Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Roda Kehidupan

Hingga part 21 ini, siapa tokoh yg paling agan suka? *kalo udh vote boleh lho posting alasannya juga

  • Bella

    Votes: 11 5,9%
  • Novi

    Votes: 96 51,3%
  • Siska

    Votes: 17 9,1%
  • Fara

    Votes: 12 6,4%
  • Laras

    Votes: 34 18,2%
  • Vita

    Votes: 4 2,1%
  • Fitria

    Votes: 3 1,6%
  • Gatot

    Votes: 3 1,6%
  • Prapto

    Votes: 3 1,6%
  • Gk ada alias bodo amat

    Votes: 4 2,1%

  • Total voters
    187
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part 1 MOS dan Hiruk Pikuknya

"Selamat Datang Peserta MOS SMA 234 Tahun Ajaran 2004/2005"


Sebuah banner besar menyambutku di depan sebuah gerbang sekolah yg telah tertutup. Iya, hari ini MOS dan aku sampai sekolah baruku jam 08.00 WIB. Class!

"Mas... Mas..." Ucap seorang cowok aneh yg tiba-tiba ada di sampingku.

"Oh iya Mas, Gimana?" Tanyaku.

"Mas nya kelas satu kan mas?" Tanyanya.

"Iyo mas, pie?"

"Podo mas, aku yo kelas siji... (Sama mas aku juga kelas satu)" Jawabnya mantap.

"Oh... Lha kok sepi yo mas ngarepan? (Lha kok sepi gini ya halamannya?)" Tanyaku heran.

"Haembuh mas... (Gk tau mas...)" Jawabnya singkat.

Aku amati spesies ini aneh banget. Dengan rambut belah samping klimis, baju seragam SMP yg sedikit kebesaran, ditambah logat bicaranya yg sedikit ngapak membuatku semakin penasaran untuk menghadapi kehidupan di SMA ini. Kayaknya gemblung-gemblung murid sekolah ini, batinku.

"Kenalke mas, Aku Jordan..." Ucapnya seraya mengulurkan tangan.

Njiirr... Muka kucel gini namanya Jordan, batinku nahan tawa.

"Adit Bro..." Jawabku lalu membalas uluran tangannya. "Seko SMP ngendi bro? (Dari SMP mana bro?)" Tanyaku melanjutkan.

"Aku dari SMP 081 Bro Adit..." Jawabnya kocak.

"..." Haha SMP nya kayak nomer hp.

"Yowis Bro Adit, aku mau pulang dulu ya..." Ucapnya kemudian melangkah ke motor yg ada didekatnya.

"Lhah, gk masuk?"

"Percuma Bro Adit, udah telat..." Jawabnya santai sambil memakai helm miliknya.

Buset keren juga, hari pertama MOS udah mau bolos.

"Yowis aku juga mau pulang kalo gitu..." Kataku ngikut. Daripada masuk sendirian malah kena hukuman berat nanti. Pikirku singkat.

"Nah! Yok dolan wae karo aku... (Nah! Yuk maen aja sama aku)" Ajaknya.

"Yowis Bro oke..." Kataku setuju.

Dan akhirnya di hari pertama MOS ini aku resmi bolos bareng Si Jordan, kawan yg baru aku kenal. Gila ya aku? Yg lain sibuk dengan urusan MOS, aku malah bolos gk tau kemana. :bata:

"Mau kemana ini Bro Adit?" Tanya Jordan yg tengah mengendarai kuda besi miliknya.

"Mbuh Bro... Kan kamu yg ngajak..." Kataku di boncengan belakang.

"Emm... Kita ke rumahku sik wae kalo gitu, jagongan..." Kata Jordan lalu kembali fokus jalanan.

"Yo oke..."

Koplak juga Si Jordan ini, namun entah bagaimana aku merasa cocok sama dia. Buktinya aku langsung iya-iya aja diajakin bolos. Curiga jangan-jangan dihipnotis aku nya.

"Kamu masuk kelas apa Bro?" Tanyaku memecah keheningan di atas motor.

"Kelas 1c. Kalo kamu Bro Adit?" Ucapnya kembali tanya.

"1a .." Jawabku singkat.

"Oh..."

Satu yg buat aku agak aneh adalah kata sapaan yg Jordan ucapkan. Pasti ada kata "Bro Adit" nya yg lama-lama ngeselin juga. Tapi yowislah biarin aja, mungkin emang ciri khasnya dia begitu.

Setelah sekitar lima belas menit berkendara, sampailah kami di sebuah rumah yg cukup asri dengan pohon mangga yg menghiasi halaman rumahnya.

"Nah, ayo masuk Bro Adit..." Ujarnya seraya meletakkan helm di atas jok motor miliknya.

"Oke..."

Rumah yg cukup nyaman dengan desain minimalis namun tetap elegan dan manis. Di teras rumahnya ada beberapa burung yg entah apa namanya. Pokoknya bikin suasana jadi makin asri dan sejuk.

"Wah seneng manuk yo?" Tanyaku.

"Ah itu punya masku kok..." Jawab Jordan singkat sambil membuka kunci pintu rumahnya.

"Gk hilang ditaruh luar gitu?"

"Santai aja, gk bakal ada yg berani nyolong..." Terang Jordan.

"..."

"Mlebu (masuk) Bro Adit, mau minum apa?"

"Apa aja deh..." Kataku lalu duduk di sofa ruang tamu. Empuk juga nih sofa.

"Oke..." Kata Jordan singkat lalu berjalan menuju dapur sepertinya.

Sambil menunggu si Jordan membuat minum, aku duduk santai di sofa ruang tamu rumahnya ini. Siul-siulan burung yg saling bersahutan di luar membuat suasana pedesaan yg sejuk makin terasa. Apa aku colong aja ya burungnya, pikirku konyol.

Sedang asik menikmati suasana rumah Jordan, tiba-tiba terasa getaran di saku celanaku. "Drrrtt... Drrtt..."

"Halooo..."

"Halo... Adit?"

"Woiii... Ada apaan?"

"Ada apaan? Edan kamu Dit!" Oceh seorang perempuan ditelepon.

"Lhah... Malah ngatain edan..." Ucapku santai.

"Kamu kemana? Kenapa gk ikut MOS?"

"Hehe..."

"Heh!"

"Anu Nov... Sakit aku..." Jawabku bohong.

"Sakit apaan? Orang kemarin aja kamu sehat!" Cerca Novi curiga.

"Nanti deh Nov aku cerita, pamitin sekalian ya Nov sama kakak osisnya..." Pintaku.

"Hmmm..."

"Tuuut... tuuut... Tuuut..."

"Halo Nov..."

"Tuuut... tuuut... Tuuut..."

"..."

Njiir... Dimatiin gitu aja telponnya. Tapi aku percaya pasti dipamitin sama Novi ini. Aku sangat bersyukur masih bisa satu sekolahan dengan Novi, terlebih di SMA ini kita sekelas.

Novi, dialah sahabat terbaik yg pernah aku miliki. Sejak SMP kita selalu sama-sama. Dia selalu ada saat aku dalam kondisi apapun, Novilah yg membujuk Ibu agar aku gk jadi sekolah di STM. Satu yg membuat aku heran sama Novi, dia bisa aja sekolah di SMA yg lebih elite atau bahkan luar negeri sekalipun. Tapi dia lebih memilih sekolah yg notabenenya sekolah favorit kedua setelah SMA 123 yg melegenda itu tentunya.

"Nah ini diminum dulu Bro Adit..." Ujar Jordan yg tiba-tiba muncul dari belakang.

"Wah jadi ngrepotin Bro..."

"Halah..." Ocehnya singkat seraya meletakkan dua gelas minuman warna kuning diatas meja.

"Opo iki Bro?" Tanyaku curiga.

"Extra Joss Bro Adit, biar seger..."

"..." Buset wedang galak iki! Mana ada extra joss baunya tajam gini, batinku sambil mencium aroma minuman tersebut. "Wah hudu extra joss iki..." Kataku memastikan.

"Hahahaha..." Tawa Jordan riang. Njiir.. Gembira banget kayaknya tu anak.

Fix, belum apa-apa aku sudah dipertemukan sama kawan yg gendeng. Aku yakin itu adalah wedang (minuman) galak namun entah jenis apa. Yg jelas bukan ciu, kesukaan si kunyuk Gatot.

"Diombe Bro..." Ucap Jordan mempersilahkan.

"Srrrrpppp..... Opo iki Bro?"

"Topi Miring Bro Adit, campur kratingdeng..."

"Wah enak yo..." Ucapku kembali menenggak minuman setan tersebut.

"Dientekke Bro Adit... (Dihabisin Bro...)"

"Santai Bro... Tapi ngomong-ngomong pada kemana?" Tanyaku memastikan keadaan rumahnya.

"Kerjo Bro Adit... Aman!"

"..."

Memang benar apa kata kidz jaman now, duduk bersama ditemani alkohol akan mencairkan suasana itu memang benar adanya. Entah bagaimana aku menjadi akrab dengan Jordan walau baru tadi pagi kita kenal. Banyak yg kami obrolkan sambil menenggak minuman setan itu dengan cemilan-cemilan tahu sama tempe goreng. Jordan ini orangnya kocak, apa adanya dan kayaknya sih bakalan klop kalo dijadiin satu sama Prapto. Besok deh pasti bakal minum bareng kita. Hahaha.

Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 11.00. Kepala ini juga mulai miring-miring rasanya. Sial, jahat juga tuh topi.

"Mie goreng gelem yo Bro Adit... (Mie goreng mau ya Bro...)" Ujar Jordan menawarkan makan.

"Boleh Bro... Ngelih juga ternyata..."

"..."

Tak lama kemudian Jordan berjalan ke dapur untuk membuat mie dengan langkah kaki yg gleyar-gleyor, baik bener deh tu anak. Entah berapa lama ia membuat mie, tapi ini udah kelewat lamanya. Ngapain aja ya tu anak, jangan-jangan bakar rumah dia. Daripada penasaran mending aku cek aja deh.

"Owalah jancuk malah turu! Hahaha..." Tawaku melihat Jordan tepar di ruang makan rumahnya.

"..."

"Bro tangi Bro, katanya mau bikin mie? Hahaha..." Ejekku ke kawan baruku itu.

"..."

"Broo..."

"..." Tak ada jawaban apapun dari Jordan.

"Asem, berat juga..." Kataku seraya memapah Jordan tidur di ruang tamu lagi karena gk mungkin aku diemin aja dlosoran di dapur.

Aku yakin dia pasti tepar setelah minum sebotol Topi Miring itu, orang aku saja yg terkenal kuat udah berat gini kepalannya. Topi miring memang rada jahat waktu itu, takaran alkoholnya beda sama topi miring sekarang yg bahkan udah kebanyakan KW nya. Gila ya orang kita, minuman setan aja di KW-in.

Setelah membiarkan Jordan tidur di sofa, kapalaku juga makin tak karuan rasanya. Tak terasa mata ini pun ikut terpejam. Entah berapa lama kami tertidur, tiba-tiba ada suara yg membangunkan tidurku.

"Bangun Bro Adit... Bangun..."

"..."

"Jam piro iki Bro?" Tanyaku ke Jordan yg membangunkanku.

"Jam 3 Bro Adit..."

"Duh.. Asu ki!"

"Ngopo Bro Adit?" Tanya Jordan.

"Aku kerjo Bro..."

"Kerja apa? Tau gitu tadi dikit aja minumnya..."

"Kuli Bro dipasar..." Jawabku jujur. Sial, gara-gara topi miring jadi miring semua deh kerjaannya.

"Owalah... Sori yo Bro Adit..."

"Haha santai..."

"Yowis itu dimakan dulu Bro Adit..." Ucap Jordan mempersilahkan makan bakso yg telah tersaji di meja.

"Wah tuku ngendi Bro? (Wah beli dimana Bro?)" Tanyaku seraya mengambil mangkuk bakso tersebut.

"Kui ngarepan... (Tuh depan...)"

"Tak makan yo Bro..." Kataku sopan. Karena memang perut sudah tak bisa diajak kompromi, kulahap habis bakso pemberian Jordan. Lumayan pengganjal perut.

Setelah kulahap habis semangkuk bakso itu, lalu kunyalakan sebatang rokok yg juga telah tersedia di meja plus es tehnya juga.

"Orang tuamu belum balik?" Tanyaku.

"Habis ini Bro Adit kayaknya..."

"Waduh... Aku tak balik yo Bro kalo gitu..."

"Oke... Aku anter Bro Adit..."

"Wis gk usah, santai aja..." Kataku gk enak karena udah dijamu sedemikian rupa.

"Santai Bro.. Sekalian mau keluar juga kok..." Terang Jordan.

"Oh... Oke..."

Kemudian setelah habis sebatang rokok, aku pun akhirnya pulang diantar Jordan. Baik bener deh si Jordan. Ia megantarku pulang sampai depan rumah.

"Yowis Bro balik sik yo..." Kata Jordan di depan rumahku.

"Gk mampir dulu?" Kataku basa-basi.

"Besok lagi aja Bro..."

"Yowis... Ati-ati yo Bro..."

"Sip!" Ucap Jordan singkat lalu menarik pedal gasnya.

Kemudian kulangkahkan kaki ini untuk masuk ke rumah. Kulihat Ibu sedang asyik nonton tv di ruang tamu meninggalkan warung yg dibiarkan begitu saja. Owalah Buk...

"Assalamualaikum..."

"Walaikumsalam... Baru pulang Dit?" Tanya Ibuku.

"Iya Buk..."

"Gimana MOSnya? Lancar to le?"

"Lancar Buk..." Jawabku bohong. Eh gk bohong ding, MOS nya memang lancar.

"Oh yowis sana makan dulu..."

"Nggeh Buk..." Jawabku buru-buru takut kecium bau setan.

Setelah bertegur sapa dengan Ibu, kulangkahkan kaki ini menuju kamar, kemudian kurebahkan badanku diatas ranjang. Njirr... kenapa masih puyeng gini ya kepalaku? Apa karena baru pertama kali ngrasain topi miring ya?

Kemudian daripada bengong dan makin puyeng, kuambil hape yg aku simpan di dalam tas. Daritadi sengaja aku matiin biar aman. Setelah kunyalakan ada beberapa getaran yg terasa. Njiir banyak amat yg sms. Kubuka satu-satu sms tersebut sambil tiduran.

From: Bella
Sayang udah pulang?


From: Bella
Diiittttt!!!


From: Bella
Woeeeee!!


From: Prapto Asu
Cuk nandi cuk? Asu bolos gk ajak2!


From: Bella
Oke fine!


From: Vita
Kok gk keliatan tadi dit?


Buset ada banyak sms ternyata. Itu kenapa Bella marah-marah gitu? Duh. Eh Vita sms juga? Asek. Kemudian kubalas satu-satu pesan tersebut, jelas Bella yg pertama kali aku balas, bisa ribet urusannya kalo makin lama gk aku balas.


To: Bella
Maaf sayang, baru aja pulang MOS. Tadi hapeku mati, byk bgd kegiatan tadi sampe sore gini. Maaf say...


To: Prapto
Hahahahaha


To: Vita
Kangen Vit? Hahaha.
(Ini entah kenapa aku balas sms gini ke Vita)

Tak lama kemudian terasa getaran lagi di hapeku. Ada yg balas nih...

"Awas kalo bohong!!" Balas Bella.

"Gk bell.. suer! Kamu lagi apa?" Balasku.

"Lagi males!"

Njiir... Marah deh Bella. Ribet pasti kalo udah kayak gini.

"Maaf Bell... Maafin aak ya..." Godaku membalas smsnya.

"Y"

"Muuuaacchh..."

Daripada kepala makin puyeng mikir Bella, mending mandi aja deh, nanti juga balik baik lagi moga-moga. Eh tapi Vita kok gk bales ya? Bentar ah mandinya nungguin Vita balas. Lama kutunggu ternyata tak kunjung ada balasan apa-apa lagi entah itu dari Vita, Bella, bahkan Prapto sekalipun. Kulihat jam di layar hapeku menunjukkan pukul 16.10 dan itu pemandangan terakhir yg aku lihat sore ini.

-----

Malam harinya aku ketempat Gatot karena kemarin udah janji mau nganter dia beli sepatu katanya. Sampai di depan rumah Gatot, kupanggil si jancok satu itu.

"Toottt... Gatoot!"

"Tooo..ooottt..."

"...."

"Woh asu koe bengi-bengi berisik! (Woh anjing malam-malam berisik!)" Umpat Gatot dari jendela kamarnya.

"Hahahahaha... Ayo cuk!"

"Rene mlebu sik!"

Kemudian aku pun masuk ke dalam rumah Gatot. Kulihat Mbak Laras sesang tidur-tiduran di depan televisi. Buset deh memang sexy banget Mbak Laras ini.

"Eh Adit, darimana Dit?" Sapa Mbak Laras.

"Rumah Mbak..." Jawabku halus.

"Oh... Oiya gimana sekolahmu? Lancar kan?" Tanya Mbak Laras lagi. Njir... perhatian kan Mbak Laras? Adit gitu lho. Jadi makin sayang aja. Love you mbak... :adek:

"Lancar Mbak, santai..." Kataku sambil mantengin paha Mbak Laras yg memang selalu menarik perhatian.

"Awas kamu sampe neko-neko!" Ancam Mbak Laras seraya mengepalkan tangan.

"Siap Mbak!" Kataku lalu berjalan ke kamar Gatot. Malam itu Mbak Laras memakai celana kolor model boxer dan kaos tipis banget. Bahaya kalo lama-lama disini. Sambung nanti ya Mbak... Haha.

"Cuk mau jam berapa?" Tanyaku ketika sampai di kamar Gatot.

"Apanya yg jam berapa?" Tanya Gatot. Sial nih bocah.

"Katanya mau beli sepatu?" Terangku mengingatkan.

"Oh iyo cuk lali aku, yawis yok habis ini ya..."

"Yo cepet cuk!"

"Iyo cuk tak ganti baju dulu..." Ucap Gatot lalu membuka lemari pakaian miliknya.

Usai Ganti baju dan pamit ke Mbak Laras, kamipun pergi untuk mencari sepatu di salah satu toko sepatu terhitz kota ini masa itu.

"Mbak pergi sik ya..." Kata Gatot pamit.

"Jangan malam-malam pulangnya!" Seru Mbak Laras memberi peringatan.

"Yo Mbak..." Ucap Gatot singkat. Aku hanya diam aja mantengin paha Mbak Laras yg menyala-nyala itu.

"Heh! Motomu kontrol cuk!" Seru Gatot sadar kalo mataku mulai jelalatan.

"Hahaha sori cuk!"

"Nih sori!" Ujar Gatot mengepalkan tangannya.

Di perjalanan menuju toko sepatu, Gatot ngoceh melulu. Ntah apa yg ia omongin aku gk begitu memperhatikan, pikiranku masih menerawang jauh ke sosok paha yg bisa nyala tadi.

"Pie cuk menurutmu?" Tanya Gatot diatas motor.

"..."

"Cuk!" Umpat Gatot mengagetkanku.

"Eh opo cuk?"

"Asu! Pie menurutmu?"

"Apanya?"

"Ya itu tadi?"

"Opo to cuk?" Tanyaku gk ngerti.

"Yo aku beli sepatu yg murah aja, sisanya bisa buat pasang togel sama ps!" Terang Gatot.

"Nah ide bagus cuk!" Hahaha.

Masa itu pasang nomor togel lagi hot-hotnya di Magelang. Untuk ukuran anak muda, gk keren kalo gk ikut pasang togel. Rata-rata kami bisa menghabiskan uang Rp 10.000 per hari hanya untuk judi ilegal itu. Kalo si Gatot lebih parah, gk tanggung-tanggung kalo judi dia. Dasar bocah, hahahaha. :Peace:

"Iki apik gk cuk? Murah ki!" Kata Gatot ketika milih-milih sepatu.

"Lumayan cuk, yowis itu aja!"

"Oke..."

Cepet kan kalo cowok belanja? Beda sama Novi waktu itu yg lamanya minta ampun. Usai membayar sepasang sepatu yg Gatot pilih tadi, kamipun cabut ke parkiran untuk mengambil sepada motor.

"Nandi iki cuk? (Kemana nih kita cuk?)" Tanya Gatot sambil memakai helm miliknya.

"Manut lah... (Terserah deh...)"

"Ps sik yo cuk!" Ajak Gatot.

"Wah oketuh..."

Kemudian kami pun pergi menuju rental ps Mas Galang yg ada di kampung kami. Sekitar sepuluh menit perjalanan sampailah kami di rental ps tersebut. Di situ masih ramai anak-anak pada nongkrong.

"Woe seko endi kalian?" Sapa salah satu kawan sekampungku.

"Biasa, ngrampok!" Jawab Gatot asal.

"..."

"Mas kosong kan?" Tanyaku ke Mas Galang.

"Kosong Dit, itu pake aja..." Kata Mas Galang menunjuk tv paling pojok yg masih nyala.

Tanpa ragu aku sama Gatot memulai pertarungan winning eleven yg melegenda itu. Kemampuan ps Gatot sebenernya lebih jago dibandingkan aku, namun karena Gatot suka emosi kalo main, dewi fortuna sering ada di pihakku. Andalanku waktu itu jelas striker lincah Andry Shevchenkho, sedangkan Gatot entah kenapa lebih milih tim gurem macam Lazio, Spurs, Dortmund, dan sebagainya.

"Wis ah bali!"

"Hahaha..."

Tak terasa dua jam sudah kami habiskan di depan layar kaca. Si Gatot marah-marah karena sering kalah lalu ngajak balik. Hahaha. Usai membayar ps kamipun pamit pulang karena waktu juga telah menunjukkan pukul 22.00.

"Ati-ati cuk, salam buat Mbak Laras yo..." Kataku di depan rumah ketika diantar Gatot pulang.

"Ndasmu!" Umpat Gatot lalu nyelonong pergi.

Setelah Gatot pergi akupun masuk ke rumah. Kulihat Ibu masih asik nonton tv padahal udah jam segini.

"Sampe malam le?" Tanya Ibu melihatku pulang.

"Gatot Buk milihnya lama..."

"Oh... Besok yo le kalo ada rezeki Ibu belikan sepatu..." Kata Ibuku tersenyum.

"Nggeh Buk... Maturnuwun..."

Apa kalian tau? Semua orang tua di dunia ini pasti akan memberikan yg terbaik buat anaknya. Terlebih Ibu, beliau paham betul apa yg dirasakan anaknya. Aku tau Ibu bilang mau membelikanku sepatu agar aku tak kecil hati. Maturnuwun Buk...

"Sholat Isya dulu le..." Suruh Ibu mengingatkanku.

"Oh nggeh Buk, hehe..."

Kemudian kulangkahkan kaki ini menuju kamar mandi untuk wudzu. Setelah wudzu aku pun melaksanakan kewajibanku sebagai seoarang muslim. Biarpun kelakuan banyak minusnya, tapi Insya Alloh aku masih punya iman, walau sering goyah juga sih.

Usai sholat, aku bersiap untuk tidur. Bisa gawat kalo sampe besok telat lagi karena kesiangan.

Kucoba untuk memejamkan mata, tapi tak tau kenapa sulit sekali mata ini terpejam, sial. Sedang berusaha untuk memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara hape di meja belajarku. Siapa tuh jam segini telepon. Ah jangan-jangan Bella udah gk marah lagi, asek.

Eh kok tapi, >>Siska Calling<<

"Halooo..."

"Halo... Adit?"

"Hey... Apa kabar Sis?"

"Baik... Kamu gimana?"

"Baik juga kok... Emm tumben nih telpon?" Tanyaku basa-basi.

"Gk boleh nih aku telpon?"

"Hehe... Apaan sih, boleh lah... Seneng banget malah..."

"Yee yg bener?" Goda Siska dengan nada bicara yg masih sama seperti dulu. Seraknya, logatnya. Ah Siska...

"Hahaha..."

"Eh malah ketawa lagi..."

"..."

"Oiya gimana hari pertama MOS nya Dit?"

"Lancar Sis, seru kok..." Jawabku bohong.
"Sekolahmu gimana disana?" Tanyaku kemudian.

"Fine-fine aja kok..."

Banyak yg kami obrolkan. Siska masih tetap sama seperti Siska yg dulu. Nada bicaranya, suara seraknya, bahkan renyah tawanya pun tak berubah. Entah kenapa selalu muncul perasaan nyaman jika ngobrol sama Siska. Ah Siska... Kamu memang selalu begitu. Selalu.

"Oiya Dit, kayaknya bulan depan aku kesitu deh..."

"Kesitu mana? Ke Magelang maksudnya?" Tanyaku kaget.

"Iya... Gimana?"

"Waaah yg bener nih?"

"Iya benerrr... Sekalian mau jenguk Nenek juga..."

"Wah beneran nih?" Tanyaku memastikan.

"Tungguin ya sayaaaang..." Goda Siska manja.

"Iya..." Kataku kikuk.

"Yaudah gih tidur..." Ujar Siska kemudian.

"Oke-oke... Kamu juga Sis..."

"Iya... Yaudah ya, Mimpi indah Sayang..."

"Iya..."

"Miss you..."

"....."

"Hmmm..."

"Hehe... Miss you too sayang..." Kataku kemudian, sadar kalo Siska ngambek.

"Tuuuut... Tuuttt... Tuuuttt...."

GAWAT!!! Kenapa malah sayang-sayangan gini sama Siska. Ah gimana ya? Gimana kalo Bella tau? Ah gk mungkin, dia kan di Surabaya. Tapi kenapa juga aku tadi seneng banget waktu Siska bilang mau ke Magelang?

Usai Siska telpon aku gk bisa tidur, pikiranku bercabang kemana-mana. Aku akui memang ada perasaan nyaman jika sama Siska. Sangat nyaman bahkan.

----

Hari kedua MOS ini aku sengaja berangkat sangat pagi. Bayangin aja jam 6.30 aku telah berada dikelas, padahal semalam aku cukup larut terpejam gara-gara mikirin Siska. Aku merasa asing berada di dalam sekolah, wajar saja sih aku baru tiga kali memasuki lingkungan ini. Pertama saat daftar, kedua saat diterima sekaligus daftar ulang, ketiga sabtu lalu pas pembagian kelas.

Kupandangi seisi kelas ini, cukup nyaman juga. Aku sengaja memilih bangku depan guru karena kupikir tak ada orang yg mau duduk di bangku itu selain kepepet karena gk tau mau duduk dimana gara-gara kemarin bolos. Sambil menunggu yg lain datang, aku sengaja keluar kelas untuk mengelilingi tiap sudut sekolah ini, itung-itung adaptasi lah. Aku berjalan santai memgamati keadaan sekitar, siswa-siswi pun mulai berdatangan. Tanpa ragu kuberikan senyuman manis ketika berpapasan untuk menghormati, maklum lah anak baru harus sopan.

Kemudian kuhentikan langkahku di sebuah kursi gasebo yg ada di depan perpustakaan. Kuamati nampaknya anak-anak kelas satu juga sudah mulai berdatangan. Eh tapi kenapa pada bawa kaos kaki warna-warni ya? Itu juga kenapa pada bawa name tag dikalungin? Modar! Pasti itu atribut buat MOS! Mampus deh bisa dihukum aku. Kenapa gk kepikiran tanya ke Novi atau Prapto sih kemarin? Ah sial. Apa aku bolos lagi aja ya?

Kemudian bergegas aku kembali ke kelas untuk tanya-tanya dan memastikan atribut apa aja yg harus dibawa. Jika waktunya sampai, aku akan membeli di warung sekitar sekolah. Pikirku waktu itu.

Sesampainya di kelas kulihat sudah ada beberapa anak yg sedang duduk-duduk. Tanpa ragu kuhampiri salah anak tersebut.

"Mas mas..."

"Ya mas gimana?"

"Maaf mas, hari ini memang disuruh bawa kaos kaki bola gitu ya?" Tanyaku seraya menunjuk kaos kaki warna merah yg dipake anak tersebut.

"Iya Mas... Jadi yg cowok disuruh pake warna merah, terus yg cewek warna kuning..." Terang anak tersebut menjelaskan.

"Waduuh..."

"Gimana mas?"

"Gk tau aku kalo suruh bawa, kebetulan kemarin sakit aku..."

"Oh... kamu yg namanya Adit?"

"Lhoh kok tau mas?" Tanyaku heran karena udah tau namaku.

"Kemarin dipamitin sakit sama cewek yg duduk di depan sana... Novi gk salah namanya..."

"Oh... Temenku smp mas dia..." Kataku. Tuh kan si Novi memang the best deh.

"Jangan panggil mas deh... Panggil Antok aja..." Ucapnya kemudian.

"Oh yo tok... Makasih yo, terus suruh bawa apa lagi ya?"

"Cuma itu aja Dit, sama name tag juga ding... Tapi gampang itu buat sebentar juga jadi, nanti tak bantu buatin, aku masih ada talinya nih..." Ujar Antok seraya nunjukin tali pita untuk name tag.

"Wah makasih yo tok jadi ngrepotin..."

"Santai Dit..."

"Yowis tak keluar bentar ya cari kaos kakinya..."

"Sekarang? Dimana?"

"Tak cari di warung sekitar sini barangkali ada!" Ucapku lalu pergi gitu aja ninggalin Antok.

"...."

Saat lari keluar kelas tiba-tiba ada suara cewek manggil dari kursi depan kelas.

"Heh Dit mau kemana? Katanya sakit?" Ucap Novi sinis.

"Hehehe..."

"Apaan senyum-senyum gitu?"

"Mau beli kaos kaki Nov... Hehe..." Kataku cengar-cengir.

"Jam segini mana kekejar waktunya?"

"Usaha Nov..."

"Hmmm..."

"Yowis sik ya Nov tak keluar dulu..."

"Dasar! Gk usah keluar!" Ucap Novi lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Nih dipake! Aku kemarin lupa disuruh pake warna apa, jadi aku beli dua-duanya..." Terang Novi seraya memberikan sepasang kaos kaki warna merah, baru dan masih ada bungkusnya.

"..." Njir Nike original kalo ini mah. "Wah Nov... Pinjem sik yo Nov..." Pintaku memelas.

"Hmmm... Wis Biyasa!" Ucap Novi dengan logat bicaranya yg khas lalu masuk kedalam kelas. Akupun ngikutin Novi dari belakang.

"Duduk mana kamu Nov?" Tanyaku sambil jalan di belakangnya lega karena gk jadi dihukum. Haha.

"Tuh..."

"Asek deh sebelahan Nov kita! Tau aja kamu aku duduk situ..."

"...." Lalu Novi menghentikan langkahnya kemudian menengok kearahku sambil mengkerenyitkan dahinya. Akupun membalas dengan senyuman manisku.

"..."

Kemudian kamipun duduk sambil menunggu bel dibunyikan. Njiir bertahun-tahun sekelas sama Novi baru kali ini sebelahan. Wangi juga si Novi kalo pagi gini ternyata.

"Nov... Mandi parfum ya kamu?" Godaku ke Novi.

"Gk cuma mandi Dit, sikat gigi juga pake parfum aku..." Balas Novi.

"Hahahaha... Eh Nov Prapto gk keliatan?" Tanyaku seraya memakai kaos kaki pemberian Novi.

"Kemarin nyariin kamu tuh dia..."

"Gk punya temen kali dia Nov..."

"Haha salah siapa nilainya rendah ya Dit... Hahaha..."

"Hahaha bener Nov..."

Jadi untuk SMA 234 ini mitosnya pembagian kelas diurutkan berdasarkan nilai. Jadi semakin bagus nilainya akan semakin bagus juga kelasnya. Contohnya aku sama Novi ini, aku sama Novi berada di kelas 1a. Kelas satu A itu lokasinya nyaman karena termasuk gedung baru dan di halaman depannya ada semacam taman-taman gitu. Kalo hotel bisa dibilang resort lah. Haha. Beda sama Prapto yg mempunyai nilai pas-pasan, dia masuk kelas 1e sedangkan Vita yg nilainya lumayan dia masuk 1c. Entah mitos ini dari siapa juga gk tau, namun anak-anak percaya gitu aja.

"Nih Dit, tinggal nulis aja nama kamu..." Ucap Antok yg tiba-tiba aja udah ada disampingku memberikan name tag.

"Wuiih... Makasih tok!"

"Sama-sama Bro..."

Buset si Antok ini memang baik orangnya, dia bahkan membersihkan meja dan merapikan kursi guru yg ada di depan.

"Udah dibagi Tok jadwal piketnya emang?" Tanya Novi ke Antok.

"Belum... Biar rapi aja sih, hehe..."

"Oh.. Sip deh..."

Beberapa saat kemudian suara bel terdengar nyaring di telinga. Anak-anak yg lain pun mulai masuk ke kelas duduk di tempat masing-masing. Suasana hening ada di kelas ini, buset kenapa pada diem-dieman gini? Batinku.

"Nov Nov..."

"Hemm kenapa?"

"Ngapain nih?"

"Yo MOS to Dit!" Jawab Novi singkat.

"Iya tau... Maksudku dikelas aja nih kita?"

"Iya kali, bentar lagi kakak-kakak osis juga pada masuk..." Ucap Novi seraya mengeluarkan buku miliknya.

"Apaan tu Nov?"

"Jadwalnya ini..."

"Oh..."

Tak lama kemudian masuklah tiga orang anak menggunakan seragam osis sma di kelas. Dua cowok, satu cewek.

"Selamat pagi Dekk...." Sapa salah satu seorang cowok.

"Pagi Kak..." Sahut seisi kelas bebarengan. Njiir kompak amat.

"Kamu yg dipojok pimpin doa!" Ujar salah seorang lagi menyuruh salah satu teman sekelasku untuk memimpin doa.

"Berdoa Mulai...."

"Selesai...."

Kuamati kakak-kakak osis itu lumayan berwibawa juga. Kayaknya sih baik, apalagi yg cewek, buset ketat banget bajunya, lekuk dan bentuk tubuhnya jelas terlihat meskipun mengenakan seragam. Tapi urusan muka pas-pasan aja sih.

"Jadi Dek hari ini kita akan memilih ketua kelas..." Ucap cewek yg kuketahui bernama Gita ini dari bedge yg ada di seragamnya. Njiir suaranya seksi juga. "Kalian sudah ada calon?" Imbuhnya kemudian.

"..."

"Belum ya Dek?" Tanya Kak Gita sabar.

"Belum Kak..." Ucap beberapa anak kompak.

"Yaudah kalo gitu kalian bisa diskusi dulu sekalian kakak cek atribut kalian lengkap atau gk..." Ucap Kak Gita lagi halus.

"Ya Kak..."

Gimana bisa diskusi, orang aku aja belum kenal sama teman sekelas juga. Ah apa Antok aja ya.

"Nov Nov..."

"Heem paan?" Tanya Novi gk antusias.

"Antok aja deh Nov dijadiin ketua kelas, baik juga kan anaknya?"

"Suka-suka kamu aja deh Dit..."

Setelah berdiskusi sama Novi yg gk tertarik pemilihan ketua kelas ini, tibalah Kak Gita untuk mengecek atributku sama Novi.

"Lhoh kok kayaknya baru liat ya?" Tanya Kak Gita kepadaku.

"Kemarin sakit Kak, maaf..." Kataku bohong namun tetap sopan.

"Oh sakit apa Dek?"

"Gk tau Kak, tiba-tiba aja demam kemarin malam, terus paginya lemes banget pas mau berangkat..." Jawabku lihai. Kutengok Novi hanya memandang kearah jendela berharap gk ikut terlibat dalam sandiwara ini.

"Oh... yg suratnya dititipin sama sebelahmu ini ya kemarin?"

"Iya Kak... Kebetulan ini temen SMP..." Kataku gk nyangka Novi sampai buatin surat segala.

"Oh yaudah, tapi udah sehat kan ini?" Tanya Kak Gita kalem.

"Alhamdulillah Kak..."

"Yaudah kalo gitu, atributnya juga lengkap..." Ujar Kak Gita lalu meninggalkan bangku kami berdua.

"Thanks ya Nov..." Ucapku pelan ke Novi.

"Hmmm..."

Setelah mengecek atribut, kembali kakak osis di depan menanyakan siapa yg pantas menjadi ketua kelas.

"Siapa Dek? Udah ada calon?" Kata kakak osis cowok yg kali ini bertanya.

"..."

Tak ada jawaban dari seisi kelas, namun semua mata mengarah ke bangku pojok.

"Boleh saya usul kak..." Tanya seorang siswa dengan jari menunjuk keatas mengisyaratkan untuk meminta waktu.

"Silahkan..."

"Jadi begini kak, berhubung kami belum memgenal satu sama lain dan belum tau karakter teman-teman di kelas ini, bagaimana kalo pemilihan ketua kelas ini diundur hingga besok, minimal kita udah kenal dulu lah..." Kata anak itu. Bener juga sih masuk akal.

"Kamu siapa namanya Dek?" Tanya kakak osis.

"Andre Kak..."

"Baiklah... Kita sebagai pembimbing kelas kalian memilih Andre sebagai ketua kelas... Setuju?"

"Lhoh Kak? Kok jadi saya?" Tanya Andre heran sambil mengkerenyitkan dahinya.

"Jadi begini, ketua kelas itu yg berjiwa pemimpin, dan aku lihat dengan kamu usul seperti itu jiwa kepemimpinan kamu udah muncul..." Terang kakak osis menjelaskan. Masuk akal juga.

"Siapa yg keberatan Andre jadi ketua kelas?" Tanya kakak osis yg lainnya.

"...."

"Baiklah karena gk ada yg keberatan, mulai sekarang Andre akan menjadi ketua kelas kalian, setuju?"

"Setujuuuu..." Ucap temen-temen sekelas kompak. Dan Andre hanya memasang tampang bloon saat dijadikan ketua kelas dengan metode yg aneh ini.

"Pie Nov menurutmu?"

"Baguslah bukan kamu, yg ada kelas kita bermasalah terus kalo kamu ketua kelasnya, hahaha." Ejek Novi.

"..."

Usai pemilihan ketua kelas tersebut, kita dibawa keluar oleh kakak-kakak osis untuk dikenalkan dengan lingkungan dan fasilitas sekolah ini. Cukup lengkap juga fasilitasnya, ada lab bahasa, lab komputer, lab fisika, lab kima dll. Yg paling menarik tentu lokasi toilet yg jauh dari ruang guru. IYKWIM.

Kegiatan MOS selanjutnya sangat menjenuhkan, entah berapa jam kami di suguhi ceramah-ceramah gk jelas dari beberapa guru yg masuk secara bergantian di dalam kelas. Padahal diluar sana anak-anak kelas dua dan tiga sudah pada istirahat, namun untuk kelas satu masih harus diam di kelas.

Selama di dalam kelas, kumanfaatkan waktu untuk memandang wajah teman-teman sekelasku dan berkenalan. Kuamati ada beberapa anak yg kayaknya punya bakat bandel, tak banyak juga yg muka buku. Namun ada salah satu cewek yg menarik perhatianku, cukup cantik dan nampaknya juga asik anaknya. Ah tapi gengsi kalo harus kenalan, nanti dikiranya ngedeketin.

"Liatin Vega Dit? Aku bilangin Bella kapok kamu!" Ancam Novi.

"Yeee sok tau koe Nov..."

"Cakep lho Dit..."

"Iya sih... Eh namanya Vega? Hahaha..."

"Dasar!"

Akhirnya waktu yg ditunggu-tunggu pun tiba. Tepat pukul 12.00 kegiatan MOS hari ini usai. Anak-anak mulai keluar kelas untuk pulang dengan tenang karena kelas dua dan tiga masih mengikuti kegiatan belajar mengajar.

"Nov... Mau balik?" Tanyaku ke Novi.

"Ke Prapto aja yuk Dit..." Ajak Novi.

"Oke..." Kemudian kamipun berjalan menuju ke kelas Prapto untuk mencari kunyuk satu itu.

Diperjalanan menuju kelas 1e, didepan kelas 1c kulihat dari jendela Vita masih berada di dalam kelas bersama teman-teman sekelasnya.

"Eh tu Vita Dit, ajak sekalian ya..." Kata Novi lalu masuk ke dalam kelas Vita dengan pedenya. Akupun ngikutin Novi dibelakang tak kalah pedenya.

"Vit..."

"Eh Nov, Dit..." Ujar Vita tersenyum manis. Manis banget. Kenapa makin kesini makin manis aja tu anak.

"Ikut ke Prapto yuk..." Ajak Novi.

"Duh Nov... Gk daritadi bilangnya, aku ada janji ini mau bikin hiasan kelas bareng temen-temen..."

"Yaaahh..."

"Hehe... Maaf ya Nov... Dit..."

"Yaudah deh... Besok lagi aja ya Vit, daah..." Ucap Novi lalu berjalan keluar kelas. "Duluan ya Vit..." Ucapku tersenyum. Dan Vita pun membalas senyumanku.

Beberapa saat kemudian sampailah kami di kelas terpencil, 1e. Tempat dimana mahkluk yg bernama Prapto hidup.

"Mana tu bocah Nov?"

"Sik aku telpon!"

"..."

"Sial gk diangkat Dit, kemana ya tu anak?"

"Samperin kosya aja yuk Nov, nanti juga balik dia..."

"Oke..."

Kemudian kamipun pergi ke parkiran untuk mengambil motor Novi. Dia pake motor kali ini, syukur deh bisa nebeng terus aku. Perjalanan dari sekolah ke kos Prapto lumayan lama juga karena letak kosnya berada di dekat SMP kami dulu dan kami harus lewat jalan tikus karena aku gk memakai helm. Sebenernya bisa saja kami lewat jalan biasa, ditangkap polisi bukan perkara sulit buat Novi, namun aku merasa gk enak aja.

Sesampainya di kost Prapto si kunyuk itu gk ada. Sial kemana tuh bocah. Berkali-kali Novi menelponnya namun hasilnya nihil. Lumayan lama juga lho kami nungguin disini.

"Panas banget Nov, ngejus depan enak nih kayaknya, hehe..."

"Okeyuk daripada ngapain disini..."

"Nah!"

Kemudian aku sama Novi pun akhirnya membeli jus sekalian nungguin Prapto balik. Novi memesan Jus mangga akupun ngikut aja karena dibayarin sama Novi pastinya, haha.

"Pie Dit kelas kita menurutmu?" Tanya Novi membuka obrolan di warung jus.

"Biasa ajaa..." Jawabku sambil menyedot jus mangga yg nampak segar ini. "Srrpp..."

"Biasa aja gimana?"

"Ya belum tau juga sih... Kayaknya seru anak-anaknya..."

Siang itu kami ngobrol tentang kelas baru yg kami tempati yg katanya kelas unggulan dan kegiatan lomba yg akan diselenggarakan besok. Lama kami ngobrol ngalor-ngudul sampai tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 14.00.

"Nov.. Balik aja yuk, kerja je aku, si Prapto mati kali tu anak!"

"Hus! Yaudah aku anter sekalian kalo gitu..."

"Gk usah Nov..."

"Bener gk usah?"

"Emmm..."

"Hahahaha... Ayok buruan!"

"Asikk... Hahaha..."

"..."

"Makasih ya Nov..."

"Iya bawel aja sih!"

"..."

Usai diantar Novi hingga lampu merah pasar, aku langsung menuju pojokan pasar. Di warung pojok yg biasa digunakan buat tongkrong para buruh kasar ini, terlihat Kipli yg makin kekar aja badannya.

"Woe Pli..."

"Baru balik sekolah Dit?"

"Iyo Pli..."

"Yowis sana ganti, tuh beras Bu Joko masih sepuluh karung lagi..."

"Oke siap..."

Kemudian akupun mengganti baju seragam smp ku dengan kaos biasa untuk bekerja. Usai ganti baju, kupanggul beberapa karung dari parkiran menuju toko bu joko yg disebutkan Kipli tadi.

Sebenarnya malu jika nanti teman-teman di SMA tau aku bekerja seperti ini, namun mau bagaimana lagi, ini adalah sebuah tuntutan yg harus dilakukan seorang anak yatim yg gk mungkin menaruh semua beban keuangan kepada Ibu yg telah berusaha mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan penghasilan warung yg pas-pasan. Dari hasil jerih payahku ini, aku bisa membayar biaya tambahan untuk daftar ulang dan beberapa keperluan lainnya seperti buku tulis dan lain-lain. FYI aja, persaingan kerja di pasar ini cukup keras, bahkan ada yg rela membunuh hanya untuk mendapatkan lahan pekerjaan disini. Pemandangan yg tak pantas untuk anak seusiaku pun kerap aku lihat. Mencopet, merampok, dihajar, ditikam, pernah aku lihat semua. Namun untungnya kami punya backing-an yg dihargai disini yakni kakak kandung Si Kipli. Walau masa depan surem, tapi berani macam-macam sama Kipli habis deh.

Usai memanggul beberapa karung beras, aku harus kembali lagi bekerja untuk mengambil beberapa galon untuk sebuah toko yg cukup besar di pasar ini.

"Edan capek banget!" Keluhku sambil menenggak esteh yg baru aku pesan di tongkrongan.

"Hahaha... Kakean sambat koe su! (Kebanyakan ngeluh kamu njing!)" Ujar Kipli yg daritadi istirahat di tempat ini.

Usai ngobrol-ngobrol gk jelas bareng Kipli dan yg lainnya, akupun pulang karena waktu juga telah sore.

Pukul 17.15 sampailah aku dirumah. Ibu masih seperti biasa menjaga warung sambil menonton tv. Bedanya kali ini ada tetangga yg menemani Ibu ngobrol, sori ngegosip tepatnya

Malam hari setelah sholat Isya, aku duduk-duduk di teras sambil menikmati secangkir kopi yg aku buat. Kusempatkan sms Bella yg dari kemarin gk ada kabarnya. Awet bener tuh anak ngambeknya.

To: Bella
Sayang... Masih marah?


Beberapa lama menunggu tak ada balasan dari Bella. Lalu aku inisiatif untuk meneleponnya, walau pasti bakal terkuras habis pulsaku.

"Tuuuut... Tuuutt..."

"Halooo Bell..."

"Hmmm..."

"Lama bener ngambeknya..."

"Emang aku ngambek?" Tanya Bella. Njir salah ngomong aku.

"Lhah... Maaf deh Bell..."

"Iyaaaa..."

"Jadi baikan kan kita?"

"Hmm..." Yaela Bell.

"Bell..."

"Hmmm..."

"Janji deh gk bakal gitu lagi..."

"Bodo..."

"Maaf ya sayang..."

"Hmm..."

"Gk kangen Bell?"

"Gk tuh, biasa aja..."

"..."

Njiir.. Bener kan pasti ribet urusannya.

"Makan sana Bell..."

"Gk ada makanan disini, sini kek bawain makanan..." Ucap Bella. Njiiir dikira Magelang-Surabaya lima menit sampe kali ya.

"Besok deh liburan aku kesitu..."

"Hmmm..."

"Bulan depan deh..." Rayuku asal.

"Janji?" Tanya Bella mulai sumringah.

"Iya sayaaang..."

"Asiikk... Bener ya Ditt..." Pinta Bella keluar manjanya. Sial, kenapa malah ngomong gitu aku.

"Iya Bell..." Kataku halus, walau bingung juga gimana caranya ke Surabaya.

"Yaudah gih sana kamu makan say..." Kata Bella mesra. Buset giliran dijanjiin gitu, baru keluar mesranya.

"Kamu juga ya Bell..."

"Oke, muuuaaach Adit muuuaachh..."

"Ttttuuut... Tuuuut..." Njir dimatiin gitu aja, dasar Bella, gk pernah berubah daridulu. :panlok2:

Usai telpon-telponan sama Bella, lalu akupun masuk ke kamar untuk tidur-tiduran sambil mikirin gimana caranya ke Surabaya. Kulihat jam masih menunjukkan pukul 20.15 namun mata ini terasa berat. Apa karena bau bantal ya? Hahaha. Alih-alih memikirkan ketemu Bella disana, yg ada aku malah terlelap di malam yg indah ini.

----

"Ayo... Ayo..."

Berbagai sorak dan teriakan yg memekak telinga terus terdengar.

Hari terakhir MOS kali ini akan diisi dengan kegiatan lomba dan acara pentas kesenian yg ditampilkan siswa-siswi SMA 234.

Ntah kenapa aku dipilih menjadi salah satu wakil untuk kelasku di pertandingan bola voli. Padahal aku berharap ada lomba sepakbolanya. Untuk bola voli ini semua kelas satu bertanding, jika berhasil menang maka kelas kami akan langsung melaju ke semifinal, jika menang lagi maka kelas kami berhak ke partai final. Pagi tadi pertandingan pembukaan telah dimulai, dan kini giliran kelasku yg akan unjuk gigi.


"1a... Prok prok prok...."
Suara dukungan dari kelasku tak henti-hentinya kudengar.

"Bro... Fokus yo..." Ucap Gilang rekan setimku saat pemanasan. Buset kayaknya pemain pro liga tu anak, keras bener smashnya.

"Yo Bro oke..." Ucapku seraya mengikat tali sepatuku.

Sementara dalam posisi penonton yg melingkari lapangan ini, mataku menangkap pemandangan yg luar biasa indahnya. Aku tak berkedip menatap satu wajah yg berada di samping kursi wasit itu. Nampaknya ia sedang fokus mengamati secarik kertas yg ada di meja tersebut.

Masih dalam keterkagumanku menatap wajah teduhnya, tak kusangka ia pun menatap balik ke arahku. Beberapa saat aku terdiam, sorot matanya tajam menusuk kedua bola mataku. Sesaat kemudian aku tersadar dan langsung kualihkan pandanganku ke arah Anton untuk meminta bola yg ia pegang.

"Ton umpan sini..." Ucapku grogi.

"Nih tangkap..." Seru Anton memukul bola dengan sangat keras.

Ceeeggghh... "Sial, pelan woe!" Umpatku ke Anton.

Setelah dirasa cukup melakukan pemanasan, kami dipanggil wasit untuk diberi arahan. Kembali kucuri pandang ke sosok perempuan tadi, dari ekor mataku kulihat dia juga menatapku seraya tersenyum dan tertawa kecil, manis sekali. Njiir kenapa bisa semanis itu senyumnya...

Aku tak memperhatikan apa yg dikatakan wasit di tengah lapangan ini, yg aku tahu hanyalah perasaan gembira ntah apa penyebabnya. Bodo deh mau menang atau kalah. Haha...

"Siap yo semua... Fokus ke bola!" Seru Gilang ke semua tim.

"Oke!!" Kata teman-teman setimku, lalu kami ke posisi masing-masing.

Sebelum peluit dibunyikan tanda dimulainya pertandingan, sekali lagi kucoba memandang kearahnya dan kudapati ia juga sedang memandang kearahku. Aku tersenyum, ia pun begitu.
 
Terakhir diubah:
Balesnya nanti deh ya komennya, ane mau nananina dulu sama bini, emang kalian nananina sama demit? Hahahaha o_O

Ditunggu komennya, dan maaf kalo tulisan ane makin berantakan aja. Maklum cuti lama.. Haha. Oiya kalian semua dapet salam dari bini ane... Katanya pengen nulis lagi doi..
 
Salam balik jg ya hu sama mbak novi ehh.. mbak julia,ditunggu tulisannya :pandaketawa:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd