Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjuanganku Menaklukkan Ketakutan

Jossss suhuuuu... di update terusss suhu, penasaran akhirnya suhu sama siapa
 
Semoga wabah COVID-19 segera berlalu.
Stay safe ya semuanya
______________________________________________________


CHAPTER XXIV: KE IBUKOTA

Selepas pergumulanku dengan Alina, aku seperti merasa bersalah dengan Dita, dia yang selalu mendukungku dan menyemangatiku aku khianati. Namun aku tak sanggup menahan gairah membaraku yang selalu muncul saat bertemu dengan tubuh wanita indah di depan mata.

Sesuai dengan masukan keluarga terdekat dan tentu saja semangat dari Dita, aku berangkat ke Jakarta, hanya untuk pengambilan nomor ujian. Ini merupakan pertama kalinya aku berangkat ke Jakarta sendirian.

Aku hanya ingat waktu aku kecil, sebelum TK mungkin, aku terakhir kali diajak pergi ke Jakarta sama orangtuaku, ke rumah saudara. Waktu itu yang kuingat hanyalah, aku tidur di pangkuan Ibu, sambil menonton film Bruce Lee yang ditayangkan di Bus malam. Waktu itu, aku yang belum tahu apa-apa hanya nurut saja apa kata Ibu, tahu kalau anaknya ga tahan kalau naik bus, aku disepanjang perjalanan selalu diajak ngobrol, makan kacang, makan permen, pokoknya sampai aku lupa bahwa perutku mual.

Itulah orang tua, selalu berupaya agar anaknya baik-baik saja.

Pun juga, waktu aku mau berangkat ini, Ibuku tiba-tiba datang menghampiriki yang sedang asyik bermain gitar di depan rumah. Dengan daster berwarna cokelat, dia duduk disampingku.

“Besok, pagi-pagi km dianter Bapak, nanti beli nasi bungkus dulu, buat bekal di dalam kereta” Ujarnya disebelahku.

Dia lalu terdiam, mungkin memikirkan anaknya yang sekarang sudah besar, mau pergi sendirian. Naluri seorang Ibu tentu saja sangat khawatir.

“Itu ada yang kelupaan nggak, jangan sampe ada yang ketinggalan, udah packing belum?” tanya ibu kepadaku.

“udah buk, semua udah tak masukin ke tas, tinggal besok. Ibu ga usah kuatir, aku udah gede bu. Mohon doanya biar lancar urusan ke Jakarta ya bu.” Balasku kepadanya.

Malam pun terasa syahdu. Bulan terang bersinar berasa seperti sedang menerangi kita berdua yang melanjutkan obrolan ke topik tetangga. Memang itu yang paling mengasyikkan kalau ngobrol, menggosipkan tetangga itu memang enak. Apalagi ada gosip tetangga seberang rumah itu, sering didatangi Polisi. Kabar yang beredar anak dari tetanngaku itu terlibat narkoba.

Keesokan harinya aku sudah siap-siap dari pagi, padahal kereta baru berangkat sore hari. Ibuku tak henti-hentinya menasehatiku, berbagai macam wejangan selalu diberikannya, demi kebaikan anak-anaknya.

“Moga-moga lancar yo leee.. keterima kerja. Ketemu jodoh diasna.” Ibuku berujar sambil menyiapkan sarapan bagi kami.

Sorenya, aku diantarkan Bapak ke stasiun, disana sudah ada Dita yang menunggu di stasiun. Bapak menghantarkanu hanya sampai gerbang depan stasiun saja, karena buru-buru mau ada acara sarasehan habis maghrib.

Aku langsung menghampiri Dita yang duduk di bangku, sendirian, dengan baju berwarna hijau kehitaman.

“Eh sayang, udah lama? “ AKu bertanya kepadanya.

“ngga juga sih, cuman tadi sudah sempet makan sebentar di angkringan depan” Jawabnya singkat.

“Waaaaaaah udah lama dong ya, maaap kan yaaak, tadi macet dijalanan. Hehehehe” Balasku.

Kamipun berlanjut dengan berbincang ringan. Tertawa lepas, sampai akhirnya waktu mendekati keberangkatanku, aku pamit sama Dita.

“Doakan lancara ya sayang.” Pintaku kepadanya.

“So pasti, semoga semuanya lancar. Love you.... “Dita membalasku dengan memberikan kecupan di pipi.

Sunggu sangat romantis seperti nuansa anak SMA yang sedang pacaran.

Aku pun mulai masuk ke dalam peron stasiun. Tak lama pun aku langsung masuk gerbong, menuju kursi yang ada di tiket, tiga baris dari pintu keluar.

Suasana kereta sangat ramai, tak sengaja aku pun ketemu temen kampus yang ternyata sama-sama mau ke Jakarta ambil nomor antrian. Tapi tak ingat-ingat kok sepertinya aku lupa namanya siapa.

Duh kumat nih, ingat muka tapi ga ingat nama.

Ah biarin aja lah. Nanti juga kalau ketemua lagi aku tanyain siapa namanya. Ahahahaha

Tak lama setelah adzan Isya, aku mulai lapar, kubuka nasi bungkus bekal dari orang tuaku, dan kulahap sebagai makan malamku.

Terlihat emang beberapa orang juga membuka bekal mereka masing-masing. Wajah-wajah lelah, para perantau seperitnya, Aku bisa tebak demikian karena hari ini adalah hari Minggu, artinya adalah banyak pejuang perantauan yang akan kembali merantau ke Jakarta. Kembali mencari penghasilan di Ibukota.

Perut kenyang, kantuk pun datang. Waktu sudah mulai malam, aku pun mulai memejamkan mata, terlihat juga banyak orang yang sudah merem daritadi, ada juga yang masih berbincang dengan orang disebelahnya,.

Sedangkan aku, sebagai orang yang jarang ngobrol sama orang lain, diam adalah satu-satunya kegiatan yang aku lakukan sepanjang perjalanan. Tentu saja diamku ini menyimpan banyak pikiran di kepala. Lelah memikirkan berbagai hal, aku pun mulai terlelap, dan perjalanan kereta pun terasa sangat hening.

Stasiun senen, adalah tujuan akhirku, beberapa menit lagi aku sampai, waktu sudah menunjukkan jam 3 pagi. Kereta mulai banyak berhenti, mendekati tujuan. Aku melihat melalui jendela, ternyata kehidupan di Jakarta sudah sangat ramai bahkan jam 3 pagi dikala orang-orang di kampung sedang nyenyak tidur.

Sesampainya di Stasiun Senen, aku pun memutuskan untuk menunggu beberapa saat agar matahari sedikit naik menyinari bumi.

Dan ternyata aku tak sendirian, aku dan beberapa orang lainnya pun antri di kamar mandi,untuk mandi pagi.

Teman kampusku yang tadi aku lupa namanya ternyata ada persis di depanku.

“Eh, aku kok lupa namanmu siapa ya?” Tanyaku dengan sangat polos.

“aseeeemmmik... mosok lupa... aku Ari.” Jawabnya singkat.

“hahahha.. soryy sorry,, maklum wes umur bro..” Pungkasku..

Selesai mandi, kami pun ngobrol di bangku stasiun, dia juga ternyata mendaftar pada posisi yang sama denganku. Artinya adalah dia salah satu sainganku dalam lowongan ini.

Untuk banget aku ketemu dengan Ari, jadi ada temen kemana-mana. Gak kaya orang ilang sendirian. Walaupun Ari juga pertama kali ke Jakarta.

Aku tak lupa memberi kabar orang rumah dan Dita kalau aku sampai di Jakarta dan bahwa aku baik-baik saja.

Waktu sudah pukul 6, aku dan Ari pun memutuskan bersama untuk naik taksi, ke lokasi pengambilan nomor ujian, mumpung masih pagi katanya, gak macet jadi ongkosnya lebih murah. Kami pun berangkat berdua, menaiki taksi Express yang sedang mangkal di depan Stasiun.

Memang benar kata orang-orang, Jakarta itu kota yang ga ada matinya. Tadi jam 3 pagi aja sudah ramai, sekarang jam 6 pagi, sudah mulai macet perjalananku ke lokasi.

Aku pun berkata dalam hati, kalau bukan karena nyari kerja, ga bakalan sekalipun menginjakkan kaki di Jakarta.

Sesampainya di lokasi, sudah banyak orang yang berkumpul disana. Semua berjejer antri seperti orang yang antri jatah sembako. Berbagai macam gaya memang ada di Jakrata, aku yang orang kampung sedki minder sama orang lain.

Proses pengambilan nomor ujian tidak memerlukan waktu lama, cuman antrinya yang sangat bikin haus dahaga. Aku sudah antri dari jam 7 pagi. Baru selesai jam 12 siang.

Memang ini pekerjaan yang sangat dilirik banyak orang.

Setelah selesai, aku pun bingung, mau kemana, dan kuputuskan untuk duduk-duduk di bawah pohon rindang depan gedung. Berteduh sambil melihat jalanan Ibukota yang ramai. Kertas kuning dengan tempelan fotoku kuamati seksama.

Hatiku berkata dan berdoa, semoga aku bisa keterima kerja disini. Semoga semuanya sesuai dengan harapan keluargaku. Tanggal ujian sebulan lagi, masih ada waktu untuk belajar, aku akan simpan baik-baik kartu ini.

Selang beberapa saat, ada petugas atau lebih tepat dibilang satpam menghampiriku, menegurku untuk tidak duduk-duduk disitu.

Aduh ini sangat memalukan sekali batinku, aku pun bergegas dari situ dan mencari angkutan ke stasiun, sebab aku berencana habis ambil nomor, langsung pulang sorenya. Sedangkan temanku si Ari ternyata dia masih akan tinggal di Jakarta, sambil ngelamar kerjaan yang lain. Dia punya saudara jauh yang tinggal di Bekasi.

Aku pun sesungguhnya punya saudara juga, tapi mengingat keperluakanku hanya ambil nomor ujian saja. Aku rasa tak perlu repot-repot sampai mengunjungi saudara. Lagian akan memakan banyak ongkos nantinya.

Aku naik Kopaja ke stasiun Senen, kemudian kembali antri untuk membeli tiket pulang.

Sambil menunggu kereta, aku pun makan, di warteg. Sungguh berat perjuangan, hanya ambil nomor ujian saja, sampai lupa makan.

Kali ini aku benar-benar mati gaya, tak ada teman berbicara, hanya duduk-duduk saja sambil mengamati orang lalu lalang di stasiun sampai akhirnya keretaku sudah tiba dan akan segera berangkat.

Bersambung...
 
Kirain sudah lolos ... Ternyata baru ambil nomor ujian ...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd