Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

Tengkiuu suhu apdetnya.

Selalu ada penyesalan, tp begitulah laki2. Klo ga nyobain mana tau rasanya sm yg lain..wkwk
 
PERJUMPAAN – 42

--------------------
--------------------

desain10.jpg

“Kita harus pisah. Aku udah mutusin kalau aku seharusnya gak bareng kamu lagi”
“Apa?”

“Selain resign, aku juga udah mikir soal masa depan kita.. Kita sebaiknya cerai” lanjutku, dengan nada bicara yang yakin dan pelan. Listya tampak bingung karena sepertinya, pemikiran kami berdua berbeda.

“Ta… Tapi… Kita bisa… Kita masih bisa benerin ini semua kan?
“Bisa… Tapi aku milih untuk enggak”
“...…” Listya menarik tangannya dari genggaman tanganku dalam diam dan raut wajahnya langsung berubah. Berubah menjadi kusut.

Kami berdua diam. Mungkin dia diam karena bingung, dan aku diam karena aku tidak ingin berkata apa-apa. Ya, dia sepertinya bingung sebingung-bingungnya. Mungkin dia pikir aku pulang malam ini karena ingin memperbaiki apa yang sudah rusak. Tapi aku punya pemikiran yang berbeda.

“Ini pasti gara-gara dia…” mendadak Listya membuka mulutnya.
“Dia siapa?”tanyaku.
“Stephanie? Ya kan?” tuduhnya.
“Bukan. Kamu salah” jawabku. “Ini karena aku sendiri”

“Bohong” sambung istriku. “Kamu bohong lagi”
“Aku gak bohong… Rencanaku habis semua ini, aku mulai semua dari nol lagi…” aku menarik nafas. “Bukan sama kamu, maaf… Dan aku gak pengen mikirin aku sama siapa-siapa dulu, aku mau fokus sama diriku sendiri”

“Yang bener aja kamu” kesal Listya.
“Mungkin sejauh ini, cuma ini yang aku pikir bener…” balasku. Aku merubah posisi dudukku, bersandar dan menatap wajah istriku yang tidak terlihat sedih. Dia tidak terlihat marah juga. Dia terlihat bingung, sampai-sampai dia bingung, dengan cara apa dia bisa melanjutkan pembicaraan lagi.

“Kamu pikir bener maksudnya apa Bas…”
"Maksudnya.... sejak kejadian-kejadian itu, baru sekarang aku bertindak bener..."
"Bas..."
“Ya, aku memang salah… Bukan posisiku lagi untuk nyalahin kamu dan semua yang kita debatin kemarin-kemarin, karena ternyata ujungnya yang gak bener itu aku…” aku bisa melihat ekspresinya yang begitu aneh. “Dan ternyata aku gak cuma keliatan salah di mata pernikahan kita.... Karena kamu ngasih tau kantor soal aku dan Stephanie…. Aku pun juga udah bikin salah sama tempat kerjaku.....”

“Itu… Itu karena aku gak bisa nyari kamu sama sekali… Dan aku bingung harus ngapain…” jawabnya.

“Kamu bisa email aku. Kamu bisa kontak sosmed-sosmedku… Instagram, facebook, linkedin bahkan… Tapi gak ada satupun yang kamu lakuin… Kamu langsung ke titik paling ekstrim. Ngelaporin aku ke kantor, dan untung mereka masih mencoba untuk klarifikasi dan ngobrol dulu…. Kalau aku kerja di BUMN mungkin malah gosip dulu yang ada, bukan aku dipanggil disuruh klarifikasi dulu…..” tanpa sadar, nada bicaraku menjadi naik.

“Kamu gak berhak marah Bas, kamu yang salah” potong Listya. “Dan aku disini berbaik hati ngasih kamu kesempatan kedua”

“Setelah ngelaporin aku, bikin mungkin karirku jadi bahaya? Terus abis itu kamu kasih aku kesempatan kedua? Ini kamu maksudnya mau ngehukum aku dulu kan? Baru kamu kasih aku kesempatan buat balik sama kamu?” sambarku.

“Itu…”
“Mungkin aku juga salah… Tapi udah, ini udah kepanjangan… Alasan aku mau cerai ya karena ini juga… Aku mau mulai sesuatu yang baru, bukan berlarut-larut dalam masalah kayak gini…”
“Kamu egois” bisik Listya.

“Aku gak berharap dibaik-baikin sama kamu dengan aku pulang sekarang” tambahku. “Aku cuma mau bilang aku bakal pisah sama kamu, dan aku juga bakal ngambil dokumen-dokumen di atas….”

“…..” Listya meringis bingung. Tanpa aba-aba, aku berdiri dan berjalan meniti tangga, ke arah kamarku dan kamarnya, mencari dokumen-dokumen yang diperlukan. Aku tidak mendengar suara langkah menyusul, aku tidak mendengar suara tangisan atau teriakan kekecewaan. Aku Cuma bisa mendengar suara langkahku sendiri, masuk ke dalam kamar, membuka pintu, dan memasuki kamar tidur ini.

Kamar yang tidak bergairah. Kamar yang tidak ada nafasnya. Setidaknya itu yang aku rasakan.

Dan dalam satu tarikan nafas panjang, aku mulai mencari dokumen-dokumen itu.

--------------------
--------------------
--------------------

pelet-10.jpg

“Iya… Walaikum salam” aku menjawab salam perpisahan di telpon itu dengan kata-kata sederhana tersebut. Aku melihat layar handphoneku dan menyadari bahwa itu telpon paling lama yang pernah kulakukan.

45 menit. Pembicaraan dengan ibuku. Suara ibuku disana cukup kaget dan bicara dengan hati-hati. Rupanya Listya belum bilang apa-apa ke orang tua kami. Berita perselingkuhan dan perpisahan belum sampai ke telinga mereka, setidaknya sampai tadi.

Sudah pukul jam 7 pagi dan aku sedang duduk di kursi yang berjejer di luar minimarket di daerah selatan Jakarta. Dari jauh aku bisa memandangi budget hotel yang tadi malam kujadikan tempat untuk tidur.

Kubakar rokok sambil meminum kopi panas yang kubeli tadi, yang rupanya sudah menjadi dingin. Aku mengingat kejadian semalam, dimana aku telah menyampaikan keinginanku untuk berpisah kepada Listya. Sampai aku pergi, dia masih duduk di bawah tanpa berkata apa-apa. Mukanya masih tampak kaget dan masih belum bisa menerima kenyataan.

Dia tampak bingung, sekaligus kesal, mungkin. Karena kata-kata perpisahannya adalah “Kamu Egois” dia mengatakan itu dengan suara yang terdengar begitu berat dan begitu menyesakkan.

Gak semua yang rusak harus diperbaikin, apalagi kalau rusaknya datang dari berbagai macam sisi.

Egois. Mungkin itu julukan baru yang akan diberikan oleh banyak orang kepadaku. Aku egois karena ingin menang sendiri. Aku egois karena meninggalkan istriku. Aku egois karena aku sempat berbuat kesalahan dengan Stephanie dan istriku tidak melakukan kesalahan apapun. Setidaknya kesalahan yang terlihat di mata orang-orang.

Masih bisa kurasakan juga perasaan terkejut ibuku saat aku menelponnya tadi. Dia tampak bingung, menanggapi omonganku tadi. Dia bingung karena aku langsung berkata hal-hal yang mungkin tidak pernah dia bayangkan sama sekali.

Perceraian. Perselingkuhan. Perasaan hampa dalam pernikahan. Keinginan untuk memulai semuanya dari awal. Dan semua hal-hal yang tampaknya asing bagi beliau dan ayahku. Aku tidak bisa membayangkan obrolan macam apa yang terjadi sekarang antara kedua orang tuaku.

Tapi yang pasti, aku sudah meminta waktu mereka untuk mendengarkanku ulang di hari libur nanti. Aku akan pulang ke rumah orang tuaku, menjabarkan posisiku, posisi Listya, dan posisi masa depanku, dari sudut pandangku.

Aku tidak berharap dibela. Aku tidak berharap mereka memihakku. Aku hanya berharap mereka bisa mendengar. Terserah nanti mereka ingin marah, ingin mengusirku, atau ingin apa. Terserah saja.

Yang pasti aku ingin mengulang semuanya. Aku ingin menjadi orang yang baru, lepas dari beban yang ada sekarang. Panggil aku pengecut karena aku tidak ingin memperbaiki hubunganku dengan Listya. Panggil aku pengecut. Tapi seperti yang kupikirkan tadi, tidak semua yang rusak harus diperbaiki. Mungkin kita harus menjauh dari kerusakan itu, dan menjadikannya pelajaran supaya di masa depan, hal tersebut tidak terulang lagi.

Dan aku ingin mengulangnya. Aku ingin menjaga hidupku ke depannya, dari hal-hal buruk yang terjadi belakangan ini.

Mungkin aku egois. Mungkin memang begitu. Tapi aku hanya ingin hidup yang baru. Aku ingin mengulang semuanya.

Ah, handphoneku bergetar. Aku mengintip nomernya, dan aku menemukan sebuah nomer tanpa nama. Tapi aku sepertinya hapal nomer itu.

Ya, itu nomer ayahku. Aku menarik nafas, dan bersiap untuk menjawab. Mungkin itu yang harus kulakukan dalam beberapa hari kedepan. Bersiap-siap, lalu menjawab.

--------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd