Lena membiarkan aku menebah selimut katun tebalnya. Dia mengenakan gaun tidur bertali yang sekali tarik langsung terlepas. Di balik gaun itu tubuhnya telanjang. Tanpa menunggu waktu, aku segera melalap pentil coklatnya yang mengkerut sementara tanganku ak perlu diperintah lagi langsung hinggap di mulut memeknya.
Kujilat-jilat putingnya hingga mengeras, kuoles-oles dan kubelai-belai memeknya agar itilnya juga ikut mengeras.
Lena mendesah. Ahhh... Marrr...
Dipecut oleh rasa percaya diriku yang merasa sangat bisa memuaskannya, aku terus merangsang toketnya dengan lidahku dan mengobel-ngobel memeknya yang semakin basah. Beberapa menit kemudian aku memusatkan perhatian untuk menjilati memeknya yang ternyata bibir-bibirnya sudah agak memble. Berbeda dengan bibir-bibir memek Icih yang kenyal dan rapat, Memek Lena sudah agak melongo sedikit. Aku lalu mengentot liang memek yang melongo itu dengan bibir monyongku sehingga Lena mengerang-erang enak. Setelah beberapa semprotan lendir kenikmatan yang terasa asin (Lendir Icih rasanya manis agak asin) aku lalu mempersiapkan kontolku untuk segera mengewenya.
Tapi aku kaget!!!
Mungkin kagetku kali ini setengah mati. Kenapa? Ternyata selama beberapa saat tadi ketika aku merasakan si betok menegang, pangkal pahaku seperti merasa berat. Sekarang aku baru tahu kalau si betok ternyata membengkak seperti pentungan gada. Bentolan-bentolan gotri itu pun semakin mengeras. Dengan sekuat tenaga, aku coba menegangkannya tanpa dipegang agar bisa menghadap lurus.
Uh! Ternyata berat. Lagi pula sekarang panjangnya jadi bertambah... jadi 30 cm. Edan!!! Apa yang terjadi denganmu betok?
Aku lalu mengarahkan kepala si betok untuk persiapan menabrak liang memek itu. Huft!!!
Clep. Blessss!!!
Huft, kudorong masuk dengan kekuatan penuh. Brrressssshhh!!!!
"Akhh... Marrrr.... eennaaaakkkk.... dorong terushhhh." Jerit Lena.
Aku mendorongnya terus hingga masuk setengahnya. Lena pun melotot!!!
"Marrrr!!!!" Jeritnya. Bersamaan dengan jeritan itu, memek Lena mengeluarkan cipratan-cipratan lendir. Tahu dia begitu enak, aku tanpa ampun menabrakan seluruh batang kontolku melabrak ke dalam liang memeknya.
Sepertinya kepala si Betok membentur sesuatu di dalam kedalaman liang memek itu. Mungkin mentok mengenai rahimnya.
Mungkin. Cuma si betok yang tahu.
Yang aku tahu adalah menggenjot si betok dengan kecepatan seedan-edannya agar bibir-bibir memek itu bisa kuambyarkan secepatnya. Dengan posisi misonaris yang membuka lebar kedua pahanya, aku dengan bangga bisa melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana bibir-bibir memek itu terbeliak-beliak sampai ambyar. Berkali-kali di sela-sela sumbatan batang kontolku, mulut memek Lena menyemburkan lendir kenikmatan.
Pada saat digenjot itu, Lena menjerit-jerit seperti orang gila.
Akhirnya setelah 15 menit perjuanganku yang sungguh-sungguh, Lena mengejan keras dan menyemprotkan lendir bercampur air seni ke arah badanku seperti pancuran.
"MAAAAAARRRRRRRRR...... " Lengkingan jeritan Lena membahana ke seluruh ruangan.
Kutahan kontolku menyumbat memek Lena selama beberapa menit. Setelah itu kucabut ketika Lena menggelepar-gelepar seperti orang terkena ayan. Kedua matanya terbalik dan memeknya terus memancurkan lendir kenikmatan.
Pada saat itu, aku mengocok si betok dan menembak perut Lena dengan pejuhku.
Crot crot crot.
Walau tak seenak ketika diewe Icih, tapi aku merasa senang bisa memuaskan Lena.
Selama 3 menit Lena menggelepar-gelepar, dia lalu terkapar pingsan di ranjang. Aku tersenyum melihat memeknya yang kini benar-benar ambyar. Bibir-bibir memeknya yang tadi sedikit melongo, kini benar-benar melongo seperti mulut seseorang yang sedang bengong.
Dari liang memek yang melongo itu, lendir kenikmatan terus mengalir tanpa henti.
***
Aku ke luar kamar melalui jendela, pergi ke mobil dan mengganti bajuku yang berbau lendir dan pesing di mobil. Kulihat si betok kembali ke ukuran normal dan aku menarik nafas lega. Setelah berganti baju, aku menuju jendela itu dan melihat Lena masih terkapar pingsan. Kedua kakinya terbuka lebar dengan memek ambyarnya yang melongo seperti sedang bengong menatapku.
Toket Lena yang kecil semakin mengkerut. Wajahnya yang cantik tampak damai dengan senyum kebahagiaan yang terpancar indah.
Nafasnya teratur.
Aku tak henti menatap tubuh telanjangnya dan ikut merasa bahagia akan kenikmatan yang telah diperolehnya. Walau secara jujur, aku sendiri kurang mendapatkan kenikmatan. Tapi tak apalah. Demi seorang dokter yang cantik, aku rela melakukan yang terbaik.
Aku yakin dia akan jatuh cinta sepenuhnya kepadaku.
***
(Bersambung)
