Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Preman Masuk Pesantren Lanjutan

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 2


Siapa dia, yang akan menjadi hadiahku?" Aku hanya bisa menerka-nerka, kedua suami istri ini cara berpikirnya tidak lazim bahkan menurutku mereka gila dan aku harus menerima karena dilahirkan oleh wanita gila ini.

"Masuk, Sayang..!" Gus Mir membuka pintu, sekilas aku melihat seorang wanita bercadar masuk dengan wajah tertunduk. Permainan apa lagi yang direncanakan Gus Mir, siapa wanita yang bersembunyi di balik cadar hitamnya? Jujur, aku tidak suka dengan wanita bercadar dan menganggap mereka menyimpan niat tidak baik. Untuk mereka bersembunyi di balik cadar kalau mereka merasa tidak ada yang perlu disembunyikan, tapi itu hak mereka dan aku tidak memaksakan apa yang kusuka kepada mereka.

"Selamat datang ukhty, senang kamu mau bergabung bersama kami di hari pernikahanmu ini." Sambut Nyai Nur merangkul wanita yang bersembunyi di balik cadarnya, ternyata wanita itu pengantin baru sama denganku. Apakah wanita itu baru saja dinikahi Gus Mir dan sekarang dia akan menikmati malam pertamanya denganku, gila.

"Saya juga senang bertemu denganmu, Nyai." Jawab wanita itu, suaranya halus dan merdu cukup membangkitkan gairahku yang sempat tertunda karena kedatangannya.

"Zakaria, kenalkan gadis ini bernama Henny Cahyani Ningrum, dia akan menjadi istrimu." Gus Mir menerangkan siapa gadis ini, tapi kenapa dia dikatakan sebagai calon istriku? Gus Mir sudah semakin gila, kenapa dia menjodohkan ku tanpa memberiku lebih dahulu, apa maksudnya?

"Apa maksud dari semua ini, Gus?" Tanyaku geram, aku bukan boneka yang dipermainkan seenak hatinya.

"Begini Zakaria, Ukhty Henny ini ingin menikah mut'ah agar tidak terjerumus dalam perbuatan zina karena sulit mengontrol birahinya. Itu sebabnya sebagai seorang guru yang mengisi pengajian rutin di kampus tempat kuliah ukhty Henny, aku menganjurkan dia untuk melakukan nikah mut'ah dan dia sudah setuju nikah mut'ah denganmu." Nyai Nur menerangkan asal muasal kejadian ini dengan lugas dan tanpa beban, ternyata dia sama gilanya dengan Gus Mir. Masalahku belum terselesaikan, kenapa ada masalah lain yang datang. Siapa sebenarnya Gus Mir dan Nyai Nur? Mereka mempunyai banyak wajah yang belum terbukta semuanya, entah yang mana wajah asli mereka.

"Aku sudah menikah Nyai, kenapa aku tidak diberitahu sebelumnya?" Tanyaku menahan jengkel, mereka memperlakukanku seenaknya.

"Aku sudah diberi tahu hal itu dan aku tidak keberatan, lagi pula nikah mut'ah hanya berlangsung beberapa bulan dan kamu tidak perlu menemaniku setiap waktu. Aku hanya ingin kamu menemaniku seminggu sekali atau mungkin dua kali seminggu, kurasa itu tidak berat." Jawab wanita bercadar itu lembut, harus kuakui suaranya merdu dan bisa menggoda birahiku.

"Tapi, ini keterlaluan.." ucapku, jengkel. Tiba tiba aku teringat dengan Kang Jaja, rencana yang sudah kami susun matang akan semakin mudah kulakukan kalau aku semakin dekat dengan Gus Mir. Ya, cara ini justru akan membuatku semakin dekat dengan tujuanku, yang jadi persoalan adalah apakah wanita bercadar ini cukup cantik sehingga mampu memuaskan syahwatku atau malah dia berwajah buruk yang membuat kontolku kehilangan keperkasaannya.

"Aku tidak akan menjerumuskan mu Zaka, percayalah." Untuk pertama kali Gus Mir ikut terlibat dalam percakaoan ini, harus kuakui suaranya sangat berwibawa.

"Baiklah, aku setuju." Jawabku menyerah, demi sebuah tujuan yang lebih besar.

Perdebatan berakhir, akhirnya aku melakukan nikah mut'ah yang singkat tanpa berbagai macam aturan seperti pada umumnya sebuah prosesi pernikahan. Dengan mas kawin sebesar 10 ribu rupiah, pernikahan ini dianggap sah oleh Gus Mir yang bertindak sebagai penghulu.

"Sah, sekarang kalian sudah menjadi suami istri hingga 3 bulan yang akan datang." Gus Mir menyalamiku diikuti nyai Nur memeluk wanita bercadar itu dengan suka cita.

"Selamat menikmati bulan madu kalian, aku jamin kamu akan ketagihan dengan keperkasaan suamimu ini." Goda Nyai Nur disertai tawa kecil, matanya mengerling ke arahku dengan tatapan yang tidak bisa kuterka artinya.

"Ya sudah, aku akan pulang. Kalian nikmati waktu kalian sebaik baiknya." Gus Mir segera berpamitan meninggalkan kami di dalam kamar yang menurutku mewah dengan fasilitas komplit, maklum hotel bintang tiga.

Aku mengantar kepergian Gus Mir dan Nyai Nur hingga pintu kamar, setelah mereka tidak terlihat aku segera menutup pintu. Bertambah lagi pengalaman hidupku, menjalani nikah mut'ah tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya walau aku sudah sangat sering mendengar perilaku itu sudah sangat umum terjadi di daerah Puncak, Bogor. Secara umum para wisatawan mancanegara khususnya dari Timor tengah melakukan nikah mut'ah dengan para wanita lokal dengan imbalan yang tidak sedikit. Dan sekarang ada seorang wanita ingin melakukan nikah mut'ah denganku, bisa dipastikan wanita itu jelek karena dia berani membayar ku untuk melakukan nikah mut'ah.

Aku menoleh ke arah wanita yang sudah menjadi istri mut'ah ku, mataku terpana melihat wanita itu sudah menanggalkan cadar yang dipakainya. Bayanganku tentang wajah di balik cadar langsung hilang, dia bukan gadis yang menyembunyikan wajah buruknya di balik cadar.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu, apa ada yang aneh dengan wajahku?" Tanya Henny tersenyum, dia duduk dengan dengan santai di atas spring bed empuk bagaikan seorang putri raja menunggu para pelayan melayani semua kebutuhannya.

"Tidak apa-apa, hanya merasa aneh wanita secantik kamu mau melakukan nikah mut'ah dengan orang yang belum dikenalnya." Jawabku takjub, wanita ini terlalu cantik dan sangat tidak masuk akal mau melakukan nikah mut'ah dengan pria yang belum dikenalnya. Kecantikan yang membuatku curiga, ada maksud buruk yang tersembunyi dari gadis ini.

"Apanya, yang aneh? Kurasa tidak, aku sudah muak dikejar kejar pria yang mau melakukan apa saja untuk mendapatkanku. Bahkan aku merasa hidupku terlalu monoton, apa yang kuinginkan bisa kudapatkan dengan mudah tanpa perlu bersusah payah. Aku perlu pariasi yang akan membuat hidupku lebih bergairah dan memutuskan memakai cadar untuk mencari teman yang mau menerimaku apa adanya tanpa melihat kecantikan dan juga harta orang tuaku yang berlimpah, hingga akhirnya aku memutuskan mengikuti pengajian yang diadakan oleh Nyai Nur dan salah satu yang diajarkan oleh Nyai Nur adalah nikah mut'ah untuk menghindari zinah." Henny menerangkan semuanya dengan panjang lebar, singkat dan jelas. Walau aku tidak terlalu tertarik dengan ceritanya, aku lebih tertarik melihat bibirnya yang tipis dan berwarna merah alami terlihat basah. Aku yakin, di balik keindahan bibirnya, ada sebuah rahasia yang disembunyikannya.

"Nyai Nur mengajarkan nikah mut'ah untuk terhindar dari zinah, aku baru tahu sekarang." Jawabku heran, lagi topeng yang digunakan Nyai Nur dan Gus Mir satu persatu ditanggalkannya.

"Kamu tidak tahu, hal itu?" Tanya Henny heran, dia berjalan mendekatiku yang berdiri seakan ada yang menghalangiku mendekatinya, pesona kecantikan, keanggunan yang dimilikinya membuatku minder untuk duduk di sampingnya. Aneh, aku bahkan tidak melihat sisi liar dari wajahnya sehingga dia mau melakukan nikah mut'ah yang dilakukan oleh para pemuja nafsu birahi.

Aku hanya menggelengkan kepala, lidahku terasa kelu saat Henny berdiri di hadapanku dan baru kusadari tingginya sejajar denganku kira kira 175 cm. Harum parfum mahal tercium dari tubuhnya, dia bukan dari kalangan biasa, terbukti dia mengintimidasi ku tanpa aku sadari.

"Aneh, kupikir kamu tahu hal itu. Apa lagi ada photomu yang direkomendasikan untuk nikah mut'ah. Kamu serius, tidak tahu menahu hal ini?" Tanya Henny, jemarinya yang halus membelai pipiku.

"Sumpah, aku tidak tahu hal itu." Jawabku tegas, aku meraih tangannya yang membelai pipiku dan memberanikan diri menatap wajah cantiknya yang kemerahan oleh api birahi. Perlahan, gadis cantik ini menunjukkan sisi liar di dalam dirinya.

"Hihihi, kau sudah berani memegang tanganku. Apa kau anggap, aku wanita yang bisa kau sentuh seenaknya?" Goda Henny, dia mendorongku menjauh hingga membentur tembok dingin. Dominasinya begitu kuat, meruntuhkan keberanianku terhadapnya.

"Hei, mana keberanianmu saat menghadapi wanita? Kudengar kau pria tangguh yang berhasil membuat banyak wanita bertekuk lutut? Ah, ternyata itu semua hoax." Henny kembali mengintimidasi ku, siapa sebenarnya dia? Ada sesuatu yang disembunyikan dari penampilannya.

"Siapa sebenarnya, kamu?" Aku berusaha menatap matanya yang tajam, bulat dan indah. Sit, kenapa aku justru mengagumi matanya. Mata Nyai Jamilah tidak kalah indah dibandingkan dengan matanya.

"Siapa aku? Aku istrimu hingga tiga yang akan datang, bukankah begitu?" Henny tertawa kecil, dia mengangkat baju lebarnya hingga mencapai perutnya, aku bisa melihat sepasang kaki yang jenjang, putih mulus tanpa cacat.

"Ya, siapa kamu sebenarnya?" Kecurigaan ku semakin menguat, naluriku sebagai seorang perampok memberikan sinyal bahaya dari wanita secantik bidadari seandainya bidadari itu ada di muka bumi. Kuras Henny berhak mendapatkan gelar itu.

Henny hanya tersenyum, dia menanggalkan gamis lebar yang menutup auratnya. Aku bisa melihat payudaranya yang montok dan perutnya yang rata namun pemandangan itu berlalu dengan cepat, jilbab lebar yang dikenakannya menutupi tubuhnya hingga beberapa sentimeter di bawah selangkangannya.

"Kamu, kecewa?" Goda Henny melihatku menarik nafas, pemandangan indah itu berlalu dalam sekejap.

"Kenapa aku harus, kecewa?" Tanyaku berusaha menunjukkan sikap acuh, kewaspadaan ku harus tetap terjaga. Wanita ini seperti menyimpan sesuatu yang sulit aku terka, hanya kewaspadaan yang akan bisa menyelamatkanku saat ini.

"Kamu tidak tertarik melihat, tubuhku ?" Rahang Henny mulai mengeras, dia mulai terpancing oleh pertahanan ku.

"Aku pria normal, bohong kalau aku tidak tertarik melihat tubuhmu." Jawabku jujur.

"Lalu, apa kamu ingin aku membuka jilbab lebar yang kukenakan?" Henny segera melepaskan jilbabnya, sehingga aku bisa melihat keindahan tubuhnya yang kuanggap sempurna.

"Bagaimana, kalau begini?" Henny memutar tubuhnya, memamerkan lekuk tubuhnya menggoda birahiku yang berusaha aku kendalikan sekuat tenaga agar kewaspadaan ku tidak hilang. Percuma, kewaspadaan ku semakin memudar saat Henny mengalungkan tangannya di leherku. Begitu dekat wajahnya sehingga aku bisa merasakan nafasnya yang halus, bahkan aku bisa melihat urat urat halus di pipinya yang putih.

"Bohong, kalau kamu tidak terangsang melihatku hanya mengenakan pakaian dalam. Tidak ada pria yang bisa menolak ku, bahkan kakek kakek renta yang sedang menghadapi sakaratul maut akan langsung terbangun melihatku." Henny menjilati bibir tipisnya sehingga semakin basah, menggodaku untuk segera melumatnya. Tapi aku tahu, itu hanya sebuah jebakan. Henny akan menjauh saat bibirku mengejar bibirnya, dia hanya sedang mempermainkan birahiku.

"Ya, aku terangsang melihatmu, tapi aku harus menyimpan staminaku untuk istriku di rumah." Jawabku setenang mungkin, berusaha mengingat Shinta yang menungguku di rumah.

"Oh ya, apa dia secantik aku sehingga kamu tidak mau membuang pejuhmu di sini bersamaku?" Tanya Henny, suaranya yang lembut berubah menjadi tajam, dia mulai terpancing oleh sikap bertahanku.

"Kamu lebih cantik, tapi istriku yang akan tetap menemaniku dalam suka dan duka, dia akan melayaniku setiap waktu bukan hanya tempat pembuangan pejuh.

"Hahaha, ternyata benar apa yang dikatakan Nyai Nur, kau tidak akan jatuh dengan mudah melihat kecantikanku. Aku suka, ini." Bisik Henny, dia menarik tanganku ke spring bed yang tetap dingin, menunggu pertempuran birahi di antara dua insan berlainan jenis.

"Siapa sebenarnya kamu, sepertinya aku pernah melihatmu, entah di mana!" Aku menatap Henny, berusaha mengabaikan keadaannya yang hampir bugil.

"Oh ya, kapan dan di mana kamu pernah melihatku?" Tanya Henny, dia mendorongku ke atas spring bed.

"Di Bogor..!" Jawabku berusaha menyusun keping demi keping ingatanku, samar samar wajahnya terbayang tapi di mana. Dari logat suaranya, aku yakin dia orang Sunda.

"Hahaha, salah. Aku orang Bandung, di sini aku kuliah." Jawab Henny.

"Tidak mungkin aku salah, aku melihatmu di Bogor." Jawabku bersikukuh dengan dugaanku, aku merasa pernah melihatnya di Bogor..

"Sudahkah, kita tidak perlu berdebat hal yang tidak penting. Aku hanya ingin menikmati waktu kita sebaik baiknya." Henny menarik kepalaku ke arah selangkangannya yang masih mengenakan celana dalam berwarna krem, memaksaku menciumi selangkangannya yang mulai basah terlihat dari celananya.

Terpaksa atau tidak, aku tidak mungkin menolak menciumi selangkangan wanita secantik Henny. Bukan hanya tubuhnya yang berbau harum, bahkan selangkangannya juga berbau harum, entah sabun atau ramuan apa yang dipakainya yang jelas dia sangat merawat organ intimnya. Rasa ingin tahuku semakin besar, seindah apa memek Henny yang masih tersembunyi di balik celana dalamnya. Tanpa perlu meminta ijin, kutarik celananya sehingga aku bisa melihat memeknya sangat mulus bahkan aku sama sekali tidak melihat bekas cukuran di area yang biasanya ditumbuhi bulu.

"Ini asli sayang, memekku memang tidak mempunyai bulu walau satu helai." Henny tertawa bangga melihatku yang begitu takjub melihat keindahan memeknya.

"Ya..!" Aku meraba permukaan memek Henny, memang tidak ada bekas bulu bahkan satu lembar pun tidak berhasil kutemukan.

"Hihihi, gila. Aku sudah gila, kenapa aku yang menggodamu...!" Henny tertawa geli saat aku menjulurkan lidahku menyentuh permukaan memeknya yang indah, refleks dia melepaskan kepalaku dan mundur selangkah menjauhiku.

"Kenapa?" Tanyaku, naluri ku melarang mengejarnya. Ada batas yang harus aku pertahankan, jangan sampai aku kalah dalam.permainan ini.

"Kamu curang, kenapa hanya aku yang telanjang sementara kamu masih berpakaian lengkap." Henny mencibir sambil meremas sepasang payudaranya, baru aku sadar payudaranya besar seperti bintang film porno favoritku Mia Khalifa.

"Apa bedanya, aku telanjang atau masih berpakaian lengkap?" Tanyaku was-was, apa reaksinya kalau dia tahu di dada dan punggungku terdapat tato.

"Kamu takut, tatomu terlihat olehku?" Tanya Henny membuatku sangat terkejut, kecurigaanku terbukti, gadis ini mempunyai rencana tertentu sehingga dia bersedia menikah mut'ah denganku.

"Siapa, kamu?" Aku berdiri tegang, gadis ini sudah menunjukkan jati dirinya.

"Tentu, akan aku beritahu siapa aku dengan syarat." Jawab Henny, dengan gerakkan perlahan dia melepaskan BH yang dipakainya dan melemparkannya ke arahku yang sudah bersiaga penuh, refleks aku meraih BH yang mengarah ke wajahku.

"Apa, syaratnya?" Tanyaku.

"Kalau kau berhasil memuaskan ku malam ini, akan kuberi tahu siapa aku. Tapi kalau kamu gagal memuaskanku, kamu harus melakukan sesuatu yang kuinginkan, setuju !" Sudah kuduga syarat yang diajukan Henny pasti berkaitan dengan ranjang, tubuhnya yang bugil sudah mengisyaratkan itu.

"Baiklah aku setuju, kalau itu syaratnya. Jawabku meremehkan syarat yang diajukannya, sudah banyak wanita yang bertekuk lutut menerima hantaman kontolku. Aku sangat percaya diri bisa menaklukannya, membuatnya terkapar oleh orgasme berkali-kali sehingga dia tidak akan bisa bangun dari ranjang.

"Kamu terlalu percaya diri, bisa menaklukkan ku." Jawab Henny, dia berjalan selangkah dan dengan kasar dia menarik baju kokoku hingga kancingnya terlepas berhamburan ke lantai. Hebat, kecepatannya membuatku lengah sehingga tidak bisa mengantisipasinya. Gerakannya yang kasar tidak sebanding dengan paras wajahnya yang cantik, dan tingkah lakunya yang gemulai.

"Wow, tato yang indah membuatmu terlihat semakin jantan...!" Henny membelai tato naga di dadaku, tangannya sangat halus jauh lebih halus dibandingkan tangan istriku Shinta yang terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah.

"Sssst, diamlah, biarkan aku bebas mengagumi tubuhmu. Biarkan aku menjadi binal, seperti seorang pelacur yang memberikan service terbaik untuk pelanggannya." Henny menyingkirkan tanganku yang berusaha menjamah payudaranya yang sangat menggoda. Perlahan dia mendorongku jatuh ke spring bed yang bergetar menerima beban tubuhku.

"Biarkan aku melayanimu, Zakaria si perampok ulung." Gumam Henny menelanjangi identitasku, sedangkan aku buta tentang dirinya. Siapa wanita ini, apakah dia seorang Polwan yang sedang memburuku? Tapi, kenapa dia tidak langsung menangkapku?

"Kamu, Polisi?" Tanyaku putus asa, gairahku langsung hilang dalam sekejap. Kontolku yang tegang, perlahan lahan mengecil.

"Sssst, perjanjiannya adalah kamu harus bisa memuaskanku, maka aku akan kasih tahu siapa diriku yang sebenarnya." Jawab Henny tertawa kecil, dia berhasil mengalahkan ku dalam satu kali hantaman yang mematikan.

Sial, rangsangan yang diberikan Henny tidak mampu membangkitkan gairahku, kontolku sama sekali tidak memberikan reaksi saat Henny menjilati leherku yang biasanya sangat sensitif, merambat ke dadaku dan mempermainkan putingnya dengan lidahnya yang kasar, bahkan saat dia menjilati ketiakku tanpa rasa jijik.

"Kenapa, Zakaria?" Henny menatapku dengan senyuman melecehkan saat tangannya menyentuh selangkanganku, kontolku yang tertidur seperti habis diperas habis habisan oleh beberapa orang betina.

"Aku kalah, siapa kamu sebenarnya?" Tanyaku putus asa, ini adalah pengalaman pertama kontolku tidak menunjukkan reaksi di hadapan seroang wanita, terlebih wanita itu mempunyai tubuh yang bisa dikatakan sempurna dan kecantikannya bisa disejajarkan dengan para kontestan Miss world atau Miss universe.

"Jangan menyerah dulu, saat seperti saat kamu mempertaruhkan hidupmu diamukan sungai Cisadane yang sedang meluap." Henny kembali menjatuhkan mentalku, dia tahu semua hal tentang diriku sementara aku tidak pernah mengetahui siapa dirinya.

"Si siapa sebenarnya, kamu?" Tanyaku putus asa, keindahan tubuh dan kecantikannya tidak mampu membangkitkan gairahku.

Henny hanya tersenyum, dia membuka sabuk celana dan juga kancingnya. Aku hanya bisa menatapnya penuh tanda tanya, kewaspadaan ku sudah tidak berbentuk lagi. Pasrah saat Henny membuka resleting celanaku dengan giginya, aku mengangkat pinggulku sedikit saat Henny menarik lepas celanaku dan aku harus memaki kontolku yang tidak terusik sedikitpun oleh godaan binal wanita yang pantas menyandang gelar bidadari dunia.

"Aku menyerah." Gumamku lirih, harga diriku semakin hancur saat Henny menarik celana dalamku dengan menggunakan giginya yang rapi seperti mutiara. Henny tidak peduli dengan rengekan putus asaku, dia begitu telaten menjilati kontolku yang mengkerut tidak menunjukkan reaksi sedikitpun. Setelah hampir sepuluh menit Henny menjilati dan menggunakan berbagai macam cara membangunkan kontolku tanpa hasil, akhirnya dia menyerah.

"Ternyata hanya begini kemapuanmu, sangat berbeda jauh dengan cerita yang aku dengar." Henny tersenyum sinis menatapku, sesuai perjanjian aku harus melakukan sesuatu yang diinginkannya.

"Apa yang harus, aku lakukan untukmu?" Tanyaku menyerah, Henny sudah berusaha membuat kontolku kembali garang, ternyata dia gagal.

"Aku ragu kamu akan bisa melakukannya, terbukti kontolmu sudah KO lebih dahulu." Jawab Henny sinis, harga dirinya hancur karena kontolku sama sekali tidak tertarik dengan tubuhnya. Harga diri kami sama sama hancur dengan alasan yang berbeda.

"Katakan, saja." Jawabku, berusaha menegakkan kembali harga diriku.

"Baiklah, aku ingin kamu membunuh Gus Mir." Jawaban Henny membuatku sangat terkejut, itu permintaan paling gila yang pernah aku dengar. Aku seorang perampok, ikan seorang pembunuh.

"Aku bukan pembunuh, tidak mungkin aku melakukan hal itu." Jawabku tegas, ini perjanjian berat sebelah.

"Sudah kuduga, kamu tidak akan bisa melakukannya." Jawab Henny, dia kembali memakai pakaiannya dan juga cadar.

"Siapa sebenarnya kamu, kenapa kamu menginginkan kematian Gus Mir?" Tanyaku heran, ternyata wanita ini lebih gila dari padaku.



Bersambung....

Apdet ala kadarnya di sela sela kesibukan kerja.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd