Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjalanan Seorang Akhwat

Status
Please reply by conversation.
Mantap suhu. Izin pasang tenda.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Wah mantep kepolosan dan kebodohan Azizah
Hahaha
Kondom dikira permen karet
 
Sesuai janji saya....
Semoga memuaskan...

Kutelusuri jalanan beraspal yang tampak lenggang dengan sepeda motorku, angin malam yang dingin membuatku menggigil kedinginan, apa lagi tadi aku lupa memakai sweaterku karena terburu-buru ingin membelikan rokok untuk Pak Pramono, dosen Mbak Dewi.

Sejujurnya tadi aku ingin menolak permintaannya, tapi aku merasa tidak enak dengan Mbak Dewi, apa lagi selama ini Mbak Dewi sangat baik kepadaku.

Duh...
Ada-ada aja Mbak Dewi, masak aku yang di suruh beli rokok, apa kata orang nanti.

Kutekuk wajahku...

Aku sengaja mencari warung yang cukup jauh dari rumah kontrakanku, agar tidak ada yang mengenaliku, pasti akan sangat memalukan kalau sampe ada orang yang mengenalku sedang membeli rokok. Setelah merasa cukup jauh, aku melihat sebuah warung di pinggir jalan.

Tempatnya cukup sepi karena tidak ada rumah penduduk di sekitarnya, dan agak menyeramkan menurutku, tapi kurasa di sana adalah tempat yang tepat.

"Assalamualaikum." Sapaku.

"Ya Neng, walaikum salam, mau beli apa Neng." Tanya sang pemilik warung.

Sumpah aku merasa sangat gerogi dan ragu untuk mengucapkan apa yang ingin ku beli. "Anu... saya mau beli... itu... rokok..." Jawabku gugup.

Dia tampak kaget mendengar jawaban ku, dan reaksinya itu sudah bisa aku tebak.

Aku menggigit bibir bawahku menahan malu, mungkin pemilik warung akan berfikiran yang tidak-tidak tentang diriku. "Itu punya orang Pak." Jawabku cepat, berharap dia tidak berfikiran macam-macam tentangku.

"Untuk Neng juga gak apa-apa kok." Jawabnya cengengesan.

Astagfirullah...

Sabar Ziza... sabar...

"Bukan kok Pak." Kataku tegas.

Dia menatapku dengan tatapan aneh, membuatku merasa tidak nyaman, sungguh aku tidak suka dengan cara dia melihatku.

"Ngaku aja Neng... saya sudah biasa ketemu wanita kayak Neng, pake jilbab tapi suka merokok." Ujarnya, aku sangat geram mendengarnya.

"Jangan sembarangan Pak." Sanggahku. "Saya bukan wanita seperti itu." Jelasku kepadanya.

Astagfirullah...
Kurasa mukaku saat ini sudah sangat merah menahan rasa malu bercampur emosi karena mendengar ucapannya barusan yang menurutku sangat melecehkan ku sebagai wanita.

Rasanya ingin sekali aku menyumpal mulutnya itu dengan cabai rawit.

"Rokok apa ni Neng?" Tanyanya.

"Gak jadi deh Pak..." Jawabku jengkel.

"Ya elah Neng, gitu aja ngambek... cewek kayak Neng biasa di bayar berapa? Bapak bayarin deh." Katanya enteng, sungguh ucapannya sangat tidak pantas.

Aku mengeram marah. "Astagfirullah Pak... jaga mulut Bapak." Umpatku kesal.

"Ckckckckckck...."

Aku hendak pergi meninggalkan warung tersebut, tapi tiba-tiba tanganku di cekal, membuatku ketakutan setengah mati, bayangan seorang ahkwat di perkosa di dalam gubuk warung, membuatku menghardik ngeri. Aku beristigfar di dalam hati agar di jauhkan dari segala marabahaya.

Dengan satu hembusan nafas, aku memberanikan diri melihat siapa yang berani mencekal pergelangan tanganku, dan apa yang kulihat saat ini membuatku sejenak terpaku, membisu dengan tatapan kosong.

Mendadak rasa takut, marah yang tadi membuncah mendadak hilang di sapu angin malam.

Deg... deg... deg...
Pemuda itu... lagi-lagi dia... kenapa harus selalu dia, tidak bisakah dia menghilang walaupun hanya sekejap. Kugigit bibir bawahku, menahan perasaan aneh yang bergejolak di dalam hatiku.

Entah kenapa kehadirannya mampu membuatku merasa nyaman, aman dan tentram. Aku merasa seperti mendapat perlindungan darinya.

Pemuda itu menatap marah kearah sang Bapak pemilik kios rokok.

"Jangan sembarangan kalau ngomong Pak." Ujarnya.

Bapak itu tampak kaget. "Ooo itu teman kamu ya... maaf Bapak tidak tau." Jawabnya, sepertinya sang Bapak mengenal baik dirinya.

"Sini pak rokok dji samsunya sebungkus."

"Iya Mas..." Bapak tua itu mengambil rokoknya, lalu ia memberikannya kepada pemuda tersebut. "Ini Mas rokoknya." Ujar sang Bapak.

"Terimakasih Pak... tapi ini gratiskan?"

"Loh... kok gratis..." Protes sang Bapak.

"Anggap saja ini bayaran atas ucapan Bapak barusan." Ujarnya, lalu ia menarik ku menjauh. "Ayo Za kita pulang." Ajaknya.

Tanpa melepaskan tangannya di pergelangan tanganku, ia membawaku menuju motorku. Oh Tuhan... pria itu menyentuhku, dia... orang pertama yang berani menyentuhku.

Astagfirullah...
Ada apa dengan diriku, kenapa aku diam? Di mana Ziza yang dulu, yang tidak akan membiarkan siapapun yang berani menyentuhnya.

Aku hendak protes dan menarik tanganku, tapi tiba-tiba ia melepas pergelangan tanganku, membuatku kembali membatu antara ingin marah dan berterimakasih.

Tanpa memperdulikanku yang sedang bengong, dia naik keatas motorku. "Ayo naik." Suruhnya.

"Eh...."

"Buruan..." Perintahnya.

Hei... hei... hei...
Siapa dia? Kenapa ia berani memerintahku, dan lagi itu motorku, kenapa ia duduk di motorku? Mau maling ya?

Astagfirullah...

Bukannya marah, atau mengusirnya dari atas motorku, aku malah menuruti perintahnya, dan duduk manis di belakang jok motorku.

Dengan perlahan pemuda itu menjalankan sepeda motor milikku, sembari memboncengku.

--------

"Kita mau kemana?"

"Udah ikut aja." Katanya enteng.

Aku merucutkan bibirku karena kesal dengan sikapnya yang acuh tak acuh.

Ya Tuhan, apa dia mau menculikku?

Sejenak aku terbayang sebuah adegan penculikan terhadap seorang wanita, di mana sang pria membawa wanita ke tempat yang sepi, lalu memperkosanya dan membunuhnya.

Tidak... tidak... tidak...
Mana mungkin Mas Aldo melakukan itu? Dia pria yang baik, dia sudah menyelamatkanku berulang kali.

Tapi bukankah kata Bang Napi, kejahatan itu terjadi bukan karena hanya ada niat, tapi karena juga ada kesempatan... gimana kalau ternyata Mas Aldo berbuat jahat kepadaku karena merasa ada kesempatan? Apa lagi malam ini terlihat sunyi.

Astagfirullah...

"Ayo turun... jangan banyak melamun!"

"Eh..."

Aku menoleh ke kiri dan kanan, dan entah semenjak kapan aku sudah berada di depan rumah kontrakanku. Dia tersenyum melihatku yang terlihat kikuk.

"Sudah lima menit yang lalu kita sampai di kontrakanmu, dan sepertinya kamu masih ingin aku bonceng ya?" Deg... mataku membulat lebar.

Astagfirullah....
Bagaimana ceritanya aku tidak sadar kalau sudah selama itu kami tiba di rumah kontrakanku.

Mukaku saat ini pasti sudah berubah merah seperti kepiting rebus sanking malunya aku, bagaimana mungkin aku merasa nyaman duduk di satu motor dengan seorang pria yang bukan muhrimku.

Buru-buru aku turun di atas motor, masih dengan wajah yang menunduk, sungguh aku merasa sangat malu.

Kemudian ia ikut turun dari atas motorku, lalu menyerahkan kunci motorku beserta sebungkus rokok kepadaku. "Lain kali... kalau kamu mau belanja cari tempat yang ramai, sangat bahaya untuk wanita secantik kamu sendirian berada di tempat sepi." Katanya menasehatiku.

Sejenak aku terpaku mendengar nasehat darinya, kalimat cantik yang ia ucapankan, cukup membuat hatiku bergetar hebat. Tapi harus kuakui, di balik sikap angkuhnya yang menjengkelkan itu, dia sangat baik kepadaku.

"Terimakasih Mas..." Kataku pelan nyaris tanpa suara.

"Iya..."

Kemudian dia berbalik, berjalan memunggungiku, sementara aku masih berdiri di sini, menatap punggungnya, yang semakin lama semakin menghilang di ke gelepan malam.

Ya Tuhan...
Dosakah hamba yang hina ini karena memiliki sebuah perasaan yang seharusnya tidak hamba miliki, tak terasa bibirku menyunggingkan sebuah senyuman kebahagian yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

-----------
 
Jangan2 aldo satu grup sama pramono ya.. Haha
 
mbak dewinya kegap pls, biar ada pergulatan batin si zizah, antara murka melihat tmnnya berzinah dan napsu :Peace:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd