Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT PERSELINGKUHAN

Selamat pagi semua. Seperti biasa, saya hadir pagi-pagi begini untuk menyapa dan memberikan update terbaru dari cerita ini.

Cerita sudah hampir selesai jadi sabar sedikit lagi ya. Mudah-mudahan teman-teman belum bosan. Atau kalau sudah bosan ya tidak apa-apa.

Selamat membaca!
 
BAGIAN 16
IDE GILA

Perjalanan kembali ke rumah hari itu kepalaku penuh rasanya. Setelah kejadian subuh tadi, aku sedang memikirkan bagaimana cara agar ideku dapat dijalankan dengan mulus. Risiko terburuk adalah perselingkuhan ini akan selesai. Bonusnya mungkin hubunganku dengan Dokter Mirza menjadi semakin tidak baik-baik saja. Mbak Eva tak terlalu ramah kepadaku hari ini. Tapi Ia berusaha biasa saja untuk meminimalisir kecurigaan yang lain. Sedangkan Dokter Mirza sudah jangan ditanya lagi. Kami sudah pandai menempatkan diri dalam keramaian. Tadi pun beberapa kali aku berbincang dengan suaminya yang turut serta mendampingi kunjungan kami.

Hari-hari setelahnya berlangsung biasa saja. Entah kenapa, setelah perselingkuhan dengan dua wanita bersuami itu, seks dengan istriku justru makin menyenangkan. Aku tidak tahu pasti penyebabnya. Bisa saja istriku yang memang sedang birahi atau ada alasan lain. Aku jadi punya pikiran buruk bahwa istriku juga sedang berselingkuh. Ah, sudahlah. Kalau pun benar ya biarkan saja. Toh, aku juga melakukannya. Bagiku yang terpenting rumah tangga kami baik-baik saja. Karena kami memang selalu komitmen untuk terbuka sedari dulu, aku sedikit yakin jika Ia berlaku sama denganku, komitmen cinta dan hidup bersama itu masih dipegang teguh.

"Mas Bayu, soal undangan evaluasi kegiatan kemarin bagaimana? Bisa hadir?"

Pesan Dokter Mirza masuk ke ponselku saat aku sedang melamun siang itu di kantor. Kami masih saja menerapkan bahasa formal jika menghubungi lewat ponsel. Lucu saja mengingat jika sedang berdua kami malah beradu kelamin. Aku jadi kangen dengan vagina itu. Juga Mbak Eva yang sampai saat ini tak kudengar kabarnya. Ia pun jarang muncul di grup. Aku jelas tak berani menghubungi. Biarlah waktu yang akan menjawab kelanjutan hubunganku dengan Mbak Eva. Saat ini, aku sedang memikirkan cara melepas kangen dengan Dokter Mirza.

"Sepertinya bisa, Dok," balasku

"Baik. Ditunggu ya, Mas Bayu," balasnya lagi

Hari itu jam 13.15 aku sampai di kediaman Dokter Mirza. Sudah penuh dengan rekan-rekan yang lain. Kami melakukan evaluasi dengan santai. Beberapa kali mataku dan Dokter Mirza bertemu. Entah apa maksudnya. Beberapa saat kemudian, Ia pamit sebentar.

"Mas aku tunggu di kamar mandi belakang,"

Sebuah pesan masuk ke ponselku dari nomor tidak dikenal.

"Mirza"

Shit. Ada-ada saja kelakuan dokter ini. Bagaimana ya caranya. Apa orang-orang tidak curiga. Yang lain memang sedang mengisi jurnal kegiatan dan bersantai menikmati makanan. Ah, kalau dia sudah mengajak begini pasti sudah dipertimbangkan dengan matang.

"Eh, kamar mandi ada di sebelah mana, Mas?" tanyaku pada Mas Yogi

"Ada yang di tengah sama belakang, Mas. Biasanya kami pakai yang tengah. Pintu depan situ belok kanan. Kalau ada orangnya, pakai yang belakang saja, lurus mentok lalu belok kiri," jawab Mas Yogi rinci

Kamar mandi belakang. Untung aku bertanya pada orang yang tepat. Aku pura-pura ke kamar mandi tengah, berlagak terisi, aku langsung ke belakang.

"Mas, ke sini," ada suara memanggil

Dokter Mirza memintaku ke sebuah ruangan, bukan ke kamar mandi. Pintar sekali wanita ini. Belajar banyak Ia rupanya.

"Nekat sekali sih, Dok," kataku

"Gara-gara Mas Bayu ini," jawabnya

"Loh, kok malah saya?" tanyaku keheranan

"Ya saya dikenalin sama ini, jadi ketagihan," jawabnya sambil meremas penisku dari luar

"Aduh, sakit tauk," aku hanya bisa meringis

Dokter Mirza malah tersenyum. Ia lalu mendekat dan menciumku. Aku tak tahu ini ruangan apa. Seperti gudang karena banyak barang tapi ada meja seperti ruang kerja. Bodo amat. Nampaknya aku bisa melepas rindu siang ini

"Kita nggak punya banyak waktu. Saya lagi pengen banget, Mas, habis mens," katanya sambil melepaskan pagutan bibir kami

"Tapi, Dok?" tanyaku masih deg-degan

"Tenang saja, dijamin aman," jawabnya meyakinkan

Yang terjadi setelah itu adalah pergumulan dua insan yang sedang melepas rindu. Saling menggerayangi lalu perlahan melepaskan apa yang perlu. Aku hanya melepaskan bawahan sedangkan Dokter Mirza hanya mengangkat baju terusannya. Tak ada celana dalam di sana. Persiapan yang matang.

Waktu kami tidak banyak. Dengan sedikit memainkan vaginanya yang ternyata sudah basah, penisku langsung masuk dari belakang. Aku tak yakin Ia bisa mengontrol teriakannya itu. Sensasi persetubuhan kali ini benar-benar menegangkan. Di ruang tamu sedang ada banyak sekali orang yang mengenal kami. Aku tak tahu di mana suaminya. Sedangkan kami malah asyik beradu kelamin. Nafas kami mulai memburu. Dokter Mirza mengisyaratkan ganti posisi. Satu hal yang luar biasa, desahan dan teriakannya bisa ditahan.

Ini harus jadi posisi terakhir sebelum orgasme. Kami sama-sama tahu kelemahan masing-masing. Dokter Mirza tiba-tiba membuka bajunya. Berani sekali. Ia hanya menaikkan bra lalu menghajar penisku. Aku jelas menghabisi payudaranya. Ia tahu benar kesukaanku. Hanya satu yang kutakutkan, kursi yang sedang kami duduki tak kuat menahan beban tubuh dan gerakan kami.

"Mas, sedikit lagi," bisiknya sambil tetap bergoyang

Aku mulai ikut bergerak sambil tetap menjilati payudaranya. Goyangannya makin tak teratur, spermaku sudah diujung.

"UUUHHHH SSSHHHH"

Kami mendesah tertahan bersamaan. Aku menumpahkan sperma di rahimnya. Kami masih berpelukan sebentar sebelum kemudian Dokter Mirza turun dari pangkuanku. Penisku belum benar-benar mengecil. Tak kuduga, wanita itu malah jongkok dan membersihkan penisku dengan mulutnya. Sisa-sisa spermaku dan cairan vaginanya ikut tertelan. Meski agak ngilu, ini sensasi luar biasa.

Kami merapikan diri secepat mungkin sambil mengatur nafas. Aku jadi teringat sesuatu. Aku hanya merasa ini saatnya meyampaikan ide itu. Semoga saja berhasil.

"Dok, ada yang mau saya sampaikan. Tapi saya minta Dokter tenang dan berpikir jernih ya," kataku sambil membenahi bajuku yang amburadul

"Perasaan saya kok nggak enak, Mas," katanya dengan mimik tegang

"Kalau Dokter merasa nggak nyaman, kita bisa cari waktu lain," kataku jiper

"Setelah ini kita ketemu di RS ya. Waktu dan tempat nggak memungkinkan," katanya

Ia memberi isyarat untuk keluar lebih dulu, mungkin mau merapikan diri di kamar. Tak lama berselang aku ke kamar mandi. Lalu kembali ke kerumunan. Sepertinya tak ada tatapan curiga. Lokasi persetubuhan kami cukup jauh dari tempat berkumpul. Semoga saja.

Pertemuan berakhir sekitar jam 4 sore. Aku segera pamit dan menuju RS tempat Dokter Mirza bekerja. Sampai di lokasi, aku tak segera turun. Belum ada tanda-tanda kedatangan mobil Dokter Mirza. Hampir 15 menit, mobilnya masuk ke tempat parkir. Ia terlihat menyetir sendiri.

"10 menit lagi ke ruangan ya, Mas,"

Pesannya masuk ponselku. Setelah 10 menit, aku segera menuju ruangannya. Kuminta sopirku menunggu. Ini sudah hampir pukul 5 sore.

"Saya sampai kepikiran lho, Mas, di jalan ini tadi," katanya saat aku baru masuk ruangan

"Maaf, Dok, kalau bikin kepikiran," kataku

"Waktu kita nggak teralu banyak, kan?" tanyanya lalu mengambilkan aku minum

"Saya langsung saja ya, Dok," kataku, Ia hanya mengangguk

Aku menghela nafas panjang sebelum berbicara. Berat sekali rasanya bibirku. Tapi harus segera kusampaikan. Ide ini sudah bikin kepalaku pusing. Aku sudah siap dengan segala risikonya.

"Ada yang tahu hubungan kita, Dok," aku berhenti sebentar menunggu reaksinya

Ia kaget sekali. Wajahnya menunjukkan itu. Aku memegang tangannya berusaha menenangkan. Tak ada kalimat keluar dari bibirnya.

"Mbak Eva. Dia tahu waktu kita kegiatan dua minggu lalu. Saya curiga karena dia salah tingkah waktu kami nggak sengaja ketemu di hotel. Akhirnya coba saya telusuri. Dia mengaku nguping di depan kamar kita," aku berhenti lagi

Dokter Mirza menundukkan kepala. Ia pasti syok dan sedang kalut memikirkan jalan keluar.

"Saya sudah bicara sama Mbak Eva, dia bilang jujur kalau memang curiga sama kita. Saya akhirnya mengaku soal hubungan kita. Saya minta maaf, Dok," aku menggenggam tangannya kian erat

Ada air mata menetes di pipi Dokter Mirza. Aku memeluknya. Ia mendekap erat. Kami diam untuk beberapa saat. Aku juga memilih tak melanjutkan perkataanku sebelum ada respon darinya.

"Apa yang harus kita lakukan, Mas?" tanya Ia setelah agak tenang

"Kita punya dua pilihan, Dok. Pertama, mengakhiri hubungan ini sesegera mungkin. Kedua, melanjutkan. Saya punya ide yang cukup gila kalau Dokter memilih yang kedua," kataku memancing

"Dua minggu ini kamu mikirin ini, Mas?" Ia bertanya lagi

"Iya, Dok. Makanya saya baru bilang sekarang," jawabku

"Saya mau dengar ide itu," Ia mulai sedikit tenang

"Mbak Eva punya latar belakang yang sama dengan Dokter, tidak puas dengan suaminya. Saya tahu itu setelah mengajak dia bercerita. Sebenarnya Ia berjanji tidak akan menceritakan ini kepada siapa pun. Tapi saya nggak percaya begitu saja," aku mengambil jeda

"Saya ingin membuatnya seperti Dokter, tapi kita harus jamin risikonya," kataku melanjutkan

"Maksudnya, Mas?" Ia memotong

"Saya akan menidurinya. Jika risiko ketahuan suaminya terjadi, kita harus menyelamatkannya," aku memandangnya lekat

Ia terlihat tak percaya dengan ideku. Menutup satu risiko dengan risiko yang lebih besar. Kalau apes, kami bertiga yang akan kena batunya.

"Mbak Eva tidak seindependen Dokter. Ia hanya menggantungkan hidup kepada suaminya yang kerja di RS ini. Kalau kemudian suaminya tahu Ia selingkuh pasti akan ditendang keluar. Ia akan tetap menutup mulutnya jika kita menanggung hidupnya," kataku menjelaskan lagi

"Bagaimana kita akan menanggungnya? Sedangkan Mas Bayu juga pasti akan kena imbas kalau risiko itu terjadi," tanyanya

"Saya bisa pergi dari kota ini, Dok, dan memulai hidup baru. Tapi Mbak Eva tidak bisa seperti itu," aku berusaha meyakinkan

"Saya juga punya priviledge seperti itu. Itu kan yang membuat kita berani," katanya

"Saya tidak tahu apakah ini akan berhasil. Tapi rasanya membiarkan dia tahu tanpa bisa kita kontrol juga sama berbahayanya," kataku lagi

Dokter Mirza terlihat bepikir keras. Beberapa kali matanya menengadah mencari sesuatu. Tangan kami masih berpegangan.

"Itu kalau Dokter memilih opsi kedua. Yang lebih aman adalah kita akhiri hubungan ini sekarang juga," kataku memecah keheningan

"Jujur, Mas, saya sudah ketagihan. Berat sekali mengakhiri hubungan ini. Saya tidak tahu bagaimana memuaskan nafsu saya jika Mas Bayu tidak ada. Padahal kita juga nggak bisa tiap hari bersetubuh," katanya jujur

"Lalu?" tanyaku

"Kita coba. Kalau Mas Bayu bisa meniduri Mbak Eva dan membuatnya mau mengambil ide ini, saya berani ambil risiko," Ia menatapku yakin

Gila. Dokter ini sama gilanya denganku. Seks membutakan kami. Kenikmatan dunia ini telah membuat kami lupa diri. Aku sudah terlanjur basah, tidak ada pilihan selain ikut menyelam.

"Deal"

Kami bersalaman. Soal teknisnya bagaimana dipikir nanti saja. Terpenting Dokter Mirza setuju mengambil ide ini. Pe-erku adalah membuat Mbak Eva meresponku kembali. Tingkat kesulitannya semakin tinggi.
 
Wah... jadi makin seru. Di luar dugaan, kemandirian dokter mirza jd membuat makin nekat dan liar demi gairah tersembunyi...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd