Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

Bimabet
PERJUMPAAN – 43

--------------------
--------------------

pelet-10.jpg

“Kamu yakin, gak mau perbaikin ini semua?” tanya Ayahku, dari sebrang sana. Suaranya terdengar kalem, tapi bisa kurasakan nada-nada kekecewaan dan nada-nada kemarahan yang tersirat. Perasaan hampa menghampiri, menahan kata-kataku di dalam pikiranku. Banyak yang ingin kuucapkan, tapi sedikit yang bisa kuucapkan.

Dia mirip diriku. Tidak biasa berekspresi begitu lepas. Mungkin itu juga yang membuatku memendam, memendam, dan giliran keresahan datang, aku kurang bisa mengartikulasikan itu semua, setidaknya ke Listya.

“Udah telat, Yah”
“Gak ada yang telat sama sekali” sambungnya. “Ayah juga sudah bicara dengan Listya, tapi masih bingung kalau Bapaknya menghubungi Ayah. Sampai sekarang belum”

“Ini kan keputusanku. Aku udah bulat mau pisah”
“Hmm.” Terdengarnya Cuma Hmm. Tapi bisa kurasakan aura kemarahan disana. Dia sudah bicara dengan Listya. Berarti Listnya mungkin saja mengatakan semua keburukanku. Bercerita tentang Stephanie dan perselingkuhanku.

Aku tertawa dalam hati. Isi kepalaku mengantisipasi apa yang mungkin terjadi. Omongan-omongan buruk apa saja yang dibicarakan di belakangku, kejahatan-kejatahan apa yang diceritakan pada istriku kepada ayahku, aku hanya bisa membayangkannya saja. Tapi aku tidak ingin mendengar itu semua, bukan karena itu akan memicu kemarahan atau kesedihanku, tapi itu semua hanya akan menambahkan garam ke laut. Sia-sia. Aku sudah tau semuanya dan sudah tahu cara menghadapinya.

“Sudah dulu ya, mau siap-siap ke kantor” balasku, memotong percakapan yang mungkin datang. Aku memanfaatkan komunikasi yang canggung dengan ayahku, untuk menyudahi percakapan yang banal ini.

“Oh.. baik”
“Assalamualaikum” aku mengucap salam dan langsung menutup telpon. Dan melangkah, menuju ketidak pastian.

--------------------
--------------------
--------------------

cowork10.jpg

“You might want to check your email” tegur si bule yang beraura santai itu.
“I’m still preparing for the 2 pm meeting”
“That’s the 3 pm meeting”

“Bali Time, I still want to finish the preparation in Jakarta Time” sambungku. Si bule Cuma menggeleng.

Aku ingin buru-buru mengerjakan presentasiku. Ya, seperti biasa. Presentasi tentang digital campaign sebuah brand tertentu. Pekerjaanku masih sama seperti setahun lalu, tapi kali ini, berbeda lokasi.

Ini sudah bukan Jakarta lagi. Ini Bali. Aku ada di sebuah villa yang diubah menjadi home office di Canggu.

Setelah aku resign dan menyelesaikan perceraianku yang berdarah-darah, aku memutuskan untuk pindah. Aku dengar di salah satu digital agency internasional yang banyak pekerja nomadnya di Bali, sedang membuka lowongan untuk creative director. Tanpa pikir panjang aku pindah.

Rumah, mobil, dan semua harta benda yang dibeli setelah menikah dengan Listya, kuberikan begitu saja kepadanya.

Aku masih teringat semua teriakan dan amukan dari orangtua kami, dan dari dirinya. Walaupun aku salah, mereka semua tetap ingin mempertahankan pernikahanku. Walau aku selingkuh, mereka mau memaafkanku.

Hanya aku yang tidak mau. Aku memilih untuk pergi, pindah dan menjauh. Ketika sidang, aku menolak untuk datang dan mediasi. Aku membayar pengacara untuk memuluskan jalan perpisahanku dengan Listya, sehingga dia mau tak mau akhirnya menyerah.

Aku yang salah. Aku yang memilih pergi. Dia yang tidak salah, dia mau menerimaku kembali. Di mata hakim dan seluruh perangkat pengadilan agama, ini semua konyol. Harta gono gini? Entahlah, aku lupa jumlah uang yang sudah ku transfer.

Dan akibat itu semua, hubunganku dengan orang tuaku memburuk. Mereka mengharapkan anak yang menyesal dan kembali meminta maaf, memohon pada Listya untuk kembali. Tapi itu tidak menjadi kenyataan.

Aku memilih hengkang, cabut, pergi, ke tanah yang baru ini.

Bali. Tempat dimana aku memulai semuanya dari nol. Sisa uangku kupakai untuk menyewa sebuah rumah kecil di pelosok Canggu. Masuk jalan-jalan kecil. Selain itu aku membeli motor, setelah aku diterima kerja di kantor baru ini.

Sedikit demi sedikit aku menabung, entah untuk apa. Aku berhemat disini, jarang keluar malam, jarang minum, tapi masih kecanduan rokok dan kopi hitam. Dan kadang-kadang, suara-suara muncul dalam ingatanku.

Suara suara makian dari Listya, suara-suara kemarahan dari Orang Tuaku, sumpah serapah dari orang tua Listya, dan segalam macam kepusingan setahun yang lalu.

Hingga kini, aku sudah melewatkan satu idul fitri bersama keluarga. Aku yang dulu berusaha untuk pulang ke rumah orang tuaku di tengah pandemi sudah hilang. Ada jarak yang lebar sekarang. Ini semua gara-gara aku. Gara-gara aku egois, menurut Listya. Gara-gara aku pengecut, menurut Ayahnya Listya, dan gara-gara aku tidak fokus, kata ayahku.

Terserah. Itu semua sudah jadi masa lalu, yang tidak ingin aku ulangi lagi.

Sudah aku coba untuk melupakan semua kata-kata dan pengalaman yang menyakitkan itu. Sekarang sudah kuambil langkah baru, dan ya.. sementara presentasiku sudah selesai. Tadi pagi aku makan sedikit kesiangan, jadi sekarang belum lapar. Sambil menunggu jam 3 sore waktu Bali, aku menutup laptopku dan beranjak ke luar ruangan.

“Finished?” tanya si Bule tadi.
“Yep” jawabku pelan, sambil mengambil bungkus rokok dari dalam saku celana pendekku.
“Check your email please…”
“Later”
“Ah come on…” kesalnya.

Enak aja. Siapa lo nyuruh-nyuruh. Bos gue bukan, bawahan gue bukan, kalo email kagak penting mah ntar aja.

Aku berlalu dan segera duduk di salah satu kursi malas yang ada di pinggir kolam renang. Tanpa menunggu lama, kunyalakan rokok yang baru saja kukeluarkan dari dalam kotak itu. Sambil menunggu waktu presentasi tiba, aku bersandar, menikmati rokok dan suasana terik di Canggu siang itu.

“Baskara” ada suara perempuan yang menegur.
“Yes?”
“Paul seems cranky” ya, Paul adalah bule yang tadi. Aku lupa dia dari mana, Australia atau New Zealand. Dia adalah salah satu senior graphic designer di kantor ini. Orangnya cukup rewel dan sering bertanya padaku lewat email.

“Let him be” balasku.
“Just open his email and he’s stop whining”
“Later… Let me enjoy this sun first” tawaku.

“Ah nevermind” kesal Brenda. Ya, Brenda adalah salah satu bule yang kerja disini, dan dia adalah general manager, yang mengatur kami semua. Ada sekitar belasan orang yang kerja disini, support kantor pusat kami yang berada di Australia, klien kami kebanyakan kalau bukan dari Jakarta ya Negeri Kangguru di selatan itu.

Aku hanya menggelengkan kepala sambil menatap ke arah kolam, mencoba menenangkan kepala sebelum presentasi yang akan datang beberapa waktu lagi. Presentasi online. Jaman sekarang ini adalah sebuah hal yang umum. Saking umumnya, sampai sebuah perusahaan digital agency asal Australia memutuskan untuk membuka kantor remote di Bali, hanya karena di Bali banyak tenaga kerja bule dan lokal murah – menurut mereka – daripada mereka harus membuka cabang baru di Jakarta.

Oh ya, ngomong-ngomong, aku sudah setahun ini tidak memiliki pasangan. Aku bahkan absen berhubungan seks. Aku merasa bahwa aku sedang tidak butuh siapa-siapa. Hasil dari evaluasi diriku sendiri, adalah bahwa aku butuh sendiri.

Aku pun sudah putus kontak dengan Stephanie. Entah dia ada dimana sekarang. Walau penasaran, aku berusaha untuk tidak mencarinya, bahkan kontaknya di linkedin pun sudah kuhapus.

Sejenak, aku merogoh ke sakuku yang lain dan melihat layar handphoneku. Ada beberapa notifikasi email, dan notifikasi pesan singkat, yang mungkin itu dari ibuku. Hanya dia yang masih rajin menghubungiku, dan aku menjawab seperlunya, sewajibnya dan secukupnya.

Setidaknya aku masih menjaga kontak, walau menjaga jarak.

Sekarang, aku masih nyaman dalam kesendirian.

--------------------

BERSAMBUNG
 
senang, akhirnya suhu racebannon kembali lagi. Semoga sehat selalu dan lancar urusan RL nya.
Selamat tahun baru ya
 
at least im on baskara side..
dikacangin ama bini,dan dijadikan yg kedua itu ndak pernah enak...
whatever the reason
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd