Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

petualangan q

king2001

Semprot Baru
Daftar
17 Dec 2012
Post
44
Like diterima
397
Bimabet
Rencana kedatangan nenek ke rumahku membuat seluruh
keluargaku mempersiapkan segalanya. Maklum saja, sebagai
anak perempuan satu-satunya, ibuku yang merupakan orang
cukup terpandang di kampungku, merasa memiliki
tanggung jawab moral untuk merawat nenek setelah
meninggalnya kakekku.
Rumah yang kami huni hanya memiliki 4 kamar tidur.
Kamar utama ditempati ayah ibuku, satu kamar untukku,
satu lagi untuk adikku dan sebuah kamar yang
dialihfungsikan sebagai kamar semi gudang-lah. Akhirnya
ayah memutuskan untuk membangun satu kamar ukuran
3x3 meter di tanah kosong ukuran 3x8 meter di samping
rumah. Sisa tanah kosong dijadikan teras yang hanya bisa
diakses dari kamar tersebut. Dan sepertinya ayah
merencanakan ruangan tersebut untuk kamar saya, karena
dibangun juga pintu tembus ke halaman depan. Kamar ini
walaupun menyatu dengan rumah utama, namun terpisah
jauh dan tidak digunakan untuk lalu lintas orang. Dari
ruang keluarga, harus melalui ruang makan, kamar semi
gudang, gudang dan harus melalui lorong yang cukup
panjang. Sehingga otomatis kamar ini terasa sunyi dan â
€˜senyap’. Namun menyenangkan untuk sekedar
melepas lelah. Pasca kedatangan nenekku, situasi rumah
berjalan seperti biasanya. Aku mulai terbiasa dengan kamar
baruku, walaupun jarang sekali aku berlama-lama di kamar
tersebut.
Teras kamarku ini berbatasan langsung dengan rumah
tetanggaku yang berarsitektur lawas, Pakde Narto. Rumah
lawas tersebut berbentuk L dan teras kamarku mempunyai
akses ke halaman belakang rumah Pakde Narto yang
digunakan sebagai jemuran. Dari teras tersebut bisa melihat
jelas kamar pakde dan jalan kecil akses dari ruang utama ke
kamar mandi dan gudang. Pakde Narto berusia sekitar 56
tahun, tinggal bersama istrinya De Lilis, putra beliau mas
Edo, serta mbah Sir, ibu de Narto. Usia De Lilis menginjak
50 tahun dan mas Edo akan segera menikah di usianya yang
ke 25 tahun. Aku walaupun akrab dengan keluarga ini,
namun tidak begitu dekat, karena aktifitas sekolah dan
organisasiku dan beberapa aktifitas sosial kemasyarakatan di
kampungk yang lumayan padat.
Sebagai tetangga yang baik, pada saat pernikahan mas Edo,
aku membantu di rumah pakde Narto mulai sebulan
sebelum pesta pernikahan. Mulai dari mencari persewaan
sound sistem, alat-alat pesta, ijin keramaian hingga
menyebarkan undangan pernikahan. “Nak Adit. Ibu
minta tolong nak Adit membuat undangan-nya Edo ya.
Masalahnya ini waktunya Cuma kurang 2 minggu. Bisa kan
nak Adit?� ujar De Lilis suatu sore sewaktu aku
membantu mengecat rumahnya. “Eeee….iya de. Nanti
malam saya desainkan undangannya,� jawab saya.
Malam itu, sekitar pukul setengah delapan malam, aku
konsentrasi di depan komputerku mendesain undangan milik
mas Edo. Setelah utak-atik sana sini, ada beberapa teks
penting yang tidak aku ketahui. Seperti Nama lengkap calon
istri dan calon mertua mas Edo. Akhirnya aku beranjak
keluar melalui pintu terasku menuju bagian belakang rumah
pakde Narto.
“Tok..tok…tok… Pakde Narto. Ini Adit pakde…â€�
ucapku dari pintu belakang. “Ooooo sebentar nak Aditâ
€¦â€�, jawab suara perempuan dari dalam. Pasti de Lilis,
pikirku. Setelah pintu terbuka, mataku disuguhi
pemandangan yang menyesakkan dadaku. De Lilis memakai
daster u can see batik dan terlihat tali beha hitamnya yang
menggairahkan. Tubuhnya terlihat menggemaskan di
temaram cahaya lampu. Ukuran payudaranya yang cukup
besar, seakan menyesaki daster itu dan ingin meloncat
keluar. Selama ini aku memang tidak begitu memperhatikan
tubuh tetanggaku yang seksi ***** Adikku sudah mulai
mengeras dan aku tetap terdiam menahan tanganku yang
ingin sekali meremas payudara yang sungguh
menggelorakan nafsu itu.
“Lho nak Adit. Kok diam? Ada apa nak..?â€�
pertanyaan yang akhirnya membuyarkan lamunanku. â
€œOoooo…eeee ndak budhe. Cuma mau Tanya nama
lengkap calon istri dan calon mertuanya mas Edo…â€�
jawabku gelagapan. “O ya sebentar nak Adit ya. Saya
tuliskan dulu. Nak Adit membuat undangannya sekarang?â
€� Tanya de Lilis. “Iya budhe,â€� jawabku singkat.
Aku masih terdiam di pintu menunggu de Lilis yang masuk
kamar dan akhirnya keluar membawa sesobek kertas. â
€œIni nak Adit,â€� ujar de Lilis. “Makasih de. Kok
sepi pada kemana?â€� tanyaku. “Pakdhe dan Edo lagi
ke rumahnya pak Rudi untuk dimintai tolong menjadi
pembawa acara pada resepsi nanti. Mungkin pulangnya
sekitar jam 1 malam, karena tadi mau sekalian mampir dan
ngobrol sama pak lurah� ujarnya.
Akhirnya aku pamit kembali ke kamarku, walaupun sangat
menyenangkan berdekatan dengan de Lilis yang sintal
***** Jujur saja, selama ini aku tidak memperhatikan tubuh
de Lilis. Dan walaupun pergaulanku luas di organisasi dan
di kampong, masalah sex aku nol. Aku tidak pernah
melakukan hubungan seksual dengan siapapun. Aku pacaran
dengan gaya konvensional, apel malam minggu, pegang
tangan dan sun pipi. Hanya itu , tak lebih. Apalagi ayahku
adalah seorang tokoh yang dihormati di kampungku,
sehingga aku tak bisa berbuat seenak udelku sendiri.
Aku akhirnya tak konsentrasi mendesain undangan, masih
terbayang-bayang bodi de Lilis yang aduhai itu. Tiba-tiba..â
€� Tok..tok…Nak Adit. Ini bude bikinkan kopi,â€�
seperti suara de Lilis mengetuk pintu. Kubuka perlahan
pintu kamarku, tampak de Lilis yang masih menggunakan
daster u can see-nya membawa secangkir kopi panas. â
€œBiar gak ngantuk nak…,â€� . Aku hanya bisa
tersenyum. Karena masih menahan nafsuku, otakku berfikir
keras bagaimana caranya agar aku bisa berlama-lama
berdekatan dengan de Lilis. “O ya de, ini saya lagi
mendesain undangannya mas Edo. Mungkin bude bisa
melihat dulu desainnya nanti bila ada yang kurang sreg bisa
diubah…â€� ujarku.
Tanpa curiga bude Lilis mengiyakan permintaanku. Karena
komputerku di lantai, akhirnya aku dan bude duduk bersila
di lantai. Akupun memperlihatkan desain undangan
tersebut. Budhe melihatnya dengan cermat dan meneliti satu
persatu. “Ini salah nak Adit. Tanggalnya bukan 16 tapi
15….â€� ujar budhe sambil menunjuk dan lebih mendekat
ke layar. Dengan sedikit lirikan, aku melihat buah dada
bude yang putih mulus nan menantang. Aku segera meraih
mouse dan tangan kiriku meraih keyboard. Tanpa sengaja
tangan kiriku menempel ke lengan budhe. Terasa serrr serr
serrr, jantungku dan adikku langsung saja tegak. Namun
budhe sepertinya merasakan itu sebagai hal biasa. Kulama-
lamakan sentuhan yang nikmat itu, apalagi aku hanya
mengenakan kaos singlet.
Perlahan-lahan kugesek-gesekkan lenganku ke lengan
budhe, dengan berbagai cara dan alasan. Apalagi saat itu
suasana yang cukup dingin dan sunyi, dan sepertinya
seluruh keluargaku sudah terlelap. “Begini gimana
budhe?â€� tanyaku. “Sepertinya kok kurang cerah ya
warna dasarnya,� ujarnya. Akhirnya kubuka file contoh-
contoh warna dan desain undangan, dengan masih
menggesek-gesekkan lenganku ke lengan budhe, bahkan
dengan tubuhku sudah agak condong ke arahnya sembari
mengintip isi mangkuk bra-nya yang berukuran sekitar 38.
Setelah sekian lama melihat-lihat desain,� Nah ini
bagus..� ujar budhe, sembari mengarahkan tangan
kanannya menunjuk ke layar monitor. Dan aku yang sejak
tadi asyik melakukan aktifitas gesek-gesek, kaget dan segera
menarik tubuhku agak menjauh.
Namun yang terjadi setelahnya yang sungguh
menyenangkan aku. Budhe menarik lengannya dan
meletakkannya agak ke belakang, digunakan sebagai
sandaran. Sehingga payudaranya terlihat menantang, dan
aku menatapnya dengan hanya menelan ludah. Agar tidak
mengundang curiga berlebihan, aku ijin budhe menutup
pintu kamar, karena udara cukup dingin. Setelah kututup
dan kukunci perlahan agar budhe tidak curiga, akhirnya aku
duduk kembali di samping budhe, namun lebih mendekat.
Sembari mendesain permintaan budhe, kutempelkan lagi
lenganku ke arah lengan budhe. Sedikit-sedikit, dan
kumajukan lenganku perlahan dan akhirnya lenganku sudah
menempel daging empuk di dada budhe. Namun yang
terjadi, budhe terdiam dan masih memperhatikan layar
computer.
Seperti mendapatkan persetujuan, akhirnya kuberanikan diri
sedikit lebih menekan payudara sekal yang menantang itu.
Apalagi tali daster budhe sudah agak jatuh dari pundaknya.
Namun tali beha hitamnya masih mengikat kuat. Lama
kelamaan aku semakin asyik dengan aktifitas itu. Budhepun
hanya terdiam tanpa reaksi, dan tatapan matanya terus
tertuju ke monitor.
Tiba-tiba bude berdiri dan berkata, “Dit, budhe sudah
ngantuk. Budhe tidur dulu ya. Kamu selesaikan itu dulu
nanti kalau sudah selesai budhe lihat lagi�. Kulirik jam
masih pukul delapan malam. Tak ingin kesempatan ini lari,
aku berkata ke budhe. “Budhe bubuk sini dulu saja, nanti
kira-kira jam sepuluh sudah selesai nanti budhe Adit
bangunkan,� ujarku. Tampak buhde agak ragu-ragu
menjawab ajakanku. Tapi aku segera berkata,� Mari,
ndak apa-apa kok budhe. Nanti budhe tidur di kasur dan
kalau sudah saya print budhe saya bangunkan,� bujukku.
Akhirnya dengan sedikit kupaksa, dengan menarik tangan
budhe yang akan segera beranjak, budhe menuruti
ajakanku, dan segera kubimbing menuju tempat tidurku
yang hanya selembar kasur di lantai.
“Lampunya Adit matiin saja ya budhe. Biar budhe cepet
istirahatnya..� tanpa menunggu jawaban budhe, aku
segera mematikan lampu kamarku. Aku segera menuju
komputerku dan mengatur intensitas cahaya monitorku agak
tak terlampau terang. Setelah sekitar 15 menit di depan
komputer, kulirik budhe di atas kasurku. Tampak budhe
tidur terlentang dengan kedua tangan yang diletakkan
disamping kepalanya. Sepertinya budhe sudah
memejamkam matanya, nafasnya belum teratur, terlihat
buah dadanya yang naik-turun. Sepertinya budhe belum
tidur.
Akhirnya dengan keberanian yang kukuatkan, segera aku
cetak contoh undangan milik mas Edo. Setelah itu,
kumatikan komputerku dan menuju jendela, mengintip ke
rumah de Lilis, memastikan tidak ada suara tanda
kepulangan pakde Narto dan mas Edo. Setelah itu aku
menuju kasurku. Kupandangi tubuh indah nan montok di
depanku… Celana dalamku sepertinya sudah tak kuat
menahan sesak adikku yang berdiri menantang. Aku segera
mengambil posisi tidur di samping budhe. Kuambil selimut
dan kuselimutkan ke tubuhku dan tubuh budhe. Kulirik
kembali budhe, masih tetap terdiam dan belum tertidur
sepertinya.
Di dalam selimut berdua, membuat hasratku semakin tak
tertahankan. Aku menggeser tubuhku dan menempel di
tubuh budhe, kuturunkan sedikit tubuhku sehingga wajahku
tepat berada di bawah ketiak budhe yang ditumbuhi rambut
tipis. Kecium harum bau tubuh budhe. Aku miringkan
tubuhku, dan dengan jarak kurang dari 5 cm, sudah
terpamtang payudara yang siap dikenyot. Namun aku masih
berfikir, jangan-jangan budhe nanti terbangun dan marah-
marah kepadaku… wah bisa berabe urusannya. Akhirnya
tanpa piker panjang, kurangkul tubuh budhe di perutnya.
Aku deg-degan luar biasa. Baru pertama kurasakan
memeluk tubuh wanita di atas ranjang….
Menunggu beberapa saat, dan tidak ada reaksi dari budhe,
perlahan-lahan kubelai perut budhe yang sudah cukup
banyak ditumbuhi benjolan lemak, maklum wanita
berumur. Bergeser sedikit ke atas, dari luar daster kurasakan
jemariku sudah berada di pangkal payudara budhe yang
sekal. Kuelus perlahan-lahan kedua bukit kembar nan
menantang itu… Hingga akhirnya budhe berdehem lirih
dan menarik tangannya dari atas kepala dan meletakkannya
di samping tubuhnya…mengagetkanku… Kuangkat
tanganku beberapa saat. Namun karena sudah tidak kuat
lagi… Akhirnya perlahan kucium lengan budhe dan
menarik tali dasternya dengan tanganku… Setelah itu
kulepas pelahan tali beha hitamnya dan akhirnya tampaklah
payudara kiri budhe yang berisi namun sedikit kendur.
Kuremas perlahan dan akhirnya aku lepas kontrol… Kuraih
tali daster kanan budhe, kulepas perlahan bersamaan dengan
tali beha budhe…
Akhirnya tampaklah dua payudara menantang milik budheâ
€¦. Karena baru pertama aku langsung memegang kedua
payudara itu dengan gemas dank keras… kurasakan dada
yang sekal nan menantang. Budhe yang kurasa belum tidur,
sepertinya kaget dan agak menarik tubuhnya ke atas.
Tak ingin menyakiti budhe, kupraktekkan cara yang kulihat
di film bf milik kawan-kawanku yang sering kutonton.
Kujilati perlahan pangkal payudara kiri budhe, setelah puas
menjilati pangkal payudaranya, kukulum puting susu budhe
yang berwarna kehitam-hitaman karena gelap, dan hanya
ada temaram lampu teras yang masuk menerobos masuk ke
kamarku melalui ventilasi udara.
Aku pindah ke payudara kanan budhe.. kuhisap dalam-
dalam dan kulihat budhe menahan nafas yang cukup berat.
Kuciumi dada leher dan dengan keberanian yang kuhimpun,
kicium bibir budhe sedikit tergesa-gesa. Kukulum mulut
mungil itu dan kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya
menjilati apa yang ada di dalamnya. Reaksi budhe hanya
terdiam dan menahan nafasnya… Kuturunkan mulutku ke
arah perut budhe, kusingkap dasternya ke bawah pusarnya.
Aku menjitat-jitat pusarnya hingga penuh dengan ludahku.
Karena sudah tak tahan, kubuang selimut yang kukanekan
berdua dengan budhe. Kulepas kaos singlet dan celana
pendekku, sehingga aku hanya menggunakan celana dalam.
Kubelai paha mulus budhe, perlahan dan samar terlihat
celana dalam budhe berwarna merah. Kucolek-colek sedikit,
tampak rambut yang keluar dari pinggir celana dalamnya.
Perlahan-lahan kuangkat daster budhe ke atas dan kutarik
celana dalam merah itu, namun agak kesulitan karena harus
melewati pantat budhe yang cukup besar. Akhirnya dengan
segala kekuatanku, kuangkat perlaan tubuh budhe dan…
berhasil kutarik celana dalam merah berenda itu hingga ke
lutut budhe. Terlihat vagina budhe yang indah, kucium
harum baunya yang khas. Kukocok vagina itu perlahan
sembari memilin punting budhe dengan mulutku. Nafas
budhe mulai tidak teratur, dan vagina budhe mengeluarkan
air yang cukup banyak.
Tak ingin kehilangan momentum, mulutku kutunkan ke
vagina budhe, kujilati hingga lidahku terasa kelu. Pokoknya
menjilat, tak peduli enak atau tidak… Slruuupppp….
Slruuuppppp…. suara sedotanku di vagina budhe. Budhe
sedikit menggelinjang setiap kusedot vagina yang indah itu.
Mulut budhe mengejan perlahan …ehhh uuhhh ahhhh…
menambah indah suasana malam itu…
Selain mulutku kumainkan jemariku di sela-sela vagina
budhe… kujilat dan kukucek-kucek vagina yang semakin
basah itu. Setalah beberapa menit kulihat budhe mengejang
hebat disertai cairan yang deras keluar dari vaginanya…
dan mulut budhe terucap eluhan panjang….uuuhhhhhhhhhâ
€¦. Akhirnya budhe terkulai lemas diatas kasurku.
Sepertinya budhe sudah mencapai klimaksnya.
Aku segera melepas celana dalamku yang sudah basah
karena besarnya dorongan hasrat, dan membuka perlahan
selakangan budhe. Aku segera naik di atas budhe. Namun
sebelum kulakukan hal itu, budhe tiba-tiba berucap…â
€�Dit…!â€�….
Duaaaarrrr…. AKu kaget bukan kepalang. Aku tak bisa
berkata-kata lagi. Diantara perasaan takut, cemas, gelisah
dan menahan konak, aku terdiam melihat wajah budhe. Di
kegelapan tidak jelas budhe marah, tersenyum atau pasrah.
Namun…
“Apa yang ingin Adit lakukan…?â€� tanya Budhe. â
€œEh… anu budhe…Maaf budheâ€� aku tak bisa
menjawab pertanyaan budhe, namun segera menarik selimut
yang tadi kulepas untuk kukenakan menutup tubuhku.
Hasratku langsung hilang berganti ketakutan yang sangat.
Takut budhe marah besar.
“Adit pingin begituan ya….?â€� Tanyanya. â
€œEeeeehh iya budhe…â€�. Tiba-tiba budhe tersenyum
dan meneruskan perkataannya. “Adit sudah pernah
melakukaannya sebelum ini belum?â€�tanyanya. â
€œBelum pernah budhe….â€�
“Tapi kenapa Adit ingin melakukannya dengan budhe?â
€�. Aku menjawab,â€�Tadi Adit terangsang hebat
melihat budhe dengan pakaian budhe… jadi Adit tak tahan
melihatnya�. Budhe perlahan berkata; �Tapi kenapa
harus sama budhe. Budhe sudah tua dan sudah tidak seksi
dan cantik lagi. Coba lihat payudara budhe sudah kendor
khan?â€� “Ehhh tidak budhe, susu budhe masih
menantang kok… Malah Adit ingin ngemutsusu budhe
lagi,� ujarku.
“Benar Adit masih mau…?â€� tanya budhe lagi. Tanpa
menjawab segera kuserbu susu budhe yang agak kendor
namun berisi…â€�Eh sabar Dit… pelan-pelan. Sini budhe
pegang punya kamu…â€�. Tangan budhe segera meraih
penisku yang sudah terkulai. Dielus-elus perlahan, dan
akhirnya penisku mulai tegak lagi. Kuserbu kembali susu
budhe. “Sebentar Dit….,â€� ujar Budhe. Kuhentikan
aktifitasku mengulum pentil susu budhe. “Adit pingin
lihat budhe telanjang tidak…?â€� tanyanya. “Em…
budhe tidak apa-apa?� ujarku.
Reaksinya, budhe bangkit dari tidurnya dan berdiri. â
€œAdit saja yang melepasnya budhe…â€�ucapku.
Akhirnya, aku berdiri di hadapan budhe, Setelah itu,
kudekap tubuh budhe. Kurasakan tangan budhe juga
memelukku, kulihat payudara budhe yang besar menempel
di dadaku dan terhimpit tubuh kami. Seperti mencuat mau
keluar. Benar-benar sensasi wanita yang berumur yang
hangat. Dengan tetap pada posisi berdiri, kulepas daster
budhe yang masih terkumpul di sekitar perutnya. Kutarik ke
atas dan kubuang di lantai. Setelah itu kukenakan lagi beha
hitamnya yang berenda serta kukenakan kembali celana
dalamnya yang terlepas dan jatuh di kakinya. “Loh
katanya mau melihat tubuh budhe…? Kok malah
dipakaikan lagi?� tanya budhe.
Tanpa menjawab pertanyaaan budhe, kulihat budhe yang
hanya mengenakan beha hitam dan celana dalam merah.
Ah… betapa merangnyangnya. Akhirnya kupeluk tubuh
budhe, dan kuciumi mulut budhe…. Slrupppp….
Ahhhhhh… Kuremas pantat budhe…. KUhujuani mulut
budhe dengan ciumanku…. Dan kami saling berpagutan
saling meremas, hingga akhirnya terlepas cd dan beha
budhe…
Akhirnya, budhe tidur terlentang di kasurku, dan aku
perlahan membuka selakangan budhe. Tampak vagina
budhe sudah berlendir, tanda nafsunya mulai bangkit lagi…
Kumasukkan penisku perlahan ke dalam vagina budhe… â
€œpelan-pelan Dit…sakit,â€� ujar budhe. Dengan
dibimbing budhe, penisku masuk perlahan-lahan ke liang
kenikmatan budhe…â€�Blesssss…..â€�. Kuhunjamkan
seluruh penisku hingga pangkalnya ke vagina tetanggaku
yang kuhormati *****
“Plup…plup…clep…cleppp….â€�suara bertemunya
penisku ke dalam vagina budhe. Diiringi desahanku dan
desahan budhe…ah…ah…eh…uh… Kubenamkan
wajahku ke dalam susu budhe, sembari kujilati dan
kukulum dengan kasar. Kuremas-remas payudara itu satu
persatu…Seteleh beberapa waktu, sepertinya penisku tidak
kuat lagi menahan derasnya air yang akan keluar. Jepitan
vagina budhe juga semakin kuat, dan vagina budhe
kurasakan basah yang sangat…
“Budhe…Adit sudah gak kuat…â€� ujarku.
“Sebentar Dit…budhe juga mau keluar….â€� Ujar
budhe. Akhirnya budhe mengeluh panjang dan mendekapku
dengan erat serta sedikit mencakar punggunggku. Budhe
kembali terkulai… Ku terus memompa penisku dan ….â
€�aaaahhhhhhhhhh… Aku keluarâ€� ujarku. Akhirnya
aku terkulai lemas dan ambruk diatas tubuh budhe.
Kulihat jam di sudah jam sepuluh seperempat… â
€œTerima kasih budhe…â€� ujarku. Aku segera
mengambil tisu dan membersihkan penisku. Budhepun
sibuk membersihkan vaginanya. Setelah itu, kami segera
mengenakan pakaian kami masing-masing.
“Budhe pulang dulu ya Dit… Sudah malamâ€�.
Kujawab dengan senyuman. Setelah membuka pintu, budhe
keluar kamarku, namun kupanggil kembali. “Budhe, ini
ketinggalan…â€� kataku. Budhe menoleh ke arahku.â
€�Apa Dit..?â€� Aku berlari mengambil gelas yang berisi
kopi yang dibuatkan budhe tadi. Budhe menerimanya dan
segera berbalik menuju belakang rumahnya. Namun
sebelum melangkah, kuremas pantat budhe… budhe hanya
tersenyum dan berkata;â€� Sudah mulai nakal ya…â€�
uajrnya.
Akhirnya setiap ada kesempatan, budhe seringkali main ke
kamarku. Aku terkadang juga sering main ke tempat budhe.
Bahkan saking kebeletnya, pada suatu sore, sepulang
sekolah aku melihat budhe menuju ke kamar mandi hanya
menggunakan selendang yang dililitkan ke tubuhnya seperti
kemben. Kupanggil budhe, dan kutarik ke teras kamarku.
Ternyata budhe sudah tidak memaki celana dalam.
Kusingkap saja selendang itu dan terlihat vagina budhe.
Aku hanya membuka resleting celanaku dan kukeluarkan
penisku. Kumasukkan penisku dalam vagina budhe. …
Pada saat pakdhe Narto sedang menonton televisi di
rumahnya. Setelah keluar aku ejakulasi, budhe segera
berlari menuju kamar mandinya….
 
Hubunganku dengan budhe Lilis via teras kamarku berjalan
lancar dan bahkan semakin hangat. Jika selama ini aku yang
selalu mengambil inisiatif mengajaknya berhubungan, kini
Budhe Lilis mulai berani untuk terang-terangan memintaku
melayani hasratnya yang masih belum juga hilang. Dalam
hubungan kami, aku tidak pernah menanyakan kondisi
hubungan seks budhe dengan suaminya, pakde Narto.
Karena aku menganggap, dengan tidak mengetahui kondisi
hubungan seks mereka berdua, aku tak bersikap kurang ajar
yang berlebihan terhadap pakde. Walaupun apa yang aku
lakukan dengan istrinya sudah sangat kurang ajar.
Pernah pada suatu pagi, sekitar pukul 02.30 WIB, suasana
sangat gerah. Mendung bergelayut menutupi rembulan,
namun tidak juga turun hujan. Aku menghisap rokokku
ditemani secangkir kopi, duduk di kursi panjang teras
kamarku. Aku menatap kosong kaca jendela kamar budhe
yang lampunya masih hidup. Tiba-tiba jendela kamar itu
dibuka bude…. Mungkin merasa kegerahan yang sangat.
Terlihat jelas kondisi budhe yang sudah acak-acakan,
rambutnya sudah tidak teratur lagi. Mungkin habis melayani
hasrat pakdhe. Budhe mengenakan kaos ketat dan rok yang
sangat longgar, dan beberapa saat kemudian, dengan
menyampingi jendela, tampak budhe melepas kaosnya yang
sangat ketat. Aku terdiam menyaksikan budhe yang ternyata
tidak mengenakan behanya… payudara budhe tampak
menantang.
Penisku sudah mulai menantang lagi… menyaksikan
pemandangan sesaat yang cukup menggugah birahi
tinggiku. Setelah itu budhe menarik rok longgarnya ke atas
sehingga menutupi kedua bukit kembarnya. Budhe beranjak
meninggalkan kamar menuju ruang tengah dan akhirnya
keluar rumah menuju kamar mandi yang terpisah dari
rumah utama. Budhe sepertinya tidak mengetahui
keberadaanku di teras kamar.
Saat budhe sudah di dalam kamar mandi, aku berjalan
perlahan menuju kamar mandinya, takut menimbulkan
suara yang bisa membangunkan pakde Narto. Setelah
sampai di depan pintu kamar mandi, aku ketuk perlahan
pintu itu…
Tok…tok…tok… “Pak…” ujar budhe. “Adit budhe,”
ujarku perlahan. Budhe sepertinya bimbang antara
membukakan pintu atau tidak. Karena budhe lama sekali di
dalam, namun aku tidak mendengar adanya suara tanda
budhe melakukan aktifitas apapun. Setelah sekitar 5 menit
di depan pintu akhirnya kulihat pintu kamar mandi terbuka,
dan budhe masih mengenakan rok yang menutupi dada
sekalnya. “Adit gerah, numpang mandi ya budhe…” bisikku
di telinga budhe sambil menutup pintu kamar mandi.
“Jangan disini Dit, takut nanti pakde bangun,” ujar budhe
khawatir.
Dengan sedikit kesal, akhirnya aku memelorotkan roknya
hingga jatuh ke lantai, kutubruk tubuh budhe dan segera
kusiramkan air di tubuh budhe. Budhe sepertinya agak
menggigil. Akhirnya kubuka selangkangan budhe, kusentuh
vaginanya dan ternyata masih banyak sisa-sisa cairan milik
budhe dan sperma pakde. Kulihat budhe tidak begitu
menikmati hubungan seks ini… Mungkin budhe terlalu
lelah. Tanpa pikir panjang, tak peduli kondisi budhe,
kumasukkan penisku dalam-dalam… blesssss. Tak sampai
lima menit, karena dorongan seksku yang menggebu-gebu
aku sudah tepar… Kutarik perlahan dan kulihat budhe tanpa
ekspresi. Akhirnya aku segera berlari menuju teras kamarku
dan masuk ke kamar.
Setelah tiga bulan hubungan ini berjalan, tiba-tiba datang
berita sedih. Mbah Sir, ibu de Narto jatuh sakit dan cukup
parah. Mbah Sir hanya bisa di tempat tidur, tidak kuat
kemana-mana lagi. Mas Edo dan istrinya yang selama ini
menetap di rumah mertuanya pulang ke rumah. Ditambah
lagi bulek Darti, adik de Narto, beserta suami dan kedua
anaknya ikut tinggal di rumah tersebut ntuk membantu
merawat mbah Sir. Kamar tidur luar di dekat gudang yang
berhadapan langsung dengan jemuran ditempati bulek Darti.
Hubunganku dengan de Lilis akhirnya sangat terganggu,
hampir empat bulan lamanya aku tidak bisa melakukannya
lagi. Hingga suatu malam, ketika bulek Narti, suami,
anaknya, menemani pakde Narto ke rumah salah seorang
tabib pengobatan alternative, aku berniat melakukannya lagi
dengan de Lilis.
Dengan santai aku masuk rumah de Narto melalui pintu
belakang. “Oooo Adit… ayo masuk dik,” ujar mas Edo
ramah. Kulihat mas Edo sedang menonton televisi, dan
istrinya sudah pulas tertidur. Aku duduk bersama mas Edo
melihat televise. “Mbah gimana mas kondisinya,” tanyaku
basa-basi. “Belum ada perkembangan Dit. Mungkin sudah
terlalu sepuh ya…” ujar mas Edo. Mas Edo sepertinya asyik
menikmati siaran televisi, sehingga tidak memahami
kegundahanku, melihat kesana kemari mencari keberadaan
budhe.
“Mas, saya tak liat mbah ya…,” iseng-iseng kukatakan
kepada mas Edo. “O ya Dit, silahkan. Gak usah saya antar
ya…”, ujarnya. “Eee iya mas…”. Aku segera beranjak
menuju kamar mbah Sir yang berjarak cukup jauh dari
ruang keluarga. Saat aku berjalan tiba-tiba mas Edo
nyeletuk; “Ibu juga di kamar mbah kok Dit…”. Duaaarrr…
ketemu juga akhirnya dimana budhe.
Sesampai di depan kamar mbah, kubuka perlahan pintu
kamarnya. Kulihat mbah Sir sudah terlelap tidur, dan
disampingnya…wuiiiihhhhh… Budhe Lilis tidur terlentang
dengan hanya mengenakan celana olahraga dan kaos
panjang ketat nan tipis. Tampak gundukan payudaranya
menantang… Perlahan aku duduk di dipan. Kubelai rambut
de Lilis dan tangan kiriku menuju payudara yang tertutup
beha dan kaos… Tiba-tiba budhe kaget dan terbangun.
“Adit…! Kenapa kamu kesini?” tanya budhe. “Budhe ak
sudah tidak kuat…”, ujarku. Jawaban budhe diluar
dugaanku…”Budhe lelah Dit…kapan-kapan saja ya Dit..”
ujar budhe.
Akhirnya kuambil langkah seribu, kembali ke rumahku.
Ketika melewati ruang keluarga, aku pamitan kepada mas
Edo dan mengatakan kalau mbah sudah tidur dan saya tidak
ingin mengganggunya.
Menjelang kenaikan kelas III, karena aku bersekolah di
SMK, aku mempersiapkan segala tetek bengek yang akan
aku gunakan untuk Pendidikan Sistem Ganda (PSG) atau
kerja praktik di awal kelas III. Aku sedikit melupakan de
Lilis dengan banyak keluar rumah dan menyibukkan diri
dengan kegiatanku.
Pada saat pengumuman penempatan pabrik tempat PSG,
ternyata ada perubahan jadwal. Rencana PSG yang hanya 3
bulan, ditambah menjadi 6 bulan. Namun biasanya
kenyataannya PSG ini efektif hanya selama 2 bulan. Dan
ternyata aku bersama kedua temanku, dijadikan dalam satu
kelompok dan ditempatkan di sebuah perusahaan besar di
luar kota. Ternyata ada 3 kelompok yang akan PSG di
perusahaan tersebut, dan kelompokku akan PSG terlebih
dahulu dengan jangka waktu 2 bulan.
Akhirnya aku berangkat PSG dengan membawa serta
computer di kamarku. Salah seorang temanku mengusulkan
jika kita kost satu kamar saja bertiga, dan PSG dipersingkat
waktunya. “Yang penting kita mendapatkan sertifikat dari
perusahaan setelah menyelesaikan laporan kerja praktik,”
ujarnya. Cerdas juga kawanku ***** Dan ternyata PSG dan
laporannya dapat kami selesaikan selama satu bulan.
Setelah PSG, otomatis aku libur selama lima bulan.
“Ngapain lima bulan di rumah gak ada aktifitas sama
sekali…” batinku. Apalagi hubunganku dengan budhe Lilis
yang renggang, menjadikanku malas untuk mengajaknya
memulai kembali hubungan indah itu.
Di suatu pagi, sekitar pukul 8, aku hanya merokok dan
terbengong di teras kamarku. Tampak budhe Lilis menuju
kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk yang
dililitkan di tubuhnya, payudaranya yang besar seperti mau
muncrat. Belahan susunya juga terlihat indah walau
sebentar. Sekilas bude melirikku dan tersenyum.
Daripada pagi-pagi terbakar nafsu, aku beranjak
meninggalkan rumahku menuju rumah om-ku yang
berjarak 200 meter dari rumahku. Kulihat rumah omku
sepi. Tapi pintu belakang tidak dikunci. Akhirnya aku
masuk dan melihat televisi sambil merokok…. Sedikit
mengalihkan nafsuku yang membuncah.
Tak beberapa lama terdengar pintu belakang diketuk dan
kudengar suara ;”Dik Adi (nama omku)…”. Aku berlari ke
pintu belakang dan kubuka. Ternyata mbok Tun, tetangga
belakang rumah omku. Alamak… mbok Tun hanya
mengenakan beha hitam berenda dan kebaya sambil
menenteng rokok. Hal ini jamak terjadi di kampung-
kampung dan hal itu adalah hal yang lumrah. Di usianya
saat ini sekitar 68 tahun, janda yang sudah hampir 15 tahun
tinggal sendirian ini tubuhnya memang sudah cukup kendor
di sana-s***** Payudaranya yang terbilang cukup besar
namun juga sepertinya sudah menggelantung, namun karena
terbantu dengan kecilnya beha hitam berendanya, sehingga
payudaranya terlihat besar dan menantang.
“Oooo nak Adit. Dik Adi kemana?” tanya mbok Tun.
Mataku yang dari tadi tertuju ke gumpalan bukit
kembarnya, gelagapan menjawab,:”Saya tadi kesini sudah
sepi itu mbok. Mungkin om lagi mengurusi
dagangannya…” ujarku sambil melihatnya dari ujung kaki
ke rambut. “Ada apa mbok,?” tanyaku. “Itu listrik saya kok
mati, radio saya jadi tidak bunyi,” ujar mbok Tun. “Coba
saya lihat saja mbok,” ujar saya menawarkan diri.
Akhirnya kuikuti langkah mbok Tun dari belakang. Terlihat
bokongnya yang masih terbentuk walau ditutupi kain
kebaya. Sesampai di rumah mbok Tun, kuperiksa pengaman
listrik, ternyata hanya berubah dari posisi 1 ke posisi 0.
Segera saja kubenarkan posisi saklar pengaman tersebut.
“Sudah mbok. Dicoba dulu,” ujarku. “O ya nak Adit,
radionya sudah bisa menyala lagi,” katanya.
Mbok Tun menyalakan radionya cukup keras, mungkin
karena pendengaran beliau yang sudah cukup jauh
berkurang. Tanpa canggung aku minta mbok Tun
membuatkanku segelas kopi, dan mbok Tun
mengiyakannya. Saat mbok Tun merebus air untuk
membuat segelas kopi panas, hasratku yang tak tersalurkan
sepertinya akan tumpah. Kukunci pintu depan rumah mbok
Tun dan aku menuju ke dapur. Kulihat Mbok Tun berdiri
membelakangiku menghadap meja dan menuangkan air
panas ke dalam gelas. “Aduh…” teriak mbok Tun. Reflek
aku berlari menghampiri mbok Tun. Ternyata tangan kiri
mbok Tun terciprat air panas tadi. “Aduh Dit..” Aku segera
mengambil pasta gigi di kamar mandinya dan entah
mengapa aku kembali dengan tak lupa mengunci pintu
belakang rumahnya.
Kuhampiri mbok Tun yang meringis kesakitan, kupegang
tangan kirinya dan kuoleskan pasta gigi untuk mengurangi
rasa sakit dan panas di tangannya. “Mbok Tun istirahat dulu
di kamar, biar lukanya nanti cepat sembuh,” saranku.
Perlahan kurangkul tubuh mbok Tun dari belakang, tangan
kiriku memegang tangan kiri mbok Tun, sedangkan tangan
kananku merangkul pundaknya. Sembari kubimbing
berjalan perlahan-lahan, jemari tangan kananku mulai
sedikit menyenggol payudaranya. Kuelus perlahan-lahan
sembari berjalan…. Ahhhh….nyaman sekali.
Sampai di kamarnya, aku segera merebahkannya di dipan
dan kututup jendela. Tak lupa kunyalakan lampu kamarnya
yang hanya 5 watt. Kulihat Mbok Tun masih meringis
menahan sakit. Dengan posisi terlentang, belahan payudara
mbok Tun sungguh menggoda penisku yang tegang mulai
tadi. “Mbok kelelahan, tidur saja mbok. Adit pijitin,”
ujarku. Tanpa menunggu persetujuannya, kugeser tubuhnya
mendekati tembok, dan aku duduk disampingnya. Kuangkat
kakiku sehingga naik di dipan.
“Ada minyak kayu putih mbok…”, tanyaku. Ada di meja.
Setelah kuambil minyak kayu putih tersebut, aku segera
menuju ke kakinya. Kubuka kain kebaya coklat itu dan
mulai terlihat betis mbok Tun yang cukup kenyal walau
sudah kendur. Kuoleskan minyak kayu putih itu dan kupijit
kaki kirinya. Setelah cukup lama aku bermain di betis kiri
dan kanannya, aku berkata kepada mbok Tun; ”Mbok, ini
pahanya diolesin dan dipijit sekalian ya… Mbok buka
sedikit ya kebayanya…” ujarku dengan nada sungguh-
sungguh.
Sepertinya mbok Tun percaya saja kata-kataku dan tidak
menaruh curiga apapun. Mungkin dipikirnya, tubuhnya
sudah tidak menarik lagi dan aku tak mungkin macam-
macam. Reaksi mbok Tun sungguh diluar dugaanku. Di
hadapanku, Mbok Tun tidak mengangkat sedikit keatas
kebayanya, namun dengan sedikit menganggat pantatnya,
mbok Tun malah membuka ikatan kebayanya menjadi
sangat longgar, namun masih menutupi atas vaginanya.
Kulirik mbok Tun ternyata tidak mengenakan celana dalam.
Terlihat sedikit bulu kemaluannya. Hasratku semakin
menggelora, aku tak mempunyai akal sehat saat itu, bagiku
mbok Tun bagai de Lilis yang masih menyimpan magnet.
Aku sedikit naik ke tubuh mbok Tun, dan penisku yang
tegang menempel kuat di paha kirinya. Kuurut paha
kanannya perlahan-lahan, sembari sedikit-demi sedikit
menyibak kebayanya… Akhirnya kebaya itu sudah terbuka
dan hanya menutup sedikit vaginanya. Kulanjutkan
pijitanku hingga sedikit menyentuh vaginanya… Mbok Tun
kaget bukan kepalang dan sedikit menarik tubuhnya ke atas.
Namun aku mencengkeram paha itu kuat-kuat dan
menariknya kembali ke bawah lagi. Mbok Tun menatap
tidak percaya apa yang aku lakukan padanya. Akhirnya
dengan tetap pada posisiku, aku percepat pijatanku dari
lutut ke pangkal pahanya, sembari terus menerus mencolek
vagina mbok Tun. Vagina nenek ini ternyata sudah mulai
basah kuyup, dan kudengar nafasnya huga tidak teratur.
Mbok Tun sepertinya serba salah menghadapi situasi *****
Geloranya yang masih tersisa, disulut kembali oleh lelaki
ingusan sepertiku. Setelah cukup lama aku hanya bermain di
pangkal paha mbok Tun, dan dia sepertinya akan
memuntahkan cairannya, saat dia menggelinjang hebat dan
menutup pahanya, aku berkata: “Mbok Tun, sekarang atas
ya,” ujarku sambil sedikit menarik kebaya mbok Tun
sehingga terpampang jelas vaginanya di hadapanku. Vagina
itu sudah cukup kendur….
Mbok Tun kaget, tanpa ada reaksi aku menuju tubuhnya
bagian atas. “Mbok Tun rebahan saja, ndak usah
tengkurap..” ujarku. Tanganku menuju pundak mbok Tun,
kuolesi minyak kayu putih dan terus memperhatikan
belahan payudaranya didalam beha hitam itu. Perlahan
kupijat pundaknya sebelah kiri…
Namun karena sudah cukup lama menahan hasrat ini, tanpa
piker panjang kubuka kaosku dan mengatakan kepadanya
jika aku kepanasan dan gerah karena mengurutnya. Setelah
itu, aku perlahan naik ke atas tubuhnya. Penisku yang masih
terbungkus cd dan celana pendek tepat menempel di atas
vaginanya. Kaki mbok Tun masih ditutup rapatrapat.
Tangan kiriku memijat pundak kanannya dan tangan kiriku
di pundak kanannya.
Kurasakan sensasi menggesek-gesekkan penisku di atas
vagina mbok Tun, dengan terus memandang buah dadanya
yang cukup menyenangkan. Mbok Tun hanya terdiam
menyaksikan apa yang sedang kulakukan padanya. Dengan
sangat hati-hati, kulepas tali beha mbok Tun bertepatan saat
tanganku memijit pundaknya dari pundak menuju
lengannya.
Setelah tali beha kirinya terlepas, buah dada kirinya
menyembul keluar dari kutangnya. Bergantian tali beha
kanannya kulepas dengan pijatan jemari kiriku. Kutarik ke
bawah hingga dua bukit kembar itu tampak besar namun
sudah kendor.
“Aduh nak Adit mau ngapain…” ujar mbok Tun. Reaksiku,
aku sedikit bangkit dan melepas celana dan cdku. “Jangan
nak Adit, jangan…,” ujar mbok Tun parau. Mbok Tun
berusaha menutup kebayanya, namun karena kebaya itu
berada dibawah kakiku, dia kesulitan menariknya.
Tangannya kemudian beralih membenarkan kembali letak
kutangnya, namun kalah cepat dengan mulutku yang sudah
menyerbu putingnya yang kehitaman itu….
Slruuuupppssssss kuhisap keras putting itu, kubenamkan
bergantian di payudara mbok Tun kiri dan kanan.
Kuremas dengan hebat payudaranya yang kendur namun
hangat… Mbok Tun sepertinya ingin berontak, namun
dekapanku cukup kuat. Tanganku bergerilnya di seluruh
payudaranya, kuciumi lehernya yang berbau minyak kayu
putih…dan kukulum bibirnya…slruuuupppsss
aaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh. Kumainkan lidahku di mulutnya,
dan mbok Tun hanya berkata ups, ups hmf hfm..ugh agh…
Tanganku beralih mencari kaitan beha di bagian belakang
tubuhnya, setelah ketemu, kubuka kaitannya dan
kulemparkan beha hitam itu dengan kuat…
Kubuka paksa kaki mbok Tun, dan vagina itu terlihat cukup
basah… tanpa piker panjang, kumasukkan penisku ke dalam
vaginanya yang kendur itu… blesssss dengan mudahnya
penisku masuk ke dalam vaginanya. Mungkin sudah cukup
longgar… Mbok Tun pasrah dan hanya terdiam, tanpa
berkata-kata…
Kugoyangkan pantatku maju mundur…
plup..plup..pluppp…ceplop…ceplopp…ahhhhh. Mataku
binal memandang payudara yang nganggur sangat lama
***** Kuhisap putingnya…berkali-kali dan … mbok Tun
sepertinya sudah cukup lelah, karena tenaganya tentu sudah
sangat lemah.
Plup..plup…pluppp kucepatkan gerakan memompaku.
Kuangkat kedua kaki mbok Tun dan kuarahkan menjepit
tubuhku melalui bawah ketiakku… Dan akhirnya…
cruooottttttt…..aku menggelinjang hebat. Kubenamkan
penisku dalam vagina mbok Tun hingga pangkalnya….
“Ahhhhhh…”, aku berteriak agak keras. Dan akhirnya aku
ambruk di atas tubuh mbok Tun….
Setelah tenagaku mulai pulih, aku menarik penisku dan
mengusapnya dengan kebaya mbok Tun. Kuusap juga
vagina mbok Tun perlahan. Kulihat sedikit senyuman
menyungging di wajahnya… Akhirnya kukenakan kembali
pakaianku. Suasana kamar saat itu tanpa kata-kata. Aku
diam mengenakan pakaian dan mbok Tun menarik
kebayanya untuk menurupi tubuhnya yang masih terlentang
di atas dipannya. Akhirnya aku membuka suara; “Mbok,
aku pulang dulu…”, ujarku. Mbok Tun tidak menjawab dan
aku segera menuju pintu belakang dan berlari pulang ke
rumah. Di perjalanan pulang, aku berfikir mungkin mbok
Tun sedang berfikir dan berfantasi atas kejadian yang baru
saja aku lakukan kepadanya.
 
Waktu yang kulalui berjalan dengan kesendirianku, terasa
sungguh lama. Walau detik jarum jam tetap saja berputar,
namun aku tetap saja merasakan kegundahan yang teramat
menggigit seluruhku. Aku mulai terbiasa dengan
kesendirian setelah de Lilis menjauh dariku, walaupun
cukup berat harus kehilangan ‘sesuatu’ yang sangat aku
rindukan kembali, Pelukan Hangat Seorang Wanita
Berumur.
Entahlah apa yang sebenarnya aku rasakan. Dengan semakin
jauhnya de Lilis dari kehidupanku, aku begitu kehilangan
seorang suhu yang dengan kelembutan tangannya
menyuguhkan kenikmatan yang mendayu tatkala membelai
penisku. Dan dengan keranuman kedua payudaranya itu, de
Lilis menjadikan dirinya sebuah sensasi yang tak pernah
kurasakan sebelum dengan dia. Dulu desahan dari bibir
mungilnya masih terasa jelas di telingaku, tatkala mulut ini
mengecup kasar liang kenikmatannya. Ya…. Aku belajar
secara ‘otodidak’ bagaimana membahagiakan wanita dari de
Lilis.
de Lilis… aku berusaha untuk mulai menyadari, jika bude
Lilis adalah istri pakde Narto. Dan aku harus bias memulai
untuk menerima kenyataan ***** Walaupun senyuman
manisnya masih saja sering lewat di depan teras kamarku,
ataupun payudaranya yang terbentuk jelas saat dia melintas
menuju kamar mandi, meninggalkan tatapan erotis seorang
lelaki muda sepertiku.
Aku berusaha keras mengalihkan pikiranku dan hasratku
akan kerinduan melakukan hubungan terlarang dengan de
Lilis, walau akhirnya jebol dengan kenakalanku menjamah
tubuh tua milik mbok Tun. Ahhh….kenapa hasrat itu terlalu
indah.
Kamarku kini mulai sepi kembali… kehilangan penghuni.
Aku kini mulai enggan menempati kamarku, karena aku
bertekad akan melupakan semua kejadian yang telah
kulakukan dengan de Lilis. Ketika malam tiba, karena
liburanku masih panjang, aku lebih banyak
menghabiskannya bersama kawan-kawanku di organisasi
sosial kemasyarakatan yang kugeluti selama ***** Ataupun
jika harus tidur, aku banyak tidur di sofa tengah, di ruang
keluarga, di depan televisi.
Kusibukkan diriku dengan kegiatan organisasi yang kuikuti
selama ***** Organisasi yang kugeluti adalah organisasi
kepemudaan, yang jika menganut Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, usia anggotanya adalah berkisar
antara 17 hingga 40 tahun. Namun karena organisasi ini
masih rintisan, maka ada beberapa anggota yang usianya di
atas 40 tahun. Hal ini wajar, karena kami merasa
membutuhkan bimbingan dan bantuan senior untuk
mengembangkan organisasi *****
Jadwal yang cukup padat di organisasiku, memang bisa
membuatku untuk selalu siap fight jika dalam hal
organisasi. 24 jam aku siap memberikan bantuan
penyuluhan kepada masyarakat, ataupun mengadakan
kegiatan sosial seperti pengobatan massal ataupun penjualan
pakaian murah kepada msyarakat miskin.
Di suatu malam, datang surat dari pimpinan organisasiku di
tingkat kabupaten, yang isinya menghimbau agar kepada
semua pengurus wilayah di tingkatan kecamatan, untuk
segera melakukan reorganisasi. Setelah diadakan rapat
mendadak, salah seorang kawanku, Gunawan, disepakati
untuk dijadikan ketua panitia pelaksana reorganisasi dan aku
ditunjuk sebagai sekretaris. “Kamu khan yang paling muda
Dit, lagian kamu saat ini sedang libur panjang dan di
rumahmu ada komputer dan line telp langsung ke
kamarmu,” ujar Gunawan meyakinkanku.
Aku langsung tancap gas untuk mempersiapkan segala hal
yang berhubungan dengan hajatan reorganisasi ***** Mulai
dari tenaga, pikiran dan tentu saja fulus. Karena organisasi
nirlaba yang kugeluti ini belum mendapatkan supply
pendanaan dari tingkat kabupaten. Sehingga memang
mengharuskan kami untuk pintar-pintar mencari dana, atau
paling tidak mengeluarkan dana dari kantong pribadi
masing-masing.
Acara ini rencanaya akan diadakan bebarengan dengan
bhakti social di suatu kampung yang cukup terpencil.
Setelah semua persiapan aku kira OK, mulai dari jadwal
kegiatan, tempat acara, penginapan hingga masalah materi
yang akan dibahas nantinya, aku berdiskusi dengan
Gunawan di kamarku tentang satu hal yang belum bisa kami
atasi, yakni masalah anggaran. Aku dan Gunawan hampir
menyerah bagaimana caranya menekan anggaran
reorganisasi ini, karena hampir ¾ rencana anggaran
tersedot untuk konsumsi. Apalagi reorganisasi ini
direncanakan akan dilangsungkan selama 3 hari “Gimana
kalau kita meminta bantuan tiap kampung untuk
menyediakan nasi kotak, satu kampung satu kali makan,”
ujarku memecah kebuntuan kami. Usul saya sepertinya
disambut baik Gunawan, dan kamipun segera keluar
kamarku dan menghubungi ketua organisasi di tingkatan
kampung. Para seniorpun sepertinya tidak keberatan dengan
hal *****
Pada hari H acara, ratusan kawan-kawan seorganisasi sudah
berkumpul di sebuah gedung serbaguna yang lebih tepatnya
disebut balai desa yang berada di desa cukup terpencil.
Acara pada hari pertama ini berlangsung cukup sukses.
Menjelang senja, Gunawan menghampiriku; “Dit, saya
minta tolong kamu jemput mbak Tami di rumahnya ya….
Nanti malam jam 10, Mbak Tami akan memberikan sedikit
materi kepada kita,” ujar Adit.
Mbak Tami ini usianya sekitar 39 tahun. Aku tidak begitu
mengenal senior kami yang satu ini, namun kami sangat
menghormatinya. Selain karena kepandaiannya dalam
membimbing kami, juga karena keloyalannya dalam
memperjuangkan organisasi kami. Akhirnya dengan sedikit
kecewa, karena jauhnya jarak dari kampung ini ke rumah
Mbak Tami, aku berangkat ketika rona merah mentari mulai
hilang di ufuk barat.
Setelah melalui jalanan yang cukup sulit dan terpencil,
tibalah aku di rumah mbak Tami. Aku disambut kedua
orang tua mbak Tami. Setelah berbasa-basi sebentar, aku
dan mbak Tami segera keluar dari rumahnya. Mbak Tami
malam itu memakai celana panjang berbahan kain berwarna
hitam, kaos panjang berwarna putih yang cukup longgar
serta membawa tas tangan yang berukuran sedang. “O..ya
Dit. Materiku masih di kepingan CD belum aku print ini
gimana,” ujar mbak Tami. Waduh…batinku menggerutu.
Nambah pekerjaan lagi nih… Hufff. “Di tempat kamu ada
printer khan Dit..” ujarnya menambah kepenatan hatiku.
Dengan berat hati aku menganguk dan segera
memboncengnya menuju rumahku. Aku diam membisu saja
selama perjalanan, untuk menghilangkan kegundahanku.
Jarak dari rumah mbak Tami ke rumahku sekitar setengah
jam.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba gerimis turun di tengah
sepinya malam… “Sial gak bawa jas ujan,” umpatku lirih.
Aku tetap saja melanjutkan perjalanku. “Mbak gerimis,
terus saja ya…” ujarku kepada mbak Tami tanpa menoleh.
“Iya Dit..”, jawab mbak Tami. Setelah beberapa waktu,
“Dit, kita berteduh dulu, sudah basah kuyup…” ujar mbak
Tami seraya sedikit mencolek punggungku.
Colekan tadi sedikit mengagetkanku… Bukan colekannya,
namun sepertinya ada benda empuk yang dingin sedikit
menempel di punggunggku…Serrr. Aku akhirnya
menghentikan laju motorku di sebuah pos di tepi jalan
kampung ***** Aku dan mbak Tami segera berteduh dalam
pos tersebut. Mbak Tami rupanya basah kuyup, sama
denganku.
Kulihat dengan perlahan, kaos putih panjang mbak Tami
yang cukup longgar sudah mencetak bentuk tubuhnya…
Aduhaiiiii… Ludahku kutelan berkali-kali, melihat tubuh
mbak Tami. “Ya ampuuunnn mbak Tami… tubuh mbak
indah. Kenapa saya tidak pernah memperhatikan mbak
selama ini…” batinku. Di temaram lampu pos, kulihat bh
mbak Tami berwarna krem yang menyangga kedua
payudaranya yang sintal. Payudara itu tercetak jelas di
kaosnya, dan putingnya sedikit menyembul indah. Perut
mbak Tami sedikit agak gendut, namun itulah yang
mengundang reaksiku untuk menarik bajuku ke sedikit ke
bawah, menutupi gumpalan di celanaku yang membesar.
Rambut lurus mbak Tami digerai agar sedikit kering.
Namun karena tidak ingin dianggap kurang ajar, aku hanya
sekilas melirik tubuh sintal itu, dan mulai membuka
percakapan dengannya. “Mbak gimana cara berorganisasi
biar loyal seperti mbak…” tanyaku membuka percakapan
dengannya. Setelah mbak Tami menjabarkan teori-teori
tentang keloyalan itu, tiba-tiba mbak Tami berkata,: “Dit,
sebenarnya saya aktif di organisasi ini untuk mengalihkan
rasa luka yang cukup menyakitkan,” ujarnya.
“Loh..maksudnya?”, tanyaku tanpa ekspresi. Akhirnya
mbak Tami bercerita jika dirinya adalah seorang janda yang
ditinggal menikah lagi oleh suaminya, dan organisasi ini
dijadikannya semacam alat untuk menghilangkan duka yang
cukup menyakitkan itu. “Tapi jangan cerita kepada teman-
teman ya Dit…” ujarnya.
Yang kami tahu selama ini, mbak Tami mempunyai seorang
suami yang bekerja di luar pulau dan jarang pulang. Ada
lagi yang mengatakan jika suami mbak Tami kerja di kapal
pesiar internasional yang merapat ke jawa hanya 9 bulan
sekali.
Karena semakin malam, akhirnya aku berinisiatif
menerobos hujan untuk menuju ke rumahku. “O iya Dit gak
apa-apa… Mbak bawa baju ganti kok,” ujarnya. Aku sedikit
memundurkan dudukku agar mendapatkan sedikit rejeki
lagi. Namun entahlah, sepertinya mbak Tami duduk
semakin ke belakang. Aku tak berekasi apapun, hanya
terdiam.
Setelah tiba di kamarku, aku segera menuju kamarku
melalui pintu samping. Aku mempersilahkan mbak Tami
masuk di kamarku. Sedikit canggung, mbak Tami kaget
ketika tahu pintu samping itu menuju ke kamarku. Mungkin
dipikirnya itu pintu samping menuju ruang makan atau
ruang belakang. “Ayo mbak ndak apa-apa… Printernya ada
di kamrku kok,” ujarku meyakinkan.
Mbak Tami akhirnya duduk di lantai, dan aku segera berlari
ke lemari untuk mengambil 2 handuk dan baju ganti. Mbak
Tami segera menuju kamar mandi dan aku menunggu di
kamar, sembari mencetak materi yang akan disampaikan
mbak Tami malam ***** Setelah selesai, kudengar mbak
Tami menuju kamarku. Mbak Tami mengenakan celana
panjang berwarna coklat dan baju lengan panjang yang
cukup membentuk tubuhnya. Dari sela-sela kancingnya
dapat kulihat behanya yang kini berganti menjadi kuning.
Setelah menyerahkan printout, akupun segera menuju
kamar mandi dan ganti pakaian. Ketika selesai aku
memasukkan pakaianku yang basah ke mesin cuci, dan aku
teringat pakaian basah mbak Tami apa dibawa ya… “Mbak,
pakaian basah mbak Tami dimasukkan mesin cuci saja..”,
ujarku. “Gak usah Dit, ini mbak bawa saja,” ujarnya. Aku
memaksanya dengan mengatakan jika nanti kalau dibawa
kesana dalam kondisi basah, aku khawatir pakainnya
berjamur. Mbak Tami sepertinya menerima penjelasanku
dan segera memasukkan pakaiannya ke dalam mesin cuci,
bercampur dengan pakaianku.
Setelah selesai mencuci aku bermaksud memindahkan
pakaian ke dalam tabung pengering. Di depan mesin cuci,
aku melihat bh mbak Tami dan cd yang ternyata juga
berwarna krem bercampur dengan pakaian dalamku. “Biar
saya saja yang mengeringkannya Dit,” ujar mbak Tami.
Mbak Tami memindahkan satu persatu pakaian tersebut, dan
akhirnya setelah proses pengeringan selesai, aku berkata
kepada mbak Tami,: “Dijemur sebentar saja mbak, besok
baru diambil,” ujarku. Akhirnya, baju-baju tersebut
dijemur mbak Tami di teras kamarku dan kami berangkat
menuju acara reorganisasi.
Malam itu, setelah selesai acara, kami menuju penginapan
kami yang berupa rumah-rumah penduduk yang kami
pinjam dan menggantinya dengan uang ala kadarnya.
Esoknya, tugasku adalah mengambil konsumsi untuk siang
hari. Sekitar pukul 7 pagi, setelah sarapan, aku merokok di
dekat pagar balai desa. “Dit, nanti antarkan saya pulang ya..
sekalian mampir rumah kamu mengambil pakaian saya..”,
ujar mbak Tami yang tiba-tiba berdiri di belakangku. Aku
menganguk perlahan. “Iya mbak nanti saya juga mau
mengambil konsumsi untuk siang harinya,” ujarku. Setelah
kejadian di pos semalam, aku merasa nyaman berdekatan
dengan wanita paruh baya ***** Setelah berbicang
beberapa lama, tiba-tiba muncul otak kotorku.
Aku berlari menuju ruang panitia dan menghampiri
Gunawan.”Gun, aku pamit mengantarkan mbak Tami
sekalian ngambil konsumsi untuk ntar siang,” ujarku.
Gunawan yang sibuk dengan acara tanda tangan sertifikat
tersebut, hanya menganguk. Aku sedikit berlari
menghampiri mbak Tami. “Mbak saya anter sekarang
ya…,” kata saya. “Loh katanya ntar siang sekalian
mengambil nasi kotak?” ujarnya. “Ada sertifikat kosong
yang tertinggal di rumah mbak….” jawabku sekedarnya.
Mbak Tami naik ke boncengan sepedaku, tas tangan mbak
Tami sudah disi kawan-kawan dengan banyak sekali kue-
kue kering yang tidak termakan di arena reorganisasi. Aku
meraih tas itu dan meletakkannya di depanku. Seperti biasa,
kami diam selama perjalanan. Namun aku memberanikan
diri sedikit bergeser ke belakang dengan sedikit spontan,
mbak Tami kaget ketika tahu punggunggu sudah menempel
di buah dadanya.
Mbak Tami sedikit bergeser ke belakang, namun aku nekat
terus menggeser ke belakang. Aku mulai mencari-cari
kesempatan dengan sedikit mengerem sepeda bebek *****
Dada mbak Tami seperti berguncang mengoyak-koyak
punggunggku, seperti merobek-robek nafsuku. Akhirnya
Mbak Tami sepertinya menyerah, karena jika dia semakin
ke belakang dia akan terjatuh. Mbak Tami juga terdiam
ketika tangannya kulingkarkan di pingganggu dan
kuarahkan untuk memegang pahaku.
Sesampainya di rumahku, kulihat rumah dalam kondisi sepi.
Ayah ibuku sudah berangkat ke kantor, adikku tentu
bersekolah dan nenekku sudah pasti jam segini ke rumah
omku. Aku dan mbak Tami tidak langsung menuju
kamarku, namun melalui ruang tamu. Hal ini kulakukan
agar tetanggaku tidak mencurigai keberadaanku di rumah
bersama mbak Tami. Sepatu mbak Tami kubawa ke
belakang, dan mbak Tami duduk di ruang tengah.
“Mbak, bajunya mau diambil sekarang,?” tanyaku. “Iya
Dit,” ujarnya. Aku mengajakna menuju kamarku untuk
mengambil baju. Sebelum sampai di kamarku, aku mampir
di kamar semi gudang untuk mengambil setrika. Setelah di
kamar, aku memberikan setrika itu kepada mbak Tami,
menutup pintu, menyalakan computer dan memutar
beberapa lagu. Aku mengambil kain sarung dan sprei untuk
alas setrika.
Mbak Tami menyetrika bajunnya menghadap ke computer,
dan aku rebahan di kasur. Kulihat mbak Tami sepertinya
tidak kehilangan daya pikatnya. Dari belakang kusaksikan
mbak Tami bersila, dengan sedikit membungkuk ketika
melakukan aktiftasnya. Rambut mbak Tami diikat ke
balakang, terlihat jelas lehernya yang jenjang nan indah.
Teringat kejadian semalam dan di atas motor ketika
perjalanan menuju rumahku, aku sepertinya sudah tidak
tahan lagi menyaksikan ***** Apalagi kejadian basah
kuyupnya mbak Tami dan terlihat jelasnya lekuk
tubuhnya… ahhhhh.
Akhirnya aku membuka percakapan dengan dia. “Mbak,
tentang semalam, jadi benar suami mbak menikah lagi..”.
Pertanyaanku mengagetkannya…”Ee… iya Dit. Tapi jangan
cerita ke orang-orang ya…,” ujarnya. Percakapan itu
mengalir apa adanya. Akhirnya kuberanikan diri agak
mendekat kepadanya. Aku duduk di belakangnya. “Dit..
Kamu kok pindah kes*****.”, ujar mbak Tami. “Enggak
kok mbak, pingin deket aja sama mbak…,”ujarnya. Mbak
Tami terdiam dan melanjutkan aktifitasnya. Saat itu kulirik
mbak Tami sedang menyetrika bh kremnya. “Mbak, yang di
tangan mbak itu isinya apa ya…,” ujarku sambil
cengengesan. Mbak Tami tertawa dan menjawab dengan
becanda, ”Gak tau…”.
Dengan keberanian yang kukuatkan, aku memeluk tubuh
mbak Tami dari belakang. Mbak Tami kaget bukan
kepalang. Dilepaskannya setrika di tangannya dan
menampik tanganku…”Awas mbak setrika lho Adit nanti
kalau nakal…,” ujarnya. Aku kembali cengengesan. Namun
aku kembali melingkarkan tanganku di tubuhnya.
“Adiiitt…” katanya. “Maaf mbak ya…,” ujarku. Namun
mbak Tami terdiam seribu bahasa.
Sepertinya nafsuku sudah mengusasi diriku. Ketiga kalinya
kulingkarkan tanganku di tubuhnya, dengan perlahan
kubelai perut mbak Tami. Kulirik Mbak Tami terus saja
melakukan aktifitasnya. Seperti tak ada reaksi, kukecup
tengkuk mbak Tami… Cup…. Sedikit kujilat dengan
lidahku…ahhh…dia menggelinjang, namun tetap tanpa
suara.
“Mbak Tami belum mandi ya tadi, kok bau…” ujarku.
Dijawab pertanyaanku dengan tertawa kecil. Perlahan lahan
kudekatkan tubuhku… Kuselonjorkan kakiku, sehingga
penisku yang tegak menempet ketat di pantatnya.
Tanganku semakin cepat membelai dan sedikit meremas
perut janda yang telah lama ditingal suaminya *****
Diantara kancing bajunya, aku mencolek lembut perut itu…
uhhhh lembuuutttt. Tepat di pusarnya, kumainkan tanganku
cukup lama… Mbak Tami merasa geli dan sedikikit
mengangkat tubuhnya ke atas… Mulutku langsung
menyambut tengkuk mbak Tami dengan perlahan.
Gesekan penisku di pantatnya semakin lama semakin
berirama…ahhhhh..aku menaham nafsu dan kenikmatan
yang sangat. Perlahan-lahan, kusapu lembut perut itu
dengan tanganku… Kulihat payudara yang cukup ranum
dalam bajunya…
Mbak Tami terus melakukan aktifitasnya… Rabaanku
kulanjutkan sedikit ke atas… Di pangkal payudara, aku
memainkan jemari tanganku dengan perlahan-lahan…
Kusentuh perlahan payudara itu dari luar bajunya, kuraba
dengan lembut. Tangan kananku memegang payudara kanan
mbak Tami, kusapu perlahan-lahan….uhhhh sekalnyaaaaaa.
Mbak Tami sepertinya tidak beraksi dan berkomentar atas
apa yang aku lakukan. Tangan kiriku dengan leluasa
menjamah bentuk payudara kiri yang ditinggalkan cukup
lama itu… Aaaaahhhhh masih padat berisi….
Nafsuku sepertinya sudah semakin membuncah, namun aku
mencoba untuk menahan diri. Tangan kananku naik ke
pundak mbak Tami dan bibirku tak berhenti menyapu
tengkuknya. Kuraba payudara kanan itu dari atas…
perlahan-lahan sembari mencari kancing bajunya… Dan
yup, kancing baju nomor dua dari atas ketemu. Kubuka
perlahan-lahan….serrrrr jantungku berdegup kencang.
Jemariku mulai lincah meraba dan mencari kancing baju
yang lain….
Setelah tiga kancing berhasil terbuka, kulihat belahan
payudara mbak Tami yang menantang … aaahhhh indah.
Kumasukkan tangan kananku dalam baju itu, kuraih
payudara kiri mbak Tami dari luar bh kuningnya. Kuelus-
elus gundukan menantang itu…perlahan-lahan dan akhirnya
….aaahhh ketemu putting susu yang tidak pernah digunakan
untuk menyusui anak itu… Kupinin-pilin… Mbak Tami
sedkit mendesis…sssssss…suara yang membangkitkan
nafasku yang tak teratur.
Kukoyak perlahan payudara putih mulus itu… jemariku
sampai di pangkal payudaranya. Tangan kiriku menggapai
kancing baju yang berada di bawah payudaranya, dan
kulepas… hanya dua kancing baju mbak Tami yang tersisa.
Kukeluarkan perlahan buah dada kiri mbak Tami.
Kusambut lembut dengan belaian-belaian yang penuh
nafsu….
Mulutku akhirnya mencapai pipi mbak Tami. Kucium
penuh gairah pipi putih nan mulus itu… mbak Tami
menolah ke arahku. Entah ada apa dalam tatapan matanya…
namun yang jelas aku menyambut bibir yang indah itu
dengan bibirku… Aku cium bibir itu… kumasukkan
lidahku ke dalam mulut mbak tami. Kusapu bersih gigi-
giginya dan tanganku tak berhenti meremas-remas payudara
milik senior yang harusnya kuhormati ***** Tangan kiriku
masuk dalam cup bh kanan mbak Tami… kukeluarkan dan
kuremas-remas…. Hingga jemariku seakan menari dengan
sendirinya di payudara mbak Tami.
Kuarahkan tangan kiriku turun ke bawah… Kutempatkan di
peut mbak Tami, perlahan-lahan sembari berpagutan dan
meremas, untuk aku tempatkan di selangkangan mbak
Tami. Sampailah di selangkangan itu, kubelai-belai dengan
lembut, kuusap, kuelus, dan sedikit kutekan-tekan…
Kurasakan dari luar celana panjangnya, sedikit basah….
Kuelus dan kuraba selangkangan itu….. ahhhhhhhh
basaaaaaaaahhhhh…. Mungkin karena mbak Tami lama tak
dijamah laki-laki….
Dengan posisi seperti itu, tangan kiriku aku naikkan sedikit
ke atas berhenti di atas pengatit celananya, kubuka
perlahan….clik…ahhhhhh…berdebar jantungku.
Kuturunkan resulting selana mbak Tami dengan mudah,
karena posisinya yang bersila… Kulirik…aaaahhhhh
Mbak Tami mengenakan cd kuning, sewarna dengan bh
yang menutupi payudara yang saat ini kuremas-remas
dengan tangan kananku. Jemari tangan kiriku masuk
menyelinap dalam celana dalam itu… Kutemukan bulu-bulu
agak lebat yang menjadikanku semakin naik tinggi ke
awang-awang. Dan akhirnya lipatan lubang nan sempit itu
mulai kuraba…. Ahhhhh….basaaahhh sekali. Kuraba
perlahan dan kucolek-colek dengan jemariku….
Kukulum terus menerus mulut mbak tami…dan sepertinya
mbak Tami menggingit bibir dan lidahku…uhhhhhh. Mbak
Tami mulai mengimbangi sensai dan godaan yang
kuberikan… Gigitan Mbak Tami terasa menyakitkan,
namun aku tak ingin merusak suasana yang indah itu…
gigitan itu kurasakan bagai sensasi baru dalam berhubungan
seks…. Aaaaaaaaahhhhhhhh slrupppppsssssss…Bibirmu
mbak…..aaaaahhhh. lidahmu lihai….uh.
Goyangan penisku di pantatnya terus menerus, dan masih
teratur…. Tangan kiriku tak henti bermain di gua garbanya
yang berair…clep clep clep clep…suara tanganku naik turun
memainkan vaginanya… Aku menjilati lehernya dan terus
saja kudengar desisan suara mbak Tami sambil menggigit
bibirnya… Tiba-tiba mult mbak tami menggigit telingaku…
uhhhhh…dijilat, digigit dan dijilat lagi…ah sensasi yang
baru kudapatkan…
Kutarik tubuh sintal itu ke belakang dengan sedikit
kuseret… Aku selonjrkan kakinya… kucabut setrika dari
stop kontak listrik….
Kubuka pakaianku perlahan.. Dan mbak Tami rebah di
lantai… Mbak Tami… Mbak cantik dan menggairahkan….
Aaaaaaahhhhhh
Aku segera mengubah posisiku dalam posisi merangkak…
Langsung kuserbu puting susu mbak Tami yang berada
diatas payudara montoknya… kujilati dengan penuh nafsu.
Payudara kanannya sudah basah oleh lidahku…
slrupppsss….ahhhh ahhh ahh ahh Mbaaaaakkkk. Puting itu
bukan main kerasnya… kupindah mulutku ke payudara
kirinya yang cukup sekal dan menantang… Kulumanku
cukup keras karena montoknya buah dada itu… Kupindah
mulutku untuk melayani ciumannya yang mulai membara
dahsyat…. Gigitannya melukai bibirku…uh…slurps us
ahhhhh esssssss zzzzz ahhhhh…
Aku bangkit… aku melepas celanaku dan cd ku… aku
telanjang di hadapannya…. Kuangkat sedikit
pantatnya…”Dit… jangan Dit… Kita main luaran saja Dit.
Jangan di dalam,” ujar mbak Tami. Dalam kesempitan
pikiranku karena besarnya hasrat, aku berkata
kepadanya..”Iya mbak kita main luar, tapi celana
panjangnya dilepas, mbak pakai cd saja…,” ujarku.
Dan akhirnya kulepas celana panjang mbak Tami… uh
indahnya… Kulihat mbak Tami terlentang dengan posisi
baju yang sudah hampir terbuka, payudara yang sudah
keluar dari bhnya dan celana dalamnya yang indah….
Ahhhh semakin menambah gairahku…
Aku merangkak dari bawah… kujilati kaki mbak Tami
….uhhh geli Dit.. perlahan-lahan ke atas… sampai di
pahanya yang kenyal dan putih mulus, jilatanku semakin
tidak teratur karena bau vaginanya yang semakin
menantangku….uhhhh slruupsssss…
Paha itu semakin memerah karena gigitanku… tangan
kiriku berpindah dari lantai menuju payudaranya yang
masih keras menantang…
Kuciumi perlahan celana dalam mbak Tami yang sangat
basah itu…kujilati dari luar …. Bau itu semakin keras dan
tak kuasa kubenamkan wajahku di vagina yang masih
tertutup celana dalam… Mbak Tami hanya mendesis dan
menggigit bibirnya sendiri… uhhhhh seksinya mbak
Tami… Kujilati celana dalam itu kembali…dari sela-sela
pangkal pahanya, terlihat beberapa helai bulu kemaluannya
yang keluar… kuelus bagian dalam celana dalam itu dengan
teratur… ibu jariku sedikit mencolak masik ke dalam celana
dalam yang basah itu….terasa basah namun ahhhhh……
Aku jilati kembali vagina dari luar celana dalam itu….
LIdahku mulai menjulur-julur menyapu.. di pinggir celana
dalamnya, dengan lidahku, kugeser sedikit celana dalam
itu… uhhhh… akhirnya.. vagina mbak Tami terlihat
separuh.. kusapukan lidahku ke vagina mbak Tami..uhhhh
slruuupsssss….ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh …
nikmaaaaaaaaaaattttttttt Jari telunjuk tangan kananku
menanah celana dalam itu agar tidak menutupi kembali
vaginanya….
Tangan kiriku masih meremas, memilin dan mengoyak
payudara mbak Tami, kiri dan kanan… Tak lupa dengan
tangan kiriku, kubuka kancing baju mbak Tami perlahan-
lahan…Bh-nya masih berada di tempatnya, Mbak Tami
sedikit mengangkat tubuhnya ketika tangan kiriku berhasil
menemukan kancing bhnya… Kubuka dan mbak Tami
melepas sendiri bh itu..Jilatanku di vaginanya semakin
kuat…apalagi setelah kutemukan klitorisnys…
kusedottt….mbak Tami menggelinjang hebat, mengangkat
pinggulnya yang akhirnya semakin membenamkanku dalam
lubang kenikmatannya…. Tangan mbak Tami menuju ke
arahku, aku semakin membenamkan wajahku di
vaginanya… Ternyata tangan itu ikut menahan celana
dalamnya agar tidak menutup… Kupindah tangan kananku
ke payudara kirinya… uhhhhh… Nafsuku semakin
membuncah….
Cairan yang keluar dari vagina mbak Tami semakin deras…
sederas hujan yang menyirami kita berdua saat diatas
sepeda… dan beberapa waktu berselang… Mbak Tami
sepertinya akan segera mencapai klimaksnya..
Kuhentikan sapuanku di vaginanya, aku naik di tubuhnya…
Aku menindihnya dengan pelan-pelan….kugesek-gesekkan
penisku di celana dalamnya dengan cepat… Aku sudah tidak
kuat menahan hasrat itu… Dari luar celana dalamnya
kurasakan denyutan vagina mbak Tami yang sangat
kencang…. Mbak Tami sepertinya akan mengalami
klimaks, kuangkat perlahan pinggulku, kurapatkan kakinya
dan kutarik celana dalam mbak Tami…
Mungkin karena sudah sangat terangsang dan akan mencapai
klimaksnya, mbak Tami membiarkan apa yang kulakukan
kepadanya… celana dalam itu sudah terlepas… Mbak Tami
sepertinya juga sudah tak karuan menahan nafsunya…
perlahan-lahan kugesek-gesekkan penisku di vaginanya yang
basah…. Clep clep clep….sss suar apenisku menggesek
vaginanya…
Ahhhhh….. slrupssss kuhisap kembali dalam-dalam susu
yang ranum itu bergantian… Ahhhh mbak Tami seakan
akan menggelinjang… namun dengen perlahan-lahan segera
kumasukkan penisku ke vaginanya…uhhh sempit…
“Ahhhh…”, suara mbak Tami seperti menahan kesakitan.
Akhirnya perlahan-lahan penisku masuk dalam vaginanya
yang cukup sempit… Blesssssssssss……
Sleeeeeeepppppsssss…..Entah apa yang difikirkan Mbak
Tami, larangannya tadi kulanggar… Tapi yang kudengar
hanyalah eluhan mbak Tami ah uh uh uh ah…sssss sembari
menggigit bibirku… Aku memeluknya dengan kuat…
kumaju-mundurkan penisku…clop..clop..clop..clopp
uuuhhh nikmaaaaaattttt….
Mbak Tami mengimbangi gerakanku… dengan
menggerakkan pinggulnya kiri kanan…uhhh
nikmaaaattttt….. Penisku bagai dicengkeram roda-roda
bergigi…sakit namun menyenangkan….clop
clop..cloppss… Dan akhirnya aku sudah tak kuat lagi
menahan konakku …. Mbak… dan kurasakan jepitan vagina
mbak Tami semakin kuat… dan vaginanya semakin basah…
aaaaaaaaahhhhhhhhhhh suara mbak Tami beriringan dengan
desisan nafasku yang masih memburu….uh ah…mbak Tami
menggelinjang hebat, pahanya memeluk tubuhku erat…
beberapa detik kemudian…..aahhhhhhhhhhhhhhhh
mbaaaaaaaaaaaaakkkkk… kumuntahkan semua air yang ada
dalam penisku ke dalam vagina mbak Tami. Aku tegang…
meeggelinjaaaanggggg…..
Akhirnya aku ambruk di tubuh mbak Tami, kuciumi
bibirnya, pipinya… setelah tersadar aku
berkata…”Mbak…,” dia hanya membalas senyumanku. Aku
cukup lama di atas tubuhnya… Dengan posisi itu, penisku
berangsur-angsur mengecil, dan akhirnya kutarik sedikit dan
keluar dari vagina mbak Tami…Cukup lelah aku merasakan
tulang-tulangku… Setelah lima menit di atas tubuhnya
dengan terus berpelukan… Aku bediri dan mengambil kain
sarung yang digunakan alas setrika mbak Tami…
kuserahkan ke mbak Tami untuk membasuh vaginanya….
Ujung yang satu kubasuhkan di penisku…
Dan akhirnya aku segera beranjak mengumpulkan pakaian
mbak Tami, dan menyerahkan kepadanya. Mbak Tami
segera berlari menuju kamar mandi rumahku dengan hanya
menggunakan sarung kotorku tadi… Setelah beberapa
waktu, kulihat mbak Tami masuk kamarku dengan hanya
menggunakan handuk dengan rambut basah setelah dia
mandi.
Kukecup keningnya dan dia berkata,: “iiihhhh…jorok…
bau…mandi dulu…” ujarnya. Aku mencolek pantatnya dan
segera berlari menuju kamar mandi dengan hanya
menggunakan celana dalam.
Setelah itu, kami berdua keluar menuju rumah mbak Tami.
Selama perjalanan mbak Tami memelukku cukup erat…
Pasca kejadian itu, mbak Tami sepertinya semakin sayang
kepadaku. Di organisasi, aku selalu menunjukkan rasa
hormat kepada mbak Tami, namun diluar, aku juga
menunjukkan rasa hasrat ku kepadanya. Kini hari-hari kami
selalu indah dijalani…
Ada rahasia yang akhirnya kuketahui dari mulut mbak Tami
yang terucap saat kami berpelukan telanjang di kamarnya
ketika kedua orang tuanya pergi untuk dua hari… setelah
sekian lama terpendam… Ternyata mbak Tami mandul…
aahhhh. Di satu sisi aku merasa sangat surprise dengan
kenyataan ini… artinya aku tak perlu menggunakan
pengaman, tak perlu mengeluarkannya di luar vagina, tak
perlu mengatur waktu… sewaktu-waktu bias… Namun aku
juga bersedih, karena mbak Tami tidak bisa menjadi wanita
seutuhnya…. Ah mbak Tami… Namun kenapa kesedihanku
itu selalu sirna jika sudah bergumul manja, mesra dan ganas
denganmu….
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bude narti ama istrinya mas edo blm di exe gan..exe dong gan..nih baru petualangan binor lover....:beer:
 
good job brot ..

kemandulan membawa berkah bagi pria lajang yang alergi dengan kata "TANGGUNG JAWAB" ..

story yg indah dan berkesan ...
hehe pengalaman yg sama denganku bro ...
tapi aku masih blum punya kesempatan menulis cerita disini ....

SALAM SEMPROT
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
cerita nan apik, aku sampai meh muntah di warnet. piye iki mas.... hohoho.... monggo dilanjut mas :Peace::Peace:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd