Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Riana si Petugas SPBU

togemaniamantap

Semprot Baru
Daftar
29 Mar 2021
Post
30
Like diterima
105
Bimabet
[CERITA PANJANG]


(Anggap saja) Ini cerita fiksi. Toh tidak ada sub forum yang sesuai, sedarah bukan, setengah baya juga bukan, pemaksaan apa lagi, jelas bukan. Jadi kumasukkan sini saja. Haha.
Kenalkan, namaku Yona, seorang pria normal (Hahaha). Aku bekerja di bidang perhotelan tapi lebih condong di balik meja, alias manajemen. Aku masih single di usiaku yang menginjak 27 tahun, belum ada keinginan untuk menikah cepat-cepat juga, alias masih ingin berpetualang.
Aku ngekos di 1 kota di bagian selatan pulau Jawa. Tak usah terlalu detail deh ya, soalnya ini kota terkenal di Tanah Air. Haha.

Dengan pekerjaan yang tergolong mapan dan penghasilan lumayan, kenapa masih ngekos? siapa tahu saja ada yang bertanya-tanya. Jawabannya adalah aku sedang bangun rumah di belahan lain di kota ini, tapi karena membangunnya juga mencicil jadi butuh waktu yang lumayan lama juga.

Alternatifnya adalah sembari bangun rumah, aku masih ngekos seperti sekarang ini.
Hampir setiap hari kutempuh jalan yang sama antara kosan-kantor. Jika tidak ada kepentingan khusus, untuk apa juga ambil jalan lebih jauh kan?
Nah, di sepanjang jalan inilah ada beberapa SPBU (dari perusahaan minyak XYZ) yang sering jadi tempat jajan pertamax untuk mobilku. Sampai di suatu ketika, di salah satu SPBU ada 1 petugas cewek yang cukup menarik perhatian hingga membuat aku beberapa kali melirik. Belakangan aku tahu namanya Riana, sesuai judul.

Tampak sekilas, Riana mengenakan seragam SPBU pada umumnya dengan baju yang tampak longgar baik di badan maupun lengannya. Oh iya, lengannya pendek dengan paduan dekker tangan warna hitam biasanya.

Namun tidak sejalan dengan celananya. Celana yang berwarna serupa tersebut lebih cocok disebut ketat, dengan menonjolkan pantatnya yang membulat dan sesekali nampak cetakan garis celana dalam jika dia sedang dalam posisi tertentu.


(ilustrasi Riana)

Oya, sebagai gambaran saja. Riana kurang lebih bertinggi 160cm, dengan berat sekitar... sekitar berapa ya, nggak tahu juga sih, tidak pernah dia beri tahu secara gamblang soal ini. Mungkin 50kg, atau berapa lah.. bodo amat lah ya. Kulitnya tidak terlalu putih, tapi jelas lebih putih dari aku. Haha. Wajahnya cenderung tirus dan manis dengan bibir tipis dan hidung yang tidak terlalu mancung, tapi juga nggak pesek-pesek amat.

Dengan alasan itulah aku lebih sering mampir di SPBU tempat Riana bekerja, lebih sering ketemu biar lebih cepat akrab. Hehehe. Tapi seberapa sering juga sih isi bensin tuh? paling juga seminggu sekali atau dua kali itupun kalau mobil sering dibawa jalan-jalan.
Namun karena seringnya mampir inilah, sepertinya Riana lama-lama juga hapal denganku (atau mobilku). Lama-lama tidak hanya ucapan khas petugas SPBU saja yang keluar, tapi juga obrolan basa basi sembari mengisi tangki.

Skip.
Skip.

Setelah berkenalanlah aku sedikit lebih sering ngobrol dengan Riana.
"250?" Tanya Riana singkat di suatu ketika.
"Iya, biasa." Sambil kutengok orang yang bertanya "Eh, kayaknya kita pernah ketemu deh sebelumnya?"
Riana hanya tertawa dengan sedikit menampakkan gigi taringnya yang gingsul.
Seperti itulah obrolan-obrolan tidak penting di SPBU. Dan yang penting, tidak kulihat ada cincin di jari manisnya. Minimal belum kawinlah ini cewek.

Barulah beberapa minggu kemudian aku minta nomor WA-nya dan sesekali menyambung obrolan via chat.

Jumat sore ini terlihat mendung semakin menggelayut di langit, kupacu mobilku menembus jalanan yang ramai dan berbelok ke SPBU tempat Riana berada.

"Oke, pas ya mas." kata Riana sembari menutup tangki bensin mobilku yang telah nyaris penuh.

"Oke Na. Oh iya Na besok malam ada acara nggak?" Tanyaku sembari mengulurkan uang. "Mungkin kita bisa ketemu pas kamu nggak pake seragam."
"Hah? pas nggak pake apa-apa?" tanya Riana sambil terkekeh.
"Hah?" Malah aku yang kaget sendiri, bar-bar juga becandaan ini bocah.
"Boleh mas, oya ini kembaliannya." Jawab Riana sambil mengulurkan uang 30 ribu hasil kembalian isi bensin.
"Ntar nyambung WA aja ya." Jawabku sambil melirik antrian di belakang.

Di atas jam 9 malam baru kukirim chat ke Riana. Seperti biasa isinya obrolan tidak penting tanpa topik yang jelas. Hanya saja kali ini diakhiri dengan janji bertemu hari sabtu malam di sebuah cafe di kota ini.

Skip.

Kuparkir mobilku persis di parkiran samping cafe tempat kami janjian. Akupun masuk area cafe dan kuhampiri tempat Riana duduk. Basa basi basi-pun meluncur layaknya orang yang baru saja bertemu.

Malam ini Riana tampil beda (ya iyalah, biasanya pake seragam petugas SPBU). Dia mengenakan kaos berwarna putih berpadu dengan jaket rajut (namanya apa ya?) yang tidak dikancingkan. Jilbabnya berwarna senada dan berpadu pula dengan celana jeans ketat yang lagi-lagi akan menonjolkan bongkahan pantatnya yang membulat sempurna.

Kusadari kali ini bahwa tak hanya pantatnya yang montok, tapi payudaranya juga tampak membulat di balik kaos katunnya. Sekilas tampak garis BH yang sepertinya berwarna lebih gelap. Aku hanya bisa menelan ludah melihat pemandangan serba bulat ini.
Aku sendiri cuma berkaos hitam polos, celana jeans dengan bagian lutut kiri sobek kecil, dan sandal jepit. Hahaha.
Dari obrolan yang berlangsung lebih dari 2 jam berteman 2 cangkir kopi buatku, beberapa batang rokok, dan 2-3 piring kecil french fries semakin kudalami cewek yang ada di depanku ini.

Ternyata dia baru saja yudisium, tapi belum wisuda, di salah satu perguruan tinggi di kota ini. Dia seorang sarjana bidang administrasi. Pertanyaanku selanjutnya adalah, "Kok bisa melamar jadi petugas SPBU?!"

Riana tertawa, "Iya mas, kerjaan sekarang susah, apa open BO aja kali ya?"
Mungkin jika dilihat orang lain, kami seperti sepasang kekasih yang sedang saling cinta dengan hiasan canda tawa, guyon cekikikan di sana sini.

"Wah iya tuh, bisa cepet beli apartemen," Jawabku tak kalah nyeleneh.
"Sebenernya ada temenku yang kerja di sana duluan, cowok, nah sambil aku nunggu wisuda, sekitar 2 bulan lagi, aku nyoba ngelamar aja iseng-iseng, soalnya kalo mau kerja kantoran juga belom dapet ijazah, dan nggak bisa keluar sewaktu-waktu juga kan," jawabnya nyerocos.
"Keluar dikit apa banyak?" Tanyaku sekenanya sambil tertawa.
"Waaaaaah..., hahaha," Riana balas tertawa.

Skip.
skip.

Pertemuan pertama itu berakhirlah dengan biasa, bukan diakhiri dengan ngentot lho ya. Hahaha.
Seminggu kemudian kami janjian lagi untuk bertemu, kali ini bukan di sabtu malam tapi jumat malam, menyesuaikan libur Riana.

Kami janjian jam 7 malam di cafe yang berbeda.
Kali ini aku yang datang duluan dan memesan jamaican coffee sambil menyulut sebatang marlboro merah. Kulihat Riana memasuki pintu depan cafe. Kali ini dia memakai kaos berwarna biru muda, lagi-lagi tetap mencetak bongkahan payudaranya karena jaket jeans yang dia kenakan tidak dikancingkan.

"Udah lama nunggu ya mas Yon?" Tanya Riana sambil menyalamiku.
"Ya lumayan, udah habis sebungkus nih." Jawabku ngasal dan tersenyum.
Obrolan malam ini berlangsung asyik dan intim seperti sebelumnya. Namun di tengah obrolan, dia sempat membuka-buka akun sosial medianya, dan berkata, "Eh, film XVXVX (sensor) udah tayang lho mas,"

Kulihat layar ponselnya yang diarahkan padaku dan aku hanya manggut-manggut saja. Aku tak paham itu film tentang apa. Hahaha.
"Mau nonton?" Tanyaku.
"Mau....," Jawabnya singkat dengan wajah yang sok diimut-imutkan. Atau disange-sangekan? Hahaha.
"Ada yang malem ini nggak coba?" Tanyaku.

Sejurus kemudian Riana sibuk mencari-cari jadwal bioskop di kota ini.
"Ada nih di bioskop VVVV (sensor) tapi jam 20.45," Kata Riana kemudian.
"Lah, emang tuh film durasi berapa?" Tanyaku.
"2 jam kayaknya deh mas," Jawabnya agak ragu.
Kulihat jam di tangan kiriku. Pukul 20.14.

"Yaudah coba aku pesen ya, siapa tau masih dapet seat belakang," Jawabku sambil meraih ponsel. "Masih ada nih, tapi bukan seat A, mau?"
"Mau....," Lagi-lagi Riana menampakkan wajah mode diimut-imutkannya.
"Yaudah ayok cus.. kita ketemu di sana, kamu pasti lebih cepet nyampe kan," jawabku.

"Aku kan tadi ngojek online mas, hehehe," Jawab Riana.
Oh iya, aku baru sadar, tidak ada ku
Oh iya, aku baru sadar, tidak ada kunci motor di meja.
Singkat cerita, kami semobil menuju Mall tempat bioskop berada dan lalu nonton film (yang ternyata film horror, asem!) malam itu. Jenis film yang sangat kuhindari.

Sesekali Riana meremas tanganku yang kadang masih menggenggam popcorn.
Kami keluar dari area bioskop yang berada di dalam mall sekitar pukul 23.10.
Parkiran sudah sepi.
Kugandeng tangan Riana sambil kami menuju mobil. Riana pun balas meremas tanganku, dan tanpa perlawanan.

Kubukakan pintu kiri mobilku dan kupersilahkan dia masuk duluan.
Di perjalanan menuju kosan Riana, dia bilang, "Duh, nggak ada yang bales WA nih, udah molor semua temen kosku kayaknya,"
"Lah, tidur di trotoar dong?" Tanyaku ngasal.
"iiiiiih.." Jawab Riana.

Sempat terpikir Riana agar check in di hotel tempatku bekerja. Tapi membawa cewek ke tempat kerja malam-malam, sedangkan bawahanku yang bertugas di resepsionis pasti akan tahu, adalah hal yang konyol.

Aku menepikan mobilku sejurus kemudian, "Gimana dong? mampir kosanku dulu?" Entah darimana aku mendapat ide ini.
"Iya deh, nggakpapa mas, mau gimana lagi." Jawab Riana kemudian.
Kuparkirkan mobilku tepat di depan kamar kosanku lalu seperti biasa kubukakan pintu agar dia masuk duluan.
"Maaf berantakan," Kataku.

"Enggak berantakan kok, ini sih lebih mirip abis gempa bumi," Jawab Riana sambil geleng-geleng dan meletakkan tasnya di meja samping jendela.
"Namanya juga cowok," Jawabku sambil tertawa.
"Nggakpapa sih, paling nggak aku jadi nggak khawatir ada cewek tiba-tiba masuk. Keliatannya ini kamar nggak pernah kemasukan cewek ya, jadi nggak pernah diberesin" Kata Riana sambil memunguti beberapa buku yang berserakan dan kaos kaki yang keluar dari sepatuku.

Entah apa maksud kata-katanya barusan.
Dalam waktu singkat, kamarku sudah jauh lebih rapi, gitarku tak lagi nongkrong di spring bed, buku-bukuku sudah masuk rak, joystick dan laptopku sudah naik ke meja, dan sepatu-sepatuku telah berjajar di tempatnya. Aku yang baru keluar dari kamar mandi untuk cuci kaki-cuci tangan hanya tertawa dan bilang, "Wah, calon istri idaman.."

"Iya dong!" jawab Riana sambil berkacak pinggang dan sesekali mengelus wajahnya yang nampak sedikit berkeringat. Padahal kurasa sudah dingin, AC sudah bekerja dari tadi.

Sejurus kemudian Riana membuka jilbabnya, sedangkan jaketnya sudah nyantol di kapstok dari tadi. Sekarang menyisakan kaosnya yang berlengan 3/4 dan jeans yang sedikit digulung. Riana-pun beranjak ke kamar mandi, untuk bersih-bersih katanya.

Sekembalinya dari kamar mandi dia sudah jauh lebih cerah dengan muka dan tangan yang masih basah.
Tak disangka, dia menempelkan-nempelkan mukanya yang basah ke lenganku dan mengusah tangannya ke kaos bagian perutku sambil terkekeh dan bilang, "Pinjem, nggak ada handuk di kamar mandi,"
"Eh, ini baru juga ganti baju," kataku sok jengkel.
"Yaudah, kalo nggak ikhlas aku ambil lagi nih basahnya," jawab Riana sambil kembali melakukan hal yang sama seperti tadi.

Alhasil aku yang sedang duduk dan tidak siap menerima "tandukannya" jatuh ke spring bed dengan tangan Riana masih menempel di kaosku. Sekalian saja refleks kutarik tangan Riana melingkar di pundakku dan kurain bagian belakang kepalanya agar mendekat ke wajahku.

Riana tidak melawan.

Segera saja kusosor bibirnya dengan ganas.
"Bauk rokok," Kata Riana sambil melepaskan ciuman.
"Trus nggak mau?" Tanyaku. Wajah kami benar-benar berhadap-hadapan.
"Mauuuk..." Jawab Riana dengan gaya imutnya.

Kali ini ciuman kami lebih intens dari yang pertama tadi. Kukulum bibir bagian atasnya, hingga sesekali kudengar tarikan napas Riana beradu dengan lenguhan lembut yang keluar dari mulutnya.
"Emmmhhhh.." Riana melenguh sembari kumasukkan lidahku menjelajah bagian dalam bibirnya.

Entah berapa lama waktu kami habiskan berguling di spring bed dengan saling menindih dan beradu bibir. Sesekali tangannya meraih rambutku dan meremas pelan bagian belakang kepalaku.
Aku yakin nafsunya sudah naik.

Kuberanikan diri untuk menjulurkan tanganku meraih payudara sebelah kirinya yang masih berbalut kaos dan BH.
Lagi-lagi Riana tidak melawan, hanya melepaskan pagut ciuman kami dan berucap, "Kok nakal.."
"Nggak mau?" Tanyaku menguji.
Kali ini Riana tidak menjawab dengan gaya 'mauk'-nya. Tapi mengangguk pelan sambil menggigit bagian bawah bibirnya.

Kembali kugerakkan jemariku kananku untuk meremas payudara kiri Riana sambil sesekali menjilati bibirnya yang sudah luar biasa basah bercampur ludahku dan ludahnya sendiri.

Kutatap wajah manis Riana yang menggeleng pelan seirama dengan keras-lembutnya remasanku. Matanya menutup, tampak menikmati sekali rangsangan yang kulancarkan.

Tak dinyana, tangan kanan Riana meraih tangan kiriku dan meletakkannya di payudara kanannya. Dia masih sambil melenguh dan mendesah pelan seolah berkata, "Yang kanan kok nggak sekalian?"

Tanpa pikir panjang, kulancarkan aksi meremas ini ke kedua payudaranya yang kenyal.
Sial, kaosnya mengganggu.
Kucoba meraih bagian bawah kaos Riana dan kuangkat sampai di atas payudaranya. Dan nampaklah bulatan payudara yang sangat menggugah nafsu. BH yang dia pakai tak mampu untuk menahan bongkahan lembut payudara Riana.
Kudekatkan wajahku ke dada Riana dan mulai menjilat bulatan payudaranya. Kulitnya terasa lembut dan kenyal saat kutempelkan lidahku.

Riana kembali hanya mendesah tidak karuan dengan volume yang masih terkontrol.

Kutarik BH Riana hingga menyembullah payudara kiri yang kali ini langsung menantang di depan wajahku.
Riana sempat terbelalak sejenak dan kembali menggigit bibir bawahnya bersiap untuk menerima jilatan di area yang sangat sensitif, puting.
Sengaja kumainkan lidahku berlama-lama di bongkahan payudaranya sebelum mengulum puting agar semakin membuat Riana penasaran dan tidak sabar.

Tangan kiriku meraih payudara kanan Riana dari balik BH abu-abu tuanya. Kali ini kumainkan telunjuk dan ibu jariku di puting sebelah kanan. Gerakan Riana semakin tidak terkontrol dan tangannya meremas-remas seprei yang sekarang sudah tak lagi rapi.
Dadanya naik turun seirama dengan jemariku yang memilin putingnya. Desahannya semakin keras.

"Mmmmhhhh... sayang," Baru kali ini Riana menyebutku sayang.
Secara tiba-tiba kulepaskan semua tanganku dari tubuh Riana. Hingga Riana sendiri pun kaget dan membuka matanya.
"Mau kemana?" Tanya Riana lirih.
"Nyetel musik dulu ya Riana sayang, desahanmu udah makin kenceng," Jawabku sambil meraih remote smart TV.
"Iya deh..," Jawab Riana lirih tanpa berusaha mengubah posisi tidurnya dengan rambut dan baju yang sudah berantakan.

Kubuka youtube dan memutar video musik dengan agak keras. Tak lupa kunyalakan fitur autoplay.
Aku kembali menindih Riana, kali ini kutarik kaosnya ke atas dan menyisakan BH yang menempel.
Kuraih bantal dan kuposisikan kepala Riana dengan nyaman di atasnya. Kuelus pelan rambut Riana dan kukecup pipinya yang mulus tanpa jerawat setitikpun.
Sambil menindih Riana, kuulurkan tangan kananku ke punggung Riana dan kulepaskan kaitan BH-nya.
"ih.. satu tangan, ketauan profesional" kata Riana mencibir.

Aku hanya tertawa dan kembali membenamkan kedua tanganku masing-masing ke payudara kenyal Riana. Payudara yang benar-benar mulus tanpa cela dengan bulatan elok berpadu dengan puting kemerahan. Dan ukurannya pun tidak terlalu besar hingga terlihat timpang dengan badannya.

Tapi..
"Gede yang kiri ya Na?" Tanyaku sambil tetap meremas-remas lembut.
"Hmm hmm..," Jawab Riana yang lebih mirip respon nafsu yang sudah di ubun-ubun.

Kepala Riana masih menggeliat di atas bantal yang sudah tak lagi di posisi awal. Tangan Riana mencoba menyibakkan kaos yang kukenakan dan meremas punggungku.

Kupindahkan tangan kananku untuk mengusap perut Riana yang lagi-lagi putih mulus di hadapanku.
Tak kubiarkan payudara Riana menganggur tanpa diberi aksi. Langsung kubenamkan wajahku di payudara Riana secara bergantian dan kuciumi dengan penuh nafsu.
Riana semakin liar mendapati dadanya diobok-obok oleh bibir dan hidungku.

Badannya semakin menggeliat dan mengangkat-angkat dadanya terengah-engah.
"Eumhhh.. pelan-pelan mmhhh.. sayang, jangan keras-keras, atiiiit ntar," kata Riana terengah-engah di sela kenikmatan yang dia rasakan.
"Enggak kok, yang keras tuh ini," kuraih tangan kanan Riana dan kutempelkan ke penisku yang berada di balik celana pendek yang kukenakan.

Riana hanya menurut saja dan terus menempelkan tangannya, tapi belum mencoba meremas penisku.
Aku yang gemas langsung nyosor ke puting Riana dan kukulum basah secara bergantian.
Riana yang terkejut refleks meremas penisku dengan keras.

Giliranku yang meringis, "Jangan keras-keras dong, sakit,"
"Salah siapa ngagetin," Jawab Riana.
Kulihat wajahnya mulai basah berkeringat dan membuat penampilannya yang telanjang dada semakin sensual.
Riana mulai agresif membalas seranganku, dia coba merogoh celana pendekku dan mendapati penisku yang telah mengeras.
"Hmmm..." Riana mendesah sambil terus meremas penisku.

"Suka?" Tanyaku nakal sambil sesekali menjilati putingnya.
"Banget.. iiih nakal, sini sini anak nakal siniiih.." Jawab Riana sambil coba menciumiku.
Kuangkat kepalaku dan mendekat ke wajahnya.
Kedua tangan Riana langsung memberi kode agar aku mengangkat badan dan dia langsung mencoba untuk menarik celanaku ke bawah.

Riana memutar badanku hingga sekarang dia yang menindihku.
Payudara Riana menggantung bebas, bergoyang dengan indah di atas dadaku.
Kutarik badan Riana ke atas hingga payudaranya berada tepat di atas wajahku, tapi sengaja tidak kutarik agar dia yang mengontrol kali ini.

Riana yang memahami beranjak turun dari posisi menindih dan memposisikan badannya di tepi badanku, dia raih penisku dengan tangan kanannya dan menjulurkan payudaranya ke mulutku.

Segera saja kukulum puting yang telah mulai mengeras itu dengan gerakan random dan cenderung kasar. Riana yang kegelian sesekali menarik payudaranya dan mengganti dengan payudara yang sebelahnya.
Desahan Riana beradu dengan suara musik yang mengalun. Tangannya mulai meremas buah zakarku dengan lembut. Sesekali tangannya meraih batang penisku dan mengelusnya perlahan.

Secara tiba-tiba Riana memutar badannya untuk kembali menindihku namun kali ini dengan gaya 69. Riana yang masih mengenakan celana jeans menindih dadaku dan payudaranya ditempelkan ke perutku.
Dengan agak susah payah kuraih kancing dan resleting celananya, lalu kutarik perlahan celana yang dia pakai.
Karena susah untuk melepas sampai bawah, kubiarkan saja celananya masih menempel hingga sebatas lutut.

Vagina Riana sekarang hanya tertutup celana dalam dengan warna senada dengan BH. Tak langsung kulepas celana dalam Riana, tapi kutempelkan bagian vaginanya ke wajahku. Riana menggeliat pelan sembari memposisikan agar vaginanya persis di atas mulutku.

Kuraih pantat Riana yang besar membulat dan kudorong ke bawah agar aku bisa meraih vaginanya dengan lidahku.
Pantat yang sangat montok, tidak bisa tertutup sempurna oleh celana dalamnya.
Riana mendesah semakin liar. Dia balas meraih penisku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menopang badan.

Dia coba untuk menarik penisku menuju mulutnya. Namun karena perbedaan tinggi badan yang agak lumayan, sepertinya Riana agak kesulitan. Hingga dia coba mengocok penisku dengan tempo yang random karena sembari menahan nikmat akibat vaginanya kuciumi dari luar celana dalam.
 
[LANJUTAN]

(ilustrasi Riana)

Riana menarik dirinya ke bawah hingga mulutnya bisa menjangkau penisku. Dia menjilat bak berhadapan dengan es krim cone yang dia sukai. Jilatannya sangat lembut mengitari batang penisku, merata tanpa ada bagian yang dibiarkan kering.
Sesekali tangannya membetulkan posisi rambut yang menutupi dan dia letakkan di atas telinganya.

Aku tak mau mengganggur begitu saja. Kupelorotkan celana jeansnya sampai terlepas dan disusul celana dalamnya yang lebih mudah untuk dilepaskan.

Riana sekarang sudah telanjang bulat tanpa tertutup benang sehelaipun. Pahanya yang mulus sesekali kuelus dan kujilati sekenanya. Sedangkan jari tangan kananku coba meraih vaginanya yang telah basah.
Kuelus dengan remasan-remasan pendek di bagian vaginanya. Sesekali kugosokkan tanganku ke vaginanya dan membuat Riana menggeliat keenakan.

Riana mengulum penisku dengan lembut. Kurasakan hangat di dalam rongga mulutnya. Lidah Riana beradu dengan batang penisku yang telah basah kuyup oleh ludahnya. Gerakan mulut Riana naik turun untuk memberi blow job yang sangat nikmat.

Jelas dia sudah sering melakukan ini.
Kubenamkan jariku tengahku ke lubang kenikmatan Riana dengan sangat perlahan. Riana mendesah keras saat jariku mencoba menerobos liang surgawinya. Dia sibukkan mulutnya masih dengan mengulum habis penisku dengan nafsu menggelegak.

Suara kecipak ludah yang keluar semakin menambah syahdu persetubuhan malam ini.
Vagina Riana semakin kuobok-obok dengan satu jari. Kumasukkan dan kukeluarkan dengan tempo yang naik-turun.

"Ah ... ah, aaahhh.. aah...," Riana tak kuasa untuk menjerit saat dia rasakan kenikmatan yang teramat sangat.
"Wangi sayang..," Kataku singkat.
"Ahhmmm ahh...aaah" Riana menjawab dengan desahan liar yang semakin tak menentu.

"mas, aahh.. sayang, enak, ahhh.. aku mau pipis mas, aahhh" Riana meracau saat vaginanya semakin basah dan mencapai klimaksnya yang pertama.
Badannya ambruk di atas badanku dengan nafas terengah-engah.

Kembali kutarik pantatnya dan kujilati vaginanya dengan nafsu yang tinggi.
"Slllrruuuppp slllrpppp..." Sesekali kuhisap vaginanya dengan mulutku.
Riana kembali menggeliat sedikit demi sedikit.

Kuputar badannya dan aku beranjak kembali menindihnya dengan posisi wajah yang berhadapan.
Wajahnya terlihat berantakan dengan rambut yang acak-acakan. Tapi senyum nakalnya menandakan bahwa dia sangat merasakan kenikmatan.

"Masukin nggak nih?" Tanyaku nakal.
"Terserah.." Jawab Riana tak kalah nakal, kali ini dia julurkan lidahnya untuk mengejekku.
Kurespon jawaban Riana dengan beranjak ke bagian bawah badannya. Riana tertawa kecil.

Kuangkat kedua kakinya hingga terpampanglah lubang vagina Riana yang siam diterkam dalam posisi misionaris.
Riana bersiap dengan kembali meremas bagian seprei yang bisa dia raih. "Pelan-pelan lho yang.." Kata Riana lirih.

Tak kujawab kata-kata Riana, namun kuarahkan langsung pucuk penisku menuju vaginanya. Riana mengangkat kepalanya sambil menggigit bibir bawahnya kembali.
Pelan-pelan kumasukkan penisku ke vaginanya yang terasa hangat dan basah.
"Hmmm.. aahhhh... pelaaan hmmm, enak banget mas, sayang aahh.." Riana meracau tak karuan.

Vaginanya terasa sempit, benar-benar butuh effort untuk masuk. Apakah dia lama tak ML? entahlah.
Kumasukkan seluruh batang penisku ke vaginanya, dan sengaja kudiamkan sejenak untuk melihat respon Riana.
Riana masih terus mendesah terpayah-pataj dan sesekali melirik ke bawah untuk melihat penetrasiku.

Perlahan kucabut penisku dan kumasukkan lagi.
"Aaaaaahhhhhhh..." desah Riana panjang.
Kali ini kuiringi dengan penetrasi pelan untuk membiasakan Riana. Kujulurkan pula badanku agar mulutku menjangkau payudara indahnya.
Semakin tak karuan respon Riana mendapati kenikmatan yang luar biasa ini. Semakin lama kupercepat penetrasiku ke vaginanya hingga muncul suara 'plak..plak..plak'.
Riana merangkul kepalaku, "Enak mas..aahhh.. enak banget.. hmm hmmpphh teruss."

Desahan nikmat Riana semakin memacu nafsuku untuk terus menghujamkan si jagoan kecil untuk mencapai kenikmatan puncak.
Sudah cukup untuk posisi standar ini, kusimpan lagi untuk akhir saja nanti.
Kuangkat badan Riana tanpa mencabut penisku yang masih menancap di vaginanya hingga kami berhadap-hadapan dalam posisiku memangku Riana.

Riana paham kode yang kulancarkan. Dia ambil posisi semi jongkok untuk mempermudah mengangkat pantat montoknya. Tangan Riana dikalungkan di leherku. Lalu mulailah gerakan memompa dengan mengangkat pantat mulusnya dalam tempo pelan. 'Kubantu' dengan remasan gemas di kedua bongkahan pantatnya yang benar-benar akan membuat lelaki manapun menelan ludah saat melihatnya.

Sesekali Riana mengusap kepalanya sendiri agar rambut yang berulangkali terurai tidak menutupi wajahnya.
Kucoba untuk mengecup bibirnya, tapi desahan Riana yang tak menentu membuat ciuman dalam posisi memangku ini tidak efektif. Berulangkali ciuman kami lepas karena Riana sibuk mendesah dan menggigit bibir bawahnya.

"Mass... enak bangett, akuu... mmhhhh...sayang... kamu ...mhhhh mas..aahhhh mmhhh," Ucap Riana di sela-sela desahannya.
Ucapan standar dari cewek yang sedang dimabuk kenikmatan penis yang menancap di vaginanya. haha.

Kurasakan temponya semakin menurun, Riana mulai lelah memompa. Mungkin pantatnya terlalu berat.
Kubanting lembut tubuh riana dalam posisi tengkurap ke atas spring bed. Lalu kuangkat pantatnya untuk menyiapkan doggy style.

Pantat yang sungguh lembut, melengkung indah dari bagian atas tubuhnya membentuk keseksian yang tiada tara.
Kuciumi pantat Riana sambil sesekali kujilat dengan beringas. Riana mulai mampu mengatur nafasnya kembali. Dia siap digenjot lagi.

Kembali kutancapkan penisku yang masih tak juga mengendur ke arah vaginanya dari belakang.
Respon Riana masih sama seperti awal kutancapkan penisku. Desahannya benar-benar gila.
Sesekali kuraih payudaranya yang menggantung dari belakang. Tempo penetrasi yang kulancarkan semakin meninggi. Suara 'ceplak-ceplok' membaur dengan iringan musik dari TV.
Riana coba mengangkat kepalanya dan meraih kepalaku dengan memutar tangannya. Kutopang badannya dengan berpegangan pada sepasang payudara indah itu dan Riana memegangi pinggangku.
Lengkungan badan Riana yang sudah basah oleh keringat dan ludahku semakin membuatku beringas menaikkan tensi penetrasi.

"Maaaass... uuuhhhh hmmm... aaahhhhhhhhhhhhh," Akhirnya desahan panjang Riana yang menandakan klimaks kedua mengakhiri posisi ini.
Kubiarkan Riana tengkurap sambil terengah-engah untuk sejenak sebelum kubalikkan badannya.

Payudaranya memang sangat menggoda. Aku tak tahan melihatnya menganggur. Langsung kusosor payudara kanannya, langsung ke putingnya. Riana terhentak sesaat sebelum tersenyum kecil dan memeluk kepalaku.

"Belum mau keluar ya sayang? duh enak bangeeetttt, aku nggak tahan sampe keluar dua kali nih," Tangan Riana tampak mengusap vaginanya sendiri.
"Lanjut yah?" Tanyaku pelan sambil mengecup pipinya.
Riana hanya mengangguk kecil, tersenyum lalu mengecup balik pipiku.
Kembali kuposisikan Riana dalam gaya missionaris yang melegenda.

Kali ini kujilati vaginanya terlebih dahulu.
Riana kembali menjerit tertahan sembari meremas rambutku, "Aachhhh, masss.. uuhhh uuuuhhh,"
Vaginanya sudah sangat banjir dengan ludahku, begitu pula dengan pangkal paha yang membuatnya benar-benar kegelian saat kujilati.

Langsung kutancapkan penisku dan memulai tempo tinggi dalam hujamannya. Badan Riana sesekali melenting dan menonjolkan payudaranya ke atas.
Kupegangi kedua tangannya hingga membentuk posisi yang mengapit kedua payudara indah itu. Payudaranya semakin seksi saja saat terjepit kedua lengannya.
Tidak kupelankan tempo penetrasi penisku, hingga di sela-sela nafasku yang terengah-engah kusempatkan bertanya, "Di luar?"
"Terserah masss.. aku pasrah mas.. aahhhh sayang.. aaahhhh hmmmm," jawab Riana kacau.

Aku tak yakin dia sedang di masa subur atau tidak. Aku tak ambil resiko.
Saat kurasakan spermaku sudah nyaris mencapai ujung, langsung kucabut penisku dan kuarahkan ke dada Riana.

Kukocok sendiri penisku agar memuntahkan cairannya di atas payudara indahnya.
Tapi tak kusangka, tangan Riana merebut penisku lalu dia arahkan ke mulutnya yang mulai menganga.

Dia kocok penisku yang masih tegang dengan cepat. Matanya mendongak ke atas hingga tarap mata kami bertemu.
Kutopang kepala Riana agar penisku masuk ke mulutnya karena... "aaaahhhhhhhhhh," aku mengerang panjang sembari penis jagoanku memuntahkan cairan kenikmatannya.

Tak pikir panjang, mulut Riana mengulum habis penisku dan menelan sperma sampai nyaris tak bersisa. Benar-benar cewek gila nih.
Riana mengusap mulutnya dan kembali menghempaskan kepalanya ke bantal. Nafasnya masih terengah-engah dan kulihat tangan kirinya memegangi payudara kirinya. Kuhempaskan tubuhku di samping Riana.

"Kok nggak di dalem aja sayang? kan aku bilang terserah tadi," Ujar Riana sambil memeluk tubuhku dari samping.
"Aku kan nggak tahu siklusmu sayang," Jawabku sambil mengelus lembut rambutnya. Kepala Riana kini berbantal dadaku.

"Kalo di dalem trus aku hamil, kan kamu pasti kuminta tanggung jawab, kita nikah deh..." Jawab Riana manja.
"Hahaha.. oooh, jadi kamu pengennya di dalem aja nih?" Kucolek hidungnya dengan mesra.
"Aku capeek mass.. tapi enaknya masih kerasa sampe sekarang." Kata Riana.
"Mau mandi dulu atau langsung molor aja nih?" Tanyaku.

"Mandi laaah.. lengket semua badanku." Kata Riana.
Tapi yang diucapkan berbeda dengan kenyataan. Sembari ngobrol mesra dalam posisi mendekap, perlahan Riana mulai jatuh tertidur.

Kuletakkan badannya di spring bed. Aku beranjak turun, mematikan lampu, meraih selimut lalu kuselimuti tubuh kami berdua yang masih telanjang bulat dalam posisi berpelukan.

Kukecup bibir Riana perlahan dan aku pun mulai terlelap.

[tamat atau bersambung? tergantung mood nulis]
Thank you.
 
cerita bagus... alurnya enak.
pelakunya pun dikasih nama yg lengkap (meskipun mungkin nama fiksi), bukan pake singkatan atau inisial.
apalagi kalau pelakunya hanya pake "ane dan doi",... bikin ilfil.
 
Curiga ini bukan fiksi karena ceritanya seperti biasa terjadi di dunia nyata. Jangan jangan itu beneran foto Riana…
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd