Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CHAPTER VIII

JUST CAN’T GET ENOUGH



Januari 2017

Di sebuah pagi dalam kamar mandi tampak seorang wanita bersimpuh di hadapan toilet memuntahkan isi lambungnya. Hanya cairan kekuningan lambung karena memang belum ada apapun yang mengisi perutnya di pagi itu. Suara khas muntahan menggaung, menjalar hingga ke kamar yang terhubung di luar kamar mandi itu. Seorang lelaki yang terbangun dari tidurnya akibat suara itu mendekati wanita itu dengan langkah gontai dan membelai punggung si wanita bagaikan menenangkan.

“Mas anter ke dokter ya hari ini… Udah dua hari muntah terus gitu,” ucap pria itu.

“Nggak usah dulu mas… Kayaknya Arin tau kenapa,” kata wanita itu sambil menekan tombol flush, membuat muntahannya tersedot menghilang dari toilet itu. Dari kotak kaca kamar mandi itu wanita itu mengeluarkan sebuah alat tes kehamilan berbentuk stik yang segera ia sobek kemasannya. Setelah melepas celana dalamnya, ia duduk di toilet dan dengan santainya melepas bendungan air seni yang menumpuk di kandung kemihnya semalam. Terdengar suara air kencing mengalir dari wilayah intim wanita itu. Dengan santai wanita itu mengarahka stik yang ia pegang agar mengenai ujungnya lalu selama beberapa menit ia menunggu alat tersebut menyerap cairan kencingnya dan menunjukkan dua garis merah di tengah batang stik itu. Sudah kuduga, batin Arina yang haidnya tidak kunjung datang dalam seminggu terakhir. Ia memandang suaminya yang berdiri bergeming di hadapan Arina dari tadi dan memberikan senyuman bahagianya.

“Selamat ya mas Aldi kamu akhirnya jadi ayah!” kata Arina yang langsung direngkuh suaminya untuk dipeluk.

“Serius?” kata Aldi mata membelalak setengah percaya.

“Iya nih lihat aja garisnya dua.”

Alhamdulillah… Akhirnya ya Rin… Setelah hampir 3 tahun kita nikah akhirnya doa kita dikabulkan, ya, Rin…” kata Aldi memeluk istrinya dengan perasaan emosional karena akhirnya ia dikaruniai sebuah janin yang tumbuh di rahim Arina.

“Iya, mas Aldi… Akhirnya… Arina juga bersyukur banget…” jawab Arina yang ikut senang melihat kebahagiaan suaminya itu, memeluk suaminya hangat. Beberapa saat emosional kemudian, Arina melepaskan pelukan suaminya. “Udah mas pelukannya, Arin cebok dulu. Bau pesing pipisnya belum disiram,” lanjut wanita itu bercanda.

Setelah mendapatkan kabar itu kebahagiaan Aldi bagaikan terasa memuncak ribuan kali lipat. Seluruh keluarga ia hubungi satu per satu untuk ia kabari tentang kehamilan istrinya. Setiap hari ia berangkat dan pulang kerja dengan semangat. Demi karunia Tuhan yang dikandung istrinya itu, Aldi berusaha keras menjadi ayah yang lebih baik dari sebelumnya.


///


Februari 2017

Morning sickness yang tak kunjung mereda membuat Arina dan Aldi memutuskan pergi ke dokter kandungan—dr. Satria—sambil kontrol kehamilan yang pertama. Setelah pemeriksaan dengan USG, didapatkan usia kehamilan Arina yang mencapai sekitar 5-6 minggu dengan taksiran persalinan di bulan Oktober. Dokter meminta Arina untuk kontrol paling tidak setiap trimester kehamilan. Dokter Satria mengatakan bahwa rasa mual yang dialami Arina masih tergolong wajar. Selain vitamin kehamilan, dokter juga meresepkan obat muntah dan lambung untuk Arina apabila rasa mualnya terlalu tak tertahankan dan menyarankan segera ke rumah sakit apabila Arina tampak lemas akibat terlalu sering muntah.

Dalam perjalanan pulang, Arina mendapatkan pesan dari Cynthia tentang kepergiannya untuk dinas luar kota bersama Gio dan Bima. Ia juga mendapatkan keluh kesah gadis itu yang lupa tak membawa pil kontraseptifnya yang tertinggal di rumahnya. Tumben teledor sih Cynthia, batin Arina.

Mendekati penghujung bulan itu, beruntung bagi Arina bahwa morning sickness-nya mulai menghilang perlahan dan badannya mulai kembali segar seperti sebelumnya. Tubuhnya perlahan mulai menampakkan perubahan-perubahan wanita hamil. Baju dan pakaian dalamnya mulai mengetat, membuatnya harus membeli banyak baju baru. Payudaranya makin mengencang dan terasa sensitif. Areola dan putingnya perlahan menjadi makin gelap. Kulit dan wajahnya makin bersinar. Tubuh mungilnya perlahan mulai berisi. Jadi gini rasanya hamil, batin Arina dengan aura berseri.


///


Maret 2017

Setiap akhir pekan Aldi mulai sering mengajaknya belanja untuk keperluannya sebagai ibu hamil dan mulai membeli keperluan bayinya kelak. Suaminya yang memang cukup perhatian itu menjadi berkali-kali lebih memperhatikan Arina. Di hari kerja, ia disibukkan dengan pekerjaannya dan sering mendapat overtime dari atasannya. Namun di akhir pekan, fokus Aldi kepada Arina yang mengandung buah hati mereka juga sama besarnya.

Di suatu hari, Arina menemui Cynhthia karena sudah 2 bulan lebih tak bertemu akibat kondisi Arina sebagai ibu hamil baru. Wanita itu dikagetkan dengan cerita Cynthia yang ternyata menjadi bulan-bulanan Gio dan Bima di penghujung dinas luar mereka. Mendengar cerita dan keluh kesah si gadis yang mengalami hal serupa seperti Arina di awal kehamilannya, wanita itu memili intuisi bahwa si gadis telah berbadan dua dan ayah dari janin Cynthia tidak lain dari Gio atau Bima.

“Say, mendingan lo cepetan beli test pack gih,” saran Arina dengan tenang. “Trus minta si Steven cepetan nikahin lo. Gue feeling anak gue bakalan punya temen main. Atau malah saudara main,” lanjut Arina dengan penuh arti. Dan apa yang diduga Arina benar adanya..


///


April 2017

Tubuh Arina terasa lebih menebal dari sebelumnya. Gundukan kecil mulai tampak di perutnya meandakan rahimnya semakin membesar mengakomodasi sebuah kehidupan yang bertumbuh sehat di dalamnya.

Di sisi lain, ia tiba-tiba disibukkan dengan membantu Cynthia mengorganisir perayaan kecil pernikahannya dengan pacarnya Steven di bulan itu. Perayaan itu tidak dapat digolongkan sebagai pesta karena hanya dihadiri keluarga dan teman terdekat Cynthia. Steven yang meskipun awalnya kaget dengan situasinya yang tiba-tiba berbelok dari rencananya itu tampak sumringah. Bulan sebelumnya karena kecerobohannya dan Cynthia bercinta tanpa pengaman, ia dikaruniai sebuah janin yang sekarang tumbuh di rahim istrinya, padahal mereka hanya melakukan seks tanpa pengaman sekali. Tapi namanya juga takdir, batin Steven yang tidak menyesali apa yang terjadi. Di kemudian hari pun pria yang berprofesi sebagai dosen itu berencana melamar si gadis sekembalinya ia menyelesaikan jenjang Doktoral yang baru akan ia tempuh mulai tengah tahun itu di luar negeri. Tujuan hidupnya masih tetap sama. Hanya urutannya saja yang berbeda.


///


May 2017

Arina semakin tampak cerah bersinar seiring dengan pertumbuhan buah hati di rahimnya. Pregnancy glow, kata orang. Nafsu seksnya mulai meningkat pesat akibat hormon-hormon kehamilannya yang meningkat dan sangat aktif. Namun sayang, seperti sebelumnya seks dengan suaminya tidak dapat memuaskan hasratnya yang kini makin menggebu-gebu. Pastinya, Gio dan rekan-rekannya lah yang menjadi solusi bagi Arina. Di bulan itu, tubuhnya yang sudah siap merasakan kehangatan kembali ia serahkan untuk memadu hubungan terlarang dan digauli oleh para pejantannya yang mengerjai tubuhnya dengan penuh nafsu akibat tubuh hamilnya makin sintal dan perutnya mulai tampak membesar menggairahkan. Cynthia yang morning sickness-nya tidak terlalu mengganggu tetap mengikuti kegiatan laknat itu seperti biasanya. Kehamilan dan ikatan pernikahan bukan penghalang bagi kedua wanita itu untuk mencari kepuasan biologis yang hakiki.

Selain hal tersebut, tidak banyak yang terjadi di hidup Arina yang terasa makin berwarna. Di bulan itu Arina memutuskan kontrol kehamilan bersama dengan Cynthia alih-alih dengan suami masing-masing. Kehamilan Arina yang memasuki trimester kedua itu tampak tidak ada yang salah. Dari USG diketahui bahwa Arina mengandung seorang bayi laki-laki, sedangkan sahabatnya Cynthia mengandung bayi perempuan. Untuk Cynthia, hasil pemeriksaan USG-nya yang ia tunjukkan ke suaminya itu dimanipulasi oleh dokter Satria, atas permintaan Gio, sedemikian hingga agar usia kehamilannya ditampilkan sebulan lebih muda dari yang sebenarnya.


///


Juni 2017

Suatu malam sebelum tidur, tendangan si jabang bayi mulai dirasakan oleh Arina di perutnya yang kehamilannya sudah memasuki bulan ke-6 itu. Dengan perasaan bahagia ia dan Aldi saling membelai perut hamil Arina setiap malam sebelum tidur dan mulai mengajak si calon bayi mengobrol seolah si janin mengerti.

“Sehat-sehat selalu ya kamu anakku… Mama udah ngga sabar ketemu kamu…” ucap Arina yang dibalas dengan gerakan si jabang bayi dalam rahimnya itu.


///


Juli 2017

Semenjak kehamilan kedua wanita mereka, Gio dan rekan-rekan dalam beberapa bulan terakhir berencana untuk menambah seorang anggota wanita ke dalam grup seks. Dengan adanya 3 wanita dalam kelompok berisikan 5 pria itu, diharapkan dinamika mereka lebih berimbang terutama apabila Arina dan Cynthia berhalangan akibat hal-hal yang menyangkut kehamilan mereka.

Dewa keberuntungan memberkati mereka ketika Cynthia mengabari bahwa ada kenalannya yang memiliki potensi masuk ke grup mereka menghubungi Cynthia karena permasalahan finansial. Berdasarkan penjelasan dan foto-foto si gadis yang Gio dapatkan dari Cynthia, Gio menyetujui untuk ‘mengaryakan’ gadis itu dengan imbalan finansial bagi gadis itu. Apabila lancar dan cocok, gadis yang bernama Irene itu dapat masuk dalam naungan dunia gelapnya.

Awalnya Gio yang direncanakan akan mengeksekusi sendiri si gadis terpaksa disibukkan perjalanan ke negeri sebelah akibat sebuah urusan pekerjaan bersama Agam sebagai partner bisnisnya. Cynthia yang iba pada si gadis mendesak atasannya itu untuk tidak memundurkan rencana mereka karena si gadis yang terancam tidak bisa meneruskan kuliahnya. Dengan terpaksa Gio mendelegasikan pengeksekusian kepada Bima yang bagai mendapatkan keberuntungan ganda karena si gadis ternyata masih perawan. Karena Roni yang juga berhalangan dengan liburan keluarga bersama istri anaknya, akhirnya pengeksekusian dilakukan hanya oleh Bima dan Dimas. Arina sendiri diajak oleh suaminya Aldi yang diberi cuti cukup panjang oleh Roni atasannya untuk mengunjungi rumah orang tuanya. Sedangkan Cynthia yang kehamilannya memasuki bulan ke-5 jelas mendampingi Irene sebagai perantara gadis itu untuk jadi mangsa Bima dan Dimas, dan sebagai dukungan psikis bagi si gadis agar lebih mudah melalui malam pertamanya melakukan persetubuhan dengan seorang pria.


///


Agustus 2017

Di bulan itu Arina ikut mengantar Cynthia yang melepas kepergian suaminya ke luar negeri untuk menempuk pendidikan Doktoral. Tampak oleh Arina sepasang suami istri itu begitu emosional karena akan berpisah jauh. Sebenarnya Steven berencana mengajak istrinya pergi dengannya namun ditolaknya oleh wanita itu dengan alasan ia tak bakal kuat dengan musim dingin di negeri orang, karirnya yang tak rela dilepaskannya, dan tak tega meninggalkan neneknya sebatang kara. Steven yang mengerti tak mendesak lebih jauh.

Di sisi lain, si gadis pendatang baru bernama Irene akhirnya menemui seluruh anggota grup Gio untuk mengadakan ‘late celebration’ ulang tahun ke-18 gadis belia itu. Gio yang sebelumnya tidak beruntung mendapatkan mahkota kesucian Irene akhirnya mempecundangi gadis itu bagaikan serigala buas di hari pertemuan mereka. Setelahnya si gadis terpaksa harus mengonsumsi morning after pill lagi, yang memiliki efek kurang mengenakkan seperti rasa mual yang berlebihan. Demi kemudahan, selayaknya Arina dan Cynthia sebelum mereka hamil, diputuskan oleh Gio bahwa Irene perlu untuk menggunakan kontrasepsi. Setelah berkonsultasi dengan dokter Satria, mulai bulan itu Irene menerima suntikan hormon kontrasepsi setiap tiga bulan.


///


September 2017

Memasuki usia trimester ke-3 dari kehamilannya, Arina semakin memancarkan aura kecantikan ibu hamil. Tubuhnya makin sintal membulat namun tidak terlalu gemuk. Hanya perutnya saja yang membulat besar. Anak lelaki yang ada di rahimnya itu begitu aktif berenang di dalam cairan amniotik ketubannya. Keaktifan jabang bayi itu tak jarang membuat si ibu kuwalahan, terlebih dengan libido Arina yang tak pernah padam, bahkan makin meninggi. Hanya peraduan kelamin dengan bapak biologis si jabang bayi yang dapat meredakan kehiperaktifannya di dalam rahim si ibu. Tentunya rekan-rekan si bapak juga ikut membantu meredakan birahi si ibu. Hidup Arina terasa makin bahagia dan berwarna.

Di bulan itu Arina ditemani Aldi menemui dokter kandungan, yang juga dibarengi Cynthia yang baru saja memasuki trimester ketiganya juga. Berdasarkan perkiraan, Arina kemungkinan akan melahirkan putranya sekitar awal bulan Oktober yang akan datang sebentar lagi. Jika tidak ada komplikasi, tidak ada kontraindikasi bagi Arina untuk melakukan persalinan normal. Dokter menyarankan agar segera mendiskusikan persiapan persalinan dan tempat persalinan yang disarankan dokter kepada suami. Sedangkan Cynthia yang usia kehamilannya lebih muda sebulan dari Arina, diharapkan untuk bersalin di akhir Oktober atau awal November sesuai jadwal kehamilannya yang sebenernya dan tidak perlu khawatir untuk dicurigai atau dianggap prematur oleh suaminya karena 37 minggu pun sudah dianggap cukup bulan untuk melahirkan. Seperti Arina, Cynthia pun sampai saat itu kondisinya tergolong baik sehingga diharapkan juga dapat bersalin secara normal tanpa operasi. Kedua wanita itu disarankan oleh dokter Satria untuk tidak membatasi aktivitas seksual mereka. Lebih sering lebih baik demi persalinan yang lancar, kata dokter itu berpesan. Pesan dokter itu mereka sampaikan bukan ke suami mereka masing-masing melainkan ke para pria yang menjadi kekasih gelap mereka yang siap melaksanakan saran itu dengan baik.


///


Oktober 2017

Di suatu sore yang mendung, seorang pria bertubuh besar berdiri di samping sebuah sedan hitam tampak gusar karena seseorang yang ia coba hubungi lewat ponselnya tidak kunjung mengangkat telponnya. Namun tak lama si pria memperhatikan seorang perempuan belia sedang berlari sore semakin mendekati tempat ia berdiri yang tidak jauh dari depan gang kost si gadis.

“Dik Iren! Sini!” teriak si pria melambaikan tangannya. Lega tak kepayang si pria melihat si gadis yang mendengarkan panggilannya dan segera mendekatinya dengan pandangan bertanya-tanya.

“Eh, mas Dimas? Ngapain di sini?” tanya Irene terengah dan kebingungan melihat Dimas di depan gang kostnya.

“Tadi mas dari kostnya katanya dik Iren ga ada di kost. Trus mas tunggu di sini sambil mas telpon dari tadi nggak diangkat-angkat. Nggak taunya lagi jogging ya,” jawab Dimas sambil nyengir melihat gadis manis di hadapannya memakai kaos spandex olahraga, celana olahraga selutut, rambut terikat, dan wajah cantik polosnya bersimbah keringat seusai jogging sorenya.

“Iya tadi Irene lupa ngga bawa hape waktu keluar. Btw, mas Dimas udah aku bilangin kalau nama aku itu dibacanya Airin bukan Iren…” protes si gadis.

“Ah, susah ah kalau Airin. Ndak melokal. Iren lebih enak diucapin, hehehe…” balas Dimas.

“Hih nyebelin deh ah, ‘serah deh,” gerutu Irene. “Tapi ngomong-ngomong emang ada apa tiba-tiba ke sini, mas? Bukannya ngga ada rencana ketemuan ya?” tanya Irene mendekati Dimas dan memelankan suaranya bagaikan tidak ingin orang lain mendengarnya.

“Ada rencana dadakan, neng cantik. Nih mas disuruh bos jemput kamu. Yuk langsung masuk mobil,” kata Dimas menjelaskan serambi membuka pintu penumpang agar Irene bisa masuk.

“Eh, tapi Irene habis jogging keringetan gini… Irene mau mandi dulu dong mas…” protes Irene menolak masuk mobil.

“Ah udah gapapa… Makin kelamaan nanti kalau nunggu Iren siap-siap dulu. Nanti juga keringetan lagi, hahaha…” balas Dimas sambil sedikit mendorong si gadis agar segera masuk mobil.

“Iiih mas Dimas, kalau di luar gini jangan becanda gituan keras-keras… Iya ini Irene masuk,” rajuk si gadis cemberut dengan wajah merah padam, akhirnya menuruti permintaan pria tersebut untuk segera masuk mobil.

Meluncurlah sedan tersebut membelah jalanan yang padat itu menuju sebuah perumahan di daerah pinggiran. Selama perjalanan, mereka berdua berbincang santai mengenai kehidupan mereka. Tentang kuliah Irene yang kini lancar, pekerjaan Dimas yang telah naik dari satpam menjadi supir pribadi Gio, keluarga Irene yang sudah lama tak ia temui sejak merantau kuliah, dan rencana Dimas meminang kekasihnya di tahun depan. Tak terasa dalam obrolan mereka telah mendekati tujuan mereka.

“Ini kita ke rumah siapa sih mas Dimas? Dan ga lama kan nih mainnya? Irene harus belajar buat UTS minggu depan,” tanya Irene penasaran.

“Ke rumah mbak Arina. Kalau berapa lamanya, ya itu tergantung sikon lah… Kan udah 2 bulan lebih ini kamu main sama kita, harusnya tau dong biasanya gimana… Paling cepet besok. Kemungkinan besar ya lusa lah,” jawab Dimas santai.

“Hah? Rumahnya kak Arin? Trus suaminya gimana???” tanya Irene terkesiap kaget mendengar bahwa wanita itu sebegitu beraninya melakukan hubungan gelapnya di rumahnya sendiri.

“Hahaha… Udah diatur lah itu, cantik… Udah nikmatin aja kayak biasanya…” jawab Dimas terkekeh sambil memarkirkan kendaraan kantor milik bosnya itu karena mereka sudah sampai tujuan.

“Pokoknya Irene dianter pulang ya. Beneran ini. Hari Senin UTS udah mulai nih,” timpal Irene sedikit cemas.

“Beres lah kalau sama mas Dimas. Kan selama ini Iren juga udah mas anggep kayak pacar sendiri… Sebelum masuk mas minta cium dulu dong…” pinta Dimas menggoda sambil merabai paha si gadis, membuat si gadis tersipu karena memang benar bahwa pria itu dan pria-pria lain yang menggaulinya dua bulan terakhir memperlakukannya dan mengerti dirinya lebih baik daripada kekasihnya sendiri yang statusnya menggantung sejak komunikasi terakhir mereka.

Melihat wajah Dimas yang mendekati wajahnya, gadis itu memejamkan matanya dan saling menempellah kedua bibir mereka. Terasa aroma kopi dan rokok dari nafas Dimas oleh Irene, dan sebaliknya terasa campuran lipgloss rasa cherry dan aroma khas keringat milik Irene oleh Dimas. Lidah Dimas sesekali menyapu bibir Irene yang mengerti permintaan pria yang sudah menggaulinya empat kali sejak perkenalan mereka itu dan membuka bibirnya, mengizinkan lidah pria tersebut masuk ke mulutnya untuk saling membelit dengan lidahnya. Pasangan terpaut 14 tahun itu saling menikmati percumbuan mereka hingga terdengar dengusan nafas mereka yang makin memburu. Tak lupa jemari Dimas ikut menggesek selangkangan si gadis dari luar celana olahraganya, membuat si gadis mulai lembab di area tersebut.

Lima menit berselang, akhirnya Irene mendorong dada Dimas, membuat tautan lidah mereka telepas dengan juntaian campuran ludah mereka yang tampak bertaut di antara bibir bawah mereka.

“Hhh… Hhh… Mas Dimas, sorry Irene kehabisan nafas,” kata si gadis terengah menarik nafasnya, namun sedikit menyayangkan percumbuan mereka yang terlepas. Wajahnya mulai memerah akibat libidonya mulai terpancing naik.

“Iya gapapa. Kita lanjutin di dalam aja yuk,” ajak Dimas yang diikuti anggukan si gadis.



Setelah melewati taman depan dan mendekati pintu depan rumah standar berlantai dua itu, Dimas dapat mendengar sayup percakapan dan suara khas yang sudah ia hafal. Wah, pesta udah mulai nih, batin Dimas. Pria itu menggait tangan Irene lalu dengan santainya memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu. Segera keduanya disuguhi suara-suara dan pemandangan erotis yang terjadi di ruang tengah yang berada di antara ruang tamu dan ruang makan rumah tersebut. Tampak nyonya pemilik rumah sedang bersimpuh di hadapan tiga orang pria yang berdiri berjajar dalam keadaan telanjang, di tengah ruangan berhias sebuah karpet bercorak biru cerulean bermotif khas Timur Tengah, tampak indah. Sudah dapat ditebak oleh tamu yang baru datang bahwa sesi blowjob sedang terjadi di hadapan mereka. Pemilik rumah sendiri tampak telah menanggalkan pakaiannya, kecuali penutup kepalanya yang berwarna hitam dan sebuah kain penutup selangkangan kecil motif renda berwarna serupa dengan jilbabnya. Tampak tubuh sintalnya memukau siapapun yang memandanginya. Keduanya payudaranya yang tampak bertumpah ruah sudah tak tertutupi bra yang sudah tertanggalkan, berserakan dengan seluruh pakaian yang bertebaran di ruangan itu. Perut besarnya yang berisikan jabang bayi yang dinanti-nantikan tampak dipamerkan dengan begitu bangganya.

“Mmmpuaahh…” suara Arina yang membebaskan mulutnya dari kontol di hadapannya yang baru saja ia kulum. “Eh, mas Dimas sama Irene udah dateng ya. Cepetan masuk jangan lupa tutup lagi pintu depan ya… Kalau mau makan dulu udah aku masakin di meja makan,” sapa si nyonya rumah pada tamunya lalu kembali melahap ‘hidangan’ di depannya.

“Dik Iren mau makan dulu? Apa kita langsung join aja?” tanya Dimas ke Irene.

“Eh… A-aku minum dulu aja deh mas. Haus dari habis jogging tadi belum minum,” jawab Irene sedikit tebata karena terpana melihat pemandangan panas di hadapannya. Bagaimana pun sebagai gadis yang masih belia dan anggota baru yang paling muda, Irene belum terbiasa menepis rasa malu dan kecanggungannya, melihat senior-seniornya yang sudah jauh berpengalaman dan sudah biasa dengan aktivitas dewasa mereka.

“Ok, mas tunggu sama yang lain di ruang tengah ya,” kata Dimas santai sambil mulai melucuti pakaiannya dan bergabung dengan rekan-rekannya.

Saat menuju arah meja makan, Irene yang harus melewati ruang tengah, dengan malu-malu namun penasaran melirik adegan panas di ruangan itu hingg akhirnya ia duduk di meja makan dengan wajah merah padam. Segera ia temukan air dingin di meja itu, yang ia segera tenggak untuk membasmi rasa hausnya. Dari arah meja makan ia memperhatikan kini terdapat empat pria berdiri menggagahi wanita yang baru ia kenal 2 bulan terakhir itu. Tiga dari batang kejantanan itu sudah tegak perkasa bagai siap mempecundangi wanita yang ada dihadapan mereka. Satu yang baru datang masih setengah tegang. Dua bersunat, dua berkulup. Yang jelas semuanya tampak berukuran di atas rata-rata bagi Irene. Meskipun sudah beberapa kali digauli oleh mereka, Irene masih bergidik membayangkan apa yang akan dilakukan lelaki perkasa itu kepadanya malam itu.

“Untuk apa melamun di situ nona cantik? Sini lah bantu lu punya kakak perempuan ini,” gelegar seorang pria berkulit hitam membuyarkan lamunan Irene.

“E-eh iya, bang Agam. Tapi… Irene habis olahraga belum mandi. Bisa ngga kalau numpang mandi dulu?” tanya Irene yang merasa tubuhnya lengket.

“Kamu ada-ada aja sih. Ngapain mandi juga habis ini juga bakal keringetan lagi. Udah sini sama saya,” sahut seorang pria gempal berbadan besar, berpotongan rambut buzzcut yang sudah berjalan mendekati si gadis yang dengan cekatan ditarik tangannya.

“Bos, boleh ndak kalau saya yang sama dik Iren duluan? Hehe…” tanya Dimas nyeletuk.

“Lo minta sepong Arina dulu aja dah, Dim. Kan lo baru dateng juga. Gue udah keras nih. Pengen dijepit yang ngegigit dulu,” jawab Gio bagai serigala menggiring mangsanya untuk duduk di sebuah sofa single kulit berwarna coklat yang hanya cukup diduduki satu orang saja. Dengan keterampilan di atas rata-rata, pria itu dengan cekatan mulai melucuti baju si gadis yang pasrah penutup tubuhnya dilucuti.

“Yah… Pak bos… Pengen sama si adik padahal…” kata Dimas sedikit kecewa.

“Eh, emang aku udah nggak ngegigit lagi apah??” protes Arina tiba-tiba ke Gio.

“Masih dong sayang… Memek kamu selalu legit buat gue. Nanti kita berduaan di kamar kamu deh,” jawab Gio menenangkan wanitanya.

“Janji ya. Awas aja kalau enggak,” timpal Arina pura-pura ketus. “Bang Agam, bang Roni, Arin mau dong dijilatin gitu kek, sambil nyepong mas Dimas ini yang masih belum keras.”

Dengan cekatan, wanita itu melepas kain penutup selangkangannya, hingga menyisakan hijabnya sebagai kain terakhir yang menutupi tubuhnya. Lalu segera Arina menunggingkan tubuh hamilnya di karpet ruang tengah itu. Di hadapannya kontol Dimas yang bersunat dan sedikit melengkung ke kanan, segera ia lahap kembali, diikuti dengan desahan si pemilik. Di belakangnya, kedua kakinya dikangkangkan lebar oleh Agam dan Roni, tampaklah kedua lubang merekah yang sangat menggoda yang dihiasi rambut lebat yang memang ia biarkan memanjang natural selama kehamilannya.

“Pace memeknya aja. Biar saya boolnya,” kata Roni menawarkan sambil mulai mengendusi aroma khas lubang anus wanita tersebut.

“Ah, siap bang Roni. Mantaplah!” timpal Agam. Tak lama, kedua pria itu melahap kedua lubang intim di selangkangan Arina itu, yang ditimpali dengan lenguhan wanita itu yang tersumbat dengan sebuah kontol di mulutnya.



Di sofa, tampak Irene sudah dilucuti seluruh baju olahraga, sports bra, dan hotpants yang ia kenakan. Dibentangkan kedua kaki si gadis oleh Gio. Terpampanglah sebuah lubang lembab berwarna merah muda merekah dihadapannya. Segera ia lahap sebuah mahkota belia berhias jembut sangat tipis dan jarang, yang sempat gagal direnggut olehnya sendiri namun dalam dua bulan terakhir kelegitannya masih terasa dan tak ada puasnya ia rengkuh berkali-kali. Terdengar rintihan nikmat keluar dari mulut si gadis. Sambil memejamkan mata dan memegang kepala berambut cepak milik Gio, Irene meresapi nikmat yang mulai menjalar dari selangkangannya. Sensasi geli akibat jambang pria itu menambah sensasi kenikmatan yang si gadis rasakan. Perlahan cairan cinta si gadis peranakan itu mulai meleleh semakin banyak.

“AAAHHH…” tiba-tiba si gadis berteriak, bukan karena ia mencapai klimaksnya, tetapi karena kaget karena tubuhnya tiba-tiba terangkat.

Tiba-tiba, Gio menggenggam kedua sisi rusuk Irene dan dengan mudahnya mengangkat tubuh mungil si gadis bagaikan menggendong anak kecil. Dengan sigapnya Gio memutar tubuh si gadi sedemikian rupa sehingga kaki si gadis berada di atas sedangkan kepalanya berada di bawah. Dalam posisi itu jelas, Gio mendapati memek Irene di hadapannya sedangkan si gadis disuguhi kontol perkasa sang pria.

“Pak Gio mau ngapaiin sih inii… Irene taku jatuuh…” rengek si gadis karena badannya terbalik di udara dalam gendongan Gio. Sedikit pusing karena kepalanya tiba-tiba di bawah tubuhnya namun dengan cepat tubuhnya beradaptasi.

“Pegangan badan gue ya sayang. Pahanya kamu taroh pundak gue aja biar nyaman. Sambil sepong kontol gue,” perintah Gio yang segera dituruti oleh si gadis dengan melingkarkan kedua lengannya di pinggul pria berbadan besar itu.

Disuguhi kejantanan keras tepat di hadapan wajahnya, perlahan Irene memasukkan batang tak bersunat milik Gio itu ke dalam mulutnya. Terasa asin cairan precum dan semerbak campuran aroma khas kejantanan dan liur Arina yang sempat membasahi batang tersebut. Jelas Irene tak bisa memasukkan semua batang tersebut karena belum sampai pangkalnya yang berjembut, kepala kontol Gio sudah mendesak kerongkongan si gadis. Namun sebisanya ia maju mundurkan kepalanya untuk memberi pelayanan terbaik untuk pria yang menyelamatkan hidupnya itu. Begitu juga untuk Gio yang segera melahap kembali rekahan daging basah milik gadis yang ia gendong itu. Semerbak wangi kewanitaan bercampur keringat area selangkangan si gadis tercium oleh Gio, makin membangkitkan gairah kejantanannya. Dalam posisi 69 vertikal itu, kedua insan itu melanjutkan foreplay mereka.



Di sebelah mereka, Arina yang sudah sekali mengalami orgasme akibat jilatan di memek dan anusnya oleh Agam dan Roni, meminta untuk segera disetubuhi.

“Bang Agam, rebahan di sofa panjang gih. Kontolin memek Arin,” pinta Arina dengan binal yang segera diikuti bubarnya formasi ketiga pria yang mengerubuti tubuh Arina.

“Ah. Di sini saja lebih lapang,” kata Agam tak menggubris permintaan Arina dan merebahkan tubuhnya di karpet tebal, lembut, dan berbahan mewah itu.

“Ih, kan Arin udah bilang ini karpet kesayangan mas Aldi. Nanti kena cairan macem-macem gimana!” protes Arina.

“Tak mau pun juga tak pa. Tak jadi ngentot saja kalau begitu,” kata Agam santai tak mau beranjak, menggoda si nyonya rumah yang jelas-jelas sudah seperti betina kepanasan. Roni dan Dimas terkekeh melihat Arina menjadi bulan-bulanan.

“Ih kenapa pada nyebelin banget siiih. Udah pada dadakan juga acaranya. Trus bang Roni juga dadakan banget kalau nugasin mas Aldi… Kasian tauk harus kemarin banget tiba-tiba harus keluar kota! Mana Arin lagi hamil gede banget gini. Kalau harus lahiran gimana coba?” protes Arina bertubi-tubi.

“Bah! Selalu saja dik Arina ini. Macam yang tak nikmatin aja. Atau mau Aldi abang suruh balik sekarang? Jangan-jangan udah mulai mau blak-blakan sama suami? Hahaha,” bahak Roni yang tampak semakin pongah karena dapat sesuka hatinya membuat wanita dihadapannya terpisah dari suaminya untuk menjadi bulan-bulanannya dan rekan-rekannya, seperti yang terjadi di hari itu. Kemarin, Aldi, suami Arina, harus pergi dinas luar kota berkat tugas Roni yang disampaikan mendadak sehari sebelumnya. Begitu pula rencana pesta seks mereka hari itu yang mendadak baru diketahui oleh Arina pada pagi hari itu. Awalnya Arina menolak mentah-mentah ide Gio yang mengarahkan untuk melakukan kegiatan mereka di rumah Arina. Namun, pada akhirnya Arina tak dapat berbuat apa-apa menghadapi kekeraskepalaan kekasih gelapnya itu. Apa yang pria itu inginkan, pasti akan didapatkannya.

“Udah mbak Arin. Besok kita londriin aja. Sekarang dinikmatin aja, hehehe,” kekeh Dimas memberikan solusi.

“Yaudah. Sebelum mas Aldi pulang udah harus bersih ya!” jawab Arina ketus, sebal betapa pria-pria itu tak cukup memaksanya untuk menggagahinya di rumahnya sendiri ketika tuan rumahnya tak ada, namun dengan gilanya bagai ingin memastikan bahwa terdapat bukti bahwa tubuhnya tak dimiliki oleh suaminya seorang.

Meskipun begitu, Arina yang sudah dikuasai birahi segera menepis pikiran tentang suaminya dan dengan cekatan mengangkangi tubuh Agam. Dengan berpegangan pada dada bidang berotot milik pria dari timur itu, Arina mengarahkan selangkangannya mendekati kepala kontol besar tak bersunat milik Agam. Meskipun sedikit membengkok ke kiri, kejantanan yang begitu keras itu tak memerlukan bantuan tangan siapapun untuk di arahkan untuk membelah celah kewanitaan Arina yang sudah basah, menyebabkan desahan keluar dari mulut wanita itu. Perlahan tapi pasti memek Arina dimelarkan oleh kontol hitam itu hingga akhirnya, meskipun selangkangan berjembut mereka belum sampai menempel, kepala kontol Agam sudah mendorong pintu rahim Arina yang tertutup rapat melindungi buah hatinya yang sedang tidur dalam cairan ketuban di baliknya.

“Aaahh… Bang Agam mentok…” desah Arina sambil mulai menggerakkan pinggulnya.

“Makin hangat lu punya memek kalau kau hamil gini…” balas Agam yang mulai menggerakkan pinggulnya ke atas menusuki liang peranakan wanita itu.

“Dik Arina, abang tusbol ya,” tawar Roni.

“Iya bang Roni kontolin pantat akuhh…” desah Arina sambil melirik manja ke arah Roni yang sudah berancang-ancang di belakang tubuhnya.

“Yah… trus masa saya disepong lagi mbak Arin? Udah keras gini butuh nusuk nih…” protes Dimas yang kalah lagi dalam situasi itu.

“Maaf yah mas Dimas… Sabar… Abis ini janji deh…” janji Arina sambil terengah.

“Terima itu nasib korang dateng telat, Dimas. Bentar lagi si amoy bakal dateng juga,” timpal Roni yang perlahan mendorong punggung Arina agar lebih menghimpit tubuh Agam.

“Bang Roni, pelan ya, nanti debay aku kegencetth…” protes Arina yang perut besarnya memang sudah tidak mudah lagi diajak kompromi terlebih ketika ia akan didobel.

“Tenang aja dik Arin… Istri saya udah 2 kali hamil ga pernah ada masalah kegencet dikit perutnya pas abang entot,” jelas Roni menenangkan sambil meludahi lingkar anus Arina. Karena memang sudah sering kali mendapat anal seks, tidak lagi menyakitkan untuk lubang pembuangan Arina dimasuki kontol Roni yang kurus panjang seperti tubuhnya yang kurus tinggi. Tak lama, ketiganya sudah bergerak seirama. Ketika Agam menusuk, Roni menarik, dan begitu sebaliknya hingga terdengar suara menggairahkan yang muncul dari pertautan organ-organ intim itu.



Di sebelah mereka, setelah orgasme pertama yang ia dapatkan saat 69 dalam posisi berdiri, tubuh Irene yang masih gemetar pun kembali dibalik oleh Gio. Namun tanpa menurunkan gendongannya, Gio memerintahkan agar Irene segera berpegangan pada pundaknya dan memelukkan kaki pada pinggangnya. Dengan sigap Gio menopang kedua bongkahan pantat Irene dan ia bimbing selangkangan Irene untuk mendekati kontolnya yang menghunus tegak membelah pintu memek si gadis tanpa bantuan tangan yang mengarahkan. Perlahan tapi pasti kontol pria yang lebih tua 19 tahun dari Irene itu mendorong pintu rahim si gadis. Tak berhenti di situ, meskipun terasa kepala kontolnya sudah menumbuk mulut rahim Irene, Gio menekan pinggang si gadis untuk semakin mendekat dan mendorong selangkangannya sehingga sisa batang kejantanannya yang belum masuk, bersemayam seutuhnya di dalam relung Irene. Diperlakukan seperti itu, Irene memekik akibat rasa ngilu yang muncul di dalam perutnya yang serasa bagaikan ditohok sebuah pukulan. Namun pria yang pantas seperti pamannya itu mengerti untuk tidak segera menggerakkan pinggulnya. Alih-alih, ia dekap mesra dan cumbui si gadis dalam gendongannya, yang membalas pagutan pria itu. Dalam posisi itu, Irene meresapi sensasi tubuh berpeluh mereka yang saling menempel dari wajah, dada, perut, hingga selangkangan mereka yang bersatu dengan erat. Melihat betina mudanya larut dalam buaiannya, sang pejantan mulai menggerakkan pertautan kelamin mereka. Rasa ngilu di relung si gadis perlahan memudar dan digantikan dengan kenikmatan surga dunia yang tiada tara. Desahan panas pun keluar menggaung di rumah itu.



Pintu depan tiba-tiba terbuka dan masuklah sepasang pria dan wanita ke dalam rumah itu.

“Eh… udah pada mulai ya… Maaf ya telat. Jalanan macet banget. Habisnya rumahnya teh Arin juga jauh dari rumah aku,” sapa seorang wanita berperut besar karena juga hamil seperti Arina. Ia mengelus perutnya yang membulat terbungkus gaun hamil bermotif bunga itu.

“Wah pas banget mbak Cynthia dateng! Saya dikacangin mbak Arina dari tadi. Boleh ya bang Bim?” pinta Dimas pada pria di sebelah Cynthia yang sedang memerhatikan pesta seks yang berlangsung di hadapannya. Di kanannya, tampak Irene dengan kepala terkulai di bahu Gio memandangnya sayu dalam gendongan Gio. Pasti baru aja keluar tuh anak, batin Bima. Di tengah-tengah karpet, Arina tampak terengah, perut hamilnya tampak tergencet akibat ulah Agam dan Roni yang menjadikan wanita itu sandwich bumil. Bentar lagi si Arin keluar juga, lanjut Bima dalam hati.

“Sayang, yok langsung ikut ajalah. Kasian juga Dimas dikacangin gitu, hahaha…” ajak Bima sambil melucuti kaos dan celana sweatpants yang ia kenakan. Tampak ia tidak memakai celana dalam di baliknya.

Di sebelahnya, Cynthia dibantu oleh Dimas untuk menanggalkan gaunnya menyisakan celana dalam dan bra yang menyangga payudara yang makin membesar memasuki kehamilannya di bulan ke-8. Perutnya pun tampak menyaingi perut Arina yang hamil 9 bulan. Dengan cekatan Dimas melucuti bra Cynthia, menampakkan payudara putih besar dengan puting dan areola yang berwarna coklat gelap.

“Sepong gue dulu aja ya, sayang. Biar Dimas langsung ngentot dulu gapapa,” kata Bima pada Cynthia.

“Ok. Tapi please jilatin atau kobel sebentar ya, mas Dimas,” timpal Cynthia memohon balik ke Dimas.

“Siap,” timpal Dimas segera melepas celana dalam Cynthia, menampakkan selangkangan berjembut tak kalah lebatnya seperti Arina akibat si pemilik yang juga mulai kesulitan mencukur jembut sejak perutnya membesar.

Setelah telanjang bulat, Cynthia digiring untuk duduk di sofa kulit panjang. Kakinya dilebarkan oleh Dimas agar ia leluasa mengolah memeknya. Bima naik ke kepala sofa agar wanitanya dapat memberikan layanan oralnya. Tak butuh waktu lama untuk Dimas sebagai ahli fingering untuk menaikkan birahi Cynthia. Dengan perpaduan jilatan serta kombinasi jari tengah dan jari manis di dalam memek hangat Cynthia, wanita itu dengan cepat dibuat melayang dan memeknya bagaikan dipaksa segera mengeluarkan cairan pelumas agar segera siap untuk digagahi sebuah kontol. Sebagai pejantan spesialis kobel memek di dalam kelompok Gio itu, Dimas sudah hafal dan tahu persis kedalaman dan morfologi G-spot masing-masing wanitanya, yang secara umum terletak di dinding depan lubang vagina merka. Bahkan meskipun baru beberapa kali bercinta, Dimas dapat menemukan titik sensitif Irene. Untuk Arina, G-spot-nya tergolong cukup tersembunyi. Namun karena tubuhnya yang mungil dan memek yang tidak telalu dalam, semua kontol pejantan dapat dengan mudah menggaruk titik sensitif wanita tersebut dan memuaskannya. Sedangkan untuk Cynthia, area sensitif wanita di hadapan Dimas itu memang yang paling mudah untuk ditemukan. Selain memang terletak persis setelah lubang kencingnya, Dimas dapat merasakan area sensitif perempuan Chindo itu sedikit bergelombang bagaikan tonjolan daging di dinding memeknya. Tak ayal, kontol yang paling sering membuat Cynthia belingsatan tak lain adalah milik Bima yang bentuknya melengkung ke atas. Namun, dengan jari-jari pun, G-spot Cynthia dapat dengean mudah dicapai. Dan karena letaknya yang dekat dengan saluran kencing, orgasme wanita itu hampir selalu diikuti dengan keluarnya cairan squirtyang sedikit berlimpah dibanding dua rekannya yang lain.

“AAAHHH… Mas Dimas maaf Cynthia nyampeee…” teriak wanita itu setelah tak sampai 10 menit dikerjai oleh Dimas. Menyemburlah sebuah cairan bening sedikit kekuningan dengan kuat ke arah wajah Dimas yang berada tepat di depan memek Cynthia. Melihat wanitanya bergetar karena orgasme pertamanya, Dimas melepaskan jilatan dan jari-jemarinya dari memek Cynthia agar wanita itu meresapi kenikmatan pertamanya di malam itu. Basah wajahnya oleh karena cairan Cynthia tak membuat Dimas keberatan.

“Mbak Cyn, saya entot ya,” kata Dimas sambil mengambil ancang-ancang di selangkagan Cynthia.

“Iya mas Dimas, masukin ajah…” pinta Cynthia memandang nanar ke arah memeknya yang perlahan dibelah oleh batang gemuk bersunat yang sedikit membengkok ke kanan milik Dimas yang juga berbadan gemuk. Lenguhan birahi menggaung lebih keras dalam rumah Arina itu.





Sesaat setelah bergabungnya Cynthia dan Bima dalam pesta birahi itu, Arina mencapai orgasme pertamanya dalam sesi double penetration-nya malam itu. Saat ini, nyonya pemilik rumah itu kembali merengkuh untuk mencapai orgasme keduanya dalam posisi yang berbeda. Dalam keadaan berbaring menyamping ke kanan, Roni memeluk tubuh Arina dari belakang serambi masih menggagahi lubang pembuangan milik si wanita. Kaki kiri Arina diangkat oleh Agam sehingga menampakkan liang peranakan merekah yang ia gagahi dari sisi depan dengan posisi berbaring menyamping di hadapan wanita itu. Spooning DP, begitulah pertautan mereka kadang disebut. Dalam posisi itu, kedua payudara yang sudah mulai mengeluarkan air susu itu juga menjadi bulan-bulanan Agam dan Roni. Tak jarang kepala Roni yang menyelinap dari ketiak kiri Arina menyedoti ASI di payudara kiri Arina, sedangkan Agam menyeruput payudara kanan yang tergencet ke karpet.

“BANG AGAMMM… BANG RONIIIHH… ARIN NYAMPEEE…” Dikerjai dari segala arah seperti itu, tak ayal Arina cepat mendapatkan orgasme keduanya oleh kontol malam itu, dengan sensasi yang lebih dahsyat dari sebelumnya. Tubuhnya terasa dilolosi, mengejang tak terkontrol dalam dekapan Roni dan Agam. Remasan dahsyat pun dirasakan Agam yang kontolnya bersemayam di memek Arina. Cairan cinta bercampur air seni mengucur deras membasahi kontol hitam Agam dan mengalir ke karpet di bawah mereka yang sudah basah tak karuan oleh cairan cinta dan keringat mereka. Begitu juga Roni yang kontolnya diremas dalam dubur Arina. Akibat orgasmenya, peristaltik wanita itu bagaikan aktif hingga gas usus wanita itu lolos keluar rektumnya meskipun kontol Roni bersemayam di rektumnya. Tak hanya itu, terasa sensasi panas dan lembek yang semakin intens menyelubungi kontol Roni. Sebagai pejantan spesialis seks anal dalam kelompok mereka tersebut, pria yang sudah menginjak usia kepala 4 itu tahu betul apa yang terjadi pada wanita hamil berusia 25 tahun yang pantatnya sedang ia pecundangi itu.

“Bah! Dik Arina hari ini belum berak ya? HAHAHA,” tanya Roni terbahak lantang, namun tak mengendurkan genjotannya sedikitpun.

“Ahh… Hhh… Udahhh… Tapi cuma dikitt… Bang Ronihh… Maaf…” jawab Arina sedikit malu, tapi tak begitu peduli karena belum turun dari klimaksnya.

“Hahaha… Santai… Tak apa… Abang lanjutin ya…” timpal Roni yang tak juga tak peduli meskipun ia melirik ke arah kontolnya yang keluar masuk anus Arina tampak berbalut cairan kuning kecoklatan beraroma khas. Benar saja, selain gas yang lolos, terasa bahwa kotoran Arina yang belum sempat keluar hari itu telah turun ke rektumnya tempat kontol Roni yang sedang menempati relung tempat pembuangan itu. Namun semua itu tidak menjijikkan bagi Roni yang sudah menyelami asam garam anal seks selama bertahun-tahun. Pun bagi Agam yang sudah tidak peduli karena hal macam itu sudah lumrah terjadi di antara mereka. Sebagai pejantan yang lebih senior dan berpengalaman dalam bercinta, mereka sudah memahami resiko dari kegiatan seks anal dan sudah menjadi kewajiban mereka untuk tetap membuat betina mereka nyaman. Lagi pula mereka bertiga juga sudah mendekati klimaks. The show must go on. Untuk Arina sendiri, selain anusnya yang sudah tak karuan, tak dapat dijelaskan betapa beceknya memeknya itu hingga buih kental putih pun terbentuk akibat ulah kejantanan Agam yang tak berhenti keluar masuk.

“AARGHH… BANGSAT… NGENTOT… TERIMA PEJU ABANG! SEHAT LU PUNYA BAYI!!” geram Agam menatap wajah sayu Arina dengan intens sambil menghentakkan pinggulnya secara final. Terasa kedutan kontolnya mengeluarkan peju kentalnya tepat di depan mulut rahim Arina tempat buah hati Arina tidur di baliknya. Segera setelah menuntaskan hasratnya, Agam mencabut kontolnya dari memek Arina hingga melelehlah sperma yang tak bisa masuk rahim Arina itu.

Tak selesai di situ, dari belakang tubuh Arina, terasa gerakan Roni tak mengendur sedikit pun. Yang ada makin panas anus Arina akibat Roni yang meninggikan kecepatan gempuran kontolnya. Dengan keluarnya Agam, lebih leluasa bagi Roni untuk merengkuh tubuh hamil Arina, semakin meleburkan tubuh mereka yang bersimbah keringat. Akibat didekap mesra dari belakang, secara refleks Arina menolehkan wajahnya ke belakang untuk menatap wajah lelaki tanah Batak yang khas dengan jenggot goatee-nya.

“Macam mana, dik Arina? Masih nyesel suaminya abang tugasin ke luar kota?” tanya Roni yang dijawab hanya dengan gelengan lemah oleh Arina.

“Pernah nggak lobang pantat Arina diginiin sama si Aldi?” lanjut Roni menanyai Arina, yang kembali hanya menjawab dengan gelengan dan desahan.

“Jawab yang bener dong, sayang,” hardik Roni lembut tapi menghentakkan kontolnya dengan kuat dan dalam.

“C-Cuma bang Roni yang bisa giniin pantat Arin kayak ginihh… Ngghh…”

“Enak?” tanya Roni lagi, sebelah tangannya memegang dagu Arina, seolah memastikatikan wajah cantiknya tidak memutuskan tatapan intens di antara mereka.

“Bangeeetthh... Daleemmhh… Bangeetth… Ssshh…” jawab Arina dalam desahan.

“Jadi jangan protes lagi ya kalau abang bikin si Aldi keluar kota sesuka hati. Biar lobang pantat kau bisa abang garuk pakai kontol abang,” perintah Roni sambil meningkatkan intensitas pompaan kontolnya di dubur Arina.

Tak dapat berkata-kata lagi Arina akhirnya hanya mengangguk pasrah namun tak melepas pandangan sayunya pada pejantan yang sedang mendominasi tuvuhnya. Ditatap sedemikian sayu dan mesra oleh wajah manis Arina yang masih berbingkai kerudung, secara otomatis Roni memberikan pagutan yang disambut mesra oleh wanita berbadan dua itu. Lidah mereka saling bertaut dan membelit bagaikan berkomunikasi, saling menyampaikan insting purba yang tak mengenal ikatan sakral pernikahan. Pada momen itu, ego Roni sebagai pejantan begitu membumbung karena dapat mempencundangi seorang wanita yang menjadi istri bawahannya yang bernama Aldi, di dalam rumahnya sendiri. Salah apa yang dimiliki Aldi pada atasannya itu sehingga pria yang juga sudah berkeluarga itu merampas tubuh istrinya? Tentu tidak ada. Hanya takdir mempertemukan istrinya dengan Roni. Kini istrinya dengan sukarela menyerahkan tubuhnya untuk dipecundangi melalui ‘pintu belakang’ oleh atasannya itu.

“HMMMUAH… ARIINN… BANG RONI KELUARR!!!” teriak Roni melepaskan tautan lidah dan bibirnya dari milik Arina. Tubuh hamil wanita itu semakin ia dekap dengan erat. Dengan beberapa kali semprotan, peju kentalnya meluber di dalam rektum wanita itu, makin berbaur dengan segala yang ada di dalam relung pembuangannya. Disembur peju di kedua relungnya membuat Arina terpicu mendapatkan orgasme kecil lanjutan dari orgasmenya yang belum sepenuhnya reda.

“E-EH… ARIN JUGA DAPET LAGIIIHH!” pekik Arina yang terheran bisa mendapat orgasme murni akibat kontol Roni di duburnya yang sudah terasa tak karuan. Tubuhnya yang basah oleh keringat menegang, bergetar, pasrah dalam dekapan hangat atasan suaminya yang telah mempecundanginya secara fisik dan mental.

Namun tubuh Arina tak mengizinkannya terlarut dalam lamunan selepas orgasmenya. Ketika sensasi klimaksnya mulai turun, Arina merasakan sebuah dorongan untuk buang air besar.

“Bang Ronihh… Cabut pelannya… Arina kebelet… Bantuin ke toilet…” pinta Arina lirih.

“Ok, abang cabut pelan. Seperti biasanya, dik Arina tahan ya… Jangan sampai kelepasan, hahaha,” kekeh Roni yang disanggupi dengan anggukan Arina.

“Nngghhh…” lenguh Arina ketika kontol panjang Roni perlahan keluar dari rektumnya bagaikan kotoran padat dan panjang. Meluberlah seluruh cairan peju Roni bercampur dengan materi lain berwarna kuning kecoklatan dari anus Arina. Walaupun kesulitan akibat dilebarkan kontol Roni, sebisa mungkin Arina mengatupkan otot lingkar anusnya agar ia tidak kelepasan. Beruntung Arina masih bisa menahan dorongan peristaltik ususnya. Dengan dipapah Roni, segera Arina meninggalkan ruang tengah itu untuk menuju toilet tempatnya menuntaskan keperluannya.



Apa yang terjadi pada Arina bukanlah akhir dari kisah seks anal di malam itu. Di saat Arina berjalan meninggalkan ruangan untuk menuju toliet, di sebuah sofa kecil terdengar lolongan seorang gadis yang sedang direnggut keperawanan anusnya oleh seorang pria yang tak lain adalah Gio.

Beberapa momen sebelumnya saat Irene masih dalam gendongan Gio, si gadis hanya dapat menatap sayu ketika diperhatikan oleh Bima yang baru datang dengan Cynthia. Irene tahu bahwa Bima tahu bahwa dirinya baru saja mendapatkan klimaksnya dalam gempuran kontol Gio yang tak mengendur dan sedang meresapi ke sensitifan saraf-sarafnya terutama area intimnya yang tak henti-hentinya dipencundangi sang pejantan.

“Pak Gioohh… turunin Irene…” pinta si gadis lirih di telinga Gio. Posisinya yang menggelayut erat pada tubuh besar Gio, dengan kepala yang ia sandarkan pada bahu pria itu, membuat suara gadis itu pasti tak terelakkan dari pendengaran Gio. Namun tak menggubris, pria tersebut tetap tak mengendurkan goyangannya.

Hanya beberapa menit berselang, desahan nikmat kembali terdengar lolos dari mulut si gadis dan terdengar merdu di telinga Gio. Jelas Irene sedang dipaksa naik lagi libidonya dan akibat begitu sensitif area intimnya, hal itu terjadi dengan mudah.

“Yakin mau diturinin nih?” tanya Gio menggoda Irene.

“Ssshhh… terseraah pak Gio ajaahhh… Ngghh…” desah si gadis tak bisa berpikir jernih.

“Yaudah nikmatin dulu aja… Kamu udah mau dapet lagi kan… Lepasin aja, sayang…” ucap Gio dengan lihainya memanipulasi tubuh dan pikiran Irene. Dengan mesra ia tatap wajah si gadis yang penuh peluh dan dengan sigap ia pagut bibir ranum yang tak berhenti mengeluarkan desah kenikmatan itu.

Diperlakukan seperti itu, tubuh mungil gadis itu secara otomatis kembali makin memeluk erat tubuh sang pejantan, menandakan si betina akan mendekati puncaknya lagi. Kedua tubuh berpeluh terpaut 19 tahun jarak usia tersebut bagai saling mereguk kenikmatan. Tak lama, tubuh si gadis kembali bergetar dalam gendongan sang pejantan yang tak sedikitpun mengendur.

“NNGGHHHH… AAAHHH… PAK GIOOOHH… IRENE KELUAR LAGIIIHH…” teriak si gadis melepaskan pertautan lidah mereka agar dapat melepaskan lolongan kenikmatannya. Liangnya yang sudah tak karuan becek makin membanjir mengguyur kontol Gio yang masih perkasa menancap dalam memek Irene. Cairan cinta Irene bak diperas melewati kontol Gio dan menetes ke karpet di bawah mereka. Gio yang mengerti keadaan Irene, menghentikan genjotannya agar si gadis dapat meresapi orgasme ke-4 nya malam itu, yang ketiga akibat perbuatan kontolnya.

“Pak Gio… Turunin Irene…” pinta si gadis lemah mengiba.

“Tapi Pak Gio belum keluar nih sayang…” jawab Gio.

“Tapi Irene beneran lemess… pliss…” pinta si gadis sedikit merengek dan tak habis pikir bagaimana pria itu masih keras di memeknya meskipun ia sudah keluar 3 kali dalam sesi ngentot ronde pertama itu. Apa memek aku yang udah jadi ‘gampangan’ ya, batin Irene. Ia lirik jam di dinding dan menaksir mungkin sudah sekitar 45 menit dirinya digendong. Tapi mungkin emang Pak Gio yang kelewat ga masuk akal staminanya, lanjut si gadis dalam batin.

“Yaudah saya turunin. Tapi ada syaratnya…” ucap Gio.

“Iya deh apa ajah…” jawab si gadis lemah.

“Kamu saya anal ya,” kata Gio santai.

“Eh… Irene ga siap pak Gio…”

“Mau nunggu sampai kapan… Kan udah sering dimasukin jari. Dua jari udah nggak sakit kan?”

“Iya sih. Tapi…”

“Udah percaya aja, sayang. Nanti saya pelan-pelan,” kata pria itu sambil sedikit mengayunkan pinggangnya, bagai merayu si gadis yang mulut rahimnya di dorong lembut oleh kontolnya.

“Ah… Pak Gio…” desah si gadis karena perlakuan Gio.

Meskipun awalnya kaget dan takut saat pertama kali melihat Arina dan Cynthia menerima seks anal, lambat laun si gadis pun merasa penasaran karena melihat kedua seniornya yang dapat menikmati persetubuhan lewat lubang pembuangan mereka tanpa kesakitan. Jangan dulu kalau belum siap, karena awalnya sakit, kata Cynthia yang pernah menasehatinya. Tapi kalau udah biasa bisa jadi enak, kata Arina yang malah menyemangati. Mungkin ini saatnya, batin Irene, dan gadis itu pun tak keberatan memberikan keperawanan anusnya kepada pria yang telah menyelamatkan dirinya dari ancaman putus kuliah, kemiskinan, dan kesendirian.

“Yaudah tapi kalau sakit berhenti ya…” pinta si gadis, akhirnya mengizinkan.

“Nah gitu dong…” kata Gio sambil mencabut kontolnya dari memek Irene yang diikuti desahan si gadis karena memek sempitnya tiba-tiba terasa kosong.

“Kamu nungging di sofa. Pegangan sandarannya,” perintah Gio sambil menurunkan tubuh si gadis ke sofa. Irene menuruti perintah itu dan berpegangan pada sandaran sofa dan menunggingkan pantatnya untuk Gio.

Gio merengkuh kedua bongkah pantat milik gadis mungil itu dan membuka belahannya. Tampak oleh Gio kerutan lingkar anus Irene yang mulus di atas sebuah lubang basah yang telah merah merekah akibat ulahnya. Dengan jari-jarinya, Gio mengorek memek Irene yang cairan kewanitaannya masih melimpah di dalam memeknya. Dengan seksama ia mengolesi permukaan anus si gadis dengan cairan cintanya sendiri dan perlahan memasukkan jari tengahnya ke dalam anus si gadis.

“Rileks ya sayang,” kata Gio pada Irene yang dijawab hanya dengan lenguhan si gadis. Setelah dirasa anus si gadis dapat menerima jari tengahnya, pria itu perlahan memasukkan jari telunjuknya yang diikuti dengan rintihan si pemilik anus namun tanpa ada kata protes. Perlahan Gio mulai memaju-mundurkan kedua jarinya. Meskipun belum terbiasa, kedua jari tebal Gio tidak terlalu terasa sakit. Lenguhan mulai kembali muncul dari mulut Irene. Setelah dirasa otot lingkar anus Irene cukup rileks, Gio yang sudah tak sabar ingin segera memerawani anus si gadis perlahan mencabut jemarinya lalu diludahinya anus Irene, begitu juga dengan kontolnya sendiri yang untungnya masih cukup basah akibat cairan si gadis.

“Gue masukin ya, sayang. Tarik nafas yang dalem,” kata Gio memberi aba-aba sambil menempelkan kepala kontolnya tepat di kerutan anus Irene. Segera setelah aba-aba itu, sebuah tekanan kuat yang menyakitkan tiba-tiba muncul di perut bawah Irene yang diikuti dengan teriakan membahana gadis itu. Irene merasakan bagaikan terobek pantatnya.

“PAK GIOOO SAKIITT!” teriak si gadis.

“Rileks dulu sayang…” perintah Gio dengan menggertakkan gigi. Terasa baginya sebuah jepitan yang maha dahsyat pada kepala kontolnya yang baru saja membuka pintu anus Irene yang masih rapat. Dengan sigap jemari tangan kiri Gio mencari klitoris Irene untuk ia mainkan, dengan tangan kanannya yang masih memegang pinggul si gadis agar tetap pada tempatnya.

Setelah berdiam sesaat, Gio mulai mendorong pinggulnya perlahan tapi pasti hingga sedikit demi sedikit kontolnya semakin masuk liang pembuangan milik Irene. Rintihan, ibaan, dan keluh kesah dilontarkan oleh Irene saat proses terenggutnya keperawanan anusnya itu. Hingga akhirnya setelah perjuangan yang begitu alot, tertanamlah seluruh kejantanan besar milik Gio dalam rektum milik gadis mungil itu. Dengan menyatunya kembali selangkangan mereka, namun di lubang yang berbeda, Gio merengkuh tubuh mungil penuh peluh itu, memberi si gadis kesempatan untuk beradaptasi. Tampak lelehan air mata membasahi wajah cantik Irene yang segera Gio kecupi untuk menenangkan gadis itu. Tangan kirinya masih memainkan klitoris dan bibir memek Irene, sedangkan tangan kanannya merengkuh dan mempermainkan kedua payudaranya bergantian.

“Ugh… Ssss… Pantat kamu rapet banget, sayang… Ah…” desah Gio di telinga Irene yang kontolnya terasa hangat terjepit kuat liang dubur yang baru ia renggut keperawannya itu.

Tanpa aba-aba, dengan sangat perlahan Gio mulai menggerakkan kontolnya keluar masuk anus Irene yang diiringi dengan rintihan si gadis yang merasakan perih di lubang pembuangannya. Namun beruntung bagi Irene yang telah medapatkan empat kali orgasme sebelum menerima seks anal sehingga otot-otot dasar panggulnya dapat rileks lebih mudah dan rasa nyeri yang ia rasakan saat anusnya digagahi Gio itu dapat memudar dengan lebih cepat. Perlakuan jemari Gio di puting dan kelentitnya juga sangat membantu memudahkan Irene menjadi rileks dan akhirnya menerima kontol Gio di anusnya dengan seutuhnya. Desahan mulai terlontar kembali dari bibir mungilnya.

Dengan betinanya yang mulai menerima dan menikmati seks anal pertamanya, Gio mulai meningkatkan tempo genjotannya. Jari-jarinya yang awalnya hanya mempermainkan kelentit Irene, mulai masuk ke dalam memeknya sehingga membuat gadis itu makin terbuai.

“Pak Gioohhh… Pelaaann…” pinta Irene mengiba. Tubuhnya terguncang begitu dahsyat dalam gempuran Gio melalui pertautan di duburnya. Tak pernah terbesit dalam benak gadis belia itu sebelumnya untuk merasakan seks anal di usianya yang baru saja menginjak 18 tahun.

Namun Gio tak mengindahkan permintaan Irene. Pria yang sudah di ambang puncaknya itu malah semakin menggencarkan gempurannya pada lubang yang terasa amat sangat sempit meremas kontolnya. Setelah bertahan mempecundangi memek Irene sebanyak tiga kali, anus gadis itu yang begitu rapat membuatnya tak dapat bertahan lama. Tak sampai 10 menit kontolnya bersarang, pria tersebut akhirnya mengeluarkan peju pertamanya malam itu.

“SAYANG GUE KELUAR… AAHHH PANTAT LO KETAT BANGET, HNGGGHH…” teriak Gio, menggeram di telinga Irene yang dipeluk makin erat dari belakang.

Sambil melepaskan benih-benihnya yang begitu melimpah dan kental di liang dubur Irene, Gio hirup dalam-dalam aroma alami tubuh berkeringat milik si gadis yang belum mandi setelah seharian aktivitas dan jogging sore itu. Pria itu meresapi sensasi nikmat kerapatan anus milik seorang gadis yang usianya pantas menjadi keponakannya itu. Sebuah desah lembut terlepas dari bibir Irene yang untuk pertama kalinya merasakan sensasi dari peju lelaki yang terasa begitu panas di dalam perut bawahnya. Namun tak lama, si gadis menggeliat bagaikan gelisah.

“Nghh… Pak Gio perut saya sakit…” rintih Irene.

“Maksud kamu mules?” tanya Gio sambil terengah, meresapi klimaksnya yang perlahan menurun. Seperti halnya Roni beberapa saat lalu, tiba-tiba terasa oleh Gio sensasi dorongan panas di ujung kontolnya yang masih berkedut lembut, bersemayam dalam rektum Irene.

“I-iyah…” jawab Irene pelan, yang wajahnya merah padam tersipu malu dalam dekapan Gio yang dapat memperhatikan dengan jelas dari dekat. Mampus banget kenapa harus gini sih, teriak Irene dalam hati. Namun Gio sebagai pria dewasa yang mengerti bahwa hal itu lumrah terjadi pada perempuan yang mendapatkan anal seks tanpa buang air besar terlebih dahulu atau persiapan khusus seperti enema.

“Gapapa, sayang. Sini tangannya pegangan leher. Sebisa mungkin ditahan dulu ya kebeletnya,” kata Gio tenang sambil membimbing lengan kanan si gadis agar melingkar di lehernya. Dengan sigap Gio mengaitkan kedua tangannya di belakang kedua lutut Irene dan dengan mudah mengangkat tubuh mungil yang mengingatkannya pada postur tubuh Arina sebelum wanita itu hamil.

Irene yang tiba-tiba digendong dengan posisi tubuh menghadap depan dan memek terpampang lebar tiba-tiba memekik kaget namun tidak melepaskan pegangannya. Dengan langkah mantap dan kontol setengah keras yang masih menancap di anus Irene, Gio segera menuju toilet yang berada di dalam kamar Arina.

Sesampainya di kamar mandi, keduanya mendapati Arina yang sudah menanggalkan penutup kepalanya yang lepek dan Roni yang masih berada di dalamnya. Beruntung bagi Irene, Arina sudah selesai menuntaskan buang airnya dan Roni telah selesai membersihkan kontolnya. Arina seketika mengerti keadaan yang dialami Irene itu saat Gio memasuki kamar mandi yang pintunya memang terbuka itu dengan kontol masih menancap di anus Irene.

“Langsung duduk toilet ya sayang. Lepasin aja ga usah malu. Normal kok habis anal jadi kebelet. Kakak juga baru aja selesai. Gara-gara bang Roni nih, hihihi…” sambut Arina sambil bercanda.

Dengan perlahan tapi pasti, Gio mencabut pertautan kelaminnya dengan Irene dan mendudukkan si gadis di toilet. Irene yang tak tahan lagi, mengejan dan melepaskan seluruh isi perut yang ia tahan. Keluarlah semua peju Gio diikuti seluruh isi dari lubang dubur si gadis langsung menuju lubang toilet. Raut wajah renyah dan kelegaan yang hakiki tampak jelas di wajah berkeringat terbingkai rambut lepek milik gadis yang masih berusia 18 tahun itu. Tak pernah terpikirkan oleh Irene sebelumnya bahwa ia akan mengalami hal itu di usianya yang masih tergolong belia itu—melakukan anal seks untuk pertama kalinya hingga membuatnya buang air besar di hadapan dua pria dewasa dan seorang wanita hamil. Tapi Irene sudah tak peduli lagi.



End of Chapter 8.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd