Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT PERSELINGKUHAN

BAGIAN 3
BIMBANG

Hari ini, Ia masih berhasil menjadi istri yang baik. Tak terlalu baik sebenarnya. Tapi cukup berhasil menahan diri. Kelepasan sedikit saja, Ia pulang sebagai istri yang telah main serong. Kian hari, godaan makin besar untuk meneguhkan hatinya menjadi istri yang baik. Sumpah yang Ia ucapkan 14 tahun lalu. Hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Mirza. Ia menjatuhkan pilihan pada seorang laki-laki, yang meski Ia tahu nama dan profilnya, tapi tak lama dikenal. Pilihan keluarga adalah yang terbaik baginya. Sebagai anak penurut dan begitu berbakti kepada kedua orang tua, Ia menerima tawaran yang sebenarnya lebih terkesan sebagai paksaan. Tapi Ia menerimanya. Dengan ikhlas, dengan lapang dada. Ia putuskan mengabdikan hidupnya pada lelaki itu.

Dua malam setelah hari itu, Ia baru merasakan menjadi seorang istri sesungguhnya. Pesta keluarga besar membuat Ia dan suami tak sempat melakukan ritual sepasang pengantin baru. Sebagi seorang dokter, sang suami juga tentunya, mereka hafal sekali persoalan tubuh manusia. Rasanya tak perlu diajarkan lagi. Dibesarkan dalam keluarga religius membuatnya segan untuk berbicara soal urusan ranjang. Yang Ia ingat hanya pesan Sang Ibu beberapa hari sebelum pernikaha. "Tugas istri adalah mengabdi pada suami. Tubuhmu menjadi milik suamimu sepenuhnya. Buat suamimu merasa senang ketika berada di dalam kamar," begitu bunyi pesan itu. Ia memegangnya teguh. Sampai hari ini.

Mirza bukan wanita bodoh dan miskin pengetahuan. Selama sekolah, Ia belajar banyak hal. Juga bertemu dengan berbagai jenis manusia. Ia tahu bahwa dalam hubungan suami istri di atas ranjang, kedua belah pihak berhak mendapatkan kepuasan. Namun pesan ibunya malam itu melekat lebih kuat dari ilmu. Ia memendamnya. Suaminya tak mampu memenuhi ekspektasi. Tentu dalam urusan ranjang yang dimaksud di sini. Selama berhubungan, Ia merasa hanya beberapa kali merasakan apa yang Ia tahu sebagai orgasme. Hal yang kemudian membuatnya berani membahas masalah itu setelah 10 tahun menikah. Iya, Mirza baru erai setelah se lama itu. Sekal lagi, Ia tak mendapatkan hasil sesuai ekspektasi. Suaminya berang. Merasa disentil ego tertingginya sebagai lelaki, Ia memakai dalih beraneka rupa. Mirza kembali mengingat pesan ibunya. Ia minta maaf. Beberapa hari setelah itu, hubbungan mereka baik kembali. Tapi tubuhnya mengatakan tidak. Usianya 37 tahun. Ia merasa melewatkan banyak hal. Mungkin usia aktivitas seksualnya tak lama lagi. Tinggal 10 tahun mungkin, atau bahkan kurang dari itu. Dengan kondisi seperti ini, tak ada yang bisa diharapkan. Ia kembali mengingat pesan ibunya. Kehidupan kembali berjalan seperti biasanya.

Ujian memang datang pada manusia setiap waktu. Apa pun bentuknya. Dalam kehidupan yang sudah dijalani, rasanya sulit bagi Mirza mendapatkan ujian ekonomi atau kesusahan sejenis. Ia mendapatan ujian dalam bentuk lain. Penceramah seringkali berkata bahwa kenikmatan juga ujian. Begitu yang sedang dihadai Mirza saat ini. Laki-laki muda bernama Bayu Widiansyah yang baru Ia kenal selama 6 bulan ini begitu memenuhi pikirannya. Bukan. Ia tak sedang jatuh cinta. Meski menikah dengan perjodohan, waktu berhasil membuatnya jatuh cinta pada suaminya itu. Meski dengan kekurangan yang selalu Ia keluhkan. Bayu adalah soal yang selama ini tak begitu Ia dapatkan dari lelaki yang dicintainya. Pertemuan hari ini membuat sisi lain dari Mirza perlahan keluar. Bayu berhasil memancing itu. Untungnya, Ia cepat sadar. Tapi Bayu telah membuatnya keluar. Ia hampir melakukannya. Tubuhnya, dan tentu saja bagian otak yang memintanya berpikir jorok, menyetujui itu. Tapi Ia berhasil menahannya hari ini. Entah besok atau lusa.

Bayu tidak terlampau tampan. Ia laki-laki biasa dengan tinggi setara dengannya. Bukan laki-laki idaman ibu-ibu paruh baya di luar sana. Tubuhnya biasa, tak kurus juga tak gemuk. Katanya, Bayu masih suka olahraga meski tak rutin. Tapi cara bicara, gestur, hingga bagaimana Ia memperlakukan orang lain, terutama wanita, membuatnya terkesan. Dalam pikirannya, Ia merasa Bayu sangat menarik secara seksual. Bayu bukan laki-laki yang rapi seperti suaminya. Gaya pakaian dan tingkah lakunya terkesan sekenanya. Rambutnya juga agak panjang. Tak layak sebagai orang kantoran. Tapi itulah pesonanya. Mirza merasa laki-laki seperti ini yang membuat tubuhnya panas. Entahlah.

Mirza sedang susah memejamkan mata. Suaminya sudah lelap. Ia masih kepikiran kejadian sore tadi. Bagi wanita sepertinya, itu adalah hal yang luar biasa. Sesuatu yang paling berani yang pernah Ia lakukan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tubuhnya birahi. Tak mungkin Ia mengajak suaminya bersetubuh malam ini. Selain tak akan mampu memenuhi hasratnya, Sang Suami tak suka jika sedang tidur dibangungkan. Kecuali untuk hal yang amat penting. Kepuasan batinnya tak termasuk hal yang amat penting itu.

Ia memejamkan mata. Hanya satu doanya sebelum tidur malam ini. Ia tak mengigau dan menyebut nama Bayu dalam mimpinya. Ini akan menjadi petaka luar biasa. Hidupnya mungkin akan hancur tak bersisa.
 
Bagus - sekali cipta kondisi - dan penggambaran emosi - kedua orang yg akan - wikiwik - atau selingkuh.

Kalau boleh saran - deskripsi - jangan terlalu merujuk atau menyebut langsung nama agama tertentu.
Misal penyebutan 'sekolah anu' - diganti 'sekolah swasta'.

Trims suhu Johny Kecil.
Cerita mantav - lbh matang dari dua cerita yg sebelumnya...
 
BAGIAN 1
PERKENALAN

Namanya Mirza Amalia, seorang dokter, pengusaha, dan aktivis sosial. Ia berasal dari keluarga pejabat di kota ini. Priviledge itu juga yang membuatnya kini memimpin sebuah rumah sakit. Padahal, usianya baru 37 tahun ini. Ia juga seorang ibu dari anak laki-laki berusia 7 tahun dan istri dari seorang dokter spesialis penyakit dalam yang cukup populer. Mungkin, sebagian besar orang di kota ini mengenalnya. Entah sebagai keluarga pejabat yang memang turun temurun di sini itu, atau sebagai Mirza Amalia. Dengan segala keberuntungan itu, rasa-rasanya, tak ada yang kurang dalam hidup yang Ia jalani.


Selain memimpin sebuah rumah sakit swasta, Mirza juga mendirikan sebuah sekolah islam untuk anak usia dini hingga menengah. Sekolah ini Ia dirikan bersama dengan saudara-saudaranya. Kini, sekolah tersebut menjadi salah satu favorit karena memang berkualitas dan cukup mahal tentunya. Kemampuan manajerial didukung sumber daya yang mumpuni membuat Mirza tak kesulitan membesarkan bisnisnya.


Kesibukan bisnis itu tampak tak cukup baginya. Ia butuh ruang ekspresi lain. Ia ingin mengabdikan dirinya untuk orang lain. Maka, beberapa tahun ini Mirza sangat aktif dalam kegiatan sosial. Baik di bidang kesehatan maupun pendidikan. Dua bidang yang memang Ia tekuni. Hasilnya, Ia menjadi orang yang amat dipercaya. Memimpin sebuah organisasi non profit di bidang kesehatan juga rutin melalukan penggalangan dana untuk pendidikan anak kurang mampu. Wanita yang sempurna. Bahkan Ia tak sempat mengaplikasikan ilmu kedokterannya. Dunia bisnis dan aksi sosial lebih menarik baginya.


Mirza merupakan perwujudan wanita idaman bagi banyak laki-laki. Tentu bukan laki-laki patriarkis yang hanya ingin mendominasi wanitanya. Kepribadian yang mulia serta kecerdasan mumpuni tentu tak lengkap jika tak didukung kondisi fisik. Bagaimana pun juga, yang pertama di lihat seseorang adalah bentuk fisiknya. Namun Mirza tak memiliki tubuh seperti model atau cerita-cerita serupa yang mengimajinasikan tubuh sempurna. Ia nampak seperti wanita yang umumnya berusia 37 tahun. Tubuh sedikit lipatan di beberapa bagian, juga tak terlampau langsing. Dengan tinggi 165 cm, tubuhnya nampak segar dan sedikit berisi. Namun karena kulit putih dan bentuk wajah yang tidak membosankan, kondisi fisik lain boleh dipinggirkan. Ia pun memakai hijab dan pakaian longgar saban hari. Jika mengedepankan ketertarikan fisik, Ia tentu tak masuk pada imajinasi sebagian besar orang. Tapi, Mirza tetap memiliki pesona yang menarik bagi banyak laki-laki. Sebagai seorang aktivis sosial, Ia sangat supel. Cara bicaranya juga amat menyenangkan. Siapa pun yang menjadi lawannya bicara pasti merasa nyaman.


Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Selain Tuhan, rasanya siapa pun memiliki kekurangan, apalagi Mirza yang hanya manusia biasa. Priviledge dan segala kemudahan hidup yang Ia dapatkan dilengkapi dengan sedikit kekurangan. Kita akan membahasnya sedikit pada bagian ini.


Bagi semua orang yang melihat kehidupan rumah tangga Mirza dan Hanif, suaminya, sepakat bahwa mereka memiliki keluarga yang harmonis. Pernikahan mereka telah berumur 14 tahun. Bukan waktu yang singkat tentunya. Meski hanya memiliki satu anak, tak ada yang menyangsikan keharmonisan keluarga tersebut. Tapi itu lah yang bisa dilihat orang lain. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam, selain mereka yang menjalani. Hanif berusia 10 tahun lebih tua. Sebagai keluarga terpandang, mereka bertemu berkat perkenalan keluarga. Masa perkenalan yang singat tak jadi soal saat itu. Mereka saling mencintai seiring berjalannya waktu. Permasalahan ternyata baru muncul 10 tahun kemudian. Mirza merasa tak bahagia secara batin. Mereka memang baru memiliki anak di usia pernikahan ke-7. Itu pun dengan program in vitro fertilisation atau dikenal orang dengan bayi tabung. Tak ada yang tahu ini selain keluarga besar mereka. Sebenarnya, setelah berhasil menjalani program IVF tersebut, hubungan Mirza dengan suami makin mesra. Namun itu tak bertahan lama. Tak ada yang membaik di dalam kamar. Sama seperti sebelum mereka memiliki anak. Aktivistas seksual mereka makin menurun dan kian tak berkualitas. Sebagai seorang istri yang dituntut mengabdi pada suami, Mirza tak serta merta protes. Ia sempat mengajak sang suami berdiskusi masalah ini. Di usianya saat itu, Ia merasa makin bernafsu besar. Tapi hasilnya tak sesuai ekspektasi. Suaminya kian merasa superior dan justru menuntut Mirza menerimanya apa adanya. Ia diam. Ia ingin menjadi istri yang baik, sesuai pesan orang tuanya. Selepas diskusi malam itu, hubungan mereka agak canggung. Kejadian itu pula yang membuat Mirza memutuskan untuk lebih giat melakoni kegiatan bisnis dan sosial. Ia butuh pengalihan. Dan tentu memperbaiki hubungannya dengan suami.


Ia ingin memperbaiki diri. Mungkin Ia kurang bersyukur, pikirnya. Dengan kemudahan yang segala rupa, kekurangan sedikit itu harus Ia terima. Begitu Ia memutuskan. Hubungannya kembali baik. Kondisi di dalam kamar berlangsung seperti sedia kala. Ia melayani suaminya dengan baik. Meski barang tentu semua belum memenuhi ekspektasinya. Mirza kian menyibukkan diri. Bertemu dengan banyak orang. Membantu orang-orang kurang mampu. Juga membesarkan bisnis pendidikannya. Ia hanya mengingat kekurangan suaminya saat mereka selesai melakukan hubungan suami istri. Terkadang, Ia menetesan air mata. Esok, setelah bangun dari tidur, Ia kembali memendam perasaan itu kuat-kuat.


"Jadi perlengkapan buat besok sudah clear semua ya, Dok?" seseorang mengirimkan sebuah pesan ke ponsel Mirza


"Sudah, Mas. Tadi Pak Anto sudah konfirm ke saya. Besok kita langsung ketemu di lokasi?" balasnya


"Alhamdulillah. Siap, Dok. Jam 8 ya?" Ia menerima pesan lagi


"Nggak boleh telat ya. Lokasinya lumayan soalnya," balasnya lagi


"Siap, Bu Dokter. Sampai ketemu besok," Ia tersenyum menerima pesan itu


"Sampai ketemu, Mas," balasnya memungkasi percakapan malam itu


Ia terpejam dengan sedikit senyuman. Suaminya sudah tidur karena kelelahan setelah melakukan operasi sore tadi. Ia masih ingin menjadi istri yang baik. Ia cium kening suaminya, lalu memejamkan mata.
Prolog menarik...semoga mendapat predikat TAMAT
 
Wahh perlahan tp pasti. Semoga aja dok nya makin terbuka wkwkw
 
BAGIAN 1
PERKENALAN

Namanya Mirza Amalia, seorang dokter, pengusaha, dan aktivis sosial. Ia berasal dari keluarga pejabat di kota ini. Priviledge itu juga yang membuatnya kini memimpin sebuah rumah sakit. Padahal, usianya baru 37 tahun ini. Ia juga seorang ibu dari anak laki-laki berusia 7 tahun dan istri dari seorang dokter spesialis penyakit dalam yang cukup populer. Mungkin, sebagian besar orang di kota ini mengenalnya. Entah sebagai keluarga pejabat yang memang turun temurun di sini itu, atau sebagai Mirza Amalia. Dengan segala keberuntungan itu, rasa-rasanya, tak ada yang kurang dalam hidup yang Ia jalani.


Selain memimpin sebuah rumah sakit swasta, Mirza juga mendirikan sebuah sekolah islam untuk anak usia dini hingga menengah. Sekolah ini Ia dirikan bersama dengan saudara-saudaranya. Kini, sekolah tersebut menjadi salah satu favorit karena memang berkualitas dan cukup mahal tentunya. Kemampuan manajerial didukung sumber daya yang mumpuni membuat Mirza tak kesulitan membesarkan bisnisnya.


Kesibukan bisnis itu tampak tak cukup baginya. Ia butuh ruang ekspresi lain. Ia ingin mengabdikan dirinya untuk orang lain. Maka, beberapa tahun ini Mirza sangat aktif dalam kegiatan sosial. Baik di bidang kesehatan maupun pendidikan. Dua bidang yang memang Ia tekuni. Hasilnya, Ia menjadi orang yang amat dipercaya. Memimpin sebuah organisasi non profit di bidang kesehatan juga rutin melalukan penggalangan dana untuk pendidikan anak kurang mampu. Wanita yang sempurna. Bahkan Ia tak sempat mengaplikasikan ilmu kedokterannya. Dunia bisnis dan aksi sosial lebih menarik baginya.


Mirza merupakan perwujudan wanita idaman bagi banyak laki-laki. Tentu bukan laki-laki patriarkis yang hanya ingin mendominasi wanitanya. Kepribadian yang mulia serta kecerdasan mumpuni tentu tak lengkap jika tak didukung kondisi fisik. Bagaimana pun juga, yang pertama di lihat seseorang adalah bentuk fisiknya. Namun Mirza tak memiliki tubuh seperti model atau cerita-cerita serupa yang mengimajinasikan tubuh sempurna. Ia nampak seperti wanita yang umumnya berusia 37 tahun. Tubuh sedikit lipatan di beberapa bagian, juga tak terlampau langsing. Dengan tinggi 165 cm, tubuhnya nampak segar dan sedikit berisi. Namun karena kulit putih dan bentuk wajah yang tidak membosankan, kondisi fisik lain boleh dipinggirkan. Ia pun memakai hijab dan pakaian longgar saban hari. Jika mengedepankan ketertarikan fisik, Ia tentu tak masuk pada imajinasi sebagian besar orang. Tapi, Mirza tetap memiliki pesona yang menarik bagi banyak laki-laki. Sebagai seorang aktivis sosial, Ia sangat supel. Cara bicaranya juga amat menyenangkan. Siapa pun yang menjadi lawannya bicara pasti merasa nyaman.


Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Selain Tuhan, rasanya siapa pun memiliki kekurangan, apalagi Mirza yang hanya manusia biasa. Priviledge dan segala kemudahan hidup yang Ia dapatkan dilengkapi dengan sedikit kekurangan. Kita akan membahasnya sedikit pada bagian ini.


Bagi semua orang yang melihat kehidupan rumah tangga Mirza dan Hanif, suaminya, sepakat bahwa mereka memiliki keluarga yang harmonis. Pernikahan mereka telah berumur 14 tahun. Bukan waktu yang singkat tentunya. Meski hanya memiliki satu anak, tak ada yang menyangsikan keharmonisan keluarga tersebut. Tapi itu lah yang bisa dilihat orang lain. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam, selain mereka yang menjalani. Hanif berusia 10 tahun lebih tua. Sebagai keluarga terpandang, mereka bertemu berkat perkenalan keluarga. Masa perkenalan yang singat tak jadi soal saat itu. Mereka saling mencintai seiring berjalannya waktu. Permasalahan ternyata baru muncul 10 tahun kemudian. Mirza merasa tak bahagia secara batin. Mereka memang baru memiliki anak di usia pernikahan ke-7. Itu pun dengan program in vitro fertilisation atau dikenal orang dengan bayi tabung. Tak ada yang tahu ini selain keluarga besar mereka. Sebenarnya, setelah berhasil menjalani program IVF tersebut, hubungan Mirza dengan suami makin mesra. Namun itu tak bertahan lama. Tak ada yang membaik di dalam kamar. Sama seperti sebelum mereka memiliki anak. Aktivistas seksual mereka makin menurun dan kian tak berkualitas. Sebagai seorang istri yang dituntut mengabdi pada suami, Mirza tak serta merta protes. Ia sempat mengajak sang suami berdiskusi masalah ini. Di usianya saat itu, Ia merasa makin bernafsu besar. Tapi hasilnya tak sesuai ekspektasi. Suaminya kian merasa superior dan justru menuntut Mirza menerimanya apa adanya. Ia diam. Ia ingin menjadi istri yang baik, sesuai pesan orang tuanya. Selepas diskusi malam itu, hubungan mereka agak canggung. Kejadian itu pula yang membuat Mirza memutuskan untuk lebih giat melakoni kegiatan bisnis dan sosial. Ia butuh pengalihan. Dan tentu memperbaiki hubungannya dengan suami.


Ia ingin memperbaiki diri. Mungkin Ia kurang bersyukur, pikirnya. Dengan kemudahan yang segala rupa, kekurangan sedikit itu harus Ia terima. Begitu Ia memutuskan. Hubungannya kembali baik. Kondisi di dalam kamar berlangsung seperti sedia kala. Ia melayani suaminya dengan baik. Meski barang tentu semua belum memenuhi ekspektasinya. Mirza kian menyibukkan diri. Bertemu dengan banyak orang. Membantu orang-orang kurang mampu. Juga membesarkan bisnis pendidikannya. Ia hanya mengingat kekurangan suaminya saat mereka selesai melakukan hubungan suami istri. Terkadang, Ia menetesan air mata. Esok, setelah bangun dari tidur, Ia kembali memendam perasaan itu kuat-kuat.


"Jadi perlengkapan buat besok sudah clear semua ya, Dok?" seseorang mengirimkan sebuah pesan ke ponsel Mirza


"Sudah, Mas. Tadi Pak Anto sudah konfirm ke saya. Besok kita langsung ketemu di lokasi?" balasnya


"Alhamdulillah. Siap, Dok. Jam 8 ya?" Ia menerima pesan lagi


"Nggak boleh telat ya. Lokasinya lumayan soalnya," balasnya lagi


"Siap, Bu Dokter. Sampai ketemu besok," Ia tersenyum menerima pesan itu


"Sampai ketemu, Mas," balasnya memungkasi percakapan malam itu


Ia terpejam dengan sedikit senyuman. Suaminya sudah tidur karena kelelahan setelah melakukan operasi sore tadi. Ia masih ingin menjadi istri yang baik. Ia cium kening suaminya, lalu memejamkan mata.
Prolog menarik...semoga mendapat predikat TAMAT
 
BAGIAN 3
BIMBANG

Hari ini, Ia masih berhasil menjadi istri yang baik. Tak terlalu baik sebenarnya. Tapi cukup berhasil menahan diri. Kelepasan sedikit saja, Ia pulang sebagai istri yang telah main serong. Kian hari, godaan makin besar untuk meneguhkan hatinya menjadi istri yang baik. Sumpah yang Ia ucapkan 14 tahun lalu. Hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Mirza. Ia menjatuhkan pilihan pada seorang laki-laki, yang meski Ia tahu nama dan profilnya, tapi tak lama dikenal. Pilihan keluarga adalah yang terbaik baginya. Sebagai anak penurut dan begitu berbakti kepada kedua orang tua, Ia menerima tawaran yang sebenarnya lebih terkesan sebagai paksaan. Tapi Ia menerimanya. Dengan ikhlas, dengan lapang dada. Ia putuskan mengabdikan hidupnya pada lelaki itu.

Dua malam setelah hari itu, Ia baru merasakan menjadi seorang istri sesungguhnya. Pesta keluarga besar membuat Ia dan suami tak sempat melakukan ritual sepasang pengantin baru. Sebagi seorang dokter, sang suami juga tentunya, mereka hafal sekali persoalan tubuh manusia. Rasanya tak perlu diajarkan lagi. Dibesarkan dalam keluarga religius membuatnya segan untuk berbicara soal urusan ranjang. Yang Ia ingat hanya pesan Sang Ibu beberapa hari sebelum pernikaha. "Tugas istri adalah mengabdi pada suami. Tubuhmu menjadi milik suamimu sepenuhnya. Buat suamimu merasa senang ketika berada di dalam kamar," begitu bunyi pesan itu. Ia memegangnya teguh. Sampai hari ini.

Mirza bukan wanita bodoh dan miskin pengetahuan. Selama sekolah, Ia belajar banyak hal. Juga bertemu dengan berbagai jenis manusia. Ia tahu bahwa dalam hubungan suami istri di atas ranjang, kedua belah pihak berhak mendapatkan kepuasan. Namun pesan ibunya malam itu melekat lebih kuat dari ilmu. Ia memendamnya. Suaminya tak mampu memenuhi ekspektasi. Tentu dalam urusan ranjang yang dimaksud di sini. Selama berhubungan, Ia merasa hanya beberapa kali merasakan apa yang Ia tahu sebagai orgasme. Hal yang kemudian membuatnya berani membahas masalah itu setelah 10 tahun menikah. Iya, Mirza baru erai setelah se lama itu. Sekal lagi, Ia tak mendapatkan hasil sesuai ekspektasi. Suaminya berang. Merasa disentil ego tertingginya sebagai lelaki, Ia memakai dalih beraneka rupa. Mirza kembali mengingat pesan ibunya. Ia minta maaf. Beberapa hari setelah itu, hubbungan mereka baik kembali. Tapi tubuhnya mengatakan tidak. Usianya 37 tahun. Ia merasa melewatkan banyak hal. Mungkin usia aktivitas seksualnya tak lama lagi. Tinggal 10 tahun mungkin, atau bahkan kurang dari itu. Dengan kondisi seperti ini, tak ada yang bisa diharapkan. Ia kembali mengingat pesan ibunya. Kehidupan kembali berjalan seperti biasanya.

Ujian memang datang pada manusia setiap waktu. Apa pun bentuknya. Dalam kehidupan yang sudah dijalani, rasanya sulit bagi Mirza mendapatkan ujian ekonomi atau kesusahan sejenis. Ia mendapatan ujian dalam bentuk lain. Penceramah seringkali berkata bahwa kenikmatan juga ujian. Begitu yang sedang dihadai Mirza saat ini. Laki-laki muda bernama Bayu Widiansyah yang baru Ia kenal selama 6 bulan ini begitu memenuhi pikirannya. Bukan. Ia tak sedang jatuh cinta. Meski menikah dengan perjodohan, waktu berhasil membuatnya jatuh cinta pada suaminya itu. Meski dengan kekurangan yang selalu Ia keluhkan. Bayu adalah soal yang selama ini tak begitu Ia dapatkan dari lelaki yang dicintainya. Pertemuan hari ini membuat sisi lain dari Mirza perlahan keluar. Bayu berhasil memancing itu. Untungnya, Ia cepat sadar. Tapi Bayu telah membuatnya keluar. Ia hampir melakukannya. Tubuhnya, dan tentu saja bagian otak yang memintanya berpikir jorok, menyetujui itu. Tapi Ia berhasil menahannya hari ini. Entah besok atau lusa.

Bayu tidak terlampau tampan. Ia laki-laki biasa dengan tinggi setara dengannya. Bukan laki-laki idaman ibu-ibu paruh baya di luar sana. Tubuhnya biasa, tak kurus juga tak gemuk. Katanya, Bayu masih suka olahraga meski tak rutin. Tapi cara bicara, gestur, hingga bagaimana Ia memperlakukan orang lain, terutama wanita, membuatnya terkesan. Dalam pikirannya, Ia merasa Bayu sangat menarik secara seksual. Bayu bukan laki-laki yang rapi seperti suaminya. Gaya pakaian dan tingkah lakunya terkesan sekenanya. Rambutnya juga agak panjang. Tak layak sebagai orang kantoran. Tapi itulah pesonanya. Mirza merasa laki-laki seperti ini yang membuat tubuhnya panas. Entahlah.

Mirza sedang susah memejamkan mata. Suaminya sudah lelap. Ia masih kepikiran kejadian sore tadi. Bagi wanita sepertinya, itu adalah hal yang luar biasa. Sesuatu yang paling berani yang pernah Ia lakukan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tubuhnya birahi. Tak mungkin Ia mengajak suaminya bersetubuh malam ini. Selain tak akan mampu memenuhi hasratnya, Sang Suami tak suka jika sedang tidur dibangungkan. Kecuali untuk hal yang amat penting. Kepuasan batinnya tak termasuk hal yang amat penting itu.

Ia memejamkan mata. Hanya satu doanya sebelum tidur malam ini. Ia tak mengigau dan menyebut nama Bayu dalam mimpinya. Ini akan menjadi petaka luar biasa. Hidupnya mungkin akan hancur tak bersisa.
Mantap pake bangett...jarang cerita seperti ini...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd