Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

Terima kasih updatnya suhu.
Meskipun masih kurang untuk meredakan rasa.selamat tahun baru dan tetap sehat
 
PERJUMPAAN – 44

--------------------
--------------------

6663a310.jpg

Umur 36, sendirian di Bali. Sendirian, tapi aku selalu berada di tempat ramai. Memang dasar karena kebanyakan bule di kantor ini, jadi mereka selalu merasa diri mereka turis dan selalu larut dalam kehidupan yang hingar-binar disini.

Seperti malam ini. Suara musik terdengar begitu kencang di salah satu tempat yang selalu ramai di Canggu ini. Mayoritas dari pengunjung tempat ini adalah warga negara asing. Entah itu Australia, Rusia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Inggris, atau negara manapun. Mereka bercampur jadi satu, seakan-akan mereka yang memiliki tempat ini.

Aku menghisap rokokku dalam-dalam, dengan botol bir di tangan yang lain, sambil memperhatikan sekitar.

Di sebelahku Brenda sedang mengobrol bersama seseorang yang tak kukenal. Mungkin sesama orang Australia, mungkin. Sedangkan Paul sedang ada di lantai dansa, entah dengan siapa ia berdansa, yang pasti dia kaukasian, bertubuh langsing, bermuka cantik dan berkepala kosong.

Brenda berbisik kepadaku dengan omongan yang tidak jelas, ditelan oleh musik yang volumenya sangat keras, sembari tertawa cekikikan dengan temannya. Entah siapa temannya ini. Aku tertawa kecil saja sambil menenggak bir yang ada di tangan. Aku menduga ia menggodaku dengan omongan-omongan soal cari pasangan, karena dari tadi banyak perempuan berparas menarik lewat sana-sini, hinggap di sana-sini dan beberapa memang melirik ke arah meja kami.

Aku melirik ke arah sana dan sini. Jumlah pribumi disini bisa dihitung dengan jari. Dan salah satunya adalah satpam yang dari tadi seliweran menjaga keamanan. Karena tidak jarang beberapa bule disini suka berbuat rusuh, karena merasa mereka berkuasa disini.

Entah apa yang Brenda dan temannya bicarakan. Beberapa kali mereka seperti melihat ke arahku dan tertawa-tawa. Mungkin mereka merasa kasihan sekaligus melihat nasibku sekarang yang lucu.

Terdampar di Bali sendirian, tanpa pasangan, tanpa teman, tanpa keluarga dan sahabat. Satu-satunya yang kuanggap teman mungkin yang ada di tangan kananku sekarang. Rokok.

Tapi harus kuakui, rekan-rekan kerjaku dan suasana di kantor ini, membuatku lumayan lebih kerasan di Bali. Mereka sedikit demi sedikit bisa membuat aku lupa atas luka-luka yang sudah terjadi setahun ke belakang.

Ya, nikmati selagi bisa. Dulu aku tidak menikmati kondisiku, sekarang akan kumaksimalkan semuanya. Walaupun sepi, tapi akan kunikmati.

--------------------

“Bye”
“Bye.. See you tomorrow” sahut Paul.

“Tomorrow’s Saturday!” teriakku dari atas motorku. Paul hanya tertawa saja dari dalam mobil. Dia sudah terlalu mabuk. Brenda sudah lama berlalu. Taksi online yang membawa bule mabuk itu sudah berjalan dengan tenang di tengah Canggu yang sepi. Aku melihat jam tanganku.

Sudah jam 1 malam. Saatnya pulang. Tempat-tempat lain mungkin masih ramai, tapi rasanya tidak ada tujuan lain selain pulang ke kontrakanku. Ya, malam ini sudah lelah jadi aku akan pulang saja. Untung aku hanya minum dua botol bir malam ini. Tentu akan sulit mengemudi motor sambil mabuk, jadi aku membatasi konsumsi alkoholku.

Dengan perlahan tapi pasti, kupacu motorku menyusuri jalanan Canggu yang berkelok dan tidak rata. Sesekali kulihat beberapa orang nongkrong di pinggir jalan, di warung, merokok sambil membicarakan entah apa. Mungkin hari kemarin, mungkin hari esok.

Di depan sana ada keramaian lagi, ada sebuah club lagi, dan sebelahnya ada restoran. Ya, beginilah Bali. Sepertinya tidak ada yang tertidur disini, dengan keteraturan yang hampir tidak ada.

Oh iya, stok rokokku habis, dan aku butuh membeli rokok lagi.

Tanpa banyak berpikir, aku mampir ke sebuah mini market di tengah perjalananku. Ada sebuah minimarket kecil di ujung jalan sana. Aku menghampirinya, perlahan di atas motor. Bisa kulihat di depannya ada mobil box dan mobil city car kecil parkir.

26600610.jpg

Aku memarkir motorku di sebelah mobil kecil itu, mematikan mesin motor dan bergegas turun sambil membuka helmku. Dengan santai aku berjalan ke dalam minimarket, sambil melihat-lihat ke sekitar. Tidak ada yang menarik sepertinya.

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk mengambil sebotol air dingin sedang, sambil meminta kasir mengambilkan rokok dari counter yang ada di belakang dirinya. Lewat satu percakapan singkat, aku dan dirinya bertukar uang dan barang. Tadi masih ada sedikit beberapa lembar sepuluh ribuan, yang kuberikan padanya.

Setelah selesai membeli apa yang harus kubeli, aku keluar sejenak dan meminum air putih dingin itu, sambil memandang langit yang tampaknya mendung. Tidak ada sinar bulan dan sinar bintang yang mempu menembus awan tebal malam ini.

Seperti akan hujan. Langit begitu gelap. Tetapi, ada sinar yang menggangguku dari dalam mobil kecil yang terparkir di sebelah motorku.

“?”

Aku sedikit terperanjat, melihat sinar yang terpancar dari layar handphone, dan mengenai wajah manusia yang ada di belakang setir. Raut wajahnya tampak khawatir, dan dia terlihat cukup panik, menekan-nekan layar handphonenya sambil berusaha bicara, tapi tampaknya usahanya nihil.

Kenapa dia kira-kira?

Tapi, kenapa dia ada disini?

Aku menelan ludah, sambil terus-terusan menatap wajah itu.

Dan wajah itu menatap balik.

Bisa kurasakan ekspresi paniknya berubah. Mata kami berdua bertemu.

Dalam gerakan yang pelan, dia membuka pintu mobil dan turun, mencoba menggapaiku.

“Bas?”
“Steph?”

Kami terpaku di parkiran itu, saling menatap satu sama lain.

“Kamu….”
“Kamu…”

Kami terdiam kembali. Ucapan itu terucap bersama-sama.

“You go first” ucap Stephanie.
“No, kamu duluan… Ladies first” jawabku.
“…” Stephanie, dalam balutan kemeja linen berwarna biru laut dan skort warna putih, membuka mulutnya perlahan. Rambut pendeknya terlihat makin pendek.

screen10.jpg

“Kamu kenapa ada disini?” tanyanya.
“Aku tinggal disini” jawabku
“Dari… Dari kapan?"
“Hampir setahun”

“Sama siapa?” lanjutnya.
“Sendiri…” kujawab pertanyaannya dengan suara yang pelan. “Aku tinggal sendiri disini… Kamu sendiri? Kenapa ada disini?”

“Aku juga tinggal disini…. Wait… Bukan di Canggu maksudnya… Aku tinggal di Ubud… Kamu di Balinya di….”
“Di Canggu. Disini. Dari perempatan depan, sekitar dua kilo ke arah kiri, nah, disitu aku tinggal…. Udah berapa lama kamu tinggal di Bali?” ya, gantian aku yang bertanya.

“Habis resign, aku langsung terbang kesini” jawabnya pelan. “Aku langsung menetap di Ubud…. Kerja dari sana…”
“Kerja di?”
“Online media” ucapnya. “Singapore-based… Kamu sendiri?”
“Masih di Agency”

“Gak berubah”
“Sejujurnya banyak yang berubah” sahutku. “Tapi kerjaanku masih begini-begini aja.. Masih dunia yang sama” tanpa sadar aku tersenyum kecil. “Kamu ngapain disini?”

“Aku… Aku habis ada acara yang aku datengin di Zeus” ia menyebut satu bengkel motor yang sudah berevolusi jadi semacam restoran dan clothing line. “Kamu habis dari kantor?”
“Gak juga.. Aku dari Mario’s, nemenin temen-temen kantor”

“Hah?”

Ya, Zeus dan Mario’s sebelah-sebelahan. What a weird world.

Kami saling bertatapan tanpa berkata apa-apa lagi.

“Kamu habis dari sini?” aku menunjuk ke arah minimarket yang ada di belakangku. Entah kenapa, jantungku berdegup kencang.

“Iya… Beli rokok” jawab Stephanie. “Tapi terus mobilku ngadat. Maklum, second” dia meringis sambil menunduk.
“What can I do to help you?” tanyaku, mencoba untuk mengerti permasalahannya.

“Gak tau, dia gak mau di starter…”

“Hmm… Di saat-saat kayak gini, aku agak nyesel…”
“Nyesel kenapa?”
“Nyesel dulu gak pernah utak-atik mobil pas masih muda”

“Oh…” Stephanie tersenyum tipis, namun canggung. Irama jantungku terdengar tidak karuan. “Soal itu… Aku udah coba telpon dan wa bengkel langganan, Cuma dia gak respon….”

“Udah jam segini juga”
“Iya” dia tampak setuju denganku. Kami saling bertatapan dengan canggungnya.

“Mau aku anter pulang?”
“Canggu ke Ubud naik motor jam segini?” tanyanya dengan kaget.
“Entahlah… Kamu kan butuh istirahat… Biar bengkel kesini aja besok, kunci mobilnya bisa kamu gojekin ke mereka….” Lanjutku.

Mendadak, langit mulai tumpah. Rintik air mendadak turun. Gerimis sudah datang. Tidak deras, tidak keras, tapi cukup untuk mengganggu.

“Hujan” bisikku.
“I know” kami masih saling bertatapan. “Kamu butuh neduh”
“Dimana?”
“Aku gak tau” jawabku, dengan menatap dalam-dalam matanya.

“Udah jam segini ya? Hotel mungkin masih bisa” mata kami lekat satu sama lainnya.
“Mungkin”
“Mungkin juga engga” lanjutnya. “Entahlah, aku gak tau Bas…” Dia menunduk, dan aku bisa merasakan ia menatap tangan kananku. Ya, jari manisku sudah bebas.

“Atau kamu mau ke tempatku?” tanyaku, dengan nada gugup. Rasanya aku ingin meledak.
“Boleh?”
“Gak ada yang ngelarang”
“Aku gak tau ada yang ngelarang apa engga" balas Stephanie dengan suara lirih.

Kami saling menatap, entah untuk berapa lama lagi. “Fuck” bisikku dengan geram kepada diriku sendiri. Akhirnya, pertahananku kulepas.

Aku meraih tubuhnya dan langsung kupeluk dengan erat. Dia tidak berontak. Tangannya mendadak meraih leherku dan dia mendekapku. Kami berpelukan disana. Jujur, aku sudah lupa bagaimana rasa tubuhnya. Nafas kami seperti bersatu di tengah gerimis yang malu-malu itu. Kami tampak seperti sepasang kekasih yang sudah lama tak bertemu.

“Bas..” bisiknya. “I miss you…”
“I miss you too…”

Bisa kurasakan nafasnya di leherku, dan bisa kurasakan badannya di pelukanku. Aku bisa berdiri semalaman, di tengah gerimis yang tampaknya mulai mengganggu. Tapi, ini semua membayar kehampaanku di Bali selama ini.

Rasa sesak dan sepi selama setahun ini, hilang karena sebuah perjumpaan.

--------------------

BERSAMBUNG
 
Stephiieee
 
Wah mantap bener ini perjumpaan kembali nya
I miss u too steph..
 
Hore Hore akhirnya mereka bertemu kembali semoga bahagia dan happy ending cepet dapat momongan.. .
 
Dunia ini emang sempit dua orang yg sama2 ingin menghilang dari dunia yg mereka kenal justru bertemu di tempat pelarian mereka... mantap kali ceritanya Om
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd