Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PERTAMAX

Bimabet
Anjirrrr...bio solar nya si pertamax ke sepak ama binik. Hak...hak.....hakk...

Lanjutkan suhu 🥂
 
"Ma," panggil Max lembut.

"Mama ingin kamu menikah. Apa bisa kamu penuhi itu? Mama takut tak ada usia, Nak!" ucap Rahayu parau dengan gerak mata yang teramat lambat.

'Mak deg'

Jantung Max mendadak marathon dan menelan air ludahnya berkali-kali karena tenggorokannya terasa sangat kering. Rahayu yang tahu perubahan ekspresi Max menatap sendu. Dia tahu kalau Max tak ingin menikah. Bukan karena memiliki kelainan burung, tapi dia malas berurusan dengan makhluk Tuhan bernama wanita karena baginya mereka sangat merepotkan.

“Ma, bukan aku tak ingin berbakti, tapi aku… hmmm....,” ucap Max menolak pinta Rahayu, tapi lidah teramat keluh untuk meneruskan kalimatnya.

“Kenapa? Kamu mau bilang kalau tak minat dengan wanita, hmmm?” tebak Rahayu tepat sasaran.

“Anjir, mama tahu dari mana aku mau bilang begitu. Kenapa Mama macam dukun sih! Sejak sakit kayak tahu macam banget isi otakku. Apa mungkin ini tanda-tanda Mama berumur pendek?” oceh Max lirih dengan dugaan melebar tak jelas.

“Kamu bicara apa barusan? kok Mama dengar kamu bilang Mamam berumur pendek? Kamu sumpahi Mama cepat mati” ucap Rahayu mendadak berbicara keras & melotot.

Melihat reaksi Rahayu yang berbicara layaknya saat sehat dengan mata melotot seperti saat memarahinya, kening Max mengkerut & menatap seksama Rahayu. Namun, Rahayu yang sadar baru saja keceplosan langsung merubah raut wajah ke mode semula, Berpura-pura

“Kau benar, mungkin usia Mama tak lama lagi. Maka dari itu, Mama teramat sangat ingin melihatmu menikah, Nak. Apakah permintaan tersebut terlalu berlebihan bagimu?” ucap Rahayu dengan suara lirih dan lesunya.

Max tertegun, dia bingung harus menjawab apa kini. Menikah adalah hal yang dia hindari selama ini karena begitu malas dengan para wanita yang begitu merepotkan baginya berdasarkan info dari sahabatnya yang sudah menikah lebih dulu.

“Ehem,” dehem Max merasakan tenggorokannya yang tercekat.

Tangannya meraih tangan kanan Rahayu. Didaratkannya kecupan disana dan menatap dalam mata ibunya yang nampak sendu. Hatinya tengah dilanda kebingungan untuk mengatakan kalimat apa agar tak melukai orang yang paling dia cintai dan hormati sejak lahir.

“Max tak punya pacar, Ma. Bahkan, Max tak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Emang cinta-cintaan enak, Ma?” ucap Max pelan dan sejenak membuat Rahayu terpaku, tapi berujung kalimat aneh yang membuatnya ingin memukul kepala anaknya.

Rahayu tersenyum dan memaklumi karena selama ini memang Max tak pernah memiliki wanita. Jadilah dia yang begitu bodoh jika membahas tentang cinta.

“Ngidam apa aku sampai melahirkan anak sepertimu, Nak!” oceh Rahayu dalam hati diikuti helaan nafas panjangnya.

Cinta itu macam gado-gado. Isinya bermacam-macam sayuran. Kalau lidah dan perut cocok, semua baik-baik saja. Sedangkan kalau tak cocok, bisa diare!” terang Rahayu yang membuat alis Max nampak bertautan.

“Jadi?” ucap Max.

“Rasakan sendiri dan kamu akan jadi bucin seperti Papamu yang cinta mati dengan Mama,” ujar Rahayu pamer dengan senyum lebarnya.

“Hadeuuuh…. Max amit-amit jadi bucin kayak Papa. Ogah, Ma!” sahutnya menggeleng keras.

“Jangan begitu!” Kamu harus tahu kalau kamu terlahir dari benih seorang bucin. Tak menutup kemungkinan kalau suatu hari kamu juga jadi bucin. Mama yakin kamu tak beda dengan Papa!” tutur Rahayu yakin dan membuat mata Max melotot.

“Tak mungkin Max jadi bucin, Ma. Pacar pun tak ada, tuh!” kata Max yang masih mengelak prediksi mamanya.

“Serah kamu. Pokoknya Mama mau kamu menikah sebelum ajal menjemput. Apa kamu mau lihat Mama jadi arwah penasaran kalau tak ada umur, hah?” oceh Rahayu dengan raut kecewa serta ancaman yang terasa menakutkan bagi Max.

“Please, Ma. Jangan bicara begitu. Max gak mau Mama mati cepat. Max selalu doain Mama dan Papa panjang umur. Maafin Max sudah bikin Mama marah. Kita baikan, ya?” cerocos Max yang merajuk karena wajah Rahayu yang menatapnya sedih.

Dikecupnya berkali-kali tangan Mamanya dan membuat Rahayu tertawa dalam hati karena tahu jika anaknya tersebut sangat mencintainya.

“Senyum, Ma. Jangan marah, ampuni Max. Iya Max mau menikah. Terserah Mama mau nikahi Max sama siapa. Mama yang pilih dan Max nurut saja yang penting Mama gak boleh mati dulu!” oceh Max pasrah dan disambut sorak-sorai oleh Rahayu.

“Siapa juga yang mau mati sekranganak bodoh!” gumam Rahayu dalam hati.

“Mama ada calon. Mama akan atur pernikahan kalian!”


BAB 2

“SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA, PERTALITE BINTI ALMARHUM AFTUR DENGAN MAS KAWIN SEPERANGKAT ALAT SHOLAT DIBAYAR TUNAI.”

Sebuah untaian kata sakral yang berisi janji seorang pria di depan penghulu, wali nikah, dan para saksi. Tak lama berselang setelah kalimat itu terucap, diikuti suara tegas yang membuat semua orang merasa kelegaan sejak beberapa saat lalu nampak tegang, terutama nampak wajah seorang wanita dan pria baya yang duduk tak jauh dari kedua mempelai.

“SAH!”

Sebuah suara yang mengucapkan satu kata terdengar diikuti untaian doa pengantin cukup panjang dan diaminkan oleh semua yang hadir. Setelah doa selesai, wajah sang pengantin pria menoleh pada gadis yang duduk disampingnya dan menunduk. Mendapati gadis yang telah dia nikahi tak menatapnya, pria itu menarik nafas berat dan berpaling pada dua orang tua yang tengah menatapnya tajam.

“Eh, pengantin perempuannya nunduk terus. Ayo cium tangan suaminya!” seru salah satu saksi yang melihat sang wanita enggan mengangkat wajahnya karena dianggap malu.

Dia nampak terhenyak dan mengangkat wajah sedikit diikuti tangan yang akhirnya meraih tangan kanan pria yang sudah resmi jadi suaminya kini. Dengan berat hati, dia mencium tanpa sedikitpun memandang wajah suaminya yang ikut bergeming menatap tingkah istrinya.

“Sipitkan mata, Alit. Jangan lihat mukanya. Cukup cium tangannya dan sudahi!” oceh pertalite dalam hati dan bertahan agar tak bertemu pandang dengan suaminya.

Diciumnya punggung tangan kanan sang suami dengan pelan dan menyentuh sangat tipis kulitnya, tapi bagi semua yang melihat hal tersebut lebih dari cukup dan disambut senyum cerah oleh semua.

“Harusnya dicium, bukan ditiup!” kata hati sang suami yang merasa jika tak ada ciuman, kecuali tiupan halus yang menyapa tangannya dan benar adanya.

Matanya menyipit dengan kening berkerut melihat istrinya yang menunduk kembali. Merasa jengkel dengan tingkah Alit yang tak lain istrinya, dia memutar bola matanya malas dan kembali bertemu pandang dengan orang tua dan seorang teman sekaligus tangan kanannya yang sudah dianggap keluarga sendiri ikut hadir, Bram Hendrawan.

Bram duduk dengan tenang dengan senyum manis terukir di wajahnya yang tampan. Tiba-tiba matanya berkedip sebelah dan membuat Max terhenyak serta ingin melempar sepatu ke wajahnya yang membuka mulut karena mengatakan sesuatu pada dirinya.

“Selamat jadi suami, Bro!” ucap Bram tanpa suara.

Tak senang dengan kalimat itu, tangan Max mengepal dengan mata melotot dan siap menghajar Bram yang cekikikan. Rahayu yang melihat Max langsung melotot tajam, terlebih saat ini Max bersama Alit tengah duduk bersimpuh dihadapan kedua orang tua untuk melakukan sungkem.

“Max! Kamu mau sungkem ke orang tua atau minta tampol di depan para tamu, hah?” kata Mamanya Max yang tak lain adalah Rahayu dengan suara berbisik agar para tamu tak mendengarnya.

“I-iya, Ma. Maaf,” sahut Max mengalihkan pandangannya kini pada Rahayu.

Max mencium tangan Papanya yang langsung mendoakan serta memberikan banyak nasihat baginya, Ferry Ardian seorang pembisnis handal yang kini sudah berusia 58 tahun dan dikenal sebagai pria setia.

“Semoga kamu bisa jadi suami yang baik bagi istrimu. Setialah pada pasanganmu dan semoga kamu merasa cukup atas dirinya, ucap Ferry yang tak lain Papanya lembut dengan tangan kiri mengelus kepala Max.

“Iya, Pa.”

“Jaga Alit istrimu baik-baik. Jangan kasar, apalagi memukul dan segera kasih Mama dua cucu!” sambung Rahayu ketika Max memohon doa restu padanya.

Hanya anggukan yang bisa Max lakukan jika berhadapan dengan Rahayu. Alit yang sudah resmi menjadi istrinya pun sungkem kepada kedua orang tua yang sudah menjadi mertuanya. Tak segan Rahayu memeluk Alit penuh sayang dan mengecup kening diiringi doa terbaik. Hal tersebut membuat Ferry tak lain suaminya tersenyum lebar karena bahagia mendapatkan menantu. Namun berbeda dengan wajah Max yang tertekuk serta kecut seperti bulu ketek tak pernah dicuci.

“Selamat, ya Bro. Akhirnya lepas jadi bujang juga kau!” ucap Bram memberi selamat yang dibalas tatapan tajam.

“Diam kamu. Kalau bukan karena Mama, aku mana mau nikah, apalagi dengan wanita tak dikenal dan menunduk terus seolah melihat setan!” timpal Max kesal.

“Dasar bego! Wajahmu memang kayak setan, seram dan kelam mirip hutan belantara. Yang ada cuman bulu disemua ruas wajahmu. Masih saja tak sadar kalau punya wajah seram kalahkan monyet!” hina Bram tajam dan sengaja untuk membuat Max sadar diri dengan penampilannya.

‘PLAK’

Tamparan cukup keras melayang tepat dikepala Bram dan membuat beberapa orang yang melihatnya terhenyak. Hal itu tentu tak luput dari pandangan Rahayu. Sedangkat Alit tengah terisak di pelukan seorang wanita paruh baya yang tak lain orang yang sudah mengasuhnya di panti asuhan selama ini.

“Kamu harus patuh pada suami, Nak” kata pengasuh itu yang biasa dipanggil Mama Aci atau Ma’e seperti kebiasaan Alit.

“Iya, Ma’e,” jawab Alit pelan.

Wajah Alit penuh air mata. Dia tak banyak bicara dan dikenal sebagai gadis pendiam di panti. Alit juga dikenal sebagai gadis yang semok dan cantik, tak hanya itu dirinya juga rajin membantu. Bahkan, dia tak malu bekerja sebagai kuli cuci disekitar panti yang kemudian uangnya akan diserahkan pada Ma’e di sela waktu liburnya bekerja sebagai penjaga toko sembako di pasar milik tetangga.

Pesta digelar cukup meriah, meskipun Rahayu hanya mengundang kerabat dekat dan anak panti yang hadir tak lebih dari 100 orang. Keluarga Rahayu terkenal dermawan & tak suka mewah-mewahan meskipun tergolong keluarga kaya raya tapi suka hal sederhana dan tetap khidmat.

Empat jam sudah berlalu. Semua tamu undangan telah undur diri, termasuk anak-anak panti yang diantar pulang menggunakan bus menuju villa keluarga Rahayu sebagai hiburan bagi mereka setelah menghadiri pesta dan akan menginap disana selama tiga hari, termasuk Ma’e yang ikut diantaranya. Sedangkan pasangan pengantin baru menuju hotel yang akan dihuni oleh mereka berdua saja sebagai malam dimana akan mereka habiskan untuk melakukan belah duren. Max dan Alit menuju hotel tersebut diantar sopir bernama Salim yang tak lain adalah sopir keluarga Rahayu dan telah bekerja hampir 30 tahun dan mengabdi pada keluarga itu.

Sepanjang jalan , hanya ada keheningan dan Alit masih menunduk sambil sesekali memandang keluar jendela mobil. Hal serupa juga berlaku bagi Max yang masa bodo dengannya dan sesekali melirik serta berdecih. Salim yang merasakan suasana kaku hanya menghela nafas lelah dan merasa aneh, tapi tak ada niat untuk bertanya karena sudah tahu jika pernikahan terjadi karena sebuah perjodohan yang diatur majikannya.

“Apa jadinya kalau pengantin kayak musuh?” gumam hati Salim yang bingung melihat keadaan mereka.

“Astaga, salah apa sampai aku harus dinikahi oleh pria macam lutung seperti itu. Padahal aku kalau sapu lantai sampai bersih dan licin. Kenapa dapat suami penuh bulu? Haish…,” gerutu Alit sedih dalam hati sambil melirik sedikit pada Max yang duduk tegap dan menatap tajam kedepan.

“Kalau bukan demi Ma’e, aku gak akan mau nikah dengan dia. Lihat dia macam lihat lutung saja!”

To be continue
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd