Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA POISK (Поиск) - By : BKU

PART 2






ASTRID PURNAMA





Astrid yang masih setia menunggu pemuda yang masih terbaring tak sadar diri di atas ranjang ini, pikirannya masih saja terngiang-ngiang dengan informasi yang ia dapatkan dari kedua bapak polisi yang beberapa jam lalu datang menemui mereka. Belum lagi sesuatu yang justru Astrid liat dengan mata kepalanya sendiri, tatto bergambarkan logo yang asing bagi Astrid makin menambah keresahan dalam hati sang gadis pemilik wajah yang ayu dan sendu ini.

Teringat percakapan terakhir mereka sebelum kedua polisi itu pergi.

.

.

“Pada intinya kami belum bisa mengambil kesimpulan apakah Sudara Yusuf memang anggota dari DTF atau kah dia hanya mengenal salah satu dari mereka. Kejelasannya tentu akan kita dapatkan langsung dari sudara Yusuf sendiri ketika ia telah sadar.”

Astrid yang tengah menangis tersedu-sedu, mencoba untuk bertanya.

“Pak... apakah ini akan menjadi masalah di kemudian hari?”

“Seharusnya tidak, jika memang sudara Yusuf tidak melakukan tindak kriminal...” kata Pak Rizal mencoba untuk melempar senyum, karena ia tahu betapa terpukulnya Astrid setelah beruntun kejadian yang menimpanya selama ini, pun hari ini mendapat satu informasi yang sangat sulit untuk di terima dengan akal sehatnya. Cuma menurut Pak Rizal, yang mencoba untuk menebak jika Yusuf ini adalah tim pasukan elite khusus DTF. Mengenai identitasnya yang tak di ketahui oleh orang terdekatnya, itu adalah sesuatu yang lumrah. Karena sebagai pasukan elite khusus yang mempunyai tugas secara diam-diam ini, tentu cukup ahli dalam menyembunyikan identitasnya ke semua orang, terkhusus orang terdekatnya.

“Hiks... tapi ke-kenapa mas Yusuf bisa terkena tembakan pak. Hiks itu yang masih Astrid sesalkan, padahal yang Astrid kenal, mas yusuf itu orang yang sangat baik kepada semua orang”

“Begini dek Astrid. Kita belum bisa mengambil satu kesimpulan yang pasti, karena yang mengetahui segala informasi sebenarnya, hanya sudara Yusuf saja. jadi kita hanya bisa menunggunya hingga ia sadar.”

“Pak... tolong Astrid yah pak. Tuntaskan kasus mas Yusuf ini, hukum orang yang telah berusaha mencelakainya”

“Itu tugas kami dek... Cuma-“

“Cuma apa pak?” tanya Astrid penasaran.

“Cuma itu jika posisi Sudara Yusuf sebagai korban, berbeda jika setelah hasil investigasi dan penyelidikan kami, yang ternyata justru sudara Yusuf lah yang di sini sebagai pelaku kejahatan. Maka kami tidak dapat membantu sama sekali. Cuma, sejujurnya saya juga mengenal bagaimana Sudara Yusuf di kampung kita ini. Bahkan saya saja tidak menyadari jika sudara Yusuf pernah mengenal atau berhubungan dengan yang namanya pasukan elite khusus, apalagi ini pasukan yang sangat-sangat di jaga ketat informasinya oleh negara.”

Mendengar itu, muncul perasaan sedih serta ketakutan dalam diri Astrid.

Bagaimana jika...

Yah! Itulah pertanyaan yang menghantui isi kepala gadis itu. Bagaimana jika ternyata, Yusuf memang anggota pasukan khusus? Berarti selama ini, pria itu telah membohonginya. Sesuatu yang paling sangat amat di benci Astrid, adalah sebuah kebohongan. Apalagi ini adalah pria yang akan menjalani pernikahan dengannya.

Dan pertanyaan berikutnya, bagaimana jika Yusuf terlibat dengan para pasukan khusus? Berarti hidup Yusuf tidak akan tenang ke depannya, bagaimana jika dia melanjutkan pernikahan dengannya? Apakah dapat menjamin jika kehidupan mereka akan baik-baik saja?

Di saat Astrid masih saja berperang dengan pikirannya sendiri, satu sentuhan lembut di pundaknya membuyarkan lamunannya.

“As... kita menunggu saja bagaimana ke depannya, kamu jangan terlalu banyak berfikir, yang akan membuat kamu justru jatuh sakit lagi” rupanya sang mama serta ibu Yusuf baru saja mencoba menenangkan gadis itu.

Astrid menarik nafas sedalam-dalamnya, kemudian mencoba untuk tenang. Ia lalu menganggukkan kepala, dan mencoba untuk mengikuti saran mereka.

Setelah berbasa-basi sedikit, ahirnya kedua polisi itu berpamitan dan mengatakan jika Yusuf sadar maka segera menghubungi mereka lagi, biar mereka menuntaskan cepat kasus yang tengah menimpa pemuda itu.

.

.

Astrid tersadar dari lamunan panjangnya, kemudian ia mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.

Saat ini Astrid hanya sendiri di dalam ruangan, setelah kedua orang tua dan adiknya berpamitan untuk pulang, dan berjanji besok akan datang lagi. Sengaja Astrid tetap tinggal menjaga kekasihnya ini, karena dia benar-benar tak ingin jauh dari sisi pemuda itu. Apalagi setelah kejadian pertemuan mereka dengan pihak kepolisian makin membuat perasaan Astrid makin tak mengenakkan.

Astrid kemudian duduk memandang wajah Yusuf yang masih tidur dengan tenang. Di usapnya rambut pemuda itu sambil menahan segala rasa yang tengah menderanya. Perasaan yang sangat sulit di utarakan dengan kata-kata. Sedih, takut, khawatir dan lainnya bercampur jadi satu dalam pikiran Astrid.

Dia seolah tak mampu menanggung semuanya lebih lama lagi.

Dia ingin Yusuf cepat sadar, agar semuanya cepat mendapat kejelasan.

Astrid lalu melihat pada wajah Yusuf. Beberapa luka goresan tampak di wajah pemuda itu, lagi-lagi membuat Astrid benar-benar melihat sosok pemuda yang asing baginya. Namun, wajah dan juga perawakan pemuda ini, tentu dan jelas jika dia adalah Yusuf. Lelaki yang telah berhasil membuat Astrid benar-benar melabuhkan cinta dan harapannya selama ini.

Astrid tidak dapat memungkiri, betapa berartinya sosok pemuda ini.

Ia tak tau harus bagaimana lagi, jika Yusuf benar-benar pergi dari sisinya.

Bagaimana mungkin dia bisa melanjutkan kehidupannya lagi? Itu jelas tidak mungkin terjadi. Astrid tak akan sanggup jauh dari Yusuf. Tapi, bagaimana jika setelah Yusuf sadar, justru Astrid akan melihat sosok Yusuf yang berbeda?

Ataukah, sesuatu yang tak pernah di ketahui Astrid selama ini justru mulai muncul ke permukaan. Apa yang akan Astrid lakukan?

Astrid makin menarik nafasnya dalam-dalam, tak kuasa menahan beban sebesar ini. Apalagi, melihat bagaimana kondisi kekasihnya itu yang penuh dengan luka. Belum lagi di lengannya terdapat luka goresan, di punggung terdapat tatto dan sempat Astrid lihat ada bekas luka juga di sana. Terus di bahu dan paha pun terdapat luka tembak, yang saat ini kondisinya tengah di perban.

Sepertinya Astrid tak sanggup untuk melihat semua itu.

Astrid lagi-lagi menarik nafas sambil menahan kesedihannya malam ini.

“Mas... kehidupan seperti apa yang sudah mas jalani selama ini? Kenapa justru Astrid bagai orang asing mas? Kenapa mas?” setelah mengatakan itu, Astrid kembali meneteskan air matanya. “Kenapa... hiks hiks! Kenapa mas selama ini membohongi Astrid?”

“Mas... hiks... hiks... sadarlah mas... Astrid butuh mas saat ini, Astrid... Astrid... hiks lama-lama gak akan kuat menampung semua beban kesedihan ini mas. Please mas, sadar lah”

Astrid menangis dalam keheningan malam ini. Bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya nanti? Segala pertanyaan dalam kepalanya, masih saja membuat Astrid tak dapat menghentikan tangisannya ini.

Hingga setelah beberapa lama dia menangis tersedu-sedu di samping ranjang kekasihnya itu, perlahan-lahan matanya mulai terpejam. Dan akhirnya, Astrid mulai tertidur, lelah karena seharian tak berhenti menangis.




---000---





Di tempat berbeda.




Di hari berikutnya, tampak iring-iringan para prajurit berbaret merah tengah mengangkat peti jenazah berjumlah 7 peti. Di atas peti masing-masing di letakkan photo para jenasah yang telah berjasa bagi negara.

Hari ini adalah proses pemakaman 7 anggota pasukan DTF yang telah tewas dalam menjalankan misi. Pemakaman ini di adakan secara tertutup di pemakaman khusus militer negara Indonesia.

Sebetulnya proses pemakaman ini harusnya tak di adakan, karena mengingat misi ke 7 pasukan berani mati itu di jalankan secara rahasia. Hanya beberapa jendral yang mengetahui misi tersebut. Dan juga, pasukan elite khusus yang di namakan DTF ini, sangat di rahasiakan oleh negara. Namun setelah diskusi panjang oleh para petinggi militer, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ke 7 pasukan berani tersebut, maka proses pemakaman pun tetap harus di adakan dan di jalankan sesuai prosedur pemakaman militer.

Hadir di pemakaman itu, tentu keluarga para pasukan yang telah tewas.

Pasukan paling terdepan yang membawa peti dengan photo menunjukkan wajah seseorang yang begitu tenang dan berkarakter. Dialah Arjun Wibowo. Berpangkat Mayor atau perwira menengah yang ia dapatkan setahun yang lalu, setelah menjalankan misi pembebasan di daerah perbatasan timur tengah sana.

Sebetulnya di antara ke tujuh peti tersebut, hanya peti milik Mayor Arjun lah yang kondisinya hanya berisikan simbolis berbentuk mayat yang telah di bungkus dengan kain kafan sedemikian rupa. Dan yang mengetahui itu hanya dua atau tiga orang saja. Bahkan pihak terdekat Arjun pun tidak ada yang mengetahui hal itu. Yang kebetulan Mayor Arjun adalah anak tunggal dari sepasang suami istri pun yang telah almarhum 3 tahun lalu.

Dodi Perkasa menjadi inspektur upacara dalam prosesi pemakaman pasukan DTF. Jenderal Dodi Perkasa tampak berdiri berjajar dengan para jendral lainnya.

Ke tujuh pasukan DTF di makamkan berjejer di tempat pemakaman militer ini.

Para pelayat pun memberikan penghormatan terakhir sebelum ke tujuh jenazah dimasukkan ke liang lahad.

Setelah itu para Jenazah pun dimasukkan ke liang lahad dengan diawali satu kali letusan senjata prajurit Kopassus.

Terlihat hanya beberapa tokoh penting saja yang menghadiri prosesi pemakaman ini. Di antaranya presiden RI, wakil presiden, dan beberapa jendral militer saja. Proses pemakaman ini pun sengaja tidak mengundang public agar tak ada siapapun yang dapat meliput kejadian ini, karena kembali lagi, semua ini sangatlah di rahasiakan oleh negara.

Mayor Arjun dan ke 6 pasukannya adalah anggota BTS ke-27, dan Mayor Arjun menjabat sebagai komandan DTF setahun yang lalu.

TNI AD berbelasungkawa dan sedih atas kepergian mereka bertujuh. TNI AD bakal memberikan penghormatan dengan mengibarkan bendera setengah tiang selama 7 hari.

“Saya sebagai panglima TNI, atas nama negara bangsa dan TNI dengan ini mempersembahkan ke persada ibu pertiwi jiwa raga dan jasa-jasa para almarhum. Semoga jalan dharma bhakti yang ditempuhnya dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua dan arwah mereka mendapat tempat yang semestinya di alam baka,” ujar Dodi Perkasa sebagai penutup proses pemakaman ke tujuh pasukan DTF.

.

.

Setelah proses pemakaman ini selesai, di bagian barisan para tamu yang hadir, tepat di sebelah Pak Mahendra yang menjabat sebagai komandan tertinggi Kopassus, yang juga sebagai pimpinan tertinggi ke tujuh pasukan yang baru saja di kuburkan itu. Sesosok gadis cantik langsung saja terjatuh setelah ia benar-benar tak dapat menahan kesakitannya di tinggal pergi oleh seseorang yang masih saja menggantung perasaannya selama ini.

Hardini Mahendra, nama lengkap gadis itu. Putri kedua dari Pak Mahendra yang juga menjadi pimpinan pasukan elite khusus DTF.

Melihat putrinya terjatuh dan tak sadarkan diri, Pak Mahendra segera memberikan intruksi kepada beberapa pengawalnya untuk segera membawa putrinya untuk mendapatkan pertolongan pertama dari dokter militer. Oh ya! Sebetulnya Hardini, atau lebih jelas di panggil Dini pun saat ini tengah menjadi dokter rumah sakit Militer.



---000---





HARDINI MAHENDRA



“Jun... jadi kan ngajakin Dini bentar?” ujarnya di telfon saat panggilan telfonnya di jawab oleh seorang pria di seberang.

“Iya... iya jadi, jam berapa saya jemput?” suara rendah khas pria itu terdengar membalas pertanyaan Dini.

“Hmm... kapan kamu bebas?” tanya Dini yang di maksud, bebas tugas hari ini. Karena seperti biasa, jika Arjun tidak sedang menjalani misi maka dia hanya akan berkantor saja di kantor kesatuannya seperti para anggota TNI lainnya. Ngantor pagi hari, pulang di sore hari.

“Kapan kamu suka... haha” balas Arjun membuat Dini memanyunkan bibirnya.

“Ihhh di tanyain malah gak jelas gitu”

“Hmm... kapan kamu bisa?” Arjun malah bertanya balik.

“15 menit lagi Dini ada operasi satu pasien lagi, berarti mungkin 3 jam-an lagi deh kalo kamu pengen jemput.”

“Oke noted”



Tut! Tut! Tut!



Seperti biasanya, Arjun akan langsung menutup telfon setelah mendapat satu kepastian dari Dini. Mendengar suara nada telfon yang terputus, Dini hanya mendengus, namun ia tetap tersenyum sambil melihat layar ponselnya yang telah berganti menjadi screen lock.

“Dasar... gak pernah berubah. Hehe!” gumam Dini sambil geleng-geleng kepala, kemudian dia kembali masuk ke dalam ruangannya untuk mempersiapkan proses operasi kepada pasien terakhirnya hari ini.

.

.



2 jam kemudian...




Rupanya Dini lebih cepat menyelesaikan kerjannya dari target sebelumnya, yang telah ia prediksi akan berjalan 3 jam lamanya. Setelah menyelesaikan semuanya, karena masih ada waktu hingga ia di jemput Arjun. Maka Dini menyempatkan untuk mengambil udara segar di luar sana.

Waktu tengah menunjukkan pukul setengah 5 sore. Yang artinya sebagai seorang wanita yang di tuntut kecepatan dan ketelitian dari setiap pekerjaannya itu, maka Dini dapat menghitung setiap menit waktu yang bisa ia gunakan untuk hal yang menyegarkan. Yap! Dini tengah berolah raga sore setidaknya untuk meregangkan otot-ototnya selama 15 menit lama, menurut yang telah ia rencakan sebelumnya. Karena ia butuh hanya setengah jam saja untuk mandi, dan 10 menit bersolek di depan kaca, lalu 5 menit lamanya akan ia gunakan untuk menunggu kedatangan Arjun.

Apalagi di umur dia yang telah menginjak umur 25 tahun ini, Dini sudah tak lagi terlalu memikirkan berpenampilan ala abegeh di luar sana, cukup berdandan semestinya, bahkan caranya berpakaian justru terkesan santai selama ini. Dia tak ingin berlebihan dalam berpenampilan, yang justru tidak akan sesuai dengan kebiasaan dia. Yang artinya justru akan membuatnya tidak nyaman. Jadi menurut Dini 10 menit cukup lah untuk berpakaian nantinya.

Kini Dini yang hanya berpakaian kaos, celana berbahan karet, rambut acak-acakan, handuk di lilit di lehernya setelah ia gunakan untuk menyeka keringat. Dini rencananya ingin menyudahi aktivitas sore ini, dan di saat ia mulai melangkahkan kaki menuju ke pintu masuk karyawan rumah sakit.

“Kenapa belum siap-siap?”

Degh!

Dini langsung terpaku pada tempatnya, yang telah berbalik badan sebelumnya. Dan suara itu, adalah suara pria yang memang akan berjanji menjemputnya 45 menit lagi dari sekarang.

Dini langsung membelalakkan matanya, teringat jika kondisinya saat ini sangat berantakan.

“Balik badan cepat... ihhhhh kenapa sih maen datang gak bilang-bilang” seruan dari Dini langsung terdengar setelah ia berhasil menguasai dirinya dari rasa malu karena mengingat pria menyebalkan ini, tentu akan menjadikan penampilannya hari ini sebagai bahan olok-olokan nantinya.

“Loh... kamu kenapa malah suruh saya berbalik badan?”

“BURUAAAAAAAAAAANNNN!” teriak Dini sambil mencoba menoleh sedikit ke belakang.

“Iya... iya...” ujar pria itu, lalu kemudian. “Sudah...” lanjutnya setelah ia betul telah membalikkan badannya.

“Bagus... hehehehe,” ujar Dini, ia pun berbalik melihat pria itu yang telah membelakanginya. “Lagian... kan janjinya nanti jam 6 kurang 15 menit.”

Namun...

Tiba-tiba saja jantung Dini berdebub kencang di saat ia menyadari penampilan pria itu yang berpenampilan sangat ‘Menyedihkan’ baginya. Mengapa menyedihkan? Karena pria itu tengah memakai pakaian serba hitam yang tentu sangat Dini kenal. Itu adalah pakaian pasukan DTF yang akan menjalankan sebuah misi.

Kesedihan pun meliputi sang gadis.

“Ka-kamu... mau ninggalin Dini lagi?” tanyanya sambil menahan kesedihannya.

Pria itu, atau tak lain adalah Mayor Arjun membalikkan badan. Senyum pada wajah khasnya itu, tak dapat menghilangkan kesedihan, kekhawatiran gadis di hadapannya saat ini.

“Hanya 3 hari kok... hehehe” ujar Arjun sambil melangkah mendekati Dini.

“Tiga hari tapi bagiku, akan berasa 3 tahun...”

“Lagian kayak gak kenal saya saja selama ini”

“Justru karena Dini sangat mengenalmu, maka itu Di-“ Dini gak mampu melanjutkan ucapannya itu, karena dari kedua matanya telah menetes air mata. Kejadian ini terulang lagi, dan bahkan Dini sangat membenci jika ia di hadapkan dalam situasi dimana Arjun berpamitan kepadanya.

Tanpa berucap lagi, Arjun segera memeluk tubuh Dini.

“Kamu kenal saya... saya akan kembali dengan selamat.”

“Hiks... hiks... tapi”

“Sudahlah... ini tugas negara, dan saya jelas tidak dapat menolaknya.”

Dini mendongakkan wajah yang tengah menyandar pada dada pria itu.

“Tapi... kamu janji akan kembali, Jun”

“Saya janji akan kembali...”

“Ta-tapi... Dini gak mau, kamu kembali tidak membawa sesuatu”

“Hmm... baiklah. Kali ini, saya akan berjanji... setelah saya kembali, saya akan menjawab pertanyaan kamu minggu lalu” ujar Arjun sambil mencoba tersenyum.

“Yang mana?”

“Mengenai... hubungan kita ini apakah akan selamanya tetap bersahabat saja, atau tidak”

“I-iya... kamu gak ingin, hubungan ini ke –“ Bibir Dini di tahan oleh Arjun dengan jari telunjuk.

“Saya juga sudah memutuskan itu... baiklah, saya tidak akan mengatakan apapun saat ini, yang jelas begitu saya kembali, saya akan mengajakmu liburan selama seminggu... bagaimana?”

“Haaaa? Kamu yakin?”

“Tentu saja.”

“Ya sudah kalau gitu”

“Berarti kamu akan melepas saya untuk pergi sekarang kan?” tanya Arjun sambil mencoba melepaskan pelukannya.

Dini hanya menganggukkan kepala, meski hatinya berkata lain.

“Janji... kamu harus kembali”

“Saya janji” balas Arjun dengan mantap.

“Ya udah... hati-hati.”

“Gak mau peluk lagi?” tanya Arjun sambil memasang mimik muka menahan senyum.

“Mau...”

“Ya udah... tunggu apa lagi?”

Tanpa menunggu lama, Dini langsung memeluk tubuh Arjun dengan begitu erat seolah-olah ia tak ingin melepasnya lagi.

Namun...

Dini sadar, Arjun membutuhkan waktu yang cepat untuk tiba di markasnya.

Maka dari itu, Dini kemudian melepaskan pelukannya sambil membalas senyuman pria itu. “Pergi sono... hehehe, di tungguin tuh ma pasukan mu”

“Hehe, ya sudah... saya pamit Din”

“Tihati...”

Arjun kemudian mengangguk sesaat sebelum ia melangkahkan kakinya menuju ke mobil JEEP yang terparkir tak jauh darinya. Di saat Arjun sempat menoleh ke belakang, Dini melambaikan tangannya.

Dini berdiri memandang kepergian Arjun.

Saat JEEP Arjun telah pergi, kali ini Dini merasakan perasaan yang sangat amat berbeda dari biasanya.

Degh!

“Perasaan apa ini?” ujarnya pelan sambil memegang dadanya sendiri.

.

.

“ARJUUUUUUUUUNNNNNNN!” tiba-tiba Dini yang pingsan sejak tadi, terbangun dan berteriak keras memanggil nama Arjun.

Spontan Pak Mahendra serta istrinya langsung mendekat ke ranjang untuk menenangi putrinya itu.

“Pah... hiks hiks... Arjun mana pah”

Pak Mahendra sempat berpandangan dengan istrinya, kemudian wanita itu pun memeluk tubuh Dini putrinya untuk menenangkannya.

“Arjun sudah tenang di atas sana, sayang... ikhlaskan dia.”

“Hiks... hiks... gak mah... Dini gak bisa kehilangan Arjun...”



“INI SALAH PAPAH... INI SALAH PAPAH... PAPAH TELAH MERAMPAS ARJUN DARI DINI... HIKS... HIKS... HIKS... INI SALAH PAPAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA... KEMBALIKAN ARJUNNNNN, DINI LEBIH BAIK MATI SAJA HIKS... HIKS!”





Still Continued...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd