Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sanggar Aa Drajat

Maaf loh yah para suhu, cerita sambungannya udah jadi.
Daripada basi, mumpung masih anget lebih baik saya hidangkan.
Selamat menikmati kisah Wagino.

Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 4)

Aa, sepeninggal si Emma maka saya belum ingin berjualan lagi. Bukannya saya nggak butuh uang, tapi kalau saya jualan malah jadi rugi. Uang simpanan kita juga mulai makin menipis karena setiap hari dipakai untuk kebutuhan segala macam.

Semakin hari, keadaan semakin buruk dan tidak terkontrol. Mahluk itu semakin sering saya lihat, dan tingkahnya semakin berani. Dia datang dan memperlihatkan diri didalam mimpi maupun didalam kenyataan, bahkan saya terkadang nggak bisa bedain apakah itu mimpi atau nyata. Saya rasanya hampir gila Aa.

Akhirnya saya nggak kuat. Saya memutuskan kembali ke orang pinter yang dulu saya temui yaitu Mbah To. Pada Mbah To, saya adukan semua kesulitan saya, persis seperti sekarang saya mengadukan kesulitan saya sama Aa Drajat.

Mbah To waktu itu bilang begini, ini bahasa indonesianya loh ya Aa, aslinya sih bahasa daerah saya :

"Itu semua kesalahan kamu, Gino. Sampeyan dulu yang minta ke saya supaya diusahakan dagangannya laku pakek penglaris. Saya waktu itu sudah bilang, penglaris itu harus dibeli. Bukan pakek duwit, tapi pakek hal lain. Lah kamu sendiri yang menyanggupi."

Saya tetep minta supaya Mbah To bisa menarik lagi mahluk yg dia kirim sebagai penglaris.

"Ya nggak bisa gitu. Kowe pikir setelah mahluk itu ditarik paksa dari tempat tinggalnya, terus bisa dibuang begitu aja? Nggak gitu aturannya."

Aa, saya nggak mau tau pokoknya saya minta ke Mbah To supaya mahluk itu nggak memperlihatkan diri lagi, dan nggak menuntut macem-macem.

"Mahluk itu nggak bisa kamu anggap kayak anak kucing yang setelah kamu bosan terus dikarungin dan dibuang ke kampung sebelah. Tapi memang ada caranya supaya mahluk itu nggak memperlihatkan diri lagi sama kowe."

"Apa aja lah mbah, yang penting saya nggak liat lagi dan perkara ngasih sesuatu yang dia sukain ya terserah saya waktunya. Dia pokoknya diem, kalo ada pasti saya kasih." Gitu saya bilang ke Mbah To.

"Segala sesuatu ada harganya. Kowe mungkin nggak ngeliat dia, tapi bukan berarti dia nggak ada."

"Ahh mbah... opo wae lah, yang penting dia nggak keliatan. Ngeri ngeliatnya mbah."

"Ya wis lah, sak karepmu wae..." Si mbah To nyerah juga.

Malam itu, di rumah Mbah To, saya memberikan bungkusan kain putih yang biasanya saya taro di gerobak bakso pada mbah To. Dia memantrai bungkusan tersebut, lalu dibukanya.

Isinya? cuma kembang yang udah kering dan layu dan selembar kain kira-kira 5x5 cm bertuliskan sesuatu yang bukan huruf yang diajari di sekolah SD negri maupun swasta.

"Telen." Kata mbah To sambil menyorongkan barang tersebut.

Lah, kembang kering bisa saya telen. Kalo kain ?

"Telen, ndablek !" Mbah To marah.

Halah.... demi kewarasan saya, maka saya terima kembang kering dan kain kecil itu. Saya masukkan ke mulut dan glek, ditelan.

Mbah To memberikan segelas air putih yang sudah dimantrai. Saya meminumnya habis biar kain itu cepet masuk ke perut.

**********

Aa, memang cukup sakti yang namanya mbah To. Setidaknya begitulah pendapat saya waktu itu, karena ternyata memang mahluk itu menghilang.
Tidak sekalipun mahluk hitam berbulu itu kelihatan lagi, entah kemana. Jualan saya kembali cukup laris walaupun saya cuman kasih kancut bekas dipake istri saya, lumayan lah walaupun nggak selaris waktu pake cd si Emma. Mungkin mahluk itu pikir lumayan lah daripada nggak ada sama sekali.

Kira-kira selama setahun saya bisa cukup tenang mengolah usaha saya jualan bakso, dan mulai menikmati hidup yang menjadi lebih tenang. Saya bisa lebih sering ngobrol sama istri maupun anak saya. Kehidupan ranjang saya pun kembali normal, seolah sudah saya lupakan kejadian-kejadian istri saya yang sering diganggu mahluk berbulu itu.

Kehidupan yang tenang damai itu sangat penting buat laki-laki ya A. Istri saya malah bilang, dia sekarang puas banget berhubungan dengan saya. Waktunya lebih lama, nggak kaya saya dulu yang sering kalah keluar duluan. Malahan saya makin bergairah dalam sehari kadang bisa dua kali kayak manten baru hehehe.

"Pak... barangmu gemuk ya." Katanya

"Ah ibuk... bisa ae..." Saya bangga dong A.

"Bener pak... kayaknya pepek-ku kalo dimasukin bapak... ih sampe megap-megap." Istri saya memeragakan dengan mulutnya yang terbuka lebar dan beraksi kaya orang kehabisan nafas. Kami berdua tertawa keras A, kayak pasangan crazy rich yang bahagia gitu.

"Bapak sama ibuk kok bahagia banget sih?" si Sari tiba-tiba nongol di pintu. Kami langsung diam pura-pura ngga ada apa-apa.

"Yaudah, yuk jalan sekarang pak, buk." Sari merengek.

Oh iya, hampir lupa A. Jadi waktu itu kita semua mau pulang kampung sama-sama soalnya si Emma mau nikah. Dia udah selesai kuliahnya dan langsung dilamar sama lelaki tetangga kampung yang rupanya udah naksir si emma sejak lama.

Kita udah pesen tiket bis AKAP, dan bisnya akan ngejemput kita di agen tiket deket dengan rumah kontrakan. Ngga ada kejadian apa-apa selama naik bis AKAP.

Setelah perjalanan bis yang memakan waktu 8 jam, kita sampai di terminal tujuan sekitar jam 4 subuh. Dari sana kita harus pakai mobil Bison untuk menuju kampung saya.

Itu loh Aa, Bison itu kayak mobil Elf lah kalau di jawa barat. Di kampung saya terkenalnya Bison, bukan Elf. Bentuknya ya sama aja kayak elf. Penumpangnya juga sama aja dipadetin sampek penuh sesak. Kita kebagian kursi paling belakang di Bison itu. Dengan susah payah kita masuk melangkahi beberapa penumpang yang enggan duduk di paling belakang.

"Lah, pir... supirr.... iki piye sih, cuman ada buat satu orang." Saya protes sama supir A. Katanya masih ada tempat duduk cukup buat bertiga. Nyatanya jangankan bertiga, buat dua orangpun sepertinya nggak muat.

"Itu bapaknya duduk nyender belakang, ibunya yang gemuk duduk agak ke depan." Sopirnya ngomong dengan santai, tapi ngeselin.

"Lah, kita kan tiga orang."

"Anaknya dipangku aja paaak... kurus gitu kan. Apa mau ibunya aja yang dipangku sama bapak ?" Bercandaan supir yang nggak lucu buat kami itu rupanya buat penumpang lain lucu, mereka tertawa.

Dengan kesal saya duduk duluan, nyender ke belakang. Tiga penumpang lain yang duduk satu jok dengan kami berusaha memberikan tempat lebih lapang dengan bergeser. Sari yang badannya kecil saya pangku, dan akhirnya istri saya duduk di sebelah saya dengan badan condong ke depan. Sesak sekali karena satu deret jok mobil Bison harus bisa diisi lima orang. Kalo kurus semua ya mending, lah ini istri saya segede gaban.

"Buk, enak duduknya ?" Tanya saya.

"Sempit pak, tapi ya bisa duduk." Jawab istri saya.

"Kamu nggak apa-apa nak ?" Tanya saya ke si Sari.

Sari dengan wajah ngantuk menggelengkan kepala.

"Sari, kamu duduknya jangan terlalu kedepan, ini ibuk jadi sempit kalu badan kamu sama-sama ke depan kayak ibuk." Istri saya mbrengut, ngomeli si Sari.

Sari yang saya pangku menggeser pantatnya lebih ke belakang.

"Nah .... gitu..." Kata istri saya.

Saya nggak nyaman dengan posisi duduk si Sari yang kayak gitu. Pantatnya tepat duduk diatas burung saya.

Baru kali itu saya merasa kalo pantat si Sari yang keliatan kecil itu kok empuk juga.

Bison belum jalan juga padahal menurut saya udah penuh. Kalo jualan bakso saya lebih laku, saya pengen beli mobil biar nggak desak-desakan kalau pulang kampung. Kasian si Sari udah keliatan capek banget dengan posisi duduk yang nggak nyaman.

Setelah ada tambahan dua penumpang yang berdiri di pintu mobil Bison, barulah mobil berjalan meninggalkan terminal dengan perlahan. Udara di kampung saya yang dingin, sekarang masuk kedalam dan menyejukkan udara pengap.

Tapi itu di awalnya aja, soale setelah mobil berjalan ke wilayah pegunungan ternyata angin jadi makin dingin. Saya lihat semua penumpang tertidur dengan posisi masing-masing, ada yang tengadah bersender di jok, ada yang kepalanya ditaro di jok depan. Seperti istri saya yang bisa-bisanya ngorok dengan kepala bersender ke jok depan.

Sari mulanya menelungkupkan kedua tangan ke jok depan dan kepalanya ditidurkan di kedua lengan, tapi karena berebut tempat dengan istri saya yang lumayan ngabisin tempat akhirnya Sari mengalah dengan bersender ke belakang, ke dada saya.

Rasa dingin udara kampung mulai tergantikan dengan rasa hangat dari tubuh Sari.

Gejruk.

Mobil Bison menyikat lobang dijalan.
Pantat Sari bergoyang diatas pangkuan saya.

Oalah... si otong kejepit pantat si Sari. Saya mengernyitkan dahi, menahan sakit.

Gejruk.

Mobil Bison kembali melindas jalanan rusak.

Gejruk...gejruk...gejruk...

Rasa hangat, dan rasa empuk pantat si Sari makin berasa. Pelan-pelan si Otong menggeliat. Saya berusaha mengalihkan pikiran.

Grudug grudug grudug
Mobil Bison berjalan makin liar menggilas jalan rusak.
Oleng kiri...... oleng kanan.... kiri....

Semua penumpang tidur lelap, tapi si Otong malah bangun dengan goyangan pantat si Sari yang terasa makin menekan.

Duh...
Saya mengeluh.

Oleng kiri di belokan yang panjang....
Oleng kanan... di belokan yang singkat
Langsung hajar lagi ke kiri.

Pantat sari menggilas burung saya yang semakin tegang.
Buah pantat si Sari yang geol kiri kanan akhirnya seperti makin terbuka. Batang saya yang semakin tegang seolah-olah melesak di sela-sela pantat si Sari yang makin hangat.

Ahhh....
Kepala kejantanan saya yang tegang semakin terjepit di sela-sela kehangatan dan keempukan.

Aa pikir saya ayah bejat ?
Maap A, Ngga pernah terpikir oleh saya, A.
Si Sari buat saya adalah darah daging saya yang harus selalu saya lindungi. Saya sayang banget sama si Sari.

Seooooootttt
Bison berbelok tiba-tiba di tikungan perbukitan. Badan Sari yang tidur di pangkuan saya oleng.

Hap
Untung saya tangkap badannya sehingga nggak jatuh ke penumpang di sebelah saya.

Lah, ini apaa....
Telapak tangan saya yang memeluk Sari rupanya secara nggak sengaja menangkap dadanya.

Dadanya kecil, tapi rasanya kok empuk-empuk.

Saya penasaran, ini susunya si Sari atau apa???
Jadi saya remas.

Ya ampun, bener A susunya.

Gejruk... gejruk....
Bison melompat dua kali.
Pantat Sari terhempas dua kali.

Oh ampun.
Di ujung kejantanan saya yang udah tegang sempurna itu terasa ada yang empuk-empuk. Kehangatan terasa menyeruak dari sana.

Ah Sari, bapak bilang dari sejak di rumah untuk katok'an (celana panjang) eh malah pakek baju dress tipis kek gini. Ujung Titit bapak yang tegang jadi nempel di.... ah.... di memek kamu yang rok dressnya makin terangkat.

Kok berasa banget ya?

Seooot.... Bison belok lagi.
Pantat sari bergerak-gerak. Menggerus ujung titit saya.
Sekuat-kuatnya saya, bapaknya si Sari, tapi titit saya nggak kuat dengan gerusan memek si Sari yang empuk dan hangat itu.

Cekiiiiiiiit.
Bison mengerem.
Pantat Sari maju ke depan.
Memeknya yang terbungkus celana dalam bergerak ke depan.
Ujung titit saya nyempil di belahan dagingnya yang empuk.

Ah....
Ahh....
Sari...

Rasa nikmat itu memuncak.
Sepertinya lima detik lagi saya bakalan meledak.

Lima...
Aduuuh

Empat...

"Yang mau ke kampung Dukuh Empang, silakan paaak... buuu sampai sampai sampai." Supir berteriak keras membangunkan semua.

Tiga...
Aaaah

"Pak... ayo... kita udah sampai."
Istri saya bangkit dari duduk dan meminta penumpang di depan untuk memberikan jalan.

Dua...
Hhhhhhkkk...

"Bu... tunggu..." Sari bangkit dari duduk, dan mengikutin ibunya.

Hoalah.
Kentang.

**********

Waktu menunjukkan pukul lima kurang, azan subuh berkumandang dari mesjid-mesjid di kampung yang kita masuki dengan berjalan kaki.

"Ladalah... bapak... malu-maluin aja !" Istri saya menegur sambil mengeplak lengan atas saya.

"Ibuk.... apa sih ?" Saya masih merasa ada sesuatu yang tak tergenapkan.

"Itu... tadi di terminal bis, bapak abis kencing nggak naikin sleting celana ya?" Istri saya merongos.

Oalah.... pantesan kok tadi berasa sekali.

Sret, saya menaikkan sleting celana.

Sari cekikikan sambil menutup mulutnya sambil memasuki halaman rumah orang tua saya.



Bersambung ke :
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 5)
 
Terakhir diubah:
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (Bagian 5)

Kebiasaan di kampung saya itu kalau hajat kawinan udah pasti nanggap dangdutan. Pesta kawinan bisa sampai 3 hari, apalagi kalau yang kawinan dari keluarga kaya bisa sampai 7 hari. Sedangkan kawinan si Emma yang calon suaminya dari keluargga menengah ya cuman 3 hari saja.

Waktu udah lewat tengah malam, seluruh keluarga saling membantu mempersiapkan pesta besok, ibu-ibu memasak menu makanan buat hidangan sementara bapak-bapak dan para pemuda memasang tenda, janur, panggung, sound system dll. Saya udah terlalu capek pengen istirahat jadi berpamitan pada semua yang sedang bekerja.

Pas saya sampai di kamar, ternyata di tempat tidur udah ada si Sari sedang geletakan sambil mainin hp.

"Loh, kok kamu nggak bantu-bantu masak ?" Tanya saya.

"Sari udah capek pak, dari tadi siang nggak brenti-brenti ikut motongin daging, bumbu, sayuran, nyuci-nyuci. Sari ngantuk banget pengen tidur pak." Sari menjawab tanpa lepas perhatian dari HP.

"Lah kok tidurnya disini, kan buat anak-anak perempuan yg belum berkeluarga dikumpulin tidurnya bareng di rumah pakde Marno." Saya mengingatkan dia, soalnya tiga kamar di rumah ini khusus buat yang sudah berkeluargga.

"Ah males pak, penuh sesek banyak orang mana bisa tidur."

"Ya biar kamu kenal sodara-sodaramu toh nak."

"Ah bapak, Sari disini aja lah udah pewe."

"Kamu wa-nan sama siapa sih, kok asik banget?" Saya berusaha ikut melihat layar hp si Sari.

"Iih bapak kepo banget sih, ini urusan anak perempuan." Sari miring ke arah tembok memunggungi saya dengan maksud agar layar hp nya nggak kebaca oleh saya.

"Pacar ya ?" Saya jadi beneran pengen tau apakah si Sari udah punya pacar.

Saya tiduran di sebelah si Sari yang memunggungi, terus ikut rebahan di belakangnya. Kepala saya di sela antara bahu dan kepalanya, ikut baca wa di hpnya.

"Bapak... apaan sih.... tumben-tumbenan kepo banget." Sari mbrengut lalu ngumpetin hp di bawah bantal.

Saya pura-pura mau ngambil hp di bawah bantalnya, Sari langsung menghalangi tangan saya yang menyelinap ke bawah bantal.

"Bapakkkk !"

"Lah... awas ya, nggak bapak beliin hp baru nanti." Saya pura-pura mengancam sambil terus berusaha ngambil hpnya.

Sari berkutat melindungi hp yang dia sumputin di bawah bantal. Tangan kami berkutat, saya berusaha mengambil dan dia berusaha menahan.

"Ih bapak... awas Sari laporin ke ibu nih." Sari mengancam balik.

Saya mengalah, nggak jadi ngambil hp nya Sari. Lalu saya tidur telentang.

"Emang kenapa sih bapak pengen liat hp Sari?" Ih dasar nih anak, kalau tadi menghalangi sampai berkutat tapi sekarang setelah saya mengalah dia malah berbalik ke saya sambil pegang hp di tanggan kirinya.

"Lah kamu kan anak bapak, boleh dong bapak periksa hpnya. Jangan-jangan udah pacaran sama cowok yang nggak jelas."

"Ngga ko pak, Sari belum pacaran, beneran deh, sumpah."

"Terus kenapa nggak mau diperiksa hapenya?"

Sari diam tak menjawab.

"Nah kan bener, kamu punya pacar."

"Belum pak.. masa ngga percaya. Tapi kalo bapak liat hp Sari, beneran nanti dibeliin hp baru?"

"Tergantung..."

"Tergantung apa ?"

"Tergantung mood nya bapak lah.... hahaha." Saya menggodanya.

"Ih bapak. Sebel."

"Ya udah, nanti bapak beliin yg baru."

"Bener ya ?"

"Iyaaaa."

"Janji ya...."

"Iyaaa...."

"Nggak bohong ?"

"Ah udah lah nggak jadi dibeliin." Ancam saya.

"Ih iya deh iyaaa......" Sari mbrengut sambil ngasih hp nya.

Saya terima hp itu dan mulai buka satu demi satu WA nya. Nggak ada yang mencurigakan sih. Selama saya buka hp nya, Sari mepet di badan saya yang terlentang, dia seperti curiga.

Lalu saya klik Gallery foto.
"Jangan buka foto ih bapak...." Sari protes sambil berusaha ngambil hp di tangan saya.

Saya nggak peduli, hp nya saya jauhin dari jangkauan tangan Sari. Dia makin ngotot mau ngambil lagi.
"Katanya mau liat WA.... kok sekarang buka foto?"

"Lah emang kenapa?" Jari saya berhasil membuka gallery di hp nya. Sari makin panik.

Waktu saya makin menjauhkan hp darinya, Sari nekat naik ke badan saya untuk meraih hp. Dadanya yang mungil beradu dengan dada saya.

Haduh....
Kok empuk.

Sari grubukan nggak jelas diatas tubuh saya.
Saya jadi tegang.
Rasanya jadi gatal di situ.

"Bapaaaak... aaaah jangan buka fotoo awas ya bapak aduuh." Sari tetep berusaha mengambil hp.

Sekilas saya lihat galeri fotonya.
Loh.... kok ada sekitar tiga buah foto Sari sedang selfi pakai beha doang?

"Loh... ini foto apa ?" Tanya saya.

Sebentar Sari diam tak menjawab.
Tiba-tiba dia turun nggosoh dari atas tubuh saya lalu dia tidur menghadap tembok, membelakangi saya lagi.

"Sari... ini apa?"

Eh bahunya bergerak turun naik, lalu gemetar.

"Hik..hik..." Sari nangis terisak.

Saat itu saya buka fotonya satu per satu. Weleh beneran, foto selfi Sari sedang menunjukkan dadanya yang cuman pakai beha.

"Kamu.... wah.... bapak laporin ibu nih."

Dia tiba-tiba berbalik, dan kembali merebut hape di tangan saya. Dia berhasil. Segera dia masukkan ke balik bantal.

"Jangan pak... Sari bisa jelasin.... ampun pak..."

"Nggak... ini ibuk harus tau."

Sari kembali memunggungi saya dan menangis.

Akhirnya saya kasian juga.

Jadi saya diamkan aja.

Sialan, titit saya jadi gatal gara-gara ditindih si Sari tadi. Tapi saya udah capek, udah pengen istirahat. Jadi saya biarkan si Sari menangis di sebelah saya sambil memunggungi. Dicampur rasa kasihan dan rasa sayang, akhirnya saya memeluk dia dari belakang. Sari diam saja, tapi lama-lama tangisnya berhenti.

"Bapak nggak akan lapor ibu kan?" Sari bertanya di tengah saya hampir tertidur.

"Nggak, tapi kamu jangan kaya gitu lagi Sar." Saya berusaha menenangkannya.

Lama dia terdiam tanpa bicara.

"Makasih ya pak, nanti sari jelasin kok kenapa Sari bikin foto itu." Katanya. Tapi saya nggak ngejawab lagi, karena saya jatuh tertidur.


Selama tiga hari di kampung, tidak ada kejadian apa-apa yang berarti kecuali si Sari berlaku sangat manis dan penurut sama saya. Tanpa diminta dia buatin kopi pahit kesukaan saya, beliin rokok kalau disuruh, ngambilin air putih kalau saya haus, dan sebagainya.

Selain itu kami jadi lebih sering ngobrol, bercanda, dan kalau tidur biasanya selalu saya peluk dari belakang. Istri saya cuman komentar, "Wiih bapak karo anak saiki akur banget.".

Saya paling cuman jawab, "Nih anak gadismu kalau ada maunya pasti ngebaik-baikin."

"Iiih.... kan bapak duluan yang ngejanjiin hp baru." Sari komentarnya begitu.

Akhirnya 3 hari di kampung terasa sangat singkat. Singkat kata sebelum subuh itu kita harus balik karena Sari nggak bisa ninggalin sekolah terlalu lama dan saya harus kembali jualan bakso. Cuman ternyata istri saya harus tinggal lebih lama karena orangtuanya (mertua saya) meminta supaya dia nginap beberapa hari di rumah mereka (di kampung sebelah).

Saya pulang berdua dengan Sari.

Kami pulang dengan naik Bison lagi di pertigaan yang merupakan jalan masuk ke kampung dan sekalian tempat masyarakat menunggu angkutan umum. Seperti waktu datang, Bison sudah cukup terisi walaupun tidak penuh sesak. Kami terpaksa duduk di bagian paling belakang lagi.

Di tengah perjalanan, Bison makin sesak dengan orang-orang yang pergi ke arah kota kabupaten untuk berbagai macam urusan. Yang paling banyak adalah orang-orang yang mau jualan di pasar.

"Pak... itu anaknya dipangku aja... kasian ini Bu Guru kalau nggak keangkut." Kata Sopir.

Saya lihat, seorang ibu yang memang berpenampilan seorang guru sedang menunggu di luar sambil melongok-longok melihat kemungkinan untuk naik.

Tanpa disuruh, Sari naik ke pangkuan saya dan seorang bapak tua berkopiah hitam pindah dari jok depan ke jok kami. Ibu guru itu naik dan duduk di jok yang tadi bapak koppiah hitam duduki.

Bison kembali berjalan merangkak.

Pantat kecil sari yang mengkal menekan titit saya yang sedang tidur. Tentu saja rasa hangat dan empuknya pantat Sari membuat titit saya perlahan-lahan bangun.

Sari menelungkupkan kedua lengannya ke senderan jok depan, kepalanya tidur diatas lengan. Saya berusaha mengalihkan perhatian ke hal-hal lain supaya titit saya nggak tegang walaupun pantat Sari bergerak-gerak akibat dari gerakan Bison yang belok ke kanan kiri mengikuti kelokan jalan di pegunungan.

"Dari mana mau kemana, mas ? ini anak gadisnya ?" Tanya bapak tua berkopiah hitam di sebelah saya.

"Ooh ini habis dari rumah neneknya dia, anak saya, mau ke Ci****. Bapak mau kemana ?" Kami mulai berbasa-basi. Biasa kalau orang-orang kampung kita itu saling bertegur sapa di kendaraan umum.

"Saya jualan daun pisang di Pasar ****." Jawab bapak tua.

"Daun pisangnya dimana ?"

"Ditaro di atap Bison."

Daun pisang masih sangat laku di kota kabupaten untuk kebutuhan para pedagang seperti ketoprak, lontong, dan lain-lain. Kalau di kota besar, daun pisang digantikan oleh plastik.

Akhirnya setelah berbasa basi sebentar, kami kembali diam. Bapak itu memejamkan mata, dan saya juga mengikuti beliau supaya bisa tidur.

Saya mungkin udah tidur beberapa lama ketika terasa Sari tiba-tiba bangun dan menengok ke arah saya sambil mencubit tangan saya.

"Bapak !!!" Katanya judes.

Saya berpandangan dengan Sari yang menengok ke belakang.
"Apa Sar ?" tanya saya bingung.

Sari cuman cemberut, tapi nggak bilang apa-apa. Dia kemudian menelungkup lagi di senderan jok depan, lalu kami sama-sama tidur lagi.

Tidak berapa lama kemudian, Sari tetep menelungkup seperti itu sambil tidur, tapi satu tangannya mencubit keras tangan saya cukup lama.

Kenapa sih anak saya? Gaje banget nih anak. Saya membiarkan dia mencubit tangan saya. Ah peduli amat.

Cubitan itu berubah jadi memegang pergelangan saya cukup erat. Dia terus menelungkup, tapi kelihatan tubuhnya bergerak-gerak diatas pangkuan saya.

Tiba-tiba dia menarik nafas panjang dan kembali tenang. Pegangannya yang tadi erat di pergelangan tangan saya melonggar dan akhirnya lepas.

Akhirnya Bison sampai di terminal bis antar kota. Kami turun satu per satu.

"Mari nak... bapak duluan." Kata bapak tua berkopiah itu sambil menganggukkan kepala dengan senyum ramah.

"Oh iya pak." Kami pun turun belakangan dan kemudian berjalan mencari bis antar provinsi.

Ketika saya dan Sari berjalan berdua, Sari menggerutu.
"Bapak.... apaan sih tadi?" Tanya-nya.

"Apaan apanya ?" Heran saya dengan pertanyaan Sari.

"Itu tadi tangan bapak !"

"Lah emang tangan bapak kenapa? kan tadi kamu cubit terus kamu pegangin kenceng banget."

"Ih bapak ! Ya Sari cubit lah soalnya tangan bapak tadi kemana-mana." Jawab Sari sambil tetep kelihatan nesu alias kesel.

"Kemana-mana gimana? tangan bapak dari tadi kan diem meluk pinggang kamu."

"Lah... tadi... tangan bapak....kan..."

"Tangan bapak kenapa ?"

"Tadi... bapak ngeremes dada Sari." Sari tertegun, saya juga.

"Sumpah bapak nggak remes-remes.... masa sih bapak genit kaya gitu sama anak sendiri?" Saya kesel juga dengan tuduhan si Sari.

"Jadi... terus.... siapa yang ngeremes-remes dada Sari?" Sari berehenti berjalan dan saya juga berhenti. Kami bertatapan.

"Aduh pak, kayanya bapak tua yang pakek kopiah itu ngegerayangin dada Sari tadi." Wajah Sari terlihat memelas, bibirnya terbuka.

Aduh ngeselin banget bapak tua tadi, kok udah tua gitu masih genit dan berlaku nggak sopan ?

"Terus, kamu kenapa diem aja tadi ?" Saya kesel juga dengan si Sari yang diem aja diremes-remes.

"Kirain..... kirain tadi.... bapak yang remes."

"Lah emang kalo bapak yang kayak gitu kamu gpp?" Tanya saya.

"Yah..... kirain..... anu... Sari mikirnya bapak gak jadi beliin hape baru kalau Sari ngelarang bapak." Sari menundukkan wajah, menatap jalan.

"Kamu itu ya...."

"Tadi kan Sari sempet negur bapak.... tapi kok bapak maksa banget masukin tangan ke dalem baju Sari...."

"Jadi kamu diem menikmatin? gitu ???" Saya kesel juga anak perempuan satu-satunya saya diremes-remes kakek tua genit.

"Euh.... maap pak...."

Aa, saya marah dan kesel dengan kelakuan kakek itu. Tapi waktu saya cari si kakek genit itu ternyata udah ngga ada.

Kuampreeet... saya aja bapaknya nggak pernah kaya gitu sama si Sari.
Eh... pernah sekali..... tapi ya kan itu cuman penasaran doang A, saya juga ngga tau kan kalo itu dadanya si Sari. Itu loh yang waktu kita pas naik Bison pertama kali waktu dateng ke kampung.

Ya tapi, saya juga nggak terang-terangan kaya gitu kan?

Tapi... kok si Sari malah diem ya diremes bapak tua itu ?

Ah kesel banget.

Kampret
Kampret
Kampret

Daripada sama bapak tua peot bandot ngga tau diri itu... ya lebih baik dipegang bapaknya aja kan?

Ya maap A, waktu itu saya pikir begitu.

Bersambung ke :
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 6)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd