Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Asli mantap bgt ceritanya..tetap semangat update nya suhu..
makasih suntikan semangatnya.
mantap suhu...
klw bisa di buat seru lagi dr tawuran/kegiatan sekolahnya hu...atau lagi di t4 umum, dimana satria terpaksa keluarkan kekuatan@ kepada manusia biasa...

perpnjang kisahnya ya hu...
dgn kata lain, sbelum carry sembuh, buat byak kisah lagi...

misal ujian skolah, atau lomba lari dgn kekuatan satria, atau lomba berenang...dll
atau klw biaa ad core yg mampu menghafal dgn sekali baca. demi sekolah...
sehingga satria jadi orang pintar sedunia, dengan begitu dia tidak sibuk belajar dan sibuk dgn dunia core dia...

smoga dpt inspirasi hu...
waktu Carrie sembuh mmg cuma nunggu waktu sampe semua 12 zodiac core terkumpul n pemanggilan god maester core terlaksana lalu memenuhi 1 saja permintaan Satria.
Sampai semua itu terjadi, apa saja bisa terjadi kan? bisa-bisa Satria malah jatuh cinta sm cewek lain dan melupakan Carrie, malah sibuk sendiri dengan misi2nya, sibuk dgn sekolah, ikut produksi pilem bokeb, casting anggota power ranger, training kerja... wah kayaknya malah spoiler nih...
 
Mantap suhu, lanjutkan..
Tapi nanti aku bingung aja.. Gimana zodiak corenya Libra.. Itu kan timbangaan.. Masa nanti muka zodiacnnya mirip ama timbangan.. Kan lucu..

Terus jangan2 nih nanti ada ketambahan 1 core zodiac yang mesti didapetin nih.. Serpentarius.. Zodiak core berbentuk ular.. Mungkin itu menjadi zodiac core rahasia.. Salam semprot suhu
 
Mantap suhu, lanjutkan..
Tapi nanti aku bingung aja.. Gimana zodiak corenya Libra.. Itu kan timbangaan.. Masa nanti muka zodiacnnya mirip ama timbangan.. Kan lucu..

Terus jangan2 nih nanti ada ketambahan 1 core zodiac yang mesti didapetin nih.. Serpentarius.. Zodiak core berbentuk ular.. Mungkin itu menjadi zodiac core rahasia.. Salam semprot suhu

libra ya? quest #8. waduh masih lama ya. gak lucu juga. selalu sexy walopun gimana bentuknya.
masalah serpentarius itu agak susah ngepasinnya ke urutan pakem zodiac yg skrg ane pake krn urutan tanggal-bulannya jadi berantakan. liat nanti aja nanti dimana posisinya. nnt malah lebih spoiler lg.
o ya... update sperti biasa abis taraweh. :ampun:
 
========
QUEST#03
========​

Saat di sekolah, Silva dan Silvi bergantian meneleponku. Aku lupa memeriksa HP-ku kalau mereka banyak mengirimkan SMS. Mereka jadi marah-marah karena tadi malam tadi aku sama sekali tidak bisa dihubungi.
Mereka minta setelah pulang sekolah, aku harus langsung menemui mereka di pondok kebun kemarin. Egois dan keras kepala mereka seenaknya aja maen perintah harus dituruti.
Tidak bisa... aku harus mencoba cincin AZAZEL itu dahulu. Juga bagian kak Sheila yang kujanjikan tadi pagi. Janji adalah hutang. Lagipula, asik bisa ML dengan kak Sheila. Bodinya bagus dan nikmaaat...
Setelah ngotot dan tarik ulur, tawar menawar, aku punya waktu sampai jam 2 saja untuk menemui mereka... Tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Sekolah hari Sabtu ini terasa sangat panjang. Berkali-kali aku menguap. Mata kuyu dan lelah. Kayak habis jaga malam saja. Urusan dengan AZAZEL beserta cincinnya sudah memakan waktu sampai 2 hari. Untung tadi ikut mobil si Putri sehingga perjalanan pulang kusempatkan untuk tidur lagi, menyambung tidurku di kelas.
Kak Sheila sudah menyambutku di depan pintu dengan menyodorkan cincin yang sudah dibersihkannya dari pengaruh iblis.
“Jangan tanya bagaimana cara aku membersihkannya... Aku memakai semua cara pensucian untuk cincin ini... Aku juga tidak mau kalau sepupu tersayangku ini terkena pengaruh iblis...” gombal kak Sheila.
“Bilang aja kalau kak Sheila yang gak mau kalau ada benda setan masuk ke kakak...” ejek Dewi. Putri juga tertawa-tawa.
“Yakin, kak... kalau ini sudah bersih?” tanyaku menimang benda itu.
“Udah... percaya, deh sama kak Sheila...” katanya. Ia lalu menyeretku ke kamar Putri dan Dewi.
Kak Sheila memasangkan cincin itu di penisku hingga ke pangkalnya. Cincin keduanya diarahkan keatas.
“Sekarang kok jadi lebih kecil, kak? Tadinya lubangnya kan lebih besar...” tanyaku penasaran. Penisku kalau dibandingkan dengan kepunyaan AZAZEL jelas kalah jauh. Diameter punya AZAZEL sekitar 7 cm dan panjangnya satu meter. Sedang punyaku hanya berdiameter 5 senti dan panjang 20 cm saja.
“Karena itu pengaruh iblisnya dibuang... Si AZAZEL udah make itu barang selama ribuan tahun... Sekarang sudah normal tetapi kemampuannya masih sama... Tetap bisa membuat kontol menjadi dua... Hebat, kan?” kata kak Sheila mulai mengocok penisku agar bangun.
Beberapa saat kemudian... aku mulai merasakan perubahannya...
--------​
“Lama banget, sih?” kesal Silva.
“Ngapain dulu tadi?” kesal Silvi juga.
“Sori... sori... Ada urusan yang sangat penting tadi...” kataku meminta maaf sebisanya.
“Urusan apa yang lebih penting dari kami?” tanya Silva.
“Apa melebihi pentingnya kami?” tanya Silvi.
“Sori... Masalah ini penting karena menyangkut kalian... Karena kalianlah urusan itu jadi sangat penting...” jawabku.
“Apa maksudmu...?” tanya Silva.
“Urusan apa itu?” tanya Silvi.
“Ini kejutan untuk kalian... Pokoknya kalian pasti suka...” kataku belagak misterius. Biarin kalau mereka jadi penasaran. Mereka mendesakku untuk mengatakannya. Aku tetap tidak mau buka mulut.

“Sebentar... sebentar... Kita ngumpul di sini lagi untuk apa? Apa mau seperti kemarin lagi?” tanyaku.
“Cuma ngumpul aja...” kata Silva.
“Katanya kau suka di sini?” kata Silvi.
“Iya, sih... Teduh... nyaman... tidak ada nyamuk... Tempat ini bagus... Tapi kalau di sini terus... bosan...” kataku. “Tapi kalau kalian suka disini... ya... gak apa-apa juga...” sambungku.
“Kami tau... kalau kami ini egois...” kata Silva.
“Bagaimana kalau kita ke tempat lain?” kata Silvi.
“Hm... ada ide mau kemana lagi?” tanyaku. Aku mengharapkan kalau mereka punya ide tempat yang baru dan juga bagus untuk kejutanku ini.
“Sudah kami siapkan...” kata Silva.
“Kita check in di hotel...” kata Silvi.
“Hotel?” kagetku. Aku memang pernah beberapa kali check in di hotel dengan Jessie beberapa waktu lalu. Tapi itu hanya hotel berbintang 3 saja. Kalau mereka berdua ini pasti kelasnya lebih tinggi lagi. Bintang 5 atau malah Diamond.
“Boleh... Ayo aja...”
--------​
Aku kembali mengikuti mobil mereka. Mobil itu tidak kembali ke pusat kota melainkan terus menuju luar kota. Aku menebak-nebak, hotel mewah mana yang letaknya di luar kota.
Ada kemungkinan besar kalau mereka akan mengajakku menginap karena besok hari minggu. Yang jadi pikiranku, apa pihak hotel akan mengijinkan orang seumuran kami bertiga menginap di kamar yang sama. Mungkin saja mereka memesan dua kamar... Katanya mereka sudah menyiapkan semuanya. Terima beres sajalah.
Satu jam kemudian, kami sudah memasuki daerah pegunungan yang sejuk. Wah,... aku tidak membawa jaket atau baju hangat.
Di daerah ini memang banyak hotel mewah dan villa yang bagus. Pasti salah satunya adalah yang mereka pilih.
Aku tetap mengikuti mereka memasuki persimpangan jalan ke kiri. Di tepi jalan aku membaca papan Billboard promosi perumahan wisata. Aku baru kali ini melihatnya.
“Ya?... Halo? Kesini?” tanyaku karena Silvi menelepon.
“Ya... Ini tempat baru... Kita reserved satu rumah wisata di sini... Tidak ada yang akan mengganggu... karena jarak antara rumah satu dengan yang lainnya cukup jauh... Pelayanannya bagus karena mereka hanya datang kalau kita panggil lewat telepon...” jelas Silvi.
“Oo... Begitu... aku baru tau ada tempat seperti ini...” kataku bengong.
Sepanjang jalan menuju rumah wisata yang kami sewa, aku memang melihat jejeran rumah-rumah wisata yang jaraknya cukup jauh. Memang ditujukan untuk orang-orang yang menginginkan privacy tinggi.
“Satu rumah biasanya dilayani oleh tiga orang pegawai... Mereka akan ada selalu di luar rumah dan hanya akan datang kalau dipanggil...” jelas Silvi lagi.
“Apa semuanya sudah disiapkan? Makanan... Kamar mandi... dan lain-lain...?” tanyaku.
“Itu sudah tentu... Nanti kau lihat sendiri aja...” kata Silvi.
--------​
Kami memasuki sebuah rumah kecil berlantai dua dengan taman dan halaman yang sangat luas. Pada bagian belakang ada kolam buatan yang airnya selalu mengalir. Padahal ini di pegunungan. Bagaimana mereka membuatnya?
Kusebut kecil karena hanya mempunyai dua kamar pada lantai atas. Pada lantai bawah didominasi oleh ruangan keluarga yang luas dengan perapian untuk menghangatkan cuaca yang sejuk di daerah ini.
Mungkin ini ditujukan untuk keluarga kecil atau tamu yang berjumlah sedikit. Untuk kami bertiga rasanya sudah memadai.
“Bagaimana menurutmu...?” tanya Silva.
“Bagus tidak?” tanya Silvi.
“Bagus... Aku suka tempat ini... Aku paling suka suasana sepi dan udaranya yang sejuk...” kataku sambil bersandar pada sofa empuk di ruang keluarga.
“Kami mau jalan-jalan di luar...” kata Silva.
“Kau mau ikut?” kata Silvi.
“Hm... Boleh... Aku tadi ada melihat kolam di belakang sana... Juga pemandangan bagus...” kataku setuju. Nggak setiap hari aku bisa kemari dengan dua cewek cantik.
Mereka tetap dengan pakaian yang tadi hanya tambahan sweater yang diikatkan di leher. Tubuh putih mereka berdua sangat kontras dengan keadaan hijau disekeliling tempat ini. Bagai bidadari penghuni surga. Cantik sekali.
Aku berjalan mengikuti mereka dengan pelan. menikmati suasana yang asri. Kami berjalan mengelilingi rumah ini dan kini sudah berada di tepi kolam. Angin lembut membawakan aroma pegunungan yang segar juga gemericik air yang mengalir.
Wah... damai sekali tempat ini... Hng?
Silva dan Silvi mengapitku dari dua sisi...
“Tempat ini bagus sekali...” kata Silva.
“Tenang dan damai sekali...” kata Silvi.
“Ya... benar... Aku suka sekali di sini... Kalian juga, kan?” jawabku. Tangan mereka berdua melingkari kedua tanganku. Rapat hingga aku bisa merasakan dada mereka di lenganku.
Angin lembut kembali berhembus. Sejuk dan segar. Keduanya kini malah menyandarkan kepala di bahuku.
Akhirnya, sebuah perkembangan yang baik...
“Eh... Kita ke bukit sana, yuk?” ajakku menunjuk bukit kecil yang berada di sebelah barat rumah wisata kami.
Mereka setuju.
“Yang terakhir sampai di sana tidur di lantai!” seruku dan berlari kesana secepatnya. Silva dan Silvi mengejarku dan berteriak-teriak. Mereka bilang kalau aku curang karena memakai kekuatan ARIES. Mereka minta diulang dan adil.
Akhirnya malah aku yang kalah karena dengan bekerja sama menghalang-halangiku, menghambat lariku, mengikat kakiku, mengikatku di pohon, mereka memenangkan lomba lari menuju bukit kecil itu.
Mereka berteriak-teriak senang di puncak bukit, juga mengejekku yang kalah mengejar mereka dari belakang.
Pemandangan dari atas bukit ini lebih bagus lagi karena kita bisa melihat seluruh kompleks perumahan wisata ini. Sangat luas dan asri.
“Wah... Pemandangan disini bagus sekali, ya...?” seru Silva senang. Wajahnya terlihat berseri-seri. Cantik dan lucu.
“Semuanya terlihat hijau dan tenang...” seru Silvi juga senang. Kalau udah begini gak keliatan kalau sebenarnya mereka ini sangat menyebalkan.
“Rumah kita nginep sebelah sana, kan?” tanyaku menunjuk rumah kecil tempat kami menginap akhir minggu ini. Terlihat lumayan jauh dari ketinggian ini. Kabut tipis mulai menutupi pinggiran rumah dan halamannya.
“Dingin, ya?” kata Silva merapat padaku.
“Iya... mulai terasa dingin...” Silvi juga merapat padaku.
Keduanya memakai sweater yang mereka bawa tadi. Sementara aku harus menahan dingin saja. Aku hanya memakai pakaian yang kukenakan ini saja dari rumah karena tidak ada persiapan sampai harus ke pegunungan begini.
“Kita turun aja, yuk? Di rumah pasti lebih hangat...” ajakku. Mereka setuju karena udara memang sudah semakin dingin dengan semakin sorenya hari. Mereka masih merapat padaku mencari kehangatan dari tubuhku yang kedinginan.
Di rumah mereka langsung menyalakan perapian yang ada di tengah ruang keluarga ini. Perlahan suhu ruangan menjadi lebih hangat.
Kami duduk di sofa sambil menikmati coklat hangat sachet-an. Kabut semakin menebal di luar rumah. Bergulung-gulung karena di tiup angin. Pasti dingin sekali di luar sana sekarang.
“Katanya tadi kau punya kejutan untuk kami...” tanya Silva.
“Iya... Apa itu? Boleh kami lihat?” tanya Silvi.
“Hng... Apa kalian sudah siap? Kejutan ini bisa-bisa membuat kalian mengira kalau aku ini orang aneh yang menakutkan, lho?” kataku.
“Orang aneh bagaimana...?” heran Silva.
“Apa kontolmu menjadi dua?” heran Silvi.
“Hng? Kalian kok tau?” kagetku. Dari mana ia tahu kalau penisku menjadi dua? Apa asal tebak saja?
“Apa?? Jadi benar... kontolmu jadi dua??” seru mereka bersamaan. Wajah keduanya kelihatan sangat berbinar-binar kala kubenarkan tebakan Silvi barusan, kalau kontolku bisa jadi dua.
--------​
Kejadian berikutnya kami sudah bertelanjang bulat di ruang keluarga ini. Pintu dan semua jendela dikunci rapat. Semua gorden dan tirai ditutup. Lampu taman dan teras menyala. Suhu ruangan hangat dan nyaman. Persiapan sudah matang.
Aku mengocok penisku agar bangun di depan mereka. Itu tidak sulit karena aku sudah terangsang melihat tubuh bugil mereka. Keduanya duduk di sofa tanpa busana dan aku duduk di seberang.
“Itu masih satu...” kata Silva menatap bergantian wajah dan penis ngacengku.
“Mana yang satu lagi?” kata Silvi begitu juga tak sabar menantikan kejutan.
“Sebentar... Kalian jangan kaget, ya?” kataku mengambil cincin AZAZEL dari saku celanaku di lantai. Lalu memasangkannya di pangkal penisku yang sudah menegang merah. Sebenarnya aku tidak seratus persen yakin dengan keputusan tentang dua kontie riskan ini, karena jujur aja aku tidak begitu paham tingkat antusiasme kedua kembar identik ini akan hal-hal ajaib.
Secara ghaib, dari lingkaran kedua yang di bagian atas, dari kulit perutku muncul penis kedua. Ukuran sama persis dengan yang asli yang berada di bawahnya.
“Wah... Benar... Jadi dua...” kagum Silva.
“Wah... Hebat sekali...” kagum Silvi.
“Kalian gak takut, kan melihat ini...? Ini baru saja kudapatkan...” kataku sambil menggenggam kedua penisku ini. Keras banget! Padahal belum ngapa-ngapain juga. Membayangkan kalau aku bisa memuaskan keinginan si kembar egois ini membuatku sangat terangsang. Bagus deh mereka gak ketakutan ngeliat tindakan drastisku ini. Aku sudah menceritakan banyak hal pada mereka berdua tapi siapa yang tau, kan?
“Kalau dengan cara ini... kami bisa merasakannya bersama, kan?” kata Silva.
“Kalau begini... memang kamu orang yang paling tepat...” kata Silvi.
Keduanya berjongkok di depanku. Silva memegang penis atas dan Silvi memegang yang bawah. Keduanya bersamaan, dengan irama yang sama mengocok kedua penisku. Perlahan, dipercepat, semakin cepat...
“Benar... Ini beneran penismu... Asli...” gumam Silva.
“Iya... Ini beneran asli... Bagus, kok...” gumam Silvi.
Tetapi itu tidak akan membuat aku nembak. Bahkan mereka memberanikan diri mencicipi kedua penisku dengan mulut mereka. Diemut-emut. Dijilat. Lalu dikulum. Enak sekali rasanya. Ini kali pertama mereka mencoba oral. Tidak begitu luwes dan masih kaku tapi kehangatan bibir, lidah dan rongga mulut keduanya sangat nyaman di cuaca dingin begini.
Bila satu saja sudah enak, sekarang aku mempunyai dua penis dan keduanya mendapatkan kenikmatan yang sama. Tentu saja perasaanku seperti di awang-awang. Nikmat sekali. Hebat sekali cincin milik AZAZEL ini. Ribuan tahun ia sudah memiliki benda ini dan sudah menjadi benda andalannya selama ini untuk mendapatkan kenikmatan seks dua kali lipat dari biasanya.
Sangat nikmat saat merasakan rongga mulut mereka yang basah menyedot-nyedot batangku dengan berbagai irama. Kadang kena gigi sampe ngilu dan perih, kadang juga disedot terlalu kuat.
“Satria...” desah Silva.
“..***ntian...” desah Silvi.
Mereka berdua merapatkan tubuh, saling menghimpitkan kaki di atas sofa empuk. Jariku segera menyibak bibir tebal lembut vagina mereka berdua dan menemukan kelembaban yang panas di sana.
Aku lalu menusukkan jariku ke liang mereka. Lalu karena hanya mempunyai satu mulut, aku bergantian mengulum dan menjilati vagina mereka. Kalau beginian mereka masih mau terima tanpa protes.
Terkadang karena gemas dengan daging-daging kenyal yang bengkak di dalam vagina itu, aku menggigiti dengan pelan sampai mereka menjerit histeris. Mungkin enak banget, ya?
Saat satu vagina kuoral, yang satunya kupulas gemas dengan tangan dan jari. Empuk dan lembut.
Sudah saatnya, penisku sudah berdenyut-denyut ingin masuk. Kedua-duanya. Keduanya memandangiku seolah bertanya, kami harus bagaimana?
“Mm... Silva baring di sofa... ya kayak gitu aja... Silvi tindih dia dan nungging kemari... Rapatkan meki kalian berdua... Nah begitu...” instruksiku akan posisi yang nyaman untuk percobaan pertama ML gak normalku dengan kedua kembar ini. He... he... he... Memang gak normal, kan? Siapa coba di dunia luas ini yang bisa punya dua penis begini kalau bukan iblis sekaliber AZAZEL dan kroco-kroconya.
Aku meminta mereka saling berpelukan. Ini seperti gaya Putri dan Dewi saat pertama kali ide menggunakan dua penis datang. Silva terlentang di bawah dan Silvi menungging di atas. Keduanya membuka kaki selebarnya. Keduanya beradu pipi memandangiku di belakang. Dada yang terlalu besar itu juga saling himpit.
Aku bisa melihat dengan jelas bukaan bibir tebal vagina mereka yang basah diantara bongkahan bokong bulat remaja yang sangat indah. Kesana aku harus memasukkan kedua penisku. Bersamaan!
Tangan kanan memegang penis atas, tangan kiri memegang penis bawah. Kedua kepala penis itu kugesek-gesekkan di belahan tebal untuk membuka jalan. Mereka mendesah merasakan sensasi besar kepala penisku.
Dengan besar ereksi yang biasa kugunakan untuk memasuki tiap liang wanita yang kusetubuhi, aku mendorong masuk kedua penis itu secara pasti. Tanpa ragu sama sekali.
“OOooooaaaAAAAHHHHH!” teriak mereka berdua.
Seluruh kedua batang penisku masuk hingga amblas. Bulu-bulu di pangkal penisku menyentuh selangkangan dan pantat mereka berdua. Kedua tanganku menarik bahu Silva dan Silvi. Sempit dan seret abis. Keduanya baru mulai kehidupan seks aktif kurang dari seminggu ini.
“Enak banget, Sil... Mmm...” keluhku merasakan kepitan kuat kedua liang cewek kembar ini pada dua batang penisku.
--------​
Perdana kalinya aku menggunakan cincin AZAZEL ini pada kak Sheila. Karena aku sudah berjanji akan menggunakannya pertama kali padanya. Kak Sheila menungging dan aku memasukkan kedua penisku ke liang vagina dan anusnya. Dia menjerit keenakan sekali saat itu. Aku juga sangat merasa nikmat. Baru kali itu aku memasukkan penisku ke lubang anus. Rasanya lebih sempit dan hangat. Bagi kak Sheila, maen anal bukan yang asing. Tidak sulit bagiku untuk menembus anusnya. Enak juga ternyata. Cuma aku tidak pernah mendapat partner untuk urusan anal dan ini cukup langka.
Karena sebelumnya aku juga pernah ML dengan kak Sheila dengan normal (walau gak begitu ingat kejadiannya), satu penis saja, aku bisa bilang kalau anusnya lebih enak dari vaginanya. Tapi karena aku mendapatkan keduanya, ya anusnya... ya vaginanya... Semuanya jadi jauh lebih enak dari permainanku sebelumnya.
--------​
Kenikmatan yang sama juga kini kurasakan di kedua liang Silva dan Silvi yang sangat sempit. Karena hanya aku yang sempat dan pernah memasukinya. Pertama kalinya malah hanya pakai jari saja untuk defloration-nya
Karena berhimpitan seperti itu, juga karena tekanan yang begitu besar, keduanya bernafas pendek-pendek dan cepat. Degup jantung berdetak cepat. Keringat menetes. Padahal tempat ini dingin sekali.
“Ooohh... Satria... Enaak sekaa...liii...” seru Silva.
“Aaahhh... Satria... Enaaakkkk...!” seru Silvi.
Suara desahan keenakan mereka berdua mengisi ruangan yang hanya berisi kami bertiga ini. Memenuhi seisi rumah hingga bergema hingga lantai atas. Suara-suara penuh nafsu birahi yang semakin membuatku bersemangat.
“Enak banget, Satriaaahhh...” desah Silva memejamkan matanya erat ditindih kembarannya.
“Trruusss... Truusss.... Aahhh!” desah Silvi memejamkan mata juga di leher Silva.
Kedua batang penisku dicengkram kuat oleh kedua liang sempit mereka hingga terasa sekali berkontraksi, mengurut-urut tiap senti panjangnya. Tanganku mencengkram kedua bongkah pantat Silvi sebagai pegangan. Pinggulku maju mundur dengan kecepatan sedang menikmati tiap gesekan kesat yang terjadi. Tiap kutarik mundur, sejumlah cairan kental berwarna putih susu menodai batang penisku, lalu didorong masuk kembali. Sisanya mengumpul di bibir vagina keduanya.
“Oohh... oohh... Satriaahh... Apa memaaang seelalu enak begini, yaaa?” seru Silva.
“Oohh... oohh... Enaaakk baaangeeettt... Ahh...” seru Silvi meningkahi kembarannya.
Keduanya sesekali saling berciuman dan menggesekkan dada kecil mereka satu sama lain. Aku hanya bisa menjangkau dada keduanya sesekali karena terhalang himpitan badan mereka
Udara dingin di rumah kecil ini sudah hilang sama sekali dari tubuh kami bertiga hingga dapat dikatakan mengepulkan uap dari panas tubuh.
“Aahh... Kenapa dicabut, sih?” tanya Silva.
“Masukkan lagi, Satria...” minta Silvi.
Kedua penisku mengacung tetap tegang. Berlumuran cairan vagina mereka berdua. Aku mengocok keduanya untuk meratakan semua cairan itu keseluruh bagian.
“Aku mau ganti posisi... Kalian mau coba, kan?” kataku terus mempermainkan kedua penisku agar tidak berkurang ereksinya.
“Posisi yang bagaimana...?” kata Silva.
“Tidak susah, kan?” kata Silvi.
“Aku gantian yang rebahan di sofa... Nanti kalian naik dan jongkok di atasku... Masukin deh satu-satu... Terserah yang mana... Kalian aja yang atur yang mana...” terangku tentang deskripsi standar posisi WOT.
Silva dan Silvi berdiri dari posisi awal tadi dan aku gantian tiduran di atas sofa kulit empuk itu. Keduanya kuminta menaikiku dan memasukkan salah satu penisku pada kemaluan mereka. Dengan cepat mereka tanggap maksudku. Silva kini mengambil penis atas dan memasukkannya. Silvi kebagian penis bawah dan juga memasukkannya. Posisi mereka saling berlawanan hingga punggung mereka bertemu.
“Hhhmmmmmm...” desah Silva.
“Hhoooaaahhh...” desah Silvi.
“Yeaaahhh...” desahku. Enak sekali posisi begini. Seluruh batangku bisa amblas sampai ke pangkalnya. Bulu-bulu pubic-ku menyentuh pantat mereka. Ujung penisku membentur bantalan empuk di dalam yang kuyakin sebagai mulut rahim keduanya.
Aku mengelus-elus paha Silva dengan lembut karena hanya dia yang bisa kujangkau saat ini.
Dengan keduanya hampir berjongkok dengan kaki mengangkangiku, aku mulai mengangkat pantatku untuk memulai mengocok. Pendek-pendek saja karena hanya sedikit yang bisa kugerakkan. Walau begitu aku sudah mencapai kedalaman maksimum rahim mereka berdua.
Keduanya menggosok-gosok klitoris masing-masing karena sangat terangsang sekali.
Aku semakin gemas dan mempercepat goyangan pantatku yang membuat mereka berteriak-teriak keenakan. Mereka juga ikut menaik-turunkan pantat mereka dan menyambut goyanganku.
Tiap kali begitu, terasa semakin kuat aku menyentuh pintu rahim mereka berdua. Mereka semakin bersemangat melakukannya dan sepertinya tidak akan pernah berhenti.
Mereka berdua menaik-turunkan pantat secara bersamaan. Punggung mereka yang menempel memungkinkan hal itu untuk dilakukan bersama karena irama dan tempo yang selaras.
“Satria... Enak sekali... Oohhh...” seru Silva.
“Oohh... Lagi... Lebih kuat... Cepat...” seru Silvi.
Aku memejamkan mataku untuk menikmati seks langka ini sepuas-puasnya. Tidak semua orang bisa mempunyai kesempatan untuk bisa mempunyai dua penis seperti ini dan juga dua wanita yang dengan senang hati mau memakainya.
Apalagi kenikmatan dobel yang kuperoleh dengan dua penis sangatlah memabukkan. Aku bisa ketagihan untuk terus menggunakan dua penis sekaligus.
Aku, kan punya banyak koleksi wanita... Aku bisa mencoba pada dua di antara mereka... Mungkin pada Jessie dan Aya. Putri dan Dewi. Kalau mereka jelas mau. Kembar lima... Sudah lama aku tidak main dengan mereka...
Bagaimana kalau ada cincin yang membuat tiga penis? Apa ada, ya? Ah! Itu namanya serakah. Kalau memang ada pasti rasanya jauh lebih enak. Tapi itu semakin membuatku lebih mirip monster beneran.
Sudah hampir satu jam kami begini... Dalam berbagai variasi posisi.
Silva dan Silvi berhadapan dengan posisi tetap mengangkangiku. Kaki keduanya saling silang seperti gunting. Berpelukan erat dan rapat, beradu dada sekaligus berciuman.
Posisi aku duduk di sofa dan memangku Silvi. Silva didepan kami dengan menungging.
Posisi tidur menyamping. Aku memeluk pinggang Silva dan Silva memeluk Silvi. Kaki saling diangkat keatas.
Entah sudah berapa kali mereka orgasme dan mereka masih mau terus dan terus. Keringat bercucuran dari tubuh kami bertiga. Tubuh sudah sangat basah dan uap hangat mengepul dari kami. Sangat menyenangkan.
“Silva... Silvi... Ini... Aku sudah... maauu... keluar!” seruku menahan diri sebentar. “Mau... kukeluarkan di dalam... ato di luar!” seruku lagi tak tahan.
“Di dalam aja!” seru keduanya.
Sekarang kami dalam posisi Silva berada di atas Silvi, saling mengangkang. Mereka agak memiringkan badan ke samping hingga tidak terlalu berhimpitan. Aku menghujamkan kedua penisku seperti biasa dengan kedua pasang kaki mereka kupegang sebagai penopang.
Karena mereka mau aku mengeluarkan maniku di dalam saja... Peduli amat kalau mereka hamil. Ini pertama kalinya aku akan nembak di dalam mereka.
“Mmmm...” tahanku sebentar... Tidak bisa lagi...
“Ngggghhhhhh!” seruku dan menyemburkan sperma dari kedua penisku di dalam liang Silva dan Silvi. Rasanya nikmat sekali. Ejakulasi ganda dari kedua penisku ini tidak terperikan lagi rasanya. Menyetrum tiap ujung syarafku. Menggetarkan tiap sudut tubuhku. Enak sekali.
Begitu juga Silva dan Silvi yang menerima spermaku di dalam liang uterus mereka. Mereka terpaku lemas menerima hangatnya cairan kental yang membanjiri lorong kemaluan mereka untuk pertama kalinya dalam hidup. Pengalaman ini semoga aja akan selalu mereka ingat.
Tubuhku lelah sekali hingga aku merebahkan tubuhku di atas tubuh Silva. Kepalaku kebenamkan di lehernya. Kedua penisku masih bercokol di dalam liang mereka dan perlahan mengecil.

“Satria... Enak banget... Ini sungguh-sungguh menyenangkan...” kata Silva.
“Benar... Rupanya seperti ini rasanya seks yang enak banget...” kata Silvi.
“Kalian baru tau sedikit saja... Masih banyak hal hebat lainnya... Aku juga baru tau sedikit... Tapi aku akan segera mendapatkan semua itu nantinya...” kataku.
“Apa kau mau membagi... apa saja yang kau tau pada kami?” tanya Silva.
“Kami juga mau tau banyak hal... ini menyenangkan banget...” kata Silvi.
“Kalau kalian tetap hanya mau merasakannya berdua... barengan... itu akan menjadi suatu penghalang... Kalau kalian ingin merasakannya... kalian harus bertemu dengan banyak orang... Tidak semua orang mau berbagi seperti kalian... Juga tidak semua orang mau mengerti dengan keadaan kalian...” jelasku tentang keadaan mereka ini.
“Kalau begitu... kenapa Satria bisa mengerti keadaan kami...?” tanya Silva.
“Apa Satria juga bisa berbagi seperti kami?” tanya Silvi.
“Ada banyak hal yang membuatku mengerti kalian... Pertama... aku juga bagian dari anak kembar... Kedua... aku sudah sering berbagi seks dengan orang lain... Ketiga... memang sifatku sudah begini... Menerima orang apa adanya... Dan keempat... Aku harus melakukan apapun untuk mendapatkan ZODIAC CORE... Jadi bagaimanapun keadaannya... aku harus menyesuaikan diri..” jelasku panjang lebar.
“Kalau begitu... Satria aja... cukuplah...” kata Silva.
“Benar... Kami hanya mau Satria...” kata Silvi.
“Aku udah punya pacar, loh...” elakku.
“Biar aja...” kata Silva.
“Gak pa-pa, kok..” kata Silvi.
“Apa?...” Wah... Kejadian ini lagi. Karena terlalu puas dengan diriku hingga keduanya mau menjadi milikku walaupun harus berbagi dengan yang lain. Apa memang mereka begitu relanya menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah satu-satunya, bahkan di dalam hatiku aku tidak pernah berniat mencintai mereka. Hanya sekedar memiliki aku...
“Ng... kalian tau tidak?... Ada cewek yang juga mengatakan itu padaku... Tepatnya lagi pemilik ZODIAC CORE sebelum kalian... sampai sekarang aku tidak pernah sempat menemui mereka lagi... Apa kalian mau begitu... Saat ini... kalian memang bisa bersamaku... tapi nanti... aku tidak bisa jamin...” kataku menjelaskan keadaan sebenarnya. Menakut-nakuti tepatnya.
“Pasti dia sudah mengerti... selama setahun ini ia harus sabar menunggu... sampai Satria berhasil mendapat ke-12 core itu dan... menyembuhkan cewek itu... Setelah itu... Satria pasti ada waktu untuk kami...” kata Silva.
“Kami akan menunggu sampai saat itu datang... Pokoknya... sekarang ini... Satria hanya milik kami... Walaupun kami sangat berharap kalau Satria tidak akan lupa pada kami setelah ini... atau kalau kami perlu... Satria mau datang pada kami...” kata Silvi.
“Tapi aku tetap tidak bisa janji yang terlalu banyak...” kataku.

Lalu kembali lagi mereka mengajakku bermain seks seperti tadi. Lebih gila-gilaan dan tanpa rasa ragu lagi. Tak ada lagi rasa sungkan ataupun malu. Berbagai kata-kata jorok juga kami gunakan untuk mengekspresikan rasa dan nafsu kami.
Menjelang tengah malam kami baru terkapar kelelahan. Saling bersilangan di kamar atas. Masih tanpa busana.

========
QUEST#03
========​

“Silva... Silvi... Udah dong... Masih capek, nih...” kataku pagi ini. Padahal ini masih pagi dan dingin sekali. Mereka berdua sudah merangkulku dan berusaha memasukkan salah satu penisku ke vagina mereka.
“Satria... Dingin...” kata Silva manja.
“Enak... Hangat...” manja Silvi juga.
Baru kali ini aku mendengar mereka begini. Padahal biasanya mereka berbicara dengan tegas dan semaunya.
Disentuh tangan-tangan hangat begitu, kedua penisku jadi terbangun. Apalagi dikocok-kocok seperti ini. Silva dan Silvi sudah melebarkan kaki mereka dan memampangkan bukaan merah muda daging vagina. Pemandangan indah di pagi hari.

“Kabutnya kok bisa masuk kemari, ya?” kata Silva.
“Iya... Jadi semakin dingin...” kata Silvi.
Memang benar. Kabut putih yang memenuhi luar rumah sudah merembes dari sela-sela jendela. Kabut berbentuk asap putih itu membawa hawa yang sangat sejuk hingga keduanya memelukku erat di dalam selimut tebal ini.
Seingatku memang dari kemarin sore, kabut ini tidak hilang-hilang juga. Apa memang normal begitu.
“Akhirnya kutemukan!”
Hng? Suara siapa itu?
Suara seorang pria. Terdengar menggema walaupun berasal dari tempat jauh.
“Suara siapa itu?” tanya Silva.
“Suara laki-laki...” kata Silvi.
Perasaanku tidak enak mendengar suara itu. Sangat mencurigakan. Ada apa ini?
“Kau orangnya! Ikut denganku!” tiba-tiba.
Silvi terbetot oleh sebuah kekuatan. Ia terlepas dari rangkulanku seolah ditarik paksa oleh seseorang.
“Silvi...!” jerit Silva.
“Silva!“ teriak Silvi.
Aku berusaha menangkap kaki Silvi yang masih bisa kujangkau tapi sesuatu menepisku.
Aneh sekali... Apa ini? Aku melihat tubuh Silvi melayang-layang di gulungan kabut yang mengepul. Ia menjerit histeris ketakutan. Silva juga memanggil-manggil saudari kembarnya itu.
“Siapa kau? Kenapa mengganggu kami?” tanyaku menyadari sesuatu ini pastilah sebuah kekuatan yang tidak bisa diremehkan.
“Aku memerlukan sesuatu dari cewe ini...” kata suara tadi.
“Kau iblis, jin atau manusia...” tanyaku.
“Aku sama seperti kalian... Lebih tepatnya... sama seperti kau...” jawabnya. Manusia...? Kenapa bisa berbentuk kabut seperti ini?
“Aku menginginkan GEMNON dari cewe ini... Sebaiknya kau tidak menghalangiku...” kata suara pria itu.
“GEMNON? Apa itu?” heranku.
“Itu adalah apa yang juga kau cari...” katanya.
Apa yang kucari? ZODIAC CORE? GEMNON adalah ZODIAC CORE?
“Silvi!” teriak Silva melihat gulungan kabut itu membawa tubuh Silvi keluar dari rumah kecil ini. Mau dibawa kemana dia?
Kurang ajar! Mahluk apa yang berani berurusan denganku? Setan atau manusia... Aku tidak perduli...
SWAAASSHHHHH!
“Kau tidak apa-apa Silvi?” kataku setelah menyambar Silvi yang melayang di atas taman dengan kecepatan ARIES.
“Kau... kau mempunyai ARVEL...” kata suara itu dengan nada gusar.
“ARVEL?” Apa lagi itu? Apa itu nama ARIES?
“Tunjukkan dirimu! Kalau kau berani... keluarlah! Jangan main sembunyi seperti pengecut!” tantangku. Aku memang tidak suka berkelahi tapi kalau dengan cara begini, apa boleh buat.
Perlahan semua kabut di sekitar kami mengumpul menjadi satu gumpalan besar. Dan kumpulan asap kabut itu membentuk sesosok manusia.
Ia seorang pemuda yang sebaya denganku. Ia memakai jaket kulit tebal berwarna putih juga celana panjang putih. Apa ia juga memburu core istimewa.
“Silva... Silvi... Masuklah ke dalam... Orang ini tidak main-main... Tapi tolong ambilkan HP-ku...” kataku pada kedua gadis kembar ini. Silva dan Silvi memandangiku sebentar lalu berlari masuk rumah.
Aku harus bersiap menghadapi apapun yang diinginkan orang ini. Kalau ia mau bertarung, aku sudah siap. Aku sudah menyiapkan kecepatan ARIES dan kekuatan TAURUS dan untuk jaga-jaga ROSE DROP juga kusiapkan.
“Kau pasti sedang berusaha mengambil GEMNON dari cewe itu, kan?” kata orang itu.
“Aku tidak mau basa-basi... Apapun maumu... akulah yang pertama sekali menemukannya... Dan kalau kau ingin merebutnya... kau harus melangkahiku dulu!” gertakku.
“Heh... Berani sekali... Kau tidak lihat kekuatanku tadi... Aku bisa berubah menjadi kabut... Kau tidak akan bisa menyentuhku...” jawabnya dengan sombong.
“Satria... ini HP-mu...” kata Silva yang datang kembali bersama Silvi.
“Kalian cepat kembali masuk...” bisikku lagi. Mereka kembali bergegas masuk.
“Hm... kalian sudah sangat dekat rupanya...” kata orang itu mulai bergerak, berjalan pelan berkeliling.
2427 Hz... Corenya lumayan kuat. Begitu panjang gelombang kubaca dari tubuh orang itu. Besar kemungkinan ia menggunakan sebuah kekuatan core juga.
“Jadi... kau menggunakan core untuk berubah menjadi kabut seperti tadi, ya?” tebakku.
“Core? Apa itu? Aku menggunakan MISTY DRAGON untuk menjadi kabut... bukan core!” jawabnya.
Hmm... Begitu... jadi ia sendiri tidak tahu apa itu core yang disebutnya sebagai MISTY DRAGON. Atau semua yang kuketahui ini mempunyai nama lain yang juga diketahuinya.
“Tampaknya kau kuat juga... Kau sudah memilki core itu lebih dari satu... Kau setidaknya sudah mempunyai ARVEL dan mungkin TARLAGH... Aku jadi ingin mencoba kekuatan mereka...” kata orang itu.
“Bersiaplah!” serunya dan meluncur maju dengan cepat. Ada hembusan angin dingin yang tiba-tiba mengitari sekitarku. Ia sudah sangat mengusai MISTY DRAGON itu sampai pada tahap ahli.
“XOXAM! Pinjamkan cakar dan sayapmu!” seruku.
Di tangan dan punggungku muncullah benda-benda milik Black Core, XOXAM.
Aku menghindari serangan cepatnya dengan membumbung keatas berkat sayap yang baru muncul. Orang itu langsung membelokkan arah serangannya dan membumbung naik mengejarku.
Kurang ajar... Ia menutupi seluruh tempat ini dengan kabut. Ia sangat diuntungkan dengan cuaca seperti ini sehingga aku tidak bisa melihat keberadaanya. Ia menghilang!
Aku hanya bisa berusaha menepis kabut tebal disekitarku agar setidaknya aku bisa melihat kedatangannya yang mungkin tiba-tiba.
PRAKK!
Sesuatu yang keras memukul tanganku. Terasa nyeri sekali. Di mana dia... Aku hanya bisa mencarinya berkeliling di tebalnya kabut buatannya ini.
Sebuah serangan kembali menghantam punggungku lalu kembali menghilang.
Aku harus menyerang! Tidak boleh menunggu seperti ini! Kalau perlu aku sampai membuatnya babak belur...

“Heeerrrrggghhhhhhh...”
Urat-urat darahku bertonjolan dan rambut-rambut kasar di sekujur kulitku menandakan aku sudah menjadi RAGE. Ini bentuk pertama VIOLENCE-ku. Beruntung aku sudah bisa mengendalikan bentuk pertama ini.
Panca indraku menjadi sangat peka sekali disamping kekuatanku yang berlipat ganda. Ini kekuatan 10 orang menjadi satu dalam diriku.
WASSSHH!
Aku merasakan datangnya sebuah serangan dari arah kiri mengincar igaku. Aku menangkisnya dengan tangan. Tapi terasa sapuan serangan lain sedikit dari bawah. Pasti serangan kaki. Dengan tangan yang sama aku kembali menahannya.
Menggunakan sebelah tanganku yang lain aku menghajar tempat yang kuperkirakan merupakan tubuh orang itu. Dada!
WUF! Aku menembus ruang kosong berupa asap kabut. Tetapi dengan cepat terjadi sesuatu. Kabut itu mencengkram tanganku dan menarikku ke dalam gumpalannya.
Aku tidak bisa melihat apa-apa. Sejumlah serangan berusaha bersarang dari berbagai arah. Aku berusaha menahannya dengan kedua tangan dan kakiku. Ini juga berkat kecepatan ARIES yang tetap kupakai sehingga bagaimanapun cepatnya serangan itu aku masih dapat melihatnya dengan mudah.
Aku harus menyingkirkan semua kabut yang menutupi orang itu...
Kabut biasanya hilang karena pagi telah datang. Atau dengan kata lain terkena sinar matahari...
“VOXA! Berikan sinarmu!” seruku.
Tubuh RAGE-ku berpendar dengan cahaya putih. Cahaya ini memang tidak sebanding kala aku menjadi LORD OF LIGHT dulu yang kumaksudkan untuk menerangi kegelapan suatu wilayah akibat kekuatan LUCIFER. Tapi kurasa cukup mampu untuk menyapu kabut ini.
“HAHHH!” teriakku dan memancarkan sinar itu kesegala penjuru arah. Hangat terasa memancar akibat gelombang sinar tubuhku. Sinar terang lalu terpancar bagai sinar matahari menembus awan agar menerangi bumi.
Sinar yang hangat itu membuyarkan semua kabut yang mengelilingi tempat ini.
Di mana orang itu... kalau aku sudah bisa melihatnya, aku akan menghajarnya...
Aku melihatnya... Ia sedang mengambang di atas sana kebingungan karena kabut yang melindunginya hilang.
“Di sana kau rupanya! Heah!” cakar XOXAM kuperpanjang hingga mencapainya...
BRET! Aku berhasil merobek jaket putihnya di bagian lengan kiri.
“Kau hebat juga... Bisa mengatasi semua kabutku... Aku tidak tau kalau ada sinar seperti itu dalam dirimu... Aku mundur kali ini... Tapi aku akan kembali lagi...” kata orang itu.
Ia lalu kembali menyelimuti dirinya dalam kabut dan berhembus ke arah barat dan menghilang.
 
ada musuh laen yg inginkn hal yg sama mkn seru bro..
Get up again hahaha
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Blm update lg nih... Biasanya abis teraweh?
Hebat juga tuh musuhna bisa jd kabut...

Ditunggu update nya... Hehehe
 
========
QUEST#03
========​

“Apa Hellen bisa mencari tau siapa orang yang berusaha mengambil ZODIAC CORE dari Silvi?” tanyaku pada Hellen. Aku menyambangi kamar Hellen mengadukan masalah percobaan penyerangan di rumah wisata itu.
“Tapi... dari data-data ini... sangat minim sekali... Mas Satria cuma tau wajahnya saja yang yang bisa disketsa dengan program ini... Hanya panjang gelombang core-nya yang sebesar 2427 Hz. Namanya tidak diketahui... Apalagi data-data yang lain...” kata Hellen terus mengotak-atik search engine buatannya yang ditenagai CHIC. Pencarian selalu buntu karena kekurangan data. Sketsa yang dibuat berdasarkan keteranganku mencari kecocokan wajah dengan foto dari ribuan data base foto yang diambilnya dari berbagai sumber. Dari kepolisian, data kependudukan, internet dan lainnya. Mungkin sketsa-nya kurang akurat hingga tidak bisa menemukan kecocokan yang mendekati bahkan 50% saja.
“Memang benar juga, sih... Tapi coba aja... Siapa tau Hellen bisa...” kataku pasrah aja.
Harus kuakui kalau orang itu selangkah lebih maju dari pada aku. Ia bisa menemukan kami saat di rumah wisata di luar kota itu dan menyerang kami bertiga. Entah bagaimana ia mendayagunakan kekuatannya untuk melakukan itu semua. Juga metodenya dalam melakukan pencarian. Kalau aku jelas memakai gadget buatan Hellen dengan memanfaatkan umpan balik panjang gelombang core tersebut. Apa yang digunakannya?
Ia juga tau sesuatu, sisi yang lain dari ZODIAC CORE, yaitu nama-nama dan jenis kekuatannya. Ia menamakan ARIES sebagai ARVEL dan TAURUS sebagai TARLAGH. Juga ZODIAC CORE berikutnya yang kucari, GEMINI sebagai GEMNON.
Apa ada kebudayaan lain selain bangsa Hyperios yang mengetahui tentang GOD MAESTER CORE dan cara mendapatkannya? Ada berapa jenis dan jumlah kebudayaan asing ini?
Kalau memang ada, ini akan menjadi sebuah penghalang baru karena mungkin saja informasi pada kebudayaan itu lebih akurat daripada yang kuketahui dari kebudayaan Hyperios.
Kenapa kukatakan begitu. Karena aku hanya mendapatkan informasi samar dari kata-kata tidak jelas yang muncul tiap kali aku mendekatkan ZODIAC CORE pada lembar kosong buku yang diberikan Papa.
Informasi yang penting malah kudapatkan dari pengetahuan EBRO juga sedikit bantuan dari pemilik ROSE DROP, mbak Susan. Selebihnya malah kuketahui dari coba-coba dan keberuntunganku.
Sejauh ini aku beruntung sudah mendapatkan dua ZODIAC CORE dan sedang mengusahakan yang ketiga...
Mungkin dengan sedikit halangan dari orang ini akan membuatku semakin bersemangat. Agar aku tidak terlalu santai dan lebih bersungguh-sungguh kedepannya. Ini demi keberhasilanku sendiri. :semangat:
--------​
“Satria... Kamu sekarang sudah tinggal di sini... Kamu senang, gak?” tanya Silva.
“Iya... Karena... kami bisa selalu bersamamu...” kata Silvi.
“Ng... senang juga, sih... Tapi apa memang gak apa-apa, ya? Aku merasa nggak enak juga tinggal di sini...” kataku. Buntut dari penyerangan orang tidak dikenal itu, aku harus mengungsi dari rumahku dan tinggal di rumah Silva-Silvi. Ini terpaksa aku lakukan untuk melindungi mereka dari kejadian yang gak diduga-duga; seperti penyerangan kembali, diculik atau apapun. Namanya juga tak terduga. Aku tidak tau cara berpikir lawanku itu.
“Kamu nggak enak sama siapa?” kata Silva.
“Siapa yang berani melarang kami di sini?” kata Silvi.
“Kalau ada saudara kalian yang datang dan melihat aku di sini... bagaimana?” andaiku. Berbagai kemungkinan bisa terjadi.
“Saudara kami gak pernah ada yang datang kemari...” kata Silva.
“Semua saudara kami berada di luar negeri... dan kalau datang... pasti nginap di hotel...” kata Silvi.
“Tapi... apa harus tidur di kamar kalian ini juga..?” tanyaku.
“Iya, dong... Katanya kamu mau melindungi kami...” kata Silva.
“Gimana kalo orang itu datang kemari dan menculik kami lagi...” kata Silvi.
“Ah... ini pasti akal-akalan kalian aja supaya kalian bisa selalu ML denganku, kan?” kataku.
“He...he...he...” tawa mereka bersamaan. Memang setelah aku dekat dengan mereka berdua, mereka lebih ceria dan riang. Mereka tertawa-tawa manja saat mempreteli bajuku dan membuatku ereksi. Kedua batangku. Mereka semakin mahir aja dari waktu ke waktu.
--------​
Selama sisa waktu satu setengah minggu sebelum ulang tahun mereka berdua tanggal 14 Juni ini, aku harus tinggal di rumah mereka di Grand International Village karena gangguan orang asing dengan core MISTY DRAGON itu.
Ada satu masalah lagi yang harus kuhadapi, yaitu ulangan umum kenaikan kelas. Sesuai jadwal sekolah, kami akan menjalani ujian selama seminggu. Begitu juga dengan sekolah Silva dan Silvi.
Karena konsekwen dengan janjiku pada mama untuk tidak menelantarkan sekolahku, juga menjalankan misi-misiku, aku harus berhasil di ujian kali ini. Memang gak ada ancaman, sih. Tapi aku tau persis apa yang akan terjadi kalau Mama marah. Papa aja takut, kok.
Bagi kedua orang ini, Silva dan Silvi yang berotak encer, pelajaran sekolah ini tidak terlalu bermasalah. Tapi bagiku yang dengan kemampuan biasa-biasa saja, akan sangat kesulitan.
Paling-paling, bu Karen yang akan memberi nilai bagus padaku karena selalu keberi jatah sekali seminggu seks yang disukainya. Minimal 8... Kalau 10 terlalu berlebihan.
Apa aku perlu melakukan hal yang sama pada guru-guruku yang lain, ya? Paling-paling aku hanya bisa menggoda guru yang masih muda dan wanita. Seperti guru sejarah, bu Mathilda yang baru saja menikah. Guru kesenian, bu Ana yang berumur 36 tahun belum menikah juga, perawan tua. Guru bahasa Indonesia, bu Riska yang baru saja masuk tahun ini. Cuma itu saja yang masuk hitunganku karena yang lain adalah guru laki-laki dan wanita yang sudah tua.
Kalau dipikir-pikir... mereka yang kusebutkan tadi lumayan cantik juga. Di samping aku dapat pengalaman bercinta dengan wanita yang lebih umurnya dariku, nilai-nilai pelajaranku akan terdongkrak naik.
Akan sangat menyenangkan sekali kalau ada jaminan nilai bagus sehingga aku tidak perlu pusing dengan pelajaran tersebut dan berkonsentrasi pada pelajaran lainnya.
Tapi itu semua cuma mimpi... Aku tidak punya banyak waktu untuk semua itu. Apalagi waktu ujian tinggal sebentar lagi dan aku juga disibukkan dengan menjaga Silva dan Silvi.
Aku juga pernah berharap kalau orang yang pernah menyerang kami, juga sedang sibuk belajar untuk ujian karena dari wajahnya, kelihatannya ia sebaya denganku. Sehingga ia juga tidak sempat untuk datang dan menggangguku. Semoga saja benar begitu.
Jadi sepanjang hari sebelum ujian di mulai, aku hanya berada di rumah Silva dan Silvi, belajar atau bercinta dengan mereka. Tetapi rasanya terlalu banyak ngeseks-nya dari pada belajar karena mereka cepat bosan belajar dan akhirnya sange sendiri melihatku yang garuk-garuk kepala memikirkan cara menyelesaikan soal-soal latihan.
Jadi di antara semua itu aku harus memanfaatkan mereka untuk mengajariku pelajaran yang tidak kumengerti. Itu pun susah sekali. Karena mereka selalu memberi syarat yang itu-itu saja. Harus melayani mereka dahulu, baru diajari. Sigh...
Kalau masalah stamina, aku tidak ada masalah. Apalagi Silva dan Silvi selalu menyiapkan makanan dan minuman bergizi yang berenergi tinggi untuk kami bertiga. Keduanya mencekokiku macam-macam vitamin yang ada di koleksi obat-obatan orangtuanya yang tertinggal. Pake maksa aku minum obat kuat lagi. Segala macam telor ayam kampung, tiram, kerang, udang, sop kambing, sate kambing, tongseng kambing, segala masakan yang ada hubungannya untuk mendongkrak vitalitas. Padahal aku tidak butuh itu semua. Aku hanya butuh belajar.
Dan satu lagi si pembuat masalah nomor satu ini... Si... siapa namanya...? Burungku ini... Dia dengan setia tetap mau bangun bahkan setelah beberapa jam sebelumnya kerja keras dengan mereka berdua. Apa dia punya nafsu sendiri, ya? Bahkan kala aku tidak bersemangatpun, dia tetap saja bangun. Selalu membuatku dalam masalah.
Wah... aku seperti sudah gila membicarakan anuku sendiri. Apa aku kesepian banget, ya? Untung saja aku belum desperate banget sampe harus menamainya.

“Satria... seperti apa cewekmu itu...? Apa dia orangnya baik padamu?” tanya Silva setelah kami selesai bertempur.
“Apa dia juga setia padamu? Dia pasti tidak ingat apapun tentangmu sekarang...” kata Silvi.
“... Sebelum kejadian itu... Ia baik sekali... Ia bahkan tidak cemburu bahkan kalau aku main dengan cewek lain... Asal dia diberitahu... dia tidak akan marah... Aku yakin kalau dia tidak ada main dengan orang lain... karena saat kami masih jalan... kami tidak pernah berpisah...” kataku menerawang.
“Tidak pernah berpisah? Memangnya dia tinggal di rumahmu...” tanya Silva.
“Seperti Satria sekarang, dong?” kata Silvi.
“Memang... dia tinggal di kamarku... di kamarku yang kecil itu... Tempat tidurku saja harus disingkirkan dan kami tidur di lantai... Pake springbed yang gedean... Kalau diingat-ingat... lucu juga saat itu...” kenangku lagi saat Carrie tinggal di kamarku.
“Kami mau juga dong tinggal di kamarmu...” seru Silva.
“Ya... Kami mau tinggal seperti cewekmu...” seru Silvi juga.
“Jangan, Sil... Ada orang tuaku... di sana... Nanti aku bisa dimarahi mereka...” cegahku. Yang benar saja. Masa sekaligus keduanya mau tinggal di kamarku. Mau jadi apa kamarku nanti.
Mereka merengut, ngambek...
“Bukannya aku gak mau... Silva... Silvi... Waktu itu orang tuaku tidak ada di rumah selama sebulan karena liburan... Jadi kami bisa bebas di rumah... Seperti keadaan kalian sekarang ini...” bujukku.
“Jadi... sudah cukup, kan... kalau aku yang tinggal di sini? Orang tua kalian juga gak ada... Gak pa-pa, ya? Jangan marah, dong...” bujukku dan mengelus-elus kepala mereka.
“Tapi kami, kan pengen melihat kamar Satria...” kata Silva.
“Iya... kami bahkan belum pernah ke rumahmu...” kata Silvi.
“OK... OK... Kalau ini semua sudah kelar... nanti kita ke rumahku, ya...” kataku mengiyakan kemauan mereka. Dibaek-baekin supaya gak ngambek mulu. Incaranku kali ini bukan hanya ZODIAC CORE GEMINI keduanya, otak encernya juga.
“He..he.. Karena Satria udah baek sama kami...” kata Silva.
“... Kami akan men-service Satria sampe puas..” kata Silvi.
Yah... Ujung-ujungnya pasti kemari lagi, deh. Kalau tidak seks gila-gilaan, apa lagi. Kembali lagi aku menggunakan penis kembarku untuk memuaskan nafsu birahi gadis kembar ini.
--------​
Hari pertama ujian kenaikan kelas dimulai hari Senin ini. Ujian akan berlangsung selama 6 hari dengan 12 mata pelajaran. Hari ini adalah ujian Bahasa Indonesia dan PPKN.
Semua tas dan buku di singkirkan dan tidak boleh kerja sama selama ujian berlangsung. Kelas sangat hening oleh seriusnya para murid mengerjakan soal-soal ujian yang diberikan. Hanya terdengar langkah kaki guru pengawas yang berkeliling memantau dan mengawasi jalannya ujian.
Kadang juga terdengar kasak-kusuk murid yang meminta jawaban dari temannya. Juga gerutu dari yang kesulitan menjawab soal ujian.
Bagiku sendiri, hari ini masih dapat kulalui dengan lancar. Soal ujian Bahasa Indonesia yang berjumlah 50 soal itu dapat kujawab semuanya. Mudah-mudahan saja benar semua. Demikian juga dengan soal ujian pelajaran PPKN.
Jadi, pelajaran bersama Silva dan Silvi beberapa hari ini ada gunanya juga, ya? Mudah-mudahan juga berjalan seperti ini untuk pelajaran besok. Karena besok ujian pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Wah...
--------​
“Gimana, Len? Ada khabar tentang anak itu, gak?” tanyaku pada Hellen lewat telepon setelah ujian selesai.
“Gak ada, mas... Cuma... tentang semua SLTA itu... benar. Semua sekolah SLTA... sederajatnya... di kota ini sedang mengadakan ujian secara nasional. Jadi... kemungkinan besar... anak itu juga sedang ujian juga seperti mas Satria...” jawab Hellen.
“Oo... Makasih banyak, Len...” kataku.
“OK, mas... Nanti kuberi khabar lagi kalau ada informasi lainnya... Dag...” tutupnya.
Bagus... Jadi aku bisa tenang. Semoga saja anak itu sama bodohnya dengan aku hingga harus belajar dengan giat dan mati-matian.
Hingga hari ini, tidak ada kabar tentang kemunculan orang itu. Walaupun aku tidak bisa menjaga kedua gadis kembar itu di sekolah mereka, tetapi aku meminta pada XOXAM untuk menjaga mereka. Ini sama saja dengan aku sendiri yang melakukannya karena XOXAM adalah inti terdalamku.
Aku segera menuju SMUN 76 untuk kembali menjaga Silva dan Silvi. Kususuri rute jalan tercepat dari sekolahku ke sekolah mereka berdua. Semoga tidak ada masalah...
Saat berada di depan SMU 76, aku menelepon keduanya sekaligus dengan fitur conference call di HP-ku ini. Kata mereka berdua kalau akan keluar sebentar lagi karena ada urusan sedikit dengan administrasi sekolah.
Aku tetap di dalam mobil menunggu mereka keluar dengan mobil mereka sendiri.
“XOXAM...? Apa ada hal yang mencurigakan di sekitar tempat ini?” tanyaku dalam hati pada Black Core-ku yang sedang melindungi Silva dan Silvi.
“Tidak ada hal yang mencurigakan... Semuanya aman-aman saja...” jawabnya.
“Bagus... Kalau ada ancaman pada mereka berdua... langsung hadapi... tanpa ragu!” perintahku lagi padanya.
“Baiklah...” jawabnya.
Aku bisa berkomunikasi dengan kedua core-ku sendiri, XOXAM dan VOXA walau mereka sedang berada jauh dariku. Ini baru saja kuketahui dan mungkin akan sering kumanfaatkan sebagai mata-mata. Lebih mudah dan aman.
Sekitar sepuluh menit kemudian, mobil Silva dan Silvi keluar dari gerbang sekolahnya. Aku memberi tanda dengan lampu kalau aku sudah melihat mereka. Ada balasan lampu. Seperti biasa.
Aku lalu mengekori mobil itu, menyusuri jalan-jalan kota untuk menuju pulang, ke rumah mereka.
“Gimana ujianmu tadi, Satria?” tanya Silva setelah kami berada di dalam kamar.
“Apa kau bisa menjawabnya?” sambung Silvi sambil duduk di atas ranjang.
“Bisa... Lumayanlah... Ini, kan berkat kalian juga... yang mengajari aku semua pelajaran itu... Kalau nggak... paling-paling aku nyontek sama temanku...” jawabku sekenanya.
“Ok... Kalau gitu... setelah makan siang... kita belajar untuk ujian besok... Kalau sudah bosan... kita main sebentar... lalu belajar lagi...” kata Silvi.
“Ya... aku setuju...” sahut Silvi.
“Sebentar... Memangnya main sama kalian itu bisa sebentar... Paling tidak dua jam juga baru selesai...” keluhku. Ini memang seperti jadi kebiasaan mereka.
Mereka menggelitikiku sampai aku tersungkur di lantai. (
--------​
“Kalian orang gak pengen perubahan suasana apa?” tanyaku setelah buku terakhir selesai mereka jabarkan bergantian padaku. Kepalaku masih penuh dengan rumus Matematika yang kadang koprol dan bergabung ngobrol ngerumpi bareng format Tenses Bahasa Inggris.
“Perubahan suasana?” tanya Silva sambil merapikan buku dengan menumpuknya di atas meja belajar.
“Suasana apa maksudnya?” tanya Silvi mengumpulkan alat tulis dan memasukkan ke dalam tasnya.
“Suasana ini, loh... Kalian selalu bersama-sama melakukan apa saja... Bahkan di kelas duduknya berdua... Kemana-mana berdua... Mandi berdua... Semuanya selalu berdua... Ngentot denganku juga haaaarus berdua... Kehidupan macam apa itu? Itu tidak sehat sama sekali, kan?” paparku tentang keganjilan keadaan mereka berdua ini.
“Aku paham kalian kembar identik... Aku juga kembar dengan dua saudara cewekku... Tapi gak harus segitunya juga kaleee...” lanjutku. “Apa tidak ada yang ingin kalian lakukan sendiri... Miliki sendiri... Cita-cita mungkin? Apa cita-cita kalian juga sama?”
Keduanya terdiam dan saling pandang. Silva duduk di depan meja belajarnya. Silvi berdiri tak jauh darinya.
“Hei... Kalian punya telepati, ya?” sergahku karena pandangan tanpa berkata-kata itu mirip berkomunikasi nirkabel. Tuker-tukeran data pake Bluetooth apa ini dua orang?
“Dari dulu kami selalu hanya berdua... Kami hanya memiliki satu sama lain sampai detik ini... Walau orang tua kami masih lengkap... tapi seolah tak pernah ada... Kami hanya mengandalkan satu sama lain... Saling melengkapi... Tapi kami tidak mau menyalahkan siapa-siapa... Kami hanya bisa bertahan dengan cara ini... Berdua saja... Kalau kau liat kami yang pinter banget... egois... tak berperasaan... Itu semua akibat pembelaan diri kami... usaha kami... untuk bertahan...” jelas Silva.
“Bersama-sama... barengan adalah usaha kami untuk menghadapi dunia ini... Karena dari dulu kami cuma ada berdua saja... Dari bayi, anak-anak, menjelang remaja sampai sekarang... segede ini... Gak ada yang salah kalau kami melakukan ini... Saling mendukung dan saling mengandalkan... Gak bermaksud cengeng juga kalau menyalahkan orang tua yang sibuk... Super sibuk sampe gak pernah ada waktu untuk kami... Gak! Kami gak menyalahkan siapa-siapa... Kami fine-fine aja, kok?” jelas Silvi.
Keduanya menatapku yang masih duduk di lantai memegang sebuah pulpen yang kukunyah-kunyah tutupnya. Wah... Mereka tumbuh dewasa tanpa bimbingan. Tak ada yang salah di sana kalau dilihat dari kacamata kerasnya hidup zaman sekarang. Mereka tidak akan sulit menemukan tempat di masyarakat Megapolitan yang egosentris tetapi kesepian. Mereka kira kalau berdua mereka tidak akan kesepian karena saling memiliki.
“Impian? Kalian berbagi impian juga?” tanyaku menemukan pertanyaan yang lumayan tepat kali ini.
“Impian itu hanya bagi orang yang tak punya tujuan hidup... Tujuan kami berdua sudah jelas... Menjadi orang sukses... Tamat SMA ini kami akan menyambung kuliah Manajemen nyambi bekerja sebagai Enterpeneur... Kuliah sampe S3 dan perusahaan kami terus berkembang pesat dan besar...” jawab Silva.
“Itu bukanlah impian bagi kami... Itu tujuan hidup... Target hidup... Impian tidak bisa dikatakan sebagai target karena impian bisa melenceng sebab tak nyata serupa fatamorgana angan-angan yang tak berbentuk... Langkah-langkah hidup kami sudah kami tetapkan sejak dulu... dan sekarang ini kami hanya menjalankan proses melangkah itu...” jawab Silvi.
“Wow?” hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Ada ya ternyata orang muda seperti dua orang ini. Nyata dan asli ada di depan mataku. Percaya diri dan tangguh.
Aku yang seumuran dengan kedua cewek ini, dengan sangat menyedihkannya tak mempunyai tujuan hidup. Hanya punya satu impian muluk-muluk untuk mengumpulkan 12 ZODIAC CORE untuk mengembalikan ingatan Carrie yang tak jelas akan berhasil atau tidaknya. Sekolah aja masih gak becus. Sementara dua orang di depanku ini berdiri tegak seumpama menara kembar Petronas di Malaysia, berjuang tanpa cengeng untuk meraih tujuan hidupnya. Menapak pasti langkah-langkah menuju masa depannya yang mereka yakini gemilang.
Pathetic banget aku ini...
“Jadi apa maksudmu dengan perubahan suasana tadi?” tanya Silva ingat kata-kataku tadi.
“Iya... Apa maksudmu? Ngomong tanggung jawab, dong?” tanya Silvi mendesakku.
“Hiks... Gak jadi, deh... Malu aku...” pada semut merah♪. Aku malah jadi manyun tak bersemangat begini. Tutup pulpen terasa tak lezat lagi.
“Yaa... Dianya malah malu... Malu-maluin tau!” ejek Silva.
“He... he... he... Udah bilang aja... Gak usah malu...” desak Silvi.
“Ng... Apa kalian gak pengen nyoba ngelakuin sesuatu sendiri aja? Nyoba, loh?” kataku ternyata berhasil mengumpulkan keping ide-ideku yang tadi berserakan di dasar menara kembar Petronas.
“Contohnya?” tanya Silva sepertinya tertarik.
“Jangan yang aneh...” sambung Silvi kompak.
“Contohnya... Apa, ya?” malah aku yang jadi bingung sendiri karena tidak siap dirongrong begini.
“Makan pake piring yang gak kembaran... Pake baju yang beda-beda... Ubah gaya rambut... Iket rambut ekor kuda—yang satunya digerai... Pergi sekolah masing-masing... eh ini susah... Lupain yang itu... Punya kamar masing-masing... biar tidurnya gak bareng... Bisa, kan?” kataku dengan susah payah mengumpulkan contoh.
Keduanya berpandangan sebentar. Mudah-mudahan mereka berminat mencobanya.
”Kita coba...” jawab mereka yang untungnya setuju masih saja berbarengan.
--------​
Penampilan sehari-hari mereka sebenarnya beragam dan cukup fashionable. Hanya saja koleksinya selalu saja dua pasang. Kalau Silva memakai model A, Silvi juga memakai model A. Satu hari Silvi memakai model X, Silva juga memakai model X. Kita jungkir balikkan semuanya.
Selanjutnya mereka sedang mematut diri di depan cermin gede banget di kamar ini. Silva memakai baju kaos ketat berwarna kuning dan celana jeans pendek. Sepatu sneaker tebal berwarna merah. Rambutnya diikat tinggi mirip puncung diatas kepala dan memakai kacamata bening berbingkai tebal warna hitam. Ia kelihatan trendi dengan sebuah tas ransel kecil berwarna perak dan tetap cantik. Silvi kemeja lengan pendek kotak-kotak merah dan rok pendek tartan mengembang lalu panty-hose warna hitam membalut kaki jenjangnya. Sepatu wedge wana hitam dengan aksen biru muda dan ditangannya memegang dompet lebar berwarna hitam dan emas. Rambutnya digerai lebar sampai ke dada. Tetap cantik aja walau diapain juga. Tapi intinya agar keduanya terlihat berbeda dengan pilihan kombinasi fashion.
“Bisa, kan?” kataku mematut-matut keduanya bak perancang adi busana kelas kacangan. Padahal aku asal comot aja dari koleksi fashion milik mereka dan mix and match sana-sini. Ini pengaruh kebanyakan gaul bareng Putri dan Dewi, nih. Tau komposisinya bener ato gak?
Kening keduanya berkerut-kerut memperhatikan refleksi diri mereka yang berdiri berbeda di cermin. Pastinya mereka merasa sangat salah karena terlihat jauh berbeda satu sama lain. Karena tidak terbiasa kata kuncinya.
Geleng-geleng kepala keduanya merasa gak nyaman dan bermaksud mengganti model yang kuanjurkan. Kudekap kedua bahu mereka masing-masing untuk mencegah.
“Kalian merasa aneh? Aku tau itu... Tapi coba dulu... Jangan diubah dulu...” kutahan agar mereka tidak beranjak dulu dari depan cermin.
“Aneh banget, nih Satria... Gak kami banget, nih...” kata Silva ngerasa gerah gak wajar.
“Iya, ih... Gak banget... Ganti deh...” kata Silvi juga merasakan hal yang persis sama.
“Sabar dulu... Kalian ngerasa gak nyaman karena berbeda dengan kembaran hanya karena penampilan begini aja, kan? Pelan-pelan, deh ngerubahnya kalo begitu...” kataku udah mirip kayak germo ulung aja. Ngerangkul dua cewek cantik dan merayu supaya mau masuk jadi anggota perlendirannya.
Keduanya memandangi wajah mereka sendiri bergantian dengan kembarannya yang berbeda. Apalagi Silva memakai kacamata yang merubah drastis visage wajahnya menjadi berbeda dengan Silvi. Kalau keduanya memakai pakaian yang sejenis, keduanya tidak akan menemukan masalah ini. Silva yang mirip SIlvi atau sebaliknya. Ribet memang.
“Nah kalau begini...” kataku mematut dua potong baju kaos lengan pendek yang persis sama ukurannya tetapi berbeda warna dan motif. Yang berwarna putih dengan motif bendera Union Jack besar. Warna dominan menjadi putih, hitam dan merah. Yang kedua adalah berwarna hitam dengan motif tribal berwarna putih dan merah. Warna dominan adalah hitam, putih dan merah. Komposisi warnanya sama yaitu tiga warna di atas tetapi derajat mayoritas saja yang berbeda. “Cobain deh yang ini untuk atasannya... bawahannya tetap pertahankan aja...”
Dengan malas-malasan kedua mengikuti arahanku. (Buka-bukaan di depanku bukan hal yang tabu lagi bagi kami sekarang) Keduanya kini sudah berganti kostum atasan. Memandangi penampilan di depan cermin.
“Silva... lepaskan kacamatanya dan Silvi ikat rambutmu kayak rambut Silva...” instruksiku sekarang. Mereka lebih manut kali ini dengan arahanku.
Wajah cerah terlihat dari kompleksitas keduanya. Aku melihat senyum samar di dua sudut bibir Silva-Silvi. Aku yakin mereka lebih puas dengan penampilan begini. Dua Silva dan Silvi yang kembar identik tetapi aku jadi tau yang mana Silva dan yang mana yang Silvi secara cepat dari motif pakaiannya. Sebuah pembeda. Penanda!
“Walau apapun yang terjadi... Bagaimanapun rupa kalian... Penampilan kalian berdua... tidak ada yang bisa memungkiri kalau kalian berdua adalah saudara kembar identik... Kalian boleh menantang dunia karenanya... Maksudku adalah... dunia ini sangat terlalu berwarna kalau hanya dinikmati berdua saja... Bisa sendiri, beramai-ramai... Berdua tidak salah, kok... Kalian bisa menaklukkan dunia ini berdua... Aku sangat yakin... Yakin banget kalian bisa... Tetapi jangan bebani diri kalian hanya berdua saja... Ada orang lain di sana... di luar sana... Banyak banget malah... Memang ada yang tidak sesuai dengan keinginan kita... mengecewakan... bla-bla-bla... Tapi kalian bisa taklukkan mereka... Kalian bisa rangkul mereka... Berteman dengan mereka... Kalian bisa dekat denganku selama beberapa hari ini, kan? Kenapa tidak diperluas?” paparku.
“Beramai-ramai? Berteman?” ulang Silva.
“Sendirian?” ulang Silvi juga.
“Eh... Ngomong sambung menyambung gitu harus mulai kalian stop, deh... Gak harus gitu, kan?” kataku sebenarnya gak sreg banget dengan cara komunikasi mereka ini.
”Satria bego!” jerit keduanya bikin ku kaget banget. Kuping berdenging, mata melotot, jantung deg-degan, nafas kembang kempis. Berlebihan, ya?
--------​
“Gimana rasanya?” kataku sambil terus memasukkan penisku perlahan-lahan saja. Terasa mencengkram erat vagina Silva pada batang penisku yang terbenam dalam. Silva memejamkan matanya mencoba meresapi rasa baru ini saat seluruh penisku kudiamkan di dalam liangnya. Rasa individualistis. Terpisah dari kembarannya; Silvi. Tangannya bersilangan memegangi pahanya yang terbuka hingga lengannya menekan—membentuk payudaranya semakin tertekan hingga menyatu lebih menggembung lebih besar nan seksi. Ia berbaring tegang di atas ranjang yang awut-awutan sementara Silvi tak jauh mengawasi tepat di samping kami berdua. Ia curi-curi pandang pada Silvi yang memperhatikan pertemuan kelamin kami berdua.
Bagaimana aku bisa meyakinkan kedua kembar identik ini untuk mencoba bercinta satu-satu? Gak barengan?
Aku terus gencar meracuni otak “komunal bareng berduaan aja” dengan toksin yang pelan-pelan kusuntikkan. Mulai dari sentuhan di tempat yang berbeda dari kembarannya. Kalau Silva kusentuh di tengkuk, maka Silvi pada bagian pinggang saat berciuman intens abis belajar bareng. Lebih fokus mempermainkan payudara Silva dan oral vagina Silvi saat bercinta. Mendahulukan Silva saat ia dalam posisi WOT; ia menikmati penis atasku—mengutamakan Silvi di atas saat kugenjot doggy.
Lambat-laun mereka masing-masing punya preferensi kesukaan yang berbeda-beda. Racunku menyebar kemana-mana. Silva lebih suka gaya WOT dan missionary, sementara Silvi cenderung ke gaya doggy. Silva bisa sangat terangsang kala kupermainkan payudaranya bahkan sampai orgasme, sementara Silvi menikmati banget kalau vaginanya kujilat-kusedot-kukulum-kugigit juga sampai orgasme. Seiring waktu, saat orgasme merekapun sering tidak berbarengan. Kadang Silva dahulu, terkadang Silvi duluan tergantung pada posisi seks dengan penis ganda yang kami lakoni.
Apabila mereka mulai memiliki sesuatu yang berbeda kala menikmati perlakuan seks-ku, semoga di masa mendatang akan tiba saatnya mereka bisa berkembang lebih besar lagi dengan mimpi-mimpi sendiri.
--------​
Maka pada malam ini–sehabis belajar untuk ulangan, aku berhasil membujuk keduanya untuk melakukan ini dengan segala macam janji-janji. Kalau mereka tidak suka, mereka bisa berhenti kapan saja dan kembali pada pemakaian cincin AZAZEL seperti biasa.
“Pelan-pelan, Satria...” katanya menggigit bibir dan mencengkram pahanya lebih erat. “Mmmphh...” keluhnya kala kumulai sedikit sodokan gaya missionary solo ini. Silvi mengelus-elus lengan Silva sebagai bentuk dukungan. Kalau ia ada tepat disampingnya—tidak jauh-jauh.
Merasakan sentuhan kembarannya, ia membuka matanya sedikit dan keduanya berpandangan penuh arti. Kembali pandangan telepati mereka terjalin. Komunikasi kaya makna hanya lewat pandangan mempunyai arti sejuta makna. Makna yang hanya mereka berdua pahami.
Sodokan penisku merangsek masuk penuh satu-satu. Peganganku pada lutut Silva yang mengangkang memberiku kendali penuh. Perutku dan selangkangan Silva beradu penuh suara tepukan. Plok-plok-plok.
Silva makin merintih keenakan. “Enak banget, Satriiaaahh... Mmpphh...” kusumpal mulutnya dengan mencumbui bibirnya. Lidahku nyelonong masuk dan mengaduk-aduk lidahnya. Ludahnya kusedot-sedot. Matanya terbelalak dengan perlakuanku ini. Matanya mencari-cari Silvi. Seperti minta pertolongan saat tidak berdaya.
“Aahh...” kupindahkan cumbuanku pada payudara. Ini kesukaannya hingga matanya terpejam lagi hanya menikmati kenikmatan ini selagi pinggangku terus memompa konstan dengan kecepatan perlahan saja. Putingnya kusedot bergantian dengan remasan dan pilinan jari.
Tubuhnya melonjak-lonjak saat sodokan kuat satu-satu kutusukkan ke vaginanya. Kutatap matanya yang juga menatapku. Mulutnya terbuka dengan nafas tersengal-sengal. Tanganku ada di samping telinganya untuk penopang tubuhku. “Mmppggh... Ghh... Mmgghh...” keluhnya menikmati.
“Enak, kan? Aku gak boong kalau kubilang ini memang menyenangkan...” kataku terus dengan sesekali mengecupi pipinya selagi tusukanku kembali normal. Perlahan-lahan saja.
“Enak banget, Satriaa... Entotin aku teruss... Yaa... Begitu... Truss... Lebih cepatt... Lebihh kuaatt...” pintanya kini memegangi pergelangan tanganku di samping telinganya.
Menyanggupi permintaannya, kupercepat sodokan penis gaya missionary ini. Tubuh Silva melonjak-lonjak mendapat desakan kuatku hingga persiapannya memegangi tanganku sangat tepat.
“Teruusss... Ahh... Trus, Satriaahh... Uda mo keluarrhh... dah mo ke... AAaahhh... Aah... Enak banget... Aahh...” berkelojotan tubuh Silva. Punggungnya melengkung hingga dadanya membentur daguku. Kuhentikan sodokanku menikmati remasan-remasan liang vagina Silva pasca orgasme ini. Penisku terasa dipelintir-pelintir seperti cucian.
Kudiamkan penisku di dalam vaginanya beberapa lama sampai Silva membuka matanya kembali dengan senyum manis. Kupegangi belakang lehernya dan kucium bibirnya lagi sampai kami berciuman bertukar ludah dengan panasnya.
“Sekarang giliranmu, Silvi...” katanya setelah mulut kami berpisah. Kulepaskan penisku yang masih menegang kaku dari liang vagina basah Silva. “Jangan takut... Aku temenin...” katanya menenangkan balik kembarannya.
“Silvi maunya yang gimana?” tanyaku beralih padanya yang memegangi vaginanya. Sepertinya ia mengelus-elus kemaluannya selama menonton persetubuhanku barusan dengan Silva.
“Aku mau doggy... Tapi ini dulu...” tunjuknya pada bukaan vaginanya kala ia berbaring disamping Silva. Beneran, kan? Pake kata “aku”. Silvi mau gaya doggy tapi sebelumnya aku disuruh mengoral vaginanya terlebih dahulu. Mereka kini punya preferensi masing-masing.
 
Asyik dah update.... Enak bngt tuh si satria dpt macem2 cewe...
Musuhna kpn nongol lg nih jd penasaran...
 
Asyik dah update.... Enak bngt tuh si satria dpt macem2 cewe...
Musuhna kpn nongol lg nih jd penasaran...

:ampun:sori ya agan-agan, suhu-suhu sekalian, kayaknya update-an hari ini yg biasanya abis taraweh gak bisa tayang. tadi kerjaan banyak banget, jadinya bahan untuk update kurang. ga pantes banget kalo cuma seuprit yg di upload.
mudah-mudahan besok bisa dilanjut update-nya karena udah mulai masuk hari ulang tahun Silva-Silvi yg artinya memasuki akhir.
Mohon maaf sekali lagi. :ampun:
 
Bimabet
Everyday is sex bwt Satria, ga gempor tuh :pandaketawa:
enak ya kalau beneran. tp pastinya kopong dah tu lutut kalo tiap hari goyang terus sampe berapa aer. :mantap:

satria oh satria..iri ane ma char itu...
ane yg nulis aja kadang ngiri. dapat satu cewek aja perjuangannya ampe berdarah-darah.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd