa tak mengenakan bra, karena sweater yang kukenakan cukup tebal, tapi untuk celana dalam, rasanya aku tidak nyaman kalau tidak memakainya. Aku kembali ke kamarku. Sejenak aku mengingat-ingat stok pakaian dalamku.

Kubuka lemari kamarku. "Alhamdulillah..." Aku bernafas lega karena menemukan kantung kresek dengan merk mall terkenal yang berisi celana dalam, yang kubeli sebulan yang lalu.

Waktu aku membeli beberapa helai pakaian dalam, Rani tanpa sepengetahuanku, memasukan celana dalam berjenis g-string kedalam belanjaanku. Alhasil celana dalam tersebut tak pernah kupakai. Tak mungkin aku memakai celana dalam yang biasa di kenakan seorang pelacur murahan.

Dan siapa yang menyangka, celana dalam ini sekarang menjadi sangat berguna. Tapi yang jadi masalah, apakah celana dalam ini masih layak kupakai, mengingat belum pernah ku cuci. Selain itu, rasanya risih sekali kalau aku yang seorang hijaber mengenakan pakaian dalam yang menurutku tidak layak untuk di gunakan.

Setelah berfikir sejenak, akhirnya aku nekat memakainya, karena dari waktu aku beli, aku tak pernah memakainya, dan lagi celana dalam ini tersimpan rapi di dalam kantung kresek, sehingga tak berdebu, selain itu, ini dalam keadaan darurat, toh keberadaannya juga ada di dalam sehingga tak akan ada yang tau.

---------
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
hebattttt euy suhu Alvin....

bisa aja ngarang spt itu...

tlp Dewi tnyt di sengaja biar aziza juga merasakan nikmatnya bersetubuh...

patut di tunggu next story nya...
 
MAkasih update nya ziza seksi sekali dikerumunin laki2 preman dikonser hahhaa
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd