Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

hayah, gue baru liat updatenya, sepertinya terkubur dengan notifikasi lain di sini. terimakasih updatenya suhu @racebannon kalian emang luar biasa kalo urusan disuruh bikin cerita selingkuh dengan alasan bosan atau pake perasaan yang dalem banget
 
PERJUMPAAN – 28

--------------------
--------------------

desain10.jpg

Sial. Jam berapa ini sekarang? Waktu tampak begitu cepat berlalu ketika kesadaranmu hilang.

Mataku sulit sekali terbuka. Sama sekali. Dan aku buta pada situasiku sekarang. Yang aku tahu, aku baru saja melewati malam yang berat.

Sambil mencoba mengembalikan kesadaranku, aku mulai menata inderaku satu per-satu. Nafasku terasa berat, bau, dan begitu mengganggu. Bau badanku mengesalkan dan tak tahu malu. Otot-ototku sakit seperti sehabis berolahraga berat. Kepalaku pusing dan berputar. Aku memang sudah tidak mabuk lagi, tapi badanku menolak untuk berkompromi.

Jam tangan masih terpasang di tanganku, dan waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Ya, aku masih memakai pakaianku yang semalam. Kulitku terasa lengket, mungkin karena aku tidak mandi semalam.

Aku berusaha bangkit dan terduduk di kasurku. Suasana begitu sepi, sunyi, hening dan tak berbunyi. Aku berusaha meraih handphoneku dengan susah payah. Telepon canggih itu ternyata masih berada di dalam saku celanaku.

Dengan satu gerakan yang begitu lambat, aku mengeluarkan handphone itu dari dalam saku celana. Aku melihat rentetan pesan yang masuk sejak dari entah jam berapa. Tapi ada satu nama yang langsung menyita perhatianku.

Nama istriku sendiri. Listya. Ya, aku masih ingat seharusnya ia ke bali hari ini, dan seharusnya ia sudah berangkat. Dan dia kemarin memintaku mengantarnya. Entah apa aku yang lupa soal jadwalnya ke Bali, atau sebaliknya. Tapi ini miskomunikasi yang parah.

Walau enggan, aku membuka handphoneku yang tampaknya sudah mulai low-batt itu. Aku mulai membaca pesan-pesan pendek dari Listya yang sepertinya datang dari tadi subuh. Ya, dia semalam tidak mencariku. Entah mengapa.

“Kamu kenapa?” “Pulang-pulang teler kayak gitu?” “Kamu gak bisa diajak ngobrol, apalagi nganterin aku. Aku jalan sendiri aja”

Itu adalah contoh dari beberapa rentetan nasihat soal alkohol dan kekecewaannya karena malam itu aku pulang dalam keadaan mabuk, tapi kemudian beralih ke pesan-pesan soal dia berangkat dengan menggunakan taksi, lalu boarding dan sebagainya.

Wait. What did I miss? Oh iya. Aku ingat. Semalam, aku tidak pulang sendiri. Stephanie mengantarku pulang, sepertinya. Ya, sepertinya. Karena walaupun aku sudah mulai ingat, ingatanku masih samar, kepalaku masih berat.

Dan seingatku, semalam kesadaranku menghilang.

Aku mengirim beberapa pesan balasan ke Listya, dengan pura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Setelah mencoba menetralkan suasana, yang sepertinya sudah netral semenjak ia terbang ke Bali, aku beralih ke nama lain.

Stephanie. Ada beberapa pesan tak terbaca datang dari dirinya.

Aku mencoba merunut kejadian semalam dari pesan-pesan di handphoneku. Itu dia. Pesan-pesan singkat dari Stephanie Hartanto yang mungkin bisa menghilangkan rasa penasaranku.

“Bas, aku udah di jalan pulang dari rumah kamu.” “Aku tadi setirin kamu pulang” “Aku naik grabcar, aman” “Kamu sampai rumah langsung keluar dari mobil dan gak bilang apa-apa”

Pesan berikutnya hanya memberi tahu bahwa dia sudah sampai di apartemennya. Mendadak, aku teringat ucapanku malam tadi. “Aku gak mau pulang”, yang disertai dengan pelukan erat di parkiran.

Entahlah. Memoriku kabur, dan rasanya aku seperti ingin muntah. Mulutku berasa kering dan tidak karuan. Di saat kalut seperti ini, aku langsung berpikir untuk kerja dari rumah saja. Tidak baik aku ke kantor dengan kondisi seperti ini.

Dengan beberapa gerakan singkat, aku mengajukan izin work from home mendadak lewat aplikasi internal kantor. Sekarang aku hanya tinggal menunggu email konfirmasi.

“Fuck”

Handphoneku berbunyi dengan kerasnya. Suaranya menggelegar, masuk ke dalam telingaku. Tanpa berpikir dan melihat ke layar, aku mengangkatnya.

“Halo” suaraku terdengar begitu tidak karuan.
“Kamu udah bangun?”

Listya. Suaranya terdengar begitu tak jelas, dengan banyaknya bising di latar. Dia pasti entah ada di mana, pokoknya di keramaian.

“Udah… Baru”
“Kamu kenapa semalem pulang malem banget?”
“Itu aku…”
“Heran aku kamu bisa nyetir dalam kondisi gitu”

Dia tidak marah? aneh

“Gimana? kondisi apa?”
“Bas, kamu udah lama banget gak kehilangan kesadaran kayak gitu. Kayak kamu jaman pacaran… Aneh”

“Kamu dimana?”
“Baru landing, aku baru keluar dari WC”
“Oh… Aku…”
“Kamu jangan kayak gitu lagi dong…. Masa mau balik kayak jaman kuliah dulu?” Ya, maksudnya mabuk-mabukan, ya kan?

“Aku…” kata-kataku hilang. Aku tak bisa bicara apapun.
“Aku harus ambil bagasi dulu, terus pastiin kamar buat bapak-bapak pejabat ya”
“Eh?”
“Bye, love you”

Love you? Aku menutup telpon dengan kepala pening. Kenapa Listya bertindak seperti semalam tidak ada kejadian apa-apa?

Akhir-akhir ini, aku merasakan jarak yang aneh dengan istriku. Dimulai dari komplainku soal kehidupan pernikahan kami, tapi dia merasa tidak ada masalah sama sekali. Dan sekarang, dia tampaknya langsung tenggelam di dalam pekerjaannya, tanpa memikirkan kejadian semalam, dan melupakan amarah.

Ya, jaman aku pacaran dengannya dulu memang aku agak parah, tukang minum-minum, dan dia juga beberapa kali ikut bersamaku. Aku ingat dulu dia komplain dan berharap agar aku merubah kebiasaanku, yang kemudian aku usahakan. Aku berprogress karena komplainnya, menjadi orang yang bisa dibilang lebih baik.

Tapi ketika keadaan berbalik, kenapa dia tidak ikut berprogess? Dan semalam, kenapa dia tidak merasa ada yang aneh? Harusnya dia marah. Marah sekali.

Pulang malam tanpa kabar saja, harusnya dia sudah marah. Pulang malam, tanpa kabar, mabuk, diantar perempuan lain. Harusnya dia sudah mengamuk, bahkan mungkin mengancam cerai.

Entahkah. Aku mencoba bangkit tapi rasanya badan terlalu berat. Aku membenamkan lagi badanku ke dalam kasur, sambil mencoba membuka jaketku dan berlindung di balik selimut. Aku biarkan kesadaranku jatuh kembali, mencoba mencari keseimbangan ditengah kehilangan kesadaran semalam.

--------------------
--------------------
--------------------

Sial. Sial yang kedua kalinya. Handphoneku berbunyi dengan ganasnya. Aku membuka mata dengan gerakan enggan, sambil mencoba melihat jam di dinding.

Jam 3 sore, dan aku langsung mendengar suara yang familiar di ujung sana.

“Bas?”
“Hmm?”
“Are you okay?”

“Siapa ini?” balasku lemah, suasana gelap. Ternyata di luar hujan dengan derasnya dan suara petir menyambar-nyambar.

“Ini aku”
“Oh…”

Ya, itu suara Stephanie. Atau lengkapnya, Stephanie Kirana Hartanto.

“Kamu gak masuk hari ini?”
“Aku ngajuin WFH”
“Anak-anak kamu seharian gak ada yang bisa kontak kamu… Are you okay? Kamu harusnya izin sakit aja lewat app, instead of ngajuin WFH. Kalau kamu ajuin WFH, mereka yang dapet notifikasi kamu WFH bakal ngarep kamu actually kerja beneran di rumah… Which is menurutku kamu lagi ga sanggup” sambung Stephanie dengan panjang.

Suaranya terdengar tenang, tapi aku bisa merasakan kekhawatiran disana.

“Aku baik-baik aja”
“Do you need anything?”

Mendadak ingatanku kembali. Aku membayangkan kejadian waktu Stephanie mengembalikan obat-obatan yang aku belikan saat ia sakit. Saat ia menolak gesture baikku. Ada rasa ingin membalas dendam atas rasa sakit yang waktu itu ia timbulkan, tapi rasanya aku tidak tega.

“I need you”
“What?”
“I need you”

“Bas, jangan ngomong soal itu terlalu keras…” I see. Rupanya dia ada di kantor, atau di tempat yang sulit bicara private.

“But I really need you”
“Kamu ancur banget semalem”
“That’s because of…”
“Stop. Jangan ngomong lagi….” Aku bisa merasakan helaan nafas Stephanie yang panjang.

Kami berdua terdiam untuk beberapa waktu. Dan mendadak, telponnya putus. Aku melirik ke layar handphoneku dan mendapati ada satu pesan baru dari Stephanie.

“Wait. I’ll come to you after office”

--------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd