Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Santri dan Syahwat

Status
Please reply by conversation.
Chapter 3


Hari terasa cepat berlalu, waktu keberangkatan Ning Sarah semakin dekat membuat perasaan Nyai Aisyah semakin tidak menentu. Dia sudah menyerah, tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali mengijinkan Ning Sarah pergi. Perlahan Nyai Aisyah menarik nafas panjang, semua usaha untuk mencegah kepergian Ning Sarah sudah dicobanya, semua kembali kepada kehendak Allah dan dia terlalu lemah untuk mencoba menghalanginya.

"Mi, ikhlaskan kepergian Ning Sarah." Tepukan halus pada pundak membuyarkan lamunan Nyai Aisyah, dia menoleh ke arah Mbah Yai Nafi'yang sudah berdiri di sampingnya dengan senyum yang selalu tersungging di bibirnya. Senyum yang biasanya bisa membuat hati Nyai Aisyah tenang, kali ini senyum itu terasa hambar bahkan memuakkan.

Tanpa bicara, Nyai Aisyah berjalan meninggalkan Mbah Yai Nafi'yang menatapnya heran, belum pernah Nyai Aisyah berlaku seperti itu. Semarah marahnya Nyai Aisyah, dia akan tetap menjawab pertanyaannya walau dengan nada ketus.

"Nyai, ada apa?" Mbah Yai Nafi mengejar Nyai Aisyah, persoalan sekecil apapun akan membesar kalau tidak segera diselesaikan. Di raihnya tangan Nyai Aisyah dengan penuh kasih, membuat langkah Nyai Aisyah terhenti.

"Abah tahu, kesalahan Abah di mana?" Tanya Nyai Aisyah menepis tangan Mbah Yai Nafi' dari pergelangan tangannya, kemarahannya muncul tiba-tiba dan semuanya tertumpah kepada Mbah Yai Nafi'yang selama ini sangat dimuliakan olehnya.

"Nyai, kita harus selalu tawakkal dengan semua kehendak Allah." Jawab Mbah Yai Nafi, dia berusaha mengingatkan Nyai Aisyah agar tidak terbawa oleh amarah yang sedang menguasai jiwanya.

"Di situ salahnya, Abah tidak pernah berusaha untuk mencegah Ning Sarah pergi, setelah itu baru Abah boleh berkata tawakkal." Jawab Nyai Aisyah mendebat Mbah Yai Nafi, hal yang selama ini belum pernah dilakukannya.

"Nyai, apa Abah salah menganggap semua kejadian adalah keputusan terbaik yang digariskan oleh Allah?" Jawab Mbah Yai, dia sudah menyerahkan hidup dan matinya pada Allah sehingga dia hampir lupa ada keluarga yang menjadi tanggung jawabnya.

"Tidak, yang salah Abah lupa bahwa ada anak dan istri yang masih menjadi tanggung jawab Abah, memberikan mereka perhatian bukan hanya asyik sendiri." Jawab Nyai Aisyah, di berjalan keluar meninggalkan Mbah Yai Nafi yang hanya menatap punggung Nyai Aisyah yang semakin menjauh.

Nyai Aisyah berjalan tanpa tahu harus ke mana, Ning Sarah entah pergi ke mana dan dia sudah terlalu lelah untuk berpikir ke mana anaknya pergi karena jawaban yang diberikan Ning Sarah akan selalu sama setiap kali dia bertanya ke mana. Hingga akhirnya langkah kaki Nyai Aisyah membawanya ke pekarangan belakang rumah Ning Ishma dan dari balik rimbunan pohon mangga besar dia melihat Burhanuddin sedang mematahkan batang batang pohon kering untuk dijadikan kayu bakar, Yaa Allah kenapa langkahnya membawa dirinya ke sini? Ada apa ini?

Nyai Aisyah semakin merapatkan tubuhnya di balik batang pohon yang berdiri angkuh saat melihat Ning Ishma keluar dari pintu dapur, wajahnya terasa panas mengingat kejadian beberapa hari yang lalu ketika dia begitu tidak tahu malu menunggangi kontol Burhanuddin layaknya seorang pelacur. Nyai Aisyah menarik nafas panjang, mencari pembenaran atas apa yang sudah dilakukannya.

"Din, aku dan Gus Nur akan ke rumah orang tua ku. Ummi ku sakit, kamu tunggu di rumah." Ning Ishma berpamitan ke Burhanuddin yang sedang membelah kayu bakar di pekarangan belakang, walau sebenarnya fungsi kayu bakar sudah digantikan oleh kompor gas namun Burhanuddin masih tetap menggunakannya sesuai dengan permintaan Gus Nur, jangan sampai kayu dan ranting kering terbuang

"Iya Ning, hati hati di jalan." Jawab Burhanuddin meletakkan golok yang sejak tadi digunakan untuk membelah kayu kayu seukuran pergelangan tangan, Burhanuddin melap keringat membasahi wajahnya. Burhanuddin menatap kepergian Ning Ishma, seperti ada sesuatu yang hilang saat wanita itu hilang ke dalam dapur.

Burhanuddin meninggalkan pekerjaannya, dia ingin melepas kepergian Ning Ishma dengan Gus Nur di pekarangan depan. Dia tidak menyadari kehadiran Nyai Aisyah yang bersembunyi di balik pohon mangga yang hanya berjarak dua meter dari tempatnya, dia terlalu asyik dengan pekerjaan dan pikirannya.

"Din, jaga rumah ya..!" Gus Nur yang sejak tadi sudah memanaskan motor menyambut kedatangannya dengan senyum yang terasa dibuat buat, begitu kaku tidak seperti biasanya.

"Enggeh, Pak Yai." Jawab Burhanuddin merasa jengah, memaki perbuatan bodohnya. Tentu saja dia akan menemukan Gus Nur di depan, karena Ning Ishma akan pergi berdua dengan suaminya.

"Din, aku berangkat ya..!" Ning Ishma segera naik ke boncengan motor Gus Nur, motor langsung melaju meninggalkan Burhanuddin dengan segala pikirannya.

Burhanuddin segera kembali ke pekarangan belakang untuk meneruskan pekerjaannya dan dia terpaku melihat Nyai Aisyah berdiri mematung dengan golok di tangannya, untuk beberapa saat ke dua insan berlainan jenis dan dari dua generasi yang berbeda itu saling bertatapan. Hingga akhirnya Nyai Aisyah membuang muka dengan perasaan jengah, tidak seharusnya dia berada di tempat ini.

"Nyai, assalammualaikum..!" Burhanuddin mengucapkan salam setelah berhasil mengendalikan dirinya, namun tak urung jantungnya berdegup kencang mendapati Nyai Aisyah.

"Wa Alaikum Salam." Nyai Aisyah menggigit bibir, berusaha menenangkan gairah yang tiba tiba kembali menjalari seluruh pembuluh darahnya dan merampas akal sehat yang selama ini selalu dijaga sebaik mungkin.

"Ada perlu apa Nyai, jenengan datang ke sini?" Tanya Burhanuddin pelan, matanya berkeliaran menatap sekeliling dengan waspada. Sepi, tidak ada sosok lain yang ditemukan di sini, sekali lagi Burhanuddin menajamkan pandangan matanya berusaha meyakinkan bahwa tidak ada orang.

"Seharusnya Ning Sarah tidak tahu apa yang sudah terjadi antara kamu dan Ning Ishma, sehingga dia tidak pergi jauh hanya untuk menghilangkan rasa kecewanya." Gumam Nyai Aisyah, serapat rapatnya Ning Sarah berusaha menyembunyikan perasaannya, dia tidak berhasil mengelabuhi wanita yang sudah melahirkannya.

"Mungkin itu yang terbaik untuk Ning Sarah, Nyai." Jawab Burhanuddin, dia mulai bisa menerima kenyataan. Ning Sarah tidak akan bisa disentuhnya, dia seperti datang dari dunia yang tidak bisa dimasukinya.

"Kamu sama saja dengan Mbah Yai, gayamu seperti ulama yang begitu paham." Nyai Aisyah tertawa kecil untuk menghilangkan gejolak perasaannya, berduaan dengan Burhanuddin membuat gairahnya sulit dikendalikan. Udara di sekelilingnya seperti menipis, sehingga Nyai Aisyah merasa nafasnya tersengal sengal.

"Maaf, bukan begitu maksud saya." Burhanuddin tertunduk malu, dia seperti menyiram air satu ember ke dalam danau. Pekerjaan yang sia sia, Nyai Aisyah lebih paham.

"Kamu ganteng, pantas Ning Sarah sampai jatuh cinta padamu." Nyai Aisyah memaki dirinya, kenapa dia mengatakan hal yang tidak pantas di hadapan pemuda yang usianya jelas lebih pantas menjadi anaknya.

"Enggeh, Nyai." Jawab Burhanuddin, dia tidak tahu harus mengatakan apa menanggapi pujian Nyai Aisyah, selama ini kata enggeh sudah begitu melekat dan spontan dia mengatakan itu tanpa maksud membanggakan diri.

"Kamu nggak nawarin aku air atau apa, atau kamu nggak diajari untuk menghormati tamu yang datang?" Ya Allah, nyai Aisyah merasakan wajahnya menjadi merah padam. Kenapa dia mengatakan hal yang seharusnya tidak pernah dikatakan.

"Enggeh, Nyai..!" Burhanuddin merasa malu sendiri, sudah seharusnya seorang tamu mendapatkan jamuan apa kadarnya apa lagi dia istri dari Mbah Yai yang sudah seharusnya dimuliakan.

Bergegas Burhanuddin masuk ke dapur untuk membuatkan minuman ala kadarnya dan sedikit penganan kecil yang selalu tersedia untuk menjamu tamu yang datang, walau penganan kecil di rumah Gus Nur tidak sebanyak di rumah Mbah Yai Nafi.

Nyai Aisyah mengikuti Burhanuddin yang lebih dahulu masuk dapur, matanya terus memperhatikan Burhanuddin yang terlihat canggung menjerang air di kompor gas.

"Kenapa nggak pake tungku kayu bakar, Din?" Tanya Nyai Aisyah teringat pada tumpukan kayu bakar di belakang, untuk apa kayu bakar itu dibiarkan tanpa dipakai.

"Kelamaan Nyai, kalau harus pakai kayu bakar." Jawab Burhanuddin menunduk malu diperhatikan Nyai Aisyah seperti itu, walau dia sempat menikmati tubuh Nyai Aisyah. Tapi berduaan dengan Nyai Aisyah adalah hal lain, pesona Nyai Aisyah membuatnya merasa serba salah.

*Iya juga, terlalu lama." Jawab Nyai Aisyah merasa malu, dia merasa seperti anak remaja saat berduaan dengan Burhanuddin. Semuanya terasa serba kikuk, hatinya berdesir setiap kali mereka bertatapan dan Nyai Aisyah akan menunduk malu. Kegelisahannya hilang dalam sekejap, kesepiannya jauh dari anak bisa tergantikan oleh sosok Burhanuddin.

"Silahkan diminum, Nyai..!" Burhanuddin meletakkan gelas berisi air teh panas ke hadapan Nyai Aisyah yang larut dalam lamunannya, tangannya gemetar saat meletakkan gelas di atas bale bale kayu. Tidak pernah terpikirkan oleh Burhanuddin bisa berduaan dengan Nyai Aisyah, entahlah mungkin ini anugerah atau bukan dan Burhanuddin tidak peduli dengan hal itu. Yang dia tahu, kepergian Ning Ishma tergantikan oleh Nyai Aisyah, terbayang olehnya kehangatan tubuh Nyai Aisyah yang memacu kontolnya dengan liar.

"Tanganmu kenapa gemetar, Din?" Nyai Aisyah tidak bisa menahan diri, disentuhnya tangan Burhanuddin yang berotot sehingga membuat pemuda tanggung itu tanpa sadar menyenggol gelas berisi teh panas yang baru saja diletakkannya hingga tumpah.

"Ma maaf, Nyai?" Wajah Burhanuddin menjadi pucat, sebagian air teh panas mengenai baju gamis Nyai Aisyah pada bagian pantatnya, membuat Burhanuddin semakin gugup dan tanpa pikir panjang mengambil lap kotor untuk digunakan melap bale bale kayu yang menjadi basah, justru perbuatannya itu malah membuat pantat Nyai Aisyah semakin basah terkena teh manis yang masih panas. Refleks Nyai Aisyah berdiri agar bajunya tidak semakin basah pada bagian lainnya.

"Din...!" Nyai Aisyah menepuk nepuk pantatnya yang terkena tumpahan air teh hangat, melihat itu Burhanuddin menggunakan lap yang dipegangnya untuk melap pantat besar Nyai Aisyah yang mengunakan gamis berwarna putih. Lap yang kotor, justru membuat baju gamis berwarna putih itu semakin kotor.

""Ma maaf, Nyai..!" Burhanuddin terpaku memaki kebodohan dirinya, dilemparkan lap kotor ke sembarang tempat. Dengan menggunakan tangan telanjang, Burhanuddin berusaha membersihkan kotoran yang melekat dengan menggosok gosok pantat Nyai Aisyah yang terasa lunak dan hangat.

"Din, kamu nakal..!" Nyai Aisyah mendesah lirih, dia menikmati gerakan tangan Burhanuddin yang mengusap pantatnya. Gila, semua kealiman sudah tidak berbekas lagi, syahwat begitu perkasa menyeretnya pada lembah nista.

"Maaf, Nyai..!" Burhanuddin berusaha keras membersihkan noda pada pantat Nyai Aisyah, dia tidak sadar apa yang dilakukannya justru memancing birahi Nyai Aisyah.

"Kamu sebenarnya mau bersihkan noda di gamisku, atau cuma mau megang pantatku Din?" Goda Nyai Aisyah, rasa malu sudah dicampakkannya jauh jauh.

"Ma maaf, Nyai..!" Burhanuddin menarik tangannya, namun dengan cepat nyai Aisyah justru menahannya agar tetap mengelus pantatnya yang semok.

"Kenapa berhenti, kita sudah pernah melakukan hal yang lebih gila dari ini.!" Seru Nyai Aisyah, wajahnya bersemu merah terbakar nafsu yang bergejolak di dalam dirinya.

"Nyai..!" Burhanuddin menatap wajah Nyai Aisyah, untuk beberapa saat mereka saling bertatapan dengan isi pikiran yang berkecamuk di kepala.

Seperti ada besi sembrani, wajah mereka saling tarik menarik hingga tersisa jarak hanya beberapa centimeter. Dengus nafas mereka saling menyentuh kulit wajah satu sama lainnya hingga akhirnya bibir mereka bersatu tanpa ada yang tahu siapa yang sudah memulai, semuanya berjalan begitu saja mengikuti jiwa mereka yang menampakkan wujud aslinya.

Nyai Aisyah memejamkan matanya, menikmati lumayan bibir Burhanuddin yang panas. Jiwanya bergejolak, menari di atas api birahi yang membakar jiwanya. Burhanuddin pria pertama yang begitu lancang menodai bibirnya yang selama ini selalu melantunkan ayat ayat suci, merampas kemuliaannya sebagai seorang istri yang Sholehah. Nyai Aisyah semakin larut dalam gelombang syahwat yang merobek robek kesadarannya dengan cara membalas lumayan bibir Burhanuddin, lidahnya bergerak liar menusuk masuk ke dalam rongga mulut Burhanuddin dan menelan cairan ludahnya yang senikmat anggur yang memabukkan.

Tak ada suara, tak ada ucapan yang terucap dari bibir mereka setelah puas berciuman panjang. Mereka bicara lewat mata yang saling bertatapan, mengisyaratkan untuk melangkah lebih jauh lagi dalam gelombang birahi.

Nyai Aisyah menarik tangan Burhanuddin ke arah kamarnya, kamar yang sebenarnya jauh dari kata layak kalau itu diperuntukkan untuk Nyai Aisyah, tapi kamar itu sangat layak untuk seorang santri yang biasa tidur beralaskan tikar atau paling mewah sebuah kasur lantai yang digunakan bersama sama dalam sebuah kamar kecil. Kamar yang ditempati Burhanuddin tidak kalah dengan bekas kamar yang dipakainya bersama beberapa orang santri lainnya sebelum Gus Nur menjadikannya santri dalam.

Nyai Aisyah tidak melepaskan pegangan tangannya, menuntun Burhanuddin memasuki kamarnya yang terang karena cahaya matahari begitu bebas masuk ke dalam lewat jendela yang terbuka lebar. Menyadari hal itu, Burhanuddin melepaskan tangannya dari pegangan Nyai Aisyah, dengan sigap dia menutup jendela sebelum ada yang melihat Nyai Aisyah.

"Pintu dapur juga, Din..!" Nyai Aisyah mengingatkan, jangan sampai kejadian dia memergoki Ning Ishma dan Burhanudin terulang pada dirinya, hidupnya akan hancur dalam sekejap kalau hal itu sampai terjadi.

Burhanuddin tidak menjawab, di bergerak cepat menuju pintu dapur dan menguncinya agar tidak ada pengganggu saat dirinya menikmati kehangatan tubuh Nyai Aisyah. Burhanuddin segera masuk ke dalam kamar, dia sudah tidak tahan untuk menikmati tubuh molek Nyai Aisyah.

"Nyai..!" Burhanuddin terpaku, matanya tidak mampu berkedip melihat Nyai Aisyah berdiri bugil mempertontonkan tubuh moleknya yang selama ini tertutup sempurna di balik pakaiannya. Seindah inikah tubuh Nyai Aisyah yang baru pertama kali dia bisa dengan bebas menikmatinya tanpa perlu bersembunyi sembunyi seperti pertama kali mereka memadu kasih. Kali ini semua terpampang jelas, tidak ada lagi yang perlu disembunyikan.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu, Din?" Goda Nyai Aisyah berusaha menyembunyikan payudaranya dengan ke dua tangan yang tidak bisa menampung seluruh permukaannya, justru semakin menambah aura birahi yang selama ini berusaha diredamnya. Gairahnya semakin bergejolak, dia ingin melihat ekspresi wajah Burhanuddin saat melihat payudaranya menggantung bebas.

"Payudaraku bagus, nggak?" Nyai Aisyah memencet puting payudaranya yang sudah mengeras, tubuhnya menggelinjang nikmat.

"Indah sekali, Nyai..!" Burhanuddin meneguk liur, dengan tangan gemetar berusaha meraih gundukan payudara Nyai Aisyah yang besar melebihi milik Ning Ishma.

"Nakal, kamu..!" Nyai Aisyah mendesah lirih, dibiarkannya Burhanuddin menyentuh payudaranya. Matanya terpejam, menikmati remasan lembut sepasang tangan kasar Burhanuddin yang terbiasa dengan pekerjaan kasar. Justru hal itu menambah kenikmatan yang dirasakannya, jauh berbeda saat yang melakukannya adalah Mbah Yai Nafi suaminya. Tangan pria paruh baya itu terlalu halus, remasannya sangat lemah hanya membuatnya terbakar birahi tanpa mampu mengantarkan ke puncak orgasme yang diidamkannya.

Sekarang dia bisa menemukan kenikmatan sex yang selama ini dicarinya, kenikmatan yang membuatnya berteriak liar saat kontol pemuda itu menusuk masuk ke dalam lobang memeknya menyentuh bagian terdalam yang belum pernah tersentuh selama ini.

*Ahhhh, nakallll...!" Nyai Aisyah berteriak lirih saat Burhanuddin menghisap puting payudaranya dengan rakus. Kakinya goyah, Nyai Aisyah jatuh terduduk di atas ranjang yang berderit menerima hempasan tubuhnya.

Burhanuddin yang bernafsu tidak mau membiarkan buruannya lepas, dia terus mengejar payudara Nyai Aisyah. Tangannya terus meremas payudara yang berubah warna akibat remasannya, mulutnya kembali menghisap puting yang menjulang akibat rangsangan yang terus menerus diterimanya.

"Curang..!" Seru Nyai Aisyah menarik kaos lusuh yang dikenakan Burhanuddin, menariknya lepas sehingga dia bisa mengagumi tubuh kekar Burhanuddin yang berotot. Aroma keringat Burhanuddin membuatnya semakin bernafsu, ditariknya tubuh pemuda itu sehingga dia bisa menciumi dadanya yang bidang.

Nyai Aisyah berubah menjadi liar, lidahnya bergerak menjilati dada Burhanudin yang basah oleh keringat tanpa merasa jijik. Putingnya menjadi sasaran berikutnya, dengan gemas nyai Aisyah menggigitnya lembut membuat Burhanuddin menggelinjang nikmat.

"Nyai...!" Burhanuddin memejamkan mata, tangannya bertumpu pada ranjang agar tubuhnya tidak terjatuh menindih Nyai Aisyah.

"Sini kontolmu, aku ingin merasakannya..!" Seru Nyai Aisyah kesetanan, dia melepaskan lilitan sarung Burhanuddin, diraihnya kontol besaryang sudah berdiri tegak tanpa dikekang oleh celana dalam dengan perasaan tidak sabar.

"Iya, Nyai !" Jawab Burhanuddin patuh, dia segera mengatur posisi agar kontolnya tepat di lobang memek Nyai Aisyah.

"Jangan dimasukin dulu, aku ingin ngerasain ngemut kontolmu..!" Nyai Aisyah mendorong Burhanuddin, dia berjongkok meraih kontol dan Nyai Aisyah berdecak kagum karena genggaman tangannya sangat pas dengan ukuran kontol Burhanuddin. Kalau saja dia belum merasakan nikmatnya sodokan kontol Burhanuddin, mungkin dia akan ketakutan melihatnya.

Nyai Aisyah mengendus batang kontol yang berbau khas, hanya dengan mengendus baunya sudah membuat nafsu birahinya semakin bergejolak. Tanpa ragu, Nyai Aisyah menjulurkan lidahnya menyusuri batang kontol yang berada dalam genggamannya.

"Aduhhhh, Nyaiiii...!" Burhanuddin menatap takjub, bukan hanya jilatan lidah Ning Ishma saja yang dirasakannya tapi juga Nyai Aisyah dua wanita yang seharusnya dihormati dan dipatuhi setiap nasihatnya sekarang mereka justru menjadi budaknya yang paling patuh.

Sruppp, sruppp, Nyai Aisyah mulai mengulum kontol Burhanuddin, kepalanya bergerak maju mundur mengocok kontol Burhanuddin. Nyai Aisyah menemukan keasikan tersendiri saat kontol Burhanuddin bergerak maju mundur di mulutnya yang terbuka lebar berusaha menelan seluruh kontol Burhanuddin, walau tidak semua batang kontol itu masuk ke dalam mulutnya.

"Sudah Nyai, sekarang aku...!" Burhanuddin berusaha menarik kontolnya, dia hampir saja takluk oleh sepongan dahsyat Nyai Aisyah.

"Iya..!" Nyai Aisyah setuju, mulutnya mulai pegal menyepong kontol Burhanuddin selama lima menit.

Nyai Aisyah merebahkan tubuhnya di sisi ranjang, kedua kakinya menjuntai menyentuh lantai yang dingin. Pahanya terbuka lebar sehingga Burhanuddin bisa melihat bentuk memeknya yang tembem dan bersih dari bulu kasar.

Melihat pemandangan itu, Burhanuddin langsung membenamkan wajahnya di selangkangan Nyai Aisyah. Burhanuddin membuka belahan memek Nyai Aisyah yang sudah basah, bagian dalamnya berwarna merah dan menebarkan aroma khas yang sangat disukainya.

"Jangan dilihatin, maluuu..!" Rengek Nyai Aisyah manja, belum pernah Mbah Yai memperlakukan memeknya seperti itu. Dia selalu melakukan seks sesuai hukum yang dipelajarinya bukan dengan cara aneh seperti yang dilakukan Burhanuddin.

"Aaaaaaaaa, ohhhhh yaaaa !" Nyai Aisyah mendesis lirih saat lidah Burhanuddin menyentuh itilnya, refleks pinggulnya terangkat mengiringi rasa nikmat yang membuatnya merinding.

Nyai Aisyah berjuang keras menerima jilatan demi jilatan lidah Burhanuddin pada memeknya, berjuang keras agar tidak secepatnya meraih orgasme. Ini baru awal, dia tidak mau ditaklukkan dalam waktu relatif singkat.

"Ampunnnnn, Dinnnn..!" Akhirnya Nyai Aisyah menyerah, orgasme dahsyat menghempaskannya ke badai orgasme dahsyat, tubuhnya menggeliat sebelum akhirnya terkapar kehabisan tenaga.

"Ennak, Nyai..!" Bisik Burhanuddin bangga, kembali dia bisa menaklukkan wanita yang dimuliakan olehnya dalam waktu relatif singkat.

"Ennak,..!" Jawab Nyai Aisyah dengan mata tetap terpejam, badai orgasme itu hanya sepersekian detik namun sangat menguras tenaganya. Nyai Aisyah membuka matanya saat merasakan Burhanuddin mengangkat kakinya ke atas dan sebuah benda tumpul menempel pada memeknya, dia melihat kontol Burhanuddin mulai menusuk masuk perlahan lahan.

"Ahhhhh, pelannnn Din..!" Nyai Aisyah terus memperhatikan kontol Burhanuddin yang semakin tertelan memeknya dengan jantung berdebar kencang, dia tidak mau melewati moment dahsyat ini begitu saja. Hingga akhirnya kontol Burhanuddin tertancap sempurna, Nyai Aisyah menarik nafas lega.

"Ennak, Nyai..!" Goda Burhanuddin, mencabut keluar kontolnya dari memek Nyai Aisyah yang mendelik tidak rela.

"Jahatttt...!" Nyai Aisyah mengeluh, namun ucapannya terhenti saat Burhanuddin kembali memasukkan kontolnya dengan cepat membuat Nyai Aisyah menggeliat nikmat.

"Ohhhh, aduhhhh..!" Nyai Aisyah takjub, godaan Burhanuddin justru membuat rasa nikmat itu semakin dahsyat melebihi apa yang selama ini dibayangkan. Sayang, Nyai Aisyah tidak bisa bergerak leluasa, kedua kakinya diangkat tinggi sehingga dia tidak bisa mengimbangi sodokan demi sodokan Burhanuddin yang semakin lama semakin cepat.

"Nyai, memekmu nikmat..!" Burhanuddin terus menatap gerakan kontolnya yang keluar masuk dengan cepat di memek Nyai Aisyah, kontolnya berkilat oleh lendir birahi Nyai Aisyah.

"Iya terussss, yang kenceng sayang...!" Nyai Aisyah semakin tidak bisa mengendalikan diri, kata kata porno terus meluncur dari bibirnya yang sensual tanpa rasa maklum.

"Akkku nggak tahannnn, akkku kelllllluaarrrrr...!" Teriak Nyai Aisyah, dia tidak bisa menahan orgasmenya lebih lama walau dia sudah berusaha melakukannya, namun dia terpaksa menyerah oleh gelombang dahsyat yang mengambang ambingkan jiwanya.

"Ammmmmmm punnnnn...!" Kembali Nyai Aisyah berteriak lebih nyaring dari pada tadi, hanya dalam waktu hitungan detik, kembali dia mendapatkan orgasme dahsyat.

"Akku juga kelluarrr, Nyai...!" Burhanuddin takluk, sedotan memek Nyai Aisyah saat orgasme membuatnya menyerah, memek Nyai Aisyah seperti menghisap pejuhnya tertumpah di memek Nyai Aisyah.

"Din, ada apa...?" Suara Latifah disertai ketukan pada jendela kamar membuat Nyai Aisyah dan Burhanuddin yang baru saja mendapatkan orgasme menjadi pucat, celaka.

Bersambung.​
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd