Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RINDIANI The Series - Pelangi untukku

part 2



Rindiani

Hampir sepuluh menit aku mengerjai kemaluannya dengan segenap kemampuanku. Jilat, hisap, kocok, hingga deepthroat kulakuan secara bergantian hingga Pram benar-benar terbuai dan larut dalam alam kenikmatan. Melihat ekspresi wajahnya dan mendengar rintihannya membuatku semakin bernafsu dan bergairah. Sentuhan lembut kedua tangannya dipayudaraku menambah rangsangan yang cukup hebat.

Akhirnya, Pram menghentikan keasyikanku melahap penisnya. Kedua tangannya menempel erat si kepalaku dan drngan lembut menjauhkannnya dari pangkal pahanya.

Aku tersenyum, sambil menengadah, memandang wajah lelakiku yang nampaknya sangat puas dengan permainanku. Ia menuntunku untuk naik dan duduk diatas meja belajarnya.

“Ibu mainnya makin pinter. Hebat banget.” gumannya pelan sambil mengusap kedua pipiku.

Aku tersenyum bahagia, hatiku berbunga-berbunga mendengar pujiannya. Kedua tanganku memegang pinggangnya.

“Karena ibu sayang kamu. Ibu pengen kamu puas.” balasku.

“Punya kamu itu nggemesin, ibu suka. Ibu suka kontol kamu sayang.” Sambungku lagi sambil kembali mengocok pelan penisnya.

Pram hendak melumat bibirku, namun dengan segera aku mencegahnya karena wajahku, mulutku masih basah dan kotor karena air liurku sendiri.

Segera kuraih berlembar-lembar tissue di dalam tasku dan membersihkannya.

“Ibu nafsu banget” bisiknya.

“Iya, sama sayang aja jadi gila gini. Abisnya ini bikin nagih sih.” jawabku sambil terus mengocok penisnya.

Pram tersenyum, lalu mulai melumat bibirku. Ciumannya terasa begitu lembut dan pelan, seolah sedang menikmati kebersamaan kami. Berbeda denganku yang telah dilanda gejolak birahi dan ingin segera merasakan penisnya memasuki tubuhku. Selain itu, akupun dilanda rasa was-was, khawatir jika saja ada orang yang memasuki tempat ini dan mendapati kami tengah bercinta disini.

Semua rasa itu bercampur menjadi satu, membuatku merasakan sensasi yang sedikit berbeda dari sebelumnya.

Sesekali Pram menjulurkan lidahnya kedalam mulutku, dan tentu saja aku segera menghisapnya dengan lembut, begitu pun sebaliknya.

Sambil saling berciuman, kedua tangannya membuka sisa kancing kemejaku, dan hanya dalam waktu singkat, tubuhku bagian atas terbebas dari baju. Bra yang menutupi dadaku pun dilucutinya.

Lelakiku benar-benar tengah dilanda birahi, ia seakan lupa bahwa kami sedang berada di luar rumah, di gudang kampusnya.

Setelah melucuti baju dan bra, ia mulai mengalihkan ciumannya ke sekitar leherku. Kedua tangannya aktif menyentuhku, berbagi tugas untuk memanjakan dan membuaiku dalam kenikmatan.

Payudaraku diremas dan diusap, begitu juga dengan kemaluanku yang masih tertutupi celana dalam dan rok panjang yang yang menutupi tubuhku.

“Sayang.. nanti kalo ada yang lihat gimana?” tanyaku sambil menikmati kecupannya di leherku.

Pram menghentikan cumbuannya dan menatap wajahku, lalu melumat bibirku dengan mesra.

“Gak ada yang lihat kok bu. Ibu tenang aja.” bisiknya, lalu kembali melumat bibirku.

Aku hanya bisa pasrah dan mengikuti kemauan lelakiku, menikmati setiap kecupan dan jilatan lidahnya yang mulai menjalar disekitar dadaku.

Dibawah, tangannya mulai menyelinap masuk kedalam celana dalam, dan mengerjai klitorisku. Ingin rasanya aku mendesah dan merintih sekuatnya karena gelombang kenikmatan yang datang bertubi-tubi.

Kecupan dan jilatannys di sekujur leherku, permainan jemarinya di payudaraku, dan kemaluanku. Tubuhku menjadi tempat permainan panasnya, menjadi santapan nikmat.

Sambil melumat bibirku, ia menuntunku untuk turun dari meja, berdiri di hadapannya. Sejenak ia berhenti melumat bibirku, lalu mengusap kedua belah pipiku. Sekali lagi, sebuah kecupan ia berikan padaku, sebuah kecupan lembut dan penuh rasa selama beberapa saat.

Sebuah keromantisan ditengah terjangan badai birahi yang menerpa kami. Pram lantas bersimpuh namun pandangannya tak pernah lepas dari mataku, lalu dengan perlahan melucuti rok panjang yang kukenakan, berikut dengan celana dalamku.

Kuusap kepala lelakiku dengan penuh cinta, dengan penuh kelembutan. Pram tersenyum, begitu pula denganku. Ia lalu mengalihkan pandangannya kedepan, ke arah kemaluanku lalu mengusapnya dengan lembut.

Walaupun aku telah terbiasa dengan sentuhannya, namun tetap saja, ia mampu membuat jantungku berdebar-debar seolah baru pertama kali melakukannya.

Lelakiku mendekatkan wajahnya ke pangkal pahaku, diiringi usapan tanganku di kepalanya, lalu mengecup kemaluanku. Pram mengecup vaginaku.

Inilah saatnya. Inilah yang aku nantikan, yaitu terjangan lidah dan bibirnya di kemaluanku.

Hanya beberapa saat, Pram menjulurkan lidahnya dan mulai menjilati kemaluanku.

Hangat, basah, geli bercampur nikmat segera menjalar disekitar selangkanganku. Tatapan matanya tak pernah lepas dari wajahku, seolah tak ingin kehilangannku.

Jemariku menyibak bibir vaginaku, membuka jalan bagi lidahnya agar bisa dengan leluasa menjelajahi bagian dalamnya, sementara satu kakiku kutumpangkan diatas kursi, disampingku.

Sambil terus mengusap kepalanya, pinggulku mulai bergerak-gerak seiring nikmat yang mulai terasa menjalar ke seluruh tubuhku. Dengan ujung lidahnya, Pram mempermainkan klitorisku, sesekali dihisapnya dengan sedikit keras hingga tubuhku gemetar menahan nikmat.

Kedua tangannya melingkar di pinggulku, meremas dengan sedikit keras kedua belah pantatku demi menahan gerkan liar yang secara refleks terjadi akibat permainan lidahnya.

Rasa was-was dan khawatir menghilang. Aku tak lagi peduli dengan hal itu karena telah larut dalam kubangan birahi. Aku lupa segalanya, dan sepertinya begitu juga dengan Pram, lelakiku yang tengah asik melahap vaginaku.

Tak butuh waktu lama, Pram berhasil membuat krmaluanku semakin basah. Air liur dan cairan lubrikasi dari tubuhku bercampur menjadi satu, membuat vaginaku semakin terasa licin dan becek.

Dan seperti yang sudah-sudah, Pram tidak memperdulikannya. Ia justru terlihat sangat menikmatinya. Pram, lelakiku nampak seperti sedang menyantap makanan kesukaannya.

Tak tahan dengan rangsangannya, kedua tanganku menjambak rambutnya dan menekan kepalanya ke arah pangkal pahaku, sementara pinggulku pun kuarahkan kewajahnya sehingga ia terhimpit diantaranya.

Nafasku tertahan, lututku gemetar menahan beban tubuh yang tengah dilanda badai kenikmatan.

Dibawah sana, lelakiku tak memperdulikannya. Ia tengah asik menghujani vaginaku dengan jilatan-jilatan, mengisap bibir vaginaku layaknya sedang melumat bibirku saat kami sedang bercumbu.

“Sayaaannnngg..” gumanku lirih sambil memandangnya dengan mata sayu.

Pram hanya melihatku sekilas. Ia tak meresponnya karena mulutnya tengah sibuk mengerjai vaginaku.

Hanya beberapa saat kemudian, Pram menghentikan aksinya, lalu kembali memintaku untuk berdiri menghadap ke dinding, ke arah meja belajar dengan tangan bertumpu di tepian meja tersebut.

Kedua pahaku terbuka, dengan satu kaki bertumpu diatas meja. Aku yakin, Pram ingin menyetubuhiku dari belakang.

Aku telah bersiap dan menantikan saat-saat itu. Tubuhku merindukan persetubuhan dengannya. Beberapa detik berlalu, dan lelakiku tetap bersimpuh, di belakangku. Apa tang hendak ia lakukan?

Diluar dugaanku, Pram mencengkram kedua belah pantatku dengan kuat, lalu membuka belahannya.. hanya sepersekian detik kemudian, kurasakan ujung lidahnya mendarat tepat dibelahannya. Pram menjilat pantatku!

Sesuatu yang sungguh-sungguh diluar dugaanku, ia memenuhi impianku setelah aku merasakan kenikmatan yang lebih karena pengalaman yang diberikan oleh Nina. Aku telah merasakan betapa enak dan nikmatnya Jilatan disekitar pantat ini, dan kini, Pram akan melakukannya untukku.

Perlahan, lidahnya menelusuri belahan itu, mulai dari bagian teratas, lalu merayap perlahan hingha akhirnya melewati permukaan liang anusku, dan terus meluncur kebawah, hingga ke bagian terbawah, yang berbatasan langsung dengan kemaluanku.


Sekujur tubuhku merinding, desahan dan rintihan segera mengalun lembut dari bibirku. Sungguh, aku tak kuasa menahan kehebatan kenikmatan yang ditimbulkannya.

Pram benar-benar memenuhi keinginanku, setelah aku menceritakan padanya tentang apa yang kurasakan saat Nina menjilati bagian sensitif itu. Saat lidahnya berbalik arah, kembali menjalar kebagian atas, sekali lagi ia membuatku menahan nafas ketika sapuannya yang hangat dan basah melewati permukaan liang anusku dengan pelan. Jika saja aku tak mengigit bibirku sendiri, suara desahanku akan terdengar hingga keluar gedung.

Pram seolah sedang mempermainkanku, menguji kesabaranku karena tak kunjung melakukan apa yang kuharapkan. Ia sukses membuatku semakin penasaran dengan permainannya yang lambat.

Aku ingin segera merasakan sentuhan lidahnya di anusku. Satu tanganku terjulur kebelakang, meraih kepalanya dan menjambak rambutnya dengan sangat keras, lalu memaksanya, mengarahkannya untuk menjilati permukaan liang anusku.

Lelakiku, Pram pasrah dan menuruti keinginganku.

Segera setelah lidahnya menyapu permukaan liang anusku, sekujur tubuhku kembali merinding. Mataku terpejam, meresapi kenikmatan yang dahsyat, yang baru-baru saja kurasakan. Dan semua itu semakin bertambah hebat saat kurasakan dua jarinya mulai menyeruak masuk, mengocok liang vaginaku.

Pram membuatku mabuk kepayang dalam alam kenikmatan. Ia membuatku kepayahan menahan gelombabg rangsangannya. Tubuhku terasa tak bertulang karena harus berdiri sambil dikerjai olehnya.

Pram benar-benar menggila. Ia memenuhi keinginanku untuk merasakan kenikmatan lain, sebuah sensasi yang baru saja diperkenalkan oleh Nina dalam permainan kami. Pram mewujudkan fantasiku.

Tangannya mencengkram erat kedua belah pantatku dan menyibaknya untuk membuka jalan bagi lidahnya.

“Sayaanngggg..” gumanku lirih sambil menengok ke belakang, berusaha melihatnya.

Hampir delapan menit, jilatan di anus dan kocokan di liang vagina akhirnya membawaku ke puncak orgasme.

Cairan itu keluar dan menetes ke lantai dibawahku. Tubuhku terasa terlolosi dari tulang-belulang. Lemas, lemah, kehilangan daya walaupun hanya untuk sekedar berdiri.

Seperti biasa, Lelakiku tak memperdulikannya, ia terus saja mengerjai organ intimku dengan rakus. Ia membuat pinggulku bergerak liar, mengikuti irama permainan lidahnya yang menari-nari diatas permukaan liang anusku.

Ia membuatku ingin merintih sekeras-kerasnya. Hampir sepuluh menit gelombang kenikmatan itu menerpaku hingga akhirnya terhenti. Pram menjauhkan kepalanya dari pinggulku, seraya mengeluarkan kedua jarinya dari liang vaginaku.

Ia berdiri, lalu dengan perlahan menuntun tubuhku untuk naik dan duduk diatas meja.

Sambil memandangku dengan tatapan penuh nafsu, ia melangkah mundur, lalu melucuti pakaiannya, lalu kembali mendekat padaku dalam keadaan telah telanjang, sama sepertiku.

Segera kurangkul lehernya dan kembali melumat bibirnya dengan mesra sebagai ungapan perasaanku karena ia telah memberiku kepuasan.

Satu tangannya kembali mengirimkan dua jari kedalam vaginaku, mengocoknya lagi hingga beberapa saat, lalu mengeluarkannya.

Pram melepaskan ciumannya, lalu mendekatkan kedua jarinya yang berlumuran cairan orgasmeku ke mulutku. Tanpa ragu, kugenggam pergelangan tangannya dan memasukkan kedua jari itu kedalam mulutku. Kuhisap, kujilati sambil menatap matanya dengan pandangan sayu.

Sekali lagi Pram melakukannya, namun kali ini keempat jarinya meraup cairan itu, langsung dari vaginaku, dan kembali menyuapiku. Tak ada rasa jijik maupun penolakan dariku. Aku justru menikmati cara lelakiku memuaskan hasratku.

Setelah keempat jemarinya bersih karena jilatanku, Pram kembali melumat bibirku dengan mesra. Lidahnya menyeruak memasuki rongga mulutku, menari lincah disana dan diakhiri dengan hisapan lembut pada lidahku.

Dirty sex ala Pram sungguh memenuhi keinginanku. Ia mewujudkan fantasiku, yang selama ini terpendam, dan aku benar-benar bahagia.

Sambil mengocok penisnya, aku menatap wajah lelakiku. Ia berdiri tepat dihadapanku, diantara kedua pahaku yang terbuka lebar.

“Puaskan ibu..” bisikku mesra sambil menggesekkan ujung penisnya diantara bibir kemaluanku.

Pram membalas dengan mengecup leherku, hisapannya terasa begitu kuat hingga aku merintih menahan nikmat.

Dibawah sana, genggamanku pada batang penisnya pun menguat, lalu mengocoknya dengan cepat sampai-sampai Pram mendesah. Tubuhnya mengejang menahan rangsangan yang kuberikan.

Jika saja bibirnya sedang tidak mengerjai leherku, aku yakin suara desahannya akan terdengar jelas, hingga keluar gedung.

Hampir dua menit kami saling merangsang dengan kasar dan liar. Kemaluanku pun kembali basah karena cairan lubrikasi mengalir perlahan, membasahi meja yang kududuki.

Setelah puas mengerjai penisnya, kuarahkan batang penisnya ke depan liang vaginaku. Aku ingin segera merasakan kemaluan lelakiku menghujam vaginaku. Aku ingin ia memperkosaku dengan segenap kemampuannya hingga aku tak berdaya. Sekarang!

Pram menjauhkan wajahnya dari leherku, lantas memandangi wajahku beberapa saat. Dibawah, perlahan ia mulai memajukan pinggulnya, mengirimkan penisnya yang perkasa memasuki liang vaginaku. Inilah saat yang aku nantikan.

Aku menunduk, menyaksikan penis lelakiku memasuki tubuhku dengan gerakan yang sangat pelan. Tak sekalipun mataku berkedip karena aku tak ingin kehilangan setiap momentnya. Liang vagina yang licin dan basah, bergesekan dengan penis perkasa lelakiku menimbulkan kenikmatan yang luar biasa hebat disekitar selangkanganku.

Nafasku tertahan, dan gairahku meninggi menyaksikan hal itu. Sama sepertiku, Pram pun menunduk, menyaksikan hal yang sama denganku.

Kami menyaksikan dan menikmati kemaluan kami menyatu. Hal yang benar-benar erotis dan panas!

Beberapa saat kemudian, penis lelakiku telah tertanam sempurna dalam liang vaginaku. Mata kami kembali betemu pandang. Pram, lelakiku kembali mgngusap pipiku. Keringat di wajah-wajah kami mulai bercucuran, menambah panas permainan yang akan berlangsung.

Dengan lembut ia melumat bibirku. Matanya terpejam, meresapi dan menikmati lumatanku. Begitu pun sebaliknya.

Ia membiarkan penisnya berdiam didalam kemaluanku, tanpa menggoyangkan pinggulnya agar vaginaku mampu beradaptasi, menyesuaikan diri dengan kehadiran kemaluannya yang berukuran istimewa bagiku.

Hanya beberapa detik berlalu, sambil terus melumat bibirku, Pram mulai menggerakkan pinggulnya. Ia menarik memundurkan perlahan, hingga nyaris setengah bagian kemaluannya bergerak meninggalkan liang vaginaku, lalu kembali memajukannya, mendorong batang penisnya kembali memasuki liang kenikmatanku.

Sambil menggoyang pinggulnya, Pram melepaskan ciuman lalu menatapku. Kedua tangannya menempel erat di pipiku. Tatapannya begitu dalam, seolah sedang mengatakan sesuatu lewat pandangannya.

Mataku terasa berat, dan hanya mampu membalas padangan itu dengan tatapan sayu. Aku sedang berada dalam pusaran badai birahi.

“Sayangg..” gumanku lirih, sambil mencengkram erat pantatnya yang tengah bergerak maju dan mundur diantara sela pahaku.

Pram kembali menghujani leherku dengan kecupan-kecupan dan jilatannya. Kedua payudaraku pun kembali diremas dan diusapnya. Putingku menjadi bulan-bulanan jemarinya, dipilin, dicubit, di hisap dengan keras.

Pram sedang memacuku untuk segera mencapai orgasme, dan sepertinya ia berhasil.

Hampir enam menit kemudian, akhirnya Pram berhasil membuatku orgasme.

Liang vaginaku terasa berdenyut, memompa keluar cairan kental berwarna keruh, namun terhalangi oleh penisnya yang masih saja terus menhujam tubuhku.

Kugigit bibirku sendiri, sambil menengadahkan wajah dan menutup mataku. Tubuhku terasa melayang, merasakan dahsyatnya orgasme disertai hujaman penis lelakiku yang tak henti-hentinya menyentuh bagian terjauh liang kenikmatanku.


Beberapa saat berlalu, dan Pram berhenti menyetubuhiku. Lelakiku tahu bahwa aku telah meraih orgasmeku. Ia paham dan telah mengenalku dengan sangat baik.

Saat penisnya meninggalkan kemaluanku, cairan orgasme segera mengalir keluar, kembali membasahi meja yang aku duduki. Penisnya pun mengalami hal yang sama, sekujur batangnya dilumuri oleh cairan kental dan keruh itu.

Pram tersenyum padaku, lalu melumat bibirku dengan mesra.

“Lagi?” tanyanya sambil meremas payudaraku.

Aku hanya tersenyum, lalu mengangguk dan segera melumat kembali bibirnya. Tangannya memegang pinggangku dan menuntunku untuk berdiri dihadapannya.

Ia meraih selembar tikar plastik, membentangkannya dilantai, lalu berbaring disana. Pram ingin menyetubuhiku lagi, memuaskan hasratku, sesuai dengan keinginanku.

Sebelum melanjutkan permainan, Lelakiku memintaku untuk mengoralnya. Aku tahu, bahkan ketika ia tak mengucapkan sepatah katapun. Tentu saja aku melakukannya dengan senang hati, walaupun seluruh permukaan penisnya dipenuhi oleh lumuran cairan orgasmeku sendiri.

Segera saja lidahku menelusuri seluruh bagian penisnya. Mulai dari pangkal hingga ke ujungnya. Pram, lelakiku melenguh, ia mendesah lembut saat aku kembali memasukkan seluruh batang penisnya kedalam mulutku. Aku tahu, itulah salah satu hal yang paling ia sukai.

Setelah beberapa saat, kemaluannya nampak kembali bersih, terbebas dari cairan orgasmeku. Ia menuntunku untuk naik keatas tubuhnya, memposisikan pinggulku dengan kemaluannya agar bisa melanjutkan persetubuhan kami.

Aku segera menuruti keinginannya, karena tak sabar lagi untuk merasakan keperkasaan penisnya.

Sekali lagi, tatapan kami bertemu, dan ketika aku merasa telah siap, kuturunkan pinggulku perlahan, menekan penisnya untuk kembali memasuki liang vaginaku.

Tak butuh waktu lama, kemaluan lelakiku kembali tenggelam kedalam liang kenikmatanku. Matanya terpejam, meresapi hangat dan basah rongga vaginaku. Lalu, dengan saru gerakan cepat, pinggulku mulai bergerak naik dan turun secara beraturan dengan tempo cepat.

Nafasnya tercekat karena permainanku yang kasar dan menggebu-gebu. Ia nampak tak siap dengan kejutanku, namun terlihat sangat menikmatinya.

Hampir lima menit kemudian, gerakan pinggulku berubah. Kali ini aku memanjakan penisnya dengan menggoyang pinggulku secara melingkar, sehingga aku yakin penisnya akan merasakan seperti sedang dipijet oleh cengkraman otot-otot pinggulku karena telah tertanam sempurna dalam liang vaginaku.

Pinggulku terus bergerak liar, karena akupun merasakan kenikmatan yang luar biasa hebat. Aku bisa melakukan sesuai keinginanku, karena aku adalah pemegang kendali permainan.

Berulang kali, pinggulku bergerak naik dan turun, maju dan mundur, sampai-sampai Pram mendesah pelan.


Keringat mengalir disekujur dada dan wajahnya, membuatnya nampak semakin seksi dimataku.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Pram menunjukkan tanda-tanda akan mencapai orgasme. Otot disekitar pahanya mengencang, dan pinggulnya mulai bergerak, memberi perlawanan pada gerakannku. Pram sedang menanti detik-detik orgasmenya!

Hanya beberapa saat kemudian, tak sampai tiga menit, ia mendesah panjang, disertai hembusan nafasnya ketika kurasakan sperma lelakiku, Pram, menyembur didalam liang vaginaku.

Matanya kembali terpejam, merasakan dan meresapi puncak kenikmatan itu sementara pinggulku terus menari liar demi mencapai kepuasanku sendiri. Aku pun sedang dalam detik-detik menjelang orgasmeku, lagi.

Dan benar saja, dua menit berselang, giliranku merasakan sensasi orgasme! Otot-otot pinggulku berkontraksi, meremas, menjepit penis Pram yang tertanam sempurna dalan liang vaginaku.

Tubuhku amburk, jatuh dalam pelukannya setelah beberapa detik mencapai puncak kenikmatan itu, pinggulku bergerak pelan, seiring tenagaku yang kembali melemah.

Sejenak, kami berdiam diri, membiarkan kemaluan kami bersatu, tanpa gerakan apapun. Tubuhku lunglai, lemas, kehilangan daya karena percintaan yang hebat bersama lelakiku. Hasratku terpuaskan dengan sempurna.

Setelah badai orgasme itu berlalu, perlahan kuangkat pinggulku, membebaskan penisnya dari himpitan kemaluanku. Cairan orgasmeku bercampur sperma lelakiku segera mengalir keluar, membasahi selangkangan Pram.

Ia masih berbaring dilantai, melepaskan lelahnya sambil memandangi tubuh telanjangku. Wajahnya nampak puas, sama seperti yang tengah kurasakan. Sangat puas dengan persetubuhan kami.

Kupandangi penisnya yang mulai melemah dan mengecil karena telah menyelesaikan tugasnya. Kudekatkan wajahku, lalu kembali menjilatinya, mengulumnya, membersihkan penis kesayanganku itu dari cairan-cairan percintaan kami.

Pram tersenyum, sambil mengusapi kepalaku yang masih tertutupi jilbab dengan sempurna. Sangat mudah bagiku untuk melakukannya karena penis perkasa lelakiku telah mengecil, dan dalam waktu singkat, pangkal paha Pram telah bersih.

Hampir lima menit ia berbaring, lalu bangkit berdiri dan mendekatiku yang tengah beristirahat dikursi belajarnya.

“Mau lagi?” tanyanya sambil mengusap pipiku.

Aku tersenyum sambil menengadahkan wajah ke arahnya, lalu menggeleng. Kedua tanganku melingkar erat di pinggangnya.

Pram lantas meraih pakaianku, menuntunku untuk berdiri dan memasangkan celana dalamku, begitu juga dengan bra yang menutupi payudaraku. Tepat sebelum aku mengenakan baju, Pram melayangkan kecupan mesra pada kemaluanku yang telah tertutupi celana dalam, lalu mengusapnya dengan lembut untuk beberapa sebelum akhirnya berdiri dan membantuku mengenakan baju.

Yang ia lakukan benar-benar romantis buatku. Ia belum pernah melakukan hal ini sebelumnya, begitu juga dengan suamiku, tak pernah sekalipun memasangkan pakaian dalamku jika kami telah selesai bercinta. Sebuah hal kecil, namun sangat berarti dan berharga bagiku, karena melambangkan ucapan terima kasih dan kepeduliannya setelah berhasil mencapai kepuasan seksual.

Pram, lelaki muda yang menjadi pelangiku memiliki sifat dewasa yang jarang dimiliki oleh laki-laki seusianya.

♡♡♡

Part 3 akan rilis beberapa jam kedepan.


Terima kasih :rose:
 
Kayaknya Sandi cuma simpatik aja tuh Rindi. Sekedar ngingetin Rindi agar lebih ati-ati.
Kalo bisa Rindi jgn di obral ke lelaki lain.
Kalo obral sih enggak. Dan Rindi bukan tipe perempuan yang dapat ditaklukan dgn mudah, sesuai karakter dan alur yang telah terbentuk.

Tentang Sandi.. hmmm.. masih teka-teki juga sih. Nyerah atau tetep PDKT.

Lihat aja di seri-seri selanjutnya ya.

Makasih :rose:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd