Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG RIMBA ASMARA

Thema apakah yang paling anda gandrungi dalam Sub Forum Cerita Bersambung ini?

  • Hubungan sedarah atau incest, dengan mama atau saudara kandung

    Votes: 316 17,6%
  • Hubungan setengah baya atau MILF, antara yang muda dengan yang tua

    Votes: 239 13,3%
  • Hubungan sex Cukold, eksib, voyeur, mengintip dan di tempat umum

    Votes: 132 7,3%
  • Hubungan sex di kalangan remaja atau SMU/pesantren/sederajat

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex di kos-kosan mahasiswa/mahasiswi

    Votes: 85 4,7%
  • Hubungan sex Perkosaan

    Votes: 46 2,6%
  • Hubungan Sex affair di kalangan bisnis atau antar pegawai kantoran

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex dengan Bini Orang

    Votes: 159 8,9%
  • Hubungan sex dengan Laki Orang

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex di kalangan selebriti Indonesia

    Votes: 80 4,5%
  • Hubungan sex di pedesaan/ di perkampungan

    Votes: 88 4,9%
  • Hubungan sex dengan wanita berhijap/kerudung

    Votes: 332 18,5%
  • Hubungan sex romantis

    Votes: 62 3,5%
  • Scandal sex para politisi atau pejabat

    Votes: 19 1,1%
  • Hubungan sex lesbian/gay

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex lainnya

    Votes: 8 0,4%

  • Total voters
    1.796
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Ngopi siang kesorean mas bro, mbak sis, akang teteh, uni uda, mbok bli, kaka-kaka semua
terutama untuk para jomblo bahagia yang sibuk dengan gaweannya masing-masing
Salam Kopi Item!!!

Kalau aku sih ra popo dibilang tulisannya kurang bagus juga @MelancholyBlue
aku inih apa atttuuuhhh
cuma sebutir pasir di lautan padang pasir sahara yang sangat luas.

Aku nulis buat aku sendiri
kalau ada yang suka, yang ngelike, yang ngasih cendol dll.
aku ucapin
makasih banget!!!

Tapi kalau cuma dibaca doang pun aku rapopo

kalau ada yang ngasih komen, ngasih PM
yang ngeselin
aku juga rapopo koq.

Aku juga nulis enggak ngasal
aku nulis berdasarkan data
data itu aku letakkan di suatu waktu dan kejadian tertentu dalam suatu runtutan cerita sesuai selera aku.

Jadi walau pun ceritaku ini NGIBUL tapi tetep masuk akal.
Kalau ceritanya masuk akal, kalian para reader, jadi bisa tahu maksud aku sesungguhnya cuma klangenan doang. Cuma untuk hiburan. Enggak kurang enggak lebih.

Aku juga tidak berniat mendiskreditkan tokoh masyarakat tertentu, ras tertentu, organisasi massa dan partai tertentu, agama tertentu.

Aku tidak bermaksud SARA sama sekali. Aku juga tidak bermaksud melecehkan sejarah.
Begitu kira-kira sodara-sodara tujuanku menulis di sini.

Pokoknya prinsipku sederhana: 7 X 7 = 49 ( Tujuh kali tujuh sama dengan empat sembilan, setuju ga setuju yang penting ewean)


Salam Kopi Item.
PEACE!!!!
Pokok e mantep bro. Lnjutkan
 
Ada ada saja suhu satu ini 7*7=49 setubuh ga setubuh yang penting ee,,, diapdet terus ceritanya, se 7 ya
 
Ngopi siang kesorean mas bro, mbak sis, akang teteh, uni uda, mbok bli, kaka-kaka semua
terutama untuk para jomblo bahagia yang sibuk dengan gaweannya masing-masing
Salam Kopi Item!!!

Kalau aku sih ra popo dibilang tulisannya kurang bagus juga @MelancholyBlue
aku inih apa atttuuuhhh
cuma sebutir pasir di lautan padang pasir sahara yang sangat luas.

Aku nulis buat aku sendiri
kalau ada yang suka, yang ngelike, yang ngasih cendol dll.
aku ucapin
makasih banget!!!

Tapi kalau cuma dibaca doang pun aku rapopo

kalau ada yang ngasih komen, ngasih PM
yang ngeselin
aku juga rapopo koq.

Aku juga nulis enggak ngasal
aku nulis berdasarkan data
data itu aku letakkan di suatu waktu dan kejadian tertentu dalam suatu runtutan cerita sesuai selera aku.

Jadi walau pun ceritaku ini NGIBUL tapi tetep masuk akal.
Kalau ceritanya masuk akal, kalian para reader, jadi bisa tahu maksud aku sesungguhnya cuma klangenan doang. Cuma untuk hiburan. Enggak kurang enggak lebih.

Aku juga tidak berniat mendiskreditkan tokoh masyarakat tertentu, ras tertentu, organisasi massa dan partai tertentu, agama tertentu.

Aku tidak bermaksud SARA sama sekali. Aku juga tidak bermaksud melecehkan sejarah.
Begitu kira-kira sodara-sodara tujuanku menulis di sini.

Pokoknya prinsipku sederhana: 7 X 7 = 49 ( Tujuh kali tujuh sama dengan empat sembilan, setuju ga setuju yang penting ewean)


Salam Kopi Item.
PEACE!!!!
Ane tetap menanti karya suhu yg luas biasa ini.
4 x 4 :16
Sempat ga sempat harus dibalas updatenya.
 
Selasa, 5 Februari 2019


Bau obat-obatan khas kamar rumah sakit membuka kesadaranku. Kubuka mata, nuansa putih di dinding dan langit-langit mendominasi ruangan. Aku yakin, aku ada di sebuah kamar rumah sakit.

Tapi rumah sakit apa, di mana dan bagaimana aku bisa ke sini, aku tidak tahu. Aku menduga, mungkin aku pingsan ketika menahan terjangan air sungai. Lalu, mungkin, Mang Emen dan Juber membawaku ke rumah sakit ini.

Hari ini hari apa tanggal berapa bulan berapa, aku juga tidak tahu. Kepalaku sakit sekali ketika berpikir. Dan aku sangat mengantuk. Ketika dua orang suster itu masuk ke ruangan, aku benar-benar tertidur lagi. Lalu terjaga lagi.

Aku yakin mereka menjejalkan obat tidur yang cukup banyak, sehingga aku beberapa kali terjaga dan kemudian tertidur lagi.

Aku berada antara terjaga dan tertidur ketika batang kemaluanku diperebutkan oleh dua mulut yang aku tidak tahu siapa.
"Enak bener."
"Gurih."
"Nyam nyam nyam..."
"Slurp... slurp.. slurp..."

Aku mengerang. Merasa nikmat dijilatin oleh dua lidah secara bersamaan.
"Mir, aku penasaran nih... dia nanti bangun enggak?"
"Kontolnya pasti bangun... nih liat wuih, tegep benerrrr... tapi orangnya enggak Lis. Aku udah kasih diazepam 5 mg... hi hi hi... kita bisa pesta sampai nyemprot."
"Asyiik... kita genjot dengan memek secara bergantian... hemm... eh, dua pengawalnya di luar gimana?"
"Jangan khawatir, yang gemuk berotot itu akan mencegah siapa pun yang akan masuk ke ruang VVIP ini, sedangkan si Satpam, sibuk menerima tamu dan karangan-karangan bunga... kita aman, tenang aja. Eh, udah dong gantian aku yang jilatin."
"Mir, memekku udah gatel nih... udah enggak kuat pengen dikontolin."
"Sabar kenapa sih... nyam... nyam... nyam... mmmmmuaacchhhh..."

Aku masih dalam keadaan memejamkan mata. Namun sebuah bayangan hitam yang bergerak yang membayangi pandangan mataku yang terpejam, tentu saja dapat aku ketahui. Lalu tiba-tiba kurasakan sebuah liang hangat yang licin menyentuh-nyentuh kepala si betok...
"Akh..." Aku mengerang pelahan.
"Mir, dia mengerang... aku..."
"Sudah masukin saja kontolnya ke dalam liang memekmu... uh, pasti enaaaak tuh..."
"Okhhhh... Mir... enaaaakkkk... banget..."
"Genjot Lis... ayo... ayo... ayo..."

Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh!
"Mirrr...aku engggak kuaattt.... aaaaaaakhhhhh....."

Srrr... prot... prot... prott...

"Hi hi hi, Lis, lendirmu banyak sekali... udah gantian sekarang giliran aku."

Aku mendengar suara pintu dibuka secara tiba-tiba.
"Hey!" Suara itu melengking sangat keras. "Apa yang kalian lakukan, ha?"

Lalu kudengar suara gaduh bergedubrakan.
"Hm. Kalian sungguh memalukan! Aku pastikan kalian akan diberhentikan secara tidak hormat sebagai perawat di rumah sakit ini. Pergi kalian sekarang juga. Pergi!!!"

Lalu kudengar suara bel gawat darurat dibunyikan. Berbagai bayangan orang masuk ke dalam ruangan. Dan aku benar-benar terlelap kembali.

***

Kali ini aku benar-benar terjaga. Pangkal lenganku masih dijejali selang infus tapi aku merasa badanku demikian segar.

Yang pertama kulihat tentu saja jam di dinding, jam 4.10 menit.

Seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan datang mendekat dan tersenyum kepadaku.
"Saya dokter Prilly, bagaimana perasaannya sekarang Pak Kasman?" Tanyanya. Suaranya lembut dan syahdu. Matanya yang tenang menatapku dengan tatapan menyelidik.
"Baik, dok. Terimakasih." Kataku. "Ini hari apa dok? Tanggal berapa? Saya lapar sekali."

Dia tertawa lembut.
"Selasa, 5 Februari."
"Tahun?"
"2019 tentu saja."
"Owh!" Seruku. "Dok, selang infus ini bisa dicabut enggak?"
"Bisa. Tunggu perawat ya pak, nanti jam setengah lima." Katanya.
"Enggak bisa sekarang? Ini gatel sekali dok."
"Setengah lima ya Pak, sampai cairan infusnya habis." Katanya lagi sambil meraih papan dada yang digantung di dinding, lalu menuliskan sesuatu catatan. "Makan malamnya jam setengah tujuh, sayuran dulu ya Pak. Jangan makan-makan yang berminyak dulu, lambung bapak baru beberapa jam dibersihkan dari kotoran-kotoran aneh."
"Baiklah." Kataku, menyerah.
"Istirahat yang nyaman dan tenang, jangan dulu mikirin kerjaan atau apa pun. Saya permisi dulu." Katanya sambil menggantungkan papan dada itu di dinding dan bersiap hendak pergi.
"Dok." Kataku. "Saya kapan diperbolehkan pulang?"
"Besok siang, kalau kondisi bapak sudah memungkinkan." Katanya sambil membailkkan badan. Dia menatapku lagi selama beberapa detik dengan tatapan menyelidik. Sebuah tatapan yang sulit sekali aku ungkapkan apa maksudnya, seperti tatapan ingin tahu, penasaran bercampur aduk dengan perasaan berahi yang tersembunyi di balik sikapnya yang matang dan tenang itu.

Sebuah tatapan khas perempuan setengah baya yang demikian tegar dan tertutup menyembunyikan hasratnya yang menggila kepada si betok.

***

Setelah dokter Prilly pergi, aku duduk menyandar dinding. Aku cuma sendiri di kamar yang serba putih ini. 3 Orang perawat kemudian datang, satu orang perempuan setengah baya dan dua orang pria yang masih muda. Mereka mengangguk hormat, perawat perempuan itu melepaskan selang infus dan membawa infusan tersebut bersama tiang besinya ke luar ruangan. Sedangkan kedua pria muda itu masing membawa tabung oksigen yang tinggi besar dan sebuah meja kotak berisi peralatan kedokteran yang aku tidak tahu apa namanya dan apa kegunaannya.

Setelah peralatan-peralatan itu disingkirkan, ruangan ini terasa enak dan lega bagiku.

Ruang rawat yang kutempati ini cukup istimewa. Mungkin ini adalah kamar VIP atau VVIP sehingga aku cuma sendirian di sini. Ruangannya cukup luas. Ada beberapa kursi sofa untuk tamu penjenguk dilengkapi meja kecil. Di atas meja itu terdapat beberapa buah-buahan, apel, anggur dan jeruk. Entah siapa yang meletakkannya di situ, mungkin Mang Emen atau mungkin juga Juber.

Melihat buah-buahan itu perutku langsung saja berontak. Kelakuan perutku ini mirip si betok, enggak boleh lihat paha mulus langsung saja main berontak. Kalau sudah berontak, agak susah juga meladeninya.

Harus segera dilaksanakan keinginannya.

Aku menurunkan kakiku ke lantai dan duduk di bibir ranjang. Sekarang baru kurasakan seluruh tulang-tulangku kesakitan seperti gemeratakan. Untunglah pada saat itu Mang Emen masuk dan wajahnya tampak gembira sekaligus khawatir.
"Bos bos... tunggu dulu." Katanya. Dia segera menghampiriku dan memapahku.
"Aku lapar, Mang." Kataku sambil memaksakan diriku ke arah kursi sofa.
"Bos berbaring saja dulu nanti sama mamang diambilkan." Katanya.
"Aku sudah kuat, Mang. Cuma lapar aja yang bikin tubuhku lemes." Kataku.

Aku duduk di sofa dan mengambil satu biji apel. Langsung kugigit dan lidahku merasakan lapisan lilin yang sangat tipis di sekujur permukaan kulit apel. Aku meludahkannya ke telapak tangan dan melemparkannya ke tempat sampah.
"Ada pisau enggak, Mang?"

Mang Emen menatapku, ekspresi wajahnya khawatir.
"Pisau buat mengupas kulit apel, Mang. Ini masih ada lapisan lilinnya." Kataku. "Bukan buat yang lain."
"Bbbb... bbbaik bos." Katanya gugup.
"Coba cari ke dapur rumah sakit, pasti ada. Pinjam dulu sebentar nanti dikembalikan lagi."

Mang Emen segera pergi.

Aku mengupas kulit apel dengan gigiku dan menyikat dagingnya dengan rakus. Sambil menunggu pisau pengupas apel datang, aku memengambil segerombol anggur hijau dan menyikatnya tanpa ampun.

Dua gerombol anggur pun segera amblas ke dalam perut, membuatku agak mulas. Aku segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan isi perutku ke toilet. Setelah selesai, aku merasa lega.

Piyama rumah sakit yang kupakai rasanya agak aneh. Bentuknya seperti baju daster terusan yang panjangnya sampai lutut, walau itu membuatku menjadi mudah ketika duduk di toilet. Tapi rasanya enggak enak sama sekali karena si betok bergelantungan seperti bandul, bergoyang ke kiri dan kanan.

Ketika ke luar dari kamar mandi, kulihat dokter Prilly sedang duduk di sofa sambil mengupas apel. Dia mendongak dan tersenyum. Tatapannya lembut.
"Tadi Pak Emen meminjam pisau ke dapur katanya untuk mengupas apel... saya pikir, tidak ada salahnya jika saya datang ke sini membantu mengupaskan apel. Pisau ini sangat tajam Pak Kasman. Saya agak khawatir pisau ini bisa melukai tangan Pak Kasman."
"Saya tidak akan sebodoh itu, dok." Kataku sambil duduk di hadapannya. Aku mengambil apel yang sudah dikupas dan langsung memakannya.
"Tentu saja, Pak. Tapi saya belum merasa pasti kondisi mental bapak cukup baik untuk memegang pisau."
"Mental saya baik. Saya tidak sakit jiwa, dok." Aku berkata dengan nada agak tinggi, sedikit tersinggung.

Kusandarkan punggungku ke sandaran sofa.

Sepasang mata jeli dokter Prilly melirik tajam ke arahku. Tapi mulutnya tertawa.
"Tentu saja Pak Kasman tidak sakit jiwa. Maaf jika kata-kata saya tadi menyinggung." Katanya sambil terus mengupas apel dan memotong-motongnya. Dia meletakan potongan apel itu pada piring kecil yang dibawanya. Biji-bijinya dia buang.
"Soalnya, waktu kemarin sore Pak Kasman di bawa ke sini sama Pak Emen dan Pak Juber, Pak Kasman dalam keadaan setengah pingsan tapi sambil terus mengigau tiada henti."
"Begitukah?"
"Iya." Katanya dengan matanya tetap tajam menatapku.

Dokter Prilly memiliki senyum yang memikat dan menenangkan. Dia kutaksir berusia antara 38 s/d 40. Memiliki wajah putih oval yang halus terawat, walau tanpa riasan bedak dan make up, namun wajah itu tetap tampak cantik dan menarik. Di masa abg-nya dulu, dr. Prilly mungkin adalah seorang cewek yang unyu dan menggemaskan.

Selain memiliki hidung yang kecil, bibir tipis dan mata yang agak sipit, dr. Prilly memiliki rambut ikal yang dia ikat seenaknya ke belakang. Beberapa anak-anak rambutnya bergoyang-goyang di dekat telinga dan lehernya. Jujur saja, walau dia usianya sudah tidak muda lagi, tapi dia memiliki daya tarik yang sangat kuat.

Leherputihnya yang jenjang, gerak-gerik pundaknya dan bagaimana cara dia menggerakkan tubuhnya dengan tenang, bagiku, terasa sangat menggemaskan. Lebih menggemaskan dari perawan yang mengaku ting ting tapi ternyata sudah blong dengan sikap sok jual mahal.

dr. Prilly memakai hem katun warna pink pastel dengan kancing yang terbuka pada 3 kancing teratas, membuat aku bisa sedikit mengintip belahan buah dadanya yang putih bagai susu. Ketika dia menyodorkan piring berisi potongan apel kepadaku, tubuhny agak membungkuk dan gundukan toket kembar yang berdempetan itu seperti berteriak minta diremas.

Tak sadar si betok tiba-tiba terjaga dari mimpi indahnya.

Apalagi ketika kedua lututnya berpisah saling menjauh ketika duduk. Pahanya yang putih mulus hanya dibalut rok pendek sehingga ujung celana dalamnya yang berrenda-renda tampak mengintip genit.

Aku tidak tahu mengapa dokter Prilly tertawa terkikik-kikik sambil menunduk mengupas apel.
"Ada yang lucu dok?"

Dia menggelengkan kepalanya tapi terus mengikik menahan tawa. Aku mula-mula merasa sedikit jengkel atas sikap dokter Prilly seperti itu. Tapi setelah tahu permasalahannya, aku jadi jengah sendiri.

Ternyata masalahnya adalah piyama rumah sakit sialan ini! Sudah kukatakan tadi, bentuknya seperti daster terusan, jarak antar kancingnya agak berjauhan. Ketika aku duduk menyandar pada sofa, celah antara kancingnya itu membuka.

Aku tidak sadar jika si betok sudah bangun dan menerobos celah kancing itu. Kepalanya yang bagai helm jerman yang mulus dan sebagian batangnya yang tegar, menongol begitu saja di antara celah kancing itu. Dia mirip seperti kepala seorang serdadu perang yang tiba-tiba muncul dari lubang persembunyiannya dengan kemunculan ekspresi yang garang, ganas dan buas.

Namun sambil melelehkan air liur.
Sialan banget!!!

***
(bersambung)
 
Selasa, 5 Februari 2019


Bau obat-obatan khas kamar rumah sakit membuka kesadaranku. Kubuka mata, nuansa putih di dinding dan langit-langit mendominasi ruangan. Aku yakin, aku ada di sebuah kamar rumah sakit.

Tapi rumah sakit apa, di mana dan bagaimana aku bisa ke sini, aku tidak tahu. Aku menduga, mungkin aku pingsan ketika menahan terjangan air sungai. Lalu, mungkin, Mang Emen dan Juber membawaku ke rumah sakit ini.

Hari ini hari apa tanggal berapa bulan berapa, aku juga tidak tahu. Kepalaku sakit sekali ketika berpikir. Dan aku sangat mengantuk. Ketika dua orang suster itu masuk ke ruangan, aku benar-benar tertidur lagi. Lalu terjaga lagi.

Aku yakin mereka menjejalkan obat tidur yang cukup banyak, sehingga aku beberapa kali terjaga dan kemudian tertidur lagi.

Aku berada antara terjaga dan tertidur ketika batang kemaluanku diperebutkan oleh dua mulut yang aku tidak tahu siapa.
"Enak bener."
"Gurih."
"Nyam nyam nyam..."
"Slurp... slurp.. slurp..."

Aku mengerang. Merasa nikmat dijilatin oleh dua lidah secara bersamaan.
"Mir, aku penasaran nih... dia nanti bangun enggak?"
"Kontolnya pasti bangun... nih liat wuih, tegep benerrrr... tapi orangnya enggak Lis. Aku udah kasih diazepam 5 mg... hi hi hi... kita bisa pesta sampai nyemprot."
"Asyiik... kita genjot dengan memek secara bergantian... hemm... eh, dua pengawalnya di luar gimana?"
"Jangan khawatir, yang gemuk berotot itu akan mencegah siapa pun yang akan masuk ke ruang VVIP ini, sedangkan si Satpam, sibuk menerima tamu dan karangan-karangan bunga... kita aman, tenang aja. Eh, udah dong gantian aku yang jilatin."
"Mir, memekku udah gatel nih... udah enggak kuat pengen dikontolin."
"Sabar kenapa sih... nyam... nyam... nyam... mmmmmuaacchhhh..."

Aku masih dalam keadaan memejamkan mata. Namun sebuah bayangan hitam yang bergerak yang membayangi pandangan mataku yang terpejam, tentu saja dapat aku ketahui. Lalu tiba-tiba kurasakan sebuah liang hangat yang licin menyentuh-nyentuh kepala si betok...
"Akh..." Aku mengerang pelahan.
"Mir, dia mengerang... aku..."
"Sudah masukin saja kontolnya ke dalam liang memekmu... uh, pasti enaaaak tuh..."
"Okhhhh... Mir... enaaaakkkk... banget..."
"Genjot Lis... ayo... ayo... ayo..."

Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh! Uh!
"Mirrr...aku engggak kuaattt.... aaaaaaakhhhhh....."

Srrr... prot... prot... prott...

"Hi hi hi, Lis, lendirmu banyak sekali... udah gantian sekarang giliran aku."

Aku mendengar suara pintu dibuka secara tiba-tiba.
"Hey!" Suara itu melengking sangat keras. "Apa yang kalian lakukan, ha?"

Lalu kudengar suara gaduh bergedubrakan.
"Hm. Kalian sungguh memalukan! Aku pastikan kalian akan diberhentikan secara tidak hormat sebagai perawat di rumah sakit ini. Pergi kalian sekarang juga. Pergi!!!"

Lalu kudengar suara bel gawat darurat dibunyikan. Berbagai bayangan orang masuk ke dalam ruangan. Dan aku benar-benar terlelap kembali.

***

Kali ini aku benar-benar terjaga. Pangkal lenganku masih dijejali selang infus tapi aku merasa badanku demikian segar.

Yang pertama kulihat tentu saja jam di dinding, jam 4.10 menit.

Seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan datang mendekat dan tersenyum kepadaku.
"Saya dokter Prilly, bagaimana perasaannya sekarang Pak Kasman?" Tanyanya. Suaranya lembut dan syahdu. Matanya yang tenang menatapku dengan tatapan menyelidik.
"Baik, dok. Terimakasih." Kataku. "Ini hari apa dok? Tanggal berapa? Saya lapar sekali."

Dia tertawa lembut.
"Selasa, 5 Februari."
"Tahun?"
"2019 tentu saja."
"Owh!" Seruku. "Dok, selang infus ini bisa dicabut enggak?"
"Bisa. Tunggu perawat ya pak, nanti jam setengah lima." Katanya.
"Enggak bisa sekarang? Ini gatel sekali dok."
"Setengah lima ya Pak, sampai cairan infusnya habis." Katanya lagi sambil meraih papan dada yang digantung di dinding, lalu menuliskan sesuatu catatan. "Makan malamnya jam setengah tujuh, sayuran dulu ya Pak. Jangan makan-makan yang berminyak dulu, lambung bapak baru beberapa jam dibersihkan dari kotoran-kotoran aneh."
"Baiklah." Kataku, menyerah.
"Istirahat yang nyaman dan tenang, jangan dulu mikirin kerjaan atau apa pun. Saya permisi dulu." Katanya sambil menggantungkan papan dada itu di dinding dan bersiap hendak pergi.
"Dok." Kataku. "Saya kapan diperbolehkan pulang?"
"Besok siang, kalau kondisi bapak sudah memungkinkan." Katanya sambil membailkkan badan. Dia menatapku lagi selama beberapa detik dengan tatapan menyelidik. Sebuah tatapan yang sulit sekali aku ungkapkan apa maksudnya, seperti tatapan ingin tahu, penasaran bercampur aduk dengan perasaan berahi yang tersembunyi di balik sikapnya yang matang dan tenang itu.

Sebuah tatapan khas perempuan setengah baya yang demikian tegar dan tertutup menyembunyikan hasratnya yang menggila kepada si betok.

***

Setelah dokter Prilly pergi, aku duduk menyandar dinding. Aku cuma sendiri di kamar yang serba putih ini. 3 Orang perawat kemudian datang, satu orang perempuan setengah baya dan dua orang pria yang masih muda. Mereka mengangguk hormat, perawat perempuan itu melepaskan selang infus dan membawa infusan tersebut bersama tiang besinya ke luar ruangan. Sedangkan kedua pria muda itu masing membawa tabung oksigen yang tinggi besar dan sebuah meja kotak berisi peralatan kedokteran yang aku tidak tahu apa namanya dan apa kegunaannya.

Setelah peralatan-peralatan itu disingkirkan, ruangan ini terasa enak dan lega bagiku.

Ruang rawat yang kutempati ini cukup istimewa. Mungkin ini adalah kamar VIP atau VVIP sehingga aku cuma sendirian di sini. Ruangannya cukup luas. Ada beberapa kursi sofa untuk tamu penjenguk dilengkapi meja kecil. Di atas meja itu terdapat beberapa buah-buahan, apel, anggur dan jeruk. Entah siapa yang meletakkannya di situ, mungkin Mang Emen atau mungkin juga Juber.

Melihat buah-buahan itu perutku langsung saja berontak. Kelakuan perutku ini mirip si betok, enggak boleh lihat paha mulus langsung saja main berontak. Kalau sudah berontak, agak susah juga meladeninya.

Harus segera dilaksanakan keinginannya.

Aku menurunkan kakiku ke lantai dan duduk di bibir ranjang. Sekarang baru kurasakan seluruh tulang-tulangku kesakitan seperti gemeratakan. Untunglah pada saat itu Mang Emen masuk dan wajahnya tampak gembira sekaligus khawatir.
"Bos bos... tunggu dulu." Katanya. Dia segera menghampiriku dan memapahku.
"Aku lapar, Mang." Kataku sambil memaksakan diriku ke arah kursi sofa.
"Bos berbaring saja dulu nanti sama mamang diambilkan." Katanya.
"Aku sudah kuat, Mang. Cuma lapar aja yang bikin tubuhku lemes." Kataku.

Aku duduk di sofa dan mengambil satu biji apel. Langsung kugigit dan lidahku merasakan lapisan lilin yang sangat tipis di sekujur permukaan kulit apel. Aku meludahkannya ke telapak tangan dan melemparkannya ke tempat sampah.
"Ada pisau enggak, Mang?"

Mang Emen menatapku, ekspresi wajahnya khawatir.
"Pisau buat mengupas kulit apel, Mang. Ini masih ada lapisan lilinnya." Kataku. "Bukan buat yang lain."
"Bbbb... bbbaik bos." Katanya gugup.
"Coba cari ke dapur rumah sakit, pasti ada. Pinjam dulu sebentar nanti dikembalikan lagi."

Mang Emen segera pergi.

Aku mengupas kulit apel dengan gigiku dan menyikat dagingnya dengan rakus. Sambil menunggu pisau pengupas apel datang, aku memengambil segerombol anggur hijau dan menyikatnya tanpa ampun.

Dua gerombol anggur pun segera amblas ke dalam perut, membuatku agak mulas. Aku segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan isi perutku ke toilet. Setelah selesai, aku merasa lega.

Piyama rumah sakit yang kupakai rasanya agak aneh. Bentuknya seperti baju daster terusan yang panjangnya sampai lutut, walau itu membuatku menjadi mudah ketika duduk di toilet. Tapi rasanya enggak enak sama sekali karena si betok bergelantungan seperti bandul, bergoyang ke kiri dan kanan.

Ketika ke luar dari kamar mandi, kulihat dokter Prilly sedang duduk di sofa sambil mengupas apel. Dia mendongak dan tersenyum. Tatapannya lembut.
"Tadi Pak Emen meminjam pisau ke dapur katanya untuk mengupas apel... saya pikir, tidak ada salahnya jika saya datang ke sini membantu mengupaskan apel. Pisau ini sangat tajam Pak Kasman. Saya agak khawatir pisau ini bisa melukai tangan Pak Kasman."
"Saya tidak akan sebodoh itu, dok." Kataku sambil duduk di hadapannya. Aku mengambil apel yang sudah dikupas dan langsung memakannya.
"Tentu saja, Pak. Tapi saya belum merasa pasti kondisi mental bapak cukup baik untuk memegang pisau."
"Mental saya baik. Saya tidak sakit jiwa, dok." Aku berkata dengan nada agak tinggi, sedikit tersinggung.

Kusandarkan punggungku ke sandaran sofa.

Sepasang mata jeli dokter Prilly melirik tajam ke arahku. Tapi mulutnya tertawa.
"Tentu saja Pak Kasman tidak sakit jiwa. Maaf jika kata-kata saya tadi menyinggung." Katanya sambil terus mengupas apel dan memotong-motongnya. Dia meletakan potongan apel itu pada piring kecil yang dibawanya. Biji-bijinya dia buang.
"Soalnya, waktu kemarin sore Pak Kasman di bawa ke sini sama Pak Emen dan Pak Juber, Pak Kasman dalam keadaan setengah pingsan tapi sambil terus mengigau tiada henti."
"Begitukah?"
"Iya." Katanya dengan matanya tetap tajam menatapku.

Dokter Prilly memiliki senyum yang memikat dan menenangkan. Dia kutaksir berusia antara 38 s/d 40. Memiliki wajah putih oval yang halus terawat, walau tanpa riasan bedak dan make up, namun wajah itu tetap tampak cantik dan menarik. Di masa abg-nya dulu, dr. Prilly mungkin adalah seorang cewek yang unyu dan menggemaskan.

Selain memiliki hidung yang kecil, bibir tipis dan mata yang agak sipit, dr. Prilly memiliki rambut ikal yang dia ikat seenaknya ke belakang. Beberapa anak-anak rambutnya bergoyang-goyang di dekat telinga dan lehernya. Jujur saja, walau dia usianya sudah tidak muda lagi, tapi dia memiliki daya tarik yang sangat kuat.

Leherputihnya yang jenjang, gerak-gerik pundaknya dan bagaimana cara dia menggerakkan tubuhnya dengan tenang, bagiku, terasa sangat menggemaskan. Lebih menggemaskan dari perawan yang mengaku ting ting tapi ternyata sudah blong dengan sikap sok jual mahal.

dr. Prilly memakai hem katun warna pink pastel dengan kancing yang terbuka pada 3 kancing teratas, membuat aku bisa sedikit mengintip belahan buah dadanya yang putih bagai susu. Ketika dia menyodorkan piring berisi potongan apel kepadaku, tubuhny agak membungkuk dan gundukan toket kembar yang berdempetan itu seperti berteriak minta diremas.

Tak sadar si betok tiba-tiba terjaga dari mimpi indahnya.

Apalagi ketika kedua lututnya berpisah saling menjauh ketika duduk. Pahanya yang putih mulus hanya dibalut rok pendek sehingga ujung celana dalamnya yang berrenda-renda tampak mengintip genit.

Aku tidak tahu mengapa dokter Prilly tertawa terkikik-kikik sambil menunduk mengupas apel.
"Ada yang lucu dok?"

Dia menggelengkan kepalanya tapi terus mengikik menahan tawa. Aku mula-mula merasa sedikit jengkel atas sikap dokter Prilly seperti itu. Tapi setelah tahu permasalahannya, aku jadi jengah sendiri.

Ternyata masalahnya adalah piyama rumah sakit sialan ini! Sudah kukatakan tadi, bentuknya seperti daster terusan, jarak antar kancingnya agak berjauhan. Ketika aku duduk menyandar pada sofa, celah antara kancingnya itu membuka.

Aku tidak sadar jika si betok sudah bangun dan menerobos celah kancing itu. Kepalanya yang bagai helm jerman yang mulus dan sebagian batangnya yang tegar, menongol begitu saja di antara celah kancing itu. Dia mirip seperti kepala seorang serdadu perang yang tiba-tiba muncul dari lubang persembunyiannya dengan kemunculan ekspresi yang garang, ganas dan buas.

Namun sambil melelehkan air liur.
Sialan banget!!!

***
(bersambung)
Makasih updatenya suhu.
Kurang ajar tuh sibetok, keluar dari sarangnya ga ngomong2 bikin dr.prilly panas dalam.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd