Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Playlist of My Life

Bimabet
Manteb
Ini cerita...

Lanjutin lagi...
Mo nyimak dolo
 
ngerasain kayak kesedak kopi panas pas baca trainer-nya pramugari lagi nge-round...asyik...#sambil senyum2 sendiri...
 
asik nih ceritanya.. Kalo ditambah mulustrasi mungkin tambah oke hehehe..
semangat bikin updatenya, suhu..
 
Calon2 thread mantap ni.

Tetap update y hu

Makasih updatenya suhu

Manteb
Ini cerita...

Lanjutin lagi...
Mo nyimak dolo

Ikut ngikutin alur om

ngerasain kayak kesedak kopi panas pas baca trainer-nya pramugari lagi nge-round...asyik...#sambil senyum2 sendiri...

Cerita baru fresh ini

Mohon updatenya suhu

:):)

Terima kasih suhu semua....

asik nih ceritanya.. Kalo ditambah mulustrasi mungkin tambah oke hehehe..
semangat bikin updatenya, suhu..

Sengaja saya ngga kasih mulustrasi... Biarkan Kencana dan lain-lain menjadi imajinasi suhu sekalian saja... Lebih seru gitu hihihi


Saya rindu nulis, semoga malam ini bisa update. Tapi belum kepikiran SS, di next-next update mungkin. Biar alurnya jelas dulu :)
 
Playlist of My Life - Bab 3

Maret 2010

"Bisa aja sih, Dip.", kata orang di depanku. "Cuma harus ngebut. Habis ujian nasional nanti kamu langsung latihan intensif gitu, kerja-kerjain soal SNMPTN.", lanjutnya.

Adelia Naraswari, S.Si. adalah pengajar paling muda di tempat bimbelku, sekaligus konsultan dan konselor bagi pelajar yang masih bingung mau pilih kuliah di mana. Rabu siang ini, selepas sekolah, aku memutuskan ke tempat bimbel untuk konsultasi dengan Mbak Nara, mengingat pendaftaran SNMPTN yang tinggal sebulan lagi dan aku yang masih bingung memilih tempat kuliah.

"Tumben kamu konsultasi gini, kayaknya biasanya kamu cuek aja kalo lagi bahas SNMPTN. Ngga kayak Kencana.", kata Mbak Nara lagi.

"Cana udah konsultasi, Mbak? Jadi mau daftar di mana?", tanyaku.

"Udah berkali-kali, hihi. Parah kamu mah masa ngga ngerti pacar sendiri mau kuliah di mana.", jawabnya. "Eh tapi jujur aku kaget kamu bilang mau masuk universitas ini, Dip."

"Sulit ya, Mbak? Aku terlalu naif kali ya?", kataku sambil menatap lembar perkiraan passing grade masuk universitas yang sedang kupegang. Emang passing grade masuk universitas yang sedang kubahas ini sangat tinggi, apalagi jurusan yang kuinginkan. Wajar, salah satu perguruan tinggi negeri terbaik negeri ini. Aku melepas napas panjang.

"Nggak, bukan gitu maksudku. Emang kamu ga sepinter Kencana sih, tapi track record hasil simulasi selama ini menurutku kamu masih mungkin kok, cuma butuh latihan intensif aja.", kata Mbak Nara berusaha menghiburku. "Cuma mbak kaget aja, ada angin apa kamu tiba-tiba pingin masuk sini."

Semua berawal dari akhir pekan lalu. Bapak Nugraha akan ada pertemuan penting di ibukota, dan beliau mengajakku ikut serta. Aku yang awalnya menolak dengan alasan persiapan UN (padahal ingin kencan dengan Cana), memutuskan untuk mendengarkan alasan Bapak mengajakku. Dengan arif dan bijaksana, Bapak Nugraha menyimpulkan bahwa salah satu faktor aku belum bisa menentukan minat kuliahku adalah karena aku belum tahu kampus lain di luar kotaku. Aku pergi bertiga bersama Bapak dan Ibu Nugraha. Bapak tinggal di ibukota untuk mengerjakan keperluannya, aku dan ibu pergi jalan-jalan melihat universitas terbaik negeri ini di selatan ibukota. Tidak banyak pilihan di sini, karena jurusan terbaik didominasi oleh jurusan IPS, menyisakan beberapa jurusan teknik dan kedokteran. Besoknya, aku dan ibu pindah ke kota sebelah yang berjarak tiga jam. Terdapat institut terbaik negeri ini, yang memiliki arsitektur kuno sejak zaman penjajahan. Setelah puas berkeliling dan menanyakan informasi, aku tertarik dengan salah satu jurusan yang ada di sini. Namun, tentu saja, banyak pertimbangan yang harus kupikirkan. Biaya kuliah, biaya hidup merantau, beban akademik yang harus ditanggung, dan, Cana....

"Saranku nih, Dip. Jangan jadi beban pikiran. Let it flow aja, toh masih sebulan sampe pendaftaran. Sekarang lebih baik kamu fokus ke UN aja, tinggal dua minggu.", kata Mbak Nara, sambil meminum es teh nya. Sepertinya tawar, soalnya Mbak Nara udah manis banget. Ups. "Ntar, abis UN, baru dipikir baik-baik masa depanmu. Pertimbangkan plus-minus nya. Diskusi sama orang tua, sama teman, sama Kencana, atau sama aku juga boleh. Jangan lupa belajar dan ibadah juga.", lanjutnya setelah selesai minum.

"86, Mbak!", kataku sambil hormat padanya


Hey, Dad, look at me
Think back, and talk to me
Did I grow up according to plan?

And do you think I'm wasting my time
Doing things I want to do?
But it hurts when you disapproved all along

And now I try hard to make it
I just want to make you proud
I'm never gonna be good enough for
You can't pretend that I'm alright
And you can't change me

[Perfect - Simple Plan, 2004]


"DASAR PERJAKA ******!", kata Angga penuh semangat sambil menunjuk ke arahku dengan jari telunjuknya yang terselip rokok.

"Si bego, ga tau diri milih jurusan.", kata Guntur santai, langsung menyeruput kopi hitamnya.

Setelah selesai berdiskusi panjang lebar dengan Mbak Nara, aku memutuskan cabut ke tongkrongan sore itu. Dari kejauhan aku melihat dua sahabatku yang tolol. Segera kuhampiri, aku hendak mengikuti saran Mbak Nara tadi, berdiskusi dengan teman. Ternyata sarannya bukan saran yang baik apabila sahabat yang dipunya beneran tolol. Seperti Angga dan Guntur. Tolol.

"Tapi keren banget bro emang di sana. Tempatnya adem, ga kayak di sini, kalo di sana kayaknya kulitku bisa jadi putih.", jawabku santai. "Cewenya cantik-cantik lagi."

"Cewenya kenapa?", tanya Angga sambil sibuk dengan hapenya.

"Cantik-cantik. Mantep lah pokoknya.", jawabku sambil bingung dengan pertanyaannya. Rasanya sebelumnya kalimatku sudah cukup jelas.

"Toketnya gimana?", tanya Angga lagi.

"Sip", kataku sambil mengacungkan jempol.

"Cewe sana ama Cana lebih mantep mana?", tanya Angga lagi.

"Hmm, yang di sana lebih fresh sih. Lebih seger gitu. Gara-gara anak kuliahan kali ya.", jawabku polos.

"Mantap. Perfect. Udah aku rekam omonganmu barusan. Kirim ke Cana ah.... A A AAAA ADUH PANAS! ******!! BERCANDAAAAA", teriak Angga sambil kusundut sedikit punggung tangannya. Setelah Angga mengaduh pelan sedikit lagi, suasana sunyi. Setiap pembahasan yang menyangkut SNMPTN selalu seperti ini antara kami bertiga, sepi, buntu. Sepertinya di seluruh Indonesia hanya kami bertiga, pelajar kelas dua belas SMA yang sampai saat ini belum tahu hendak kuliah di mana. Sampai kemarin-kemarin kami memang masih santai saja, namun tidak terasa sudah tinggal sebulan lagi sampai pendaftaran SNMPTN. Kami memang jarang, bahkan hampir tidak pernah membahas soal ujian nasional. Aku yakin bahwa otak kami bertiga lebih dari cukup untuk sekedar lulus SMA secara jujur, mengingat SMA kami adalah salah satu favorit dan inputnya pun terseleksi dari seluruh penjuru kota ini. Namun, SNMPTN, itu beda cerita.

"Emang kalian jadi pada mau ke mana?", tanyaku memecah keheningan.

"Mana aja lah yang mau nerima.", jawab Angga bercanda. Sepertinya dia sudah bodo amat dengan kuliah. Aku yakin Angga bahkan tidak tahu kapan ujian SNMPTN dilaksanakan. Duh, sayang sekali, padahal anak ini sebenarnya yang paling pintar di antara kami bertiga. Angga adalah siswa yang menguasai keempat ilmu di jurusan IPA secara seimbang, dengan sedikit keunggulan di matematika yang membuatnya lolos seleksi OSN hingga tingkat provinsi tahun lalu.

"Kedokteran.", jawab Guntur sambil melihat ke atas. Suaranya tegas namun pelan, nyaris tidak terdengar.

"Budhemu salto.", respon Angga datar.

"Mbahmu kiper.", kataku datar juga, yang udah mulai bete akan percakapan kami.

"Yeee si ******, dikira keluargaku Nankatsu FC? Serius ini. Orang tua ku yang minta.", kata Guntur selanjutnya. "Buat nerusin rumah sakit adiknya bapak. Kemaren-kemaren tanteku keguguran lagi, terus uda ngga mau punya anak. Aku deh yang kena, suruh jadi dokter.", lanjutnya lirih.

Inilah salah satu paradigma pelajar yang aku tidak sukai, ketika pilihan hidup dan masa depan seorang anak diatur oleh orang tuanya. Jujur aku iba pada teman-temanku yang lain, yang jalan hidupnya sudah diatur oleh orang tuanya. Anak polisi harus jadi polisi, anak angkatan laut harus jadi angkatan laut, anak pilot harus jadi pilot. Mereka seakan tidak punya kuasa untuk memilih hidupnya sendiri, garis takdirnya dituliskan oleh orang tua nya. Aku bersyukur itu tidak terjadi di keluarga Nugraha. Bapak membebaskan aku dan Mas Irfan untuk memilih sendiri, dengan tanggung jawab kami masing-masing.

"Tapi kamu nya mau ngga Tur? Kalo kamunya ga minat jadi dokter ya gausa didengerin. Daripada tiga puluh taun lagi kamu masuk koran, malpraktik.", kataku mencoba melawak.

"Boro-boro malpraktik, Dip. Kalo dia masuk koran pasti karena pelecehan seksual. Ngewe ama pasiennya.", kata Angga yang membuatku tertawa. Sebenarnya aku tidak pernah meragukan temanku ini untuk jadi dokter. Kapabilitas otaknya memadai, mata pelajaran biologi dan kimianya sempurna. Berbeda terbalik denganku, yang menguasai matematika dan fisika. Meskipun ucapan Angga ada benarnya juga, ini anak sangean.

"Mau-mau aja, kalo dibayarin.", jawabnya. Aku hanya mengangguk kecil, bagus lah kalo emang dari dia nya udah minat, batinku.

"Kalo ada nama dr. Gemuruh Guntur, aku ngga mau berobat.", kata Angga kemudian. "Berarti fakultas kedokteran seluruh Indonesia udah bobrok, sampe ngelulusin ini anak."

"Yee si bego.", kataku.

"Si ******.", kata Guntur singkat, menendang kaki Angga.


Minggu itu berlalu seperti biasa, tidak ada hal yang menarik selain simulasi UN (lagi) dan doa bersama di sekolah pada akhir pekan. Besok akan dimulai minggu tenang sebelum UN, sampai akhirnya Senin depan adalah hari UN pertama yaitu Bahasa Indonesia. Hari Minggu malam pukul 20.30, kubuka chatku dengan Cana.

Pradipta Nugraha: Si cantik gi ngaps?
kencana adriani: lg laper
Pradipta Nugraha: Buset br td sore abis nasi padang. Laper lg?


Tadi sore memang kusempatkan lari sore bareng Cana dan dilanjutkan makan. Ngedate singkat sebelom minggu tenang. Cana ngajak makan nasi padang, yang kuturuti aja. Kami makan terlalu lahap, sampai lupa bahwa kami baru saja lari sore. Kayaknya percuma lari, kalori yang masuk jadi surplus gara-gara nasi padang.

kencana adriani: jd gabole makan lg ini pacarmu?
Pradipta Nugraha: Bole. Tp bsk2 aku panggil km 'ndut'. Panggilan sayangku yg baru
kencana adriani: bodo. pokoknya makan. bsk temenin aku mau lah ya?
Pradipta Nugraha: Kmn?
kencana adriani: cari alat tulis buat ujian
Pradipta Nugraha: 86. Aku jg blom punya kyknya. Jam 9 pagi meluncur
kencana adriani: 09.00. kalo telat aku panggil 'kebo'. panggilan sayangku yg baru
Pradipta Nugraha: MANTAB.

Setelah bahasan basa-basi selanjutnya, aku segera tidur. Tak lupa kupasang jam beker dua puluh ribuanku, agar tidak mendapat panggilan sayang dari Cana esok pagi.

Turn Around
Turn Around and fix your eye in my direction
So there is a connection
I can't speak
I can't make a sound to somehow capture your attention
I'm staring at perfection
Take a look at me so you can see
How beautiful you are

[Stranger - Secondhand Serenade, 2008]

Rumahku dan rumah Cana tidak jauh-jauh amat. Rumahnya berada di kecamatan sebelah dengan jarak kurang lebih lima kilometer. Aku tiba di sana pukul 09.04, tampak Cana sudah menunggu di teras rumah memegang helm nya. Mengenakan skinny jeans dan t-shirt hitam dibalut dengan kemeja flanel kotak-kotak yang lengannya digulung. Rambut panjangnya kali ini terlihat berbeda dengan kuncir model ekor kuda, memperlihatkan lehernya yang putih dan seksi. Wajahnya tetap cantik seperti biasa, membuatku penasaran lagi akan rasa lipgloss yang menghiasi bibir mungilnya.

"Kebo!! Sembilan lebih lima menit, nih!", kalimat pertamanya sambil berdiri dari kursi teras menuju pagar.

"Nungguin kereta lewat, sister. Keretanya pertamina lagi, lama banget.", kataku sambil meringis menunjukkan gigiku. "Buruan naik gih.", kataku selanjutnya.

Cana segera naik ke Satria F ku, mengenakan helm, dan aku segera tancap gas. Agenda kami hari ini, adalah ke toko buku untuk mempersiapkan ujian nasional minggu depan. Lalu dilanjutkan dengan ngedate tipis-tipis, sekedar makan siang dan ngopi di cafe bersama. Entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, Cana tampak tidak aktif hari ini. Dia lebih banyak diam, merespon percakapanku seadanya. Padahal, biasanya anak ini selalu talkative ketika bersamaku. Kami tidak akan pernah kehabisan topik pembicaraan, bahkan untuk sekedar gosip tentang teman-teman dan guru-guru kami. Namun tidak untuk hari ini, entah kenapa, rasanya aku tidak bersama Cana yang biasanya. Agenda kami selesai dan pukul dua siang kami sudah berada lagi di depan rumahnya.

"Mau makan indomie dulu nggak? Atau es teh...", katanya sambil turun dari motor.

"Hmm... Boleh deh.", jawabku, mematikan mesin motorku. Sebenarnya aku tidak sedang lapar ataupun haus, ya iyalah secara kami habis makan siang dua jam yang lalu. Namun aku menangkap makna implisit dari ajakan Cana, yaitu dia ada yang ingin dibicarakan denganku. Cana menyuruhku duduk di sofa ruang tamu sementara dia membuatkan minum untukku. Rumah ini terlihat sepi, karena Mas Hanif pasti sudah kembali ke ibukota untuk studi dan Cana tidak memiliki asisten rumah tangga. Om dan Tante Ruslan (orang tua Cana) juga sama seperti Bapak dan Ibu Nugraha, sama-sama bekerja. Om adalah dokter di rumah sakit dan Tante adalah seorang apoteker.

"Om ama Tante di mana?", tanyaku pada Cana saat dia sudah kembali ke ruang tamu membawa segelas jumbo es teh.

"Nggak ada, pulang malem kayaknya.", jawab Cana polos.

Waduh. Aku segera keluar rumah, memindahkan parkir motorku ke masjid dekat rumah Cana. Kalau warga lokal melihat anak remaja putri Pak Ruslan sedang berduaan dengan pacarnya di rumahnya saat sedang kosong, bisa panjang ceritanya. Main aman aja, bro.

"Kenapa dipindah motornya?", kata Cana, masih dengan polosnya.

"Daripada digebukin warga lokal.", jawabku sekenanya.

"Emang kamu mau ngapain aku, sih?", tanyanya lagi sinis, sambil menjulurkan lidahnya.

"Ehh.. Ehmm, jadi mau ngomongin apa kamu?", kataku mengalihkan pembicaraan.

"Eh... Mmm, emang mau ngomong apa?"

"Kamu. Kenapa hari ini kok aneh, kok diem aja, ngga banyak omong?"

"Oh.. itu... Mmm, menurutmu kenapa?", tanyanya sambil menunduk ke bawah. Emang dasar wanita yang aneh, atau aku yang nggak peka sih?

"Duh. Kalo ngerti aku ngapain tanya, Can...",

"Kamu... Kenapa milih kampus itu...", kata Cana akhirnya. Matanya tetap menunduk ke bawah. Duh, kenapa jadi gini. Aku memang belum bicara ke Cana mengenai preferensi kuliahku, namun memang ada rencana untuk bicara permasalahan ini. Tapi tidak sekarang. Tidak secepat ini. Well, fuck, persetan, dia yang mulai, ya udah mending dibicarain sekarang.

"Denger dari mana?"

"Yasmin denger pembicaraanmu sama Mbak Nara di tempat bimbel... Terus dia cerita ke aku... tapi aku nya ngga tau apa-apa.", katanya sambil tetap menunduk ke bawah. "Kenapa?"

"Kampusnya bagus, jaketnya warna-warni gitu. Tempatnya adem, suasana belajar mendukung. Dan ada jurusan yang aku tertarik di sana...", jawabku diplomatis.

"Tapi kan jauh..."

"Can, akhirnya aku menemukan passion ku di tempat itu. Bukannya ini yang kamu pingin?", kataku sambil meraih tangannya. Kami masih duduk di tempat yang sama, di sofa ruang tamu, bersebelahan.

"Nggak harus jauh-jauh kali, Dip..."

"Can, kalo jarak yang bikin kamu khawatir, zaman sekarang udah ngga kayak zaman kemerdekaan, mau komunikasi harus kirim surat. Udah ada pesawat, sms, bbm. Jarak udah bukan masalah lagi...", kataku sambil menggenggam tangannya. Dia tampak terdiam sebentar, berusaha memikirkan kata-kata selanjutnya yang ingin diucapkan.

"Kamu janji ngga akan ninggalin aku?", kata Cana sambil menatap mataku.

Tak tahan lagi melihat mata indah itu yang terus merajuk, aku menaruh tanganku di pipinya. Kupandangi lama wajah Cana, pacarku, yang cantik itu. "Janji", kataku kemudian. Cana mendekatkan wajahnya ke wajahku, sambil menutup matanya. Ku sambut bibir mungilnya, dan kami berciuman.

Bibir kami bertemu, sangat hangat. Kupagut bagian bawah bibirnya, begitu pula dengannya. Kurasakan sayang dalam ciuman kami, kurasakan cinta. Cinta yang mendalam. Tak ingin cepat-cepat kulanjutkan ciuman ini, aku hanya ingin merasakan hangat rongga mulutnya. Merasakan sayangnya, merasakan cintanya. Berusaha meredam kekhawatiran Cana akan niatku yang ingin pergi jauh merantau ke antah berantah. Cana melancarkan serangan pertama dengan lidahnya, yang langsung kusambut dengan lidahku. Perang terjadi di dalam rongga mulut kami, saling berusaha melilit lidah lawannya. Kami berciuman cukup lama, hingga aku teringat pelajaran dari Mbak Manda.

Inikah saatnya? Saat untuk melangkah lebih lanjut dalam petualanganku bersama Cana? Setelah kurasakan kami sudah saling nyaman, aku mendorong tubuh Cana untuk rebahan di sofa, tanpa melepaskan ciuman kami. Tidak adanya perlawanan dari Cana membuatku berpikir ini adalah lampu hijau. Napas kami berdua sudah tidak beraturan. Kulepaskan ciumanku dari mulutnya, lidahku mulai menjamah lehernya. Leher yang membuatku terangsang siang ini, karena kuncir kudanya. Kujilati tanpa membuat cupang, yang bisa berbahaya jika dilihat orang.

"Ah... Dip... Jangan...", desah Cana yang tak kuhiraukan. Napasnya semakin tidak karuan. Semakin semangat aku menjelajahi lehernya, tanganku aktif melepas kemeja flanelnya. Biarlah sofa ini menjadi saksi, cintaku dan cinta Cana bertemu. Kalau sofa tidak mau, dinding rumah tamu ini juga bisa. Atau gelas jumbo es teh manis yang sudah habis. Ku pindahkan lagi tanganku ke pipinya, ku cium lagi bibirnya. Aku melepas ciumanku, dan memandangi wajahnya yang sudah mulai kusut karena ciuman kami itu.

"Can...", kataku penuh arti sambil menatap matanya yang indah.

"Mmmmm", jawabnya pelan, menggumam. Mungkin karena malu.

"Boleh lanjut ngga?", tanyaku, masih tetap menatap mata indahnya, dengan bulu mata yang lentik.

Cana hanya mengangguk sambil memejamkan matanya. Segera kucium lagi bibir mungilnya, yang disambutnya dengan mesra.

TING TONG!! TING TONG!! ASSALAMUALAIKUUUUMMMM!!!

Dag.
Dig.
Dug.
DORRR.
Butuh empat detik bagi masing-masing kami untuk menyadari bel rumah dibunyikan oleh seseorang di luar. Cana reflek mendorong tubuhku, mengambil tisu di atas meja, mengelap wajahnya dari air liur kami, dan membuka pintu. Masih terduduk di sofa, aku hanya bengong, bingung, panik, tidak tau harus berbuat apa. RAM otakku bekerja dengan cepat, sangat cepat, memikirkan seribu alasan yang logis dan masuk akal untuk menjelaskan kondisi kami saat ini. Fuck, otakku overheat, RAM ku tidak sanggup untuk bekerja lagi. Kepalang tanggung, sudah tertangkap basah, ya sudah lah, biar tercebur aja sekalian. Kalau ketahuan.

"Neng, dari PLN, mau ngecek meteran!!", terdengar suara orang dari luar.

"Oh, i-i-iya, s-s-silakan aja pak.", kata Cana tertahan. Suaranya terdengar separuh panik dan separuh lega.

Setelah masalah Cana dan orang itu beres, Cana masuk lagi ke dalam rumah, menutup pintu ruang tamu. Aku masih duduk saja, bengong, meminum es teh manis gelas jumbo yang sudah habis. Hening, sunyi, senyap, suasana ruang tamu itu.

"Udah abis tuh.", kata Cana akhirnya, memecah kesunyian. "Mau tambah lagi?", katanya sambil tersenyum.

"Eh.. itu... anu... Air putih aja, deh.", kataku sambil mengambil air putih gelas di atas meja. "Can.. maaf... Aku... kebawa suasana...", maafku.

"Iya.. Ngga papa... Tapi sampe sini aja ya.", katanya lagi, tersenyum manis. Dia yang tersenyum, akunya panik. Apa maksutnya sampe sini aja?

"Eh? Maksutnya?", tanyaku polos.

"Sampe sini aja.", jawabnya sambil menunjuk lehernya. "Sisanya nanti, kalo kita emang beneran udah siap...", katanya sambil tersipu malu. Aku hanya bisa memberikan 'O' dari gerak mulutku, tanpa suara.


Malam harinya aku tiduran di kasur, mendengarkan lagu dari mixtape ku.

Hey darling, I hope you're good tonight
And I know you don't feel right when I'm leaving
Yeah, I want it but no, I don't need it
Tell me something sweet to get me by
'Cause I can't come back home 'til they're singin'
La, la la la, la la la

If you can wait 'til I get home
Then I swear to you that we can make this last
If you can wait 'til I get home
Then I swear come tomorrow, this will all be in our past
It might be for the best

[If It Means a Lot to You - A Day to Remember, 2009]


Cana memang cantik. Gadis itu adalah pacarku.
Apa aku sudah siap meninggalkannya, untuk meraih pendidikan lebih lanjut, di kota antah berantah?
Ah, persetan dengan semuanya. Baru kali ini aku merasakan minat yang menggebu-gebu mengenai kuliahku, di sana. Jurusan kuli minyak di kampus gajah, kota kembang. Setelah sekian lama, akhirnya aku memiliki mimpi. Bahkan saking terlalu tertariknya, aku sudah mencari hal-hal yang berkaitan dengan itu, seperti buku pelajaran, sks yang diambil (walau aku tidak tahu sks itu apa), kos-kosan, hingga lowongan pekerjaan lulusan kuli minyak.
Tak akan kubiarkan. Tak akan kubiarkan apapun menghalangiku meraih mimpi itu. Cana sekalipun. Aku menghembuskan napas panjang, mendadak galau.
'Bisa diatur, sistem komunikasi sudah masif', batinku, positive thinking.
'LDR bukan masalah', batinku lagi, masih positive thinking.
'Dia nggak akan selingkuh', batinku sekali lagi, masih tetap positive thinking.
'Nggak akan tahu kalo dia selingkuh, kan lagi jauh', batinku selanjutnya, merusak tiga batinanku sebelumnya.
Ah, persetan.
Aku buka hape dan ada notif BBM dari Cana

kencana adriani: udah bobo?
Pradipta Nugraha: Oit, blom, knp?
kencana adriani: maaf ya
kencana adriani: udah khawatir yang ngga2
Pradipta Nugraha: Segitu sayangnya yah ama aku? :p
kencana adriani: iya...
kencana adriani: eh salah kirim
Pradipta Nugraha: ZzzzzZZZzzZzz
kencana adriani: fokus ujian nasional dulu aja bapak :)
Pradipta Nugraha: 86!


Senin malam itu, aku pun tenggelam dalam buku detik-detik ujian nasional, belajar giat, sampai lima menit kemudian aku tertidur di atas meja belajar. Tetap semangat, aku, Cana, dan teman-teman anak SMA se Indonesia angkatan 2010, kita pasti bisa!


Bersambung... Semoga next episode ada SS nya :p
 
playlist berarti banyak nih dipta ngerasain banyak cewe hahaha
 
Bimabet
Top playlistnya apa yah....?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd