Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Santri dan Syahwat

Status
Please reply by conversation.
Entah Ning Sarah ini bakal ngamuk atau gimana setelah nge gap in kedua orang itu, apa mungkin karena ketakutan kedua orang itu bakal nyekap Ning Sarah .... HMMMMMM
 
Chapter 6


"Kenapa, Mbak?" Tanya Wati dengan wajah pucat, dia sudah menduduki wajah Burhanuddin sehingga pemuda itu tidak bisa bernafas. Jangan jangan, pemuda ini mati karena perbuatannya? Tubuh Wati menjadi lemas ketakutan, tubuhnya jatuh terduduk sehingga kontol Burhanuddin menusuk masuk ke memeknya.

"Aduhhhh, pelan pelan Mbak..!" Teriak Burhanuddin kesakitan kontolnya tertekuk saat Wati jatuh terduduk, membuat Burhanuddin tersadar dari pingsannya.

"Walah, tak kira sampeyan mati mas...!" Mbak Yem tersenyum lega, ketakutannya tidak beralasan sama sekali.

"Aduhhhh, gila ini kontol...?" Seru Wati tersadar dari rasa kaget dan menyadari kontol Burhanuddin ternyata sudah berada di dalam memeknya, dinding memeknya terasa perih karena ototnya mengeras oleh rasa kaget sehingga saat kontol Burhanuddin masuk melukai memeknya. Namun hal itu tidak mengurangi nafsu Wati untuk segera memacu kontol Burhanuddin dengan kasar seperti yang biasa dilakukannya saat memacu kontol suaminya, gerakan cepat dan kasar bisa membuatnya puas saat mencapai orgasme.

"Enakan cepat Mas, rasanya lebih makyus..!" Jawab Wati nakal, gerakkannya semakin cepat memompa kontol Burhanuddin sehingga bale bale ikut berguncang dan menimbulkan suara keras.

"Tapi kontolku ketekuk, sakit..!" Seru Burhanuddin jengkel, kedua wanita yang seharusnya menolong malah memperkosanya dengan jalang.

Wati sama sekali tidak peduli dengan protes Burhanuddin, baginya yang paling penting adalah memacu kontol Burhanuddin untuk segera mendapatkan orgasmenya secepat mungkin sebelum para buruh tani yang lain datang mengganggu keasikannya.

"Ohhh Mbak Yem, ennnnak benar ini kontol..!" Seru Wati menatap nanar ke arah Mbak Yem yang belum puas dan terpaksa menunggu giliran Wati menuntaskan birahi, dia berharap Wati tidak menguras pejuh pemuda yang diharapkan membuahi rahimnya.

"Aku tahu, buruan nanti suamimu keburu datang..!" Jawab Mbak Yem jengkel, tidak lama lagi para pekerja pria akan datang beristirahat sementara Wati masih saja asyik memacu kontol Burhanuddin.

Mendengar percakapan kedua wanita itu membuat Burhanuddin panik, bagaimana nasibnya kalau salah satu dari suami kedua wanita itu datang? Celaka, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Akhirnya Burhanuddin memaksakan diri menggerakkan pinggulnya menyambut memek Wati agar wanita itu segera mendapatkan orgasme sebelum para pekerja lain datang.

"Aduhhh, gendeng kamu. Memekku diobok-obok....!" Seru Wati kegirangan mendapatkan perlawanan Burhanuddin sehingga kontolnya menyentuh mulut rahimnya, Wati bergerak semakin liar sehingga tubuhnya semakin basah oleh keringat.

"Wat, buruan.,!" Seru Mbak Yem gelisah, celaka kalau sampai Burhanuddin menumpahkan pejuhnya di memek Wati. Harapannya untuk memiliki anak seganteng Burhanuddin akan musnah, bisa jadi malah Wati yang akan mendapatkan keberuntungan itu.

"Sek Mbakkkk, akkku mettttu....!" Seru Wati histeris, dia tidak bisa bertahan lebih lama menunda orgasme dahsyat yang melanda tubuhnya.

Burhanuddin menarik nafas lega wanita itu berhasil ditaklukannya dalam waktu singkat, namun dia lupa dengan keadaan kontolnya yang masih menjulang perkasa. Saat Wati bangkit dari pangkuannya, Mbak Yem menatap kontolnya dengan wajah berbinar-binar.

"Sekarang giliran ku, Wat...!" Mbak Yem langsung menggantikan posisi Wati, memacu kontol Burhanuddin dengan cepat. Cairan memeknya dan pengalaman tadi membuat memeknya bisa beradaptasi tanpa merasa kesakitan, tujuannya utamanya adalan secepatnya menguras pejuh pemuda tampan itu.

"Aduh Mbak, pelan pelan..!" Seru Burhanuddin mengeluh, dia harus menahan rasa ngilu karena kontolnya berkali kali tertekuk. Seharusnya dia tadi ikut ngecrot saat Wati orgasme sehingga penderitaannya berakhir.

"Oooo, iyaaaaa ngene rasanya kenthu sama orang ganteng..!" Seru Mbak Yem tidak peduli dengan penderitaan Burhanuddin, baginya pejuh Burhanuddin lebih berharga.

Untuk mengurangi rasa sakitnya, kembali Burhanuddin mengangkat pinggulnya menyambut hantaman memek Mbak Yem. Sepertinya dia harus segera orgasme untuk mengakhiri penderitaannya. Dan harapannya terkabul, di antara rasa ngilu Burhanuddin mendapatkan orgasmenya bersamaan dengan orgasme yang juga didapatkan Mbak Yem.

Setelah merasa puas karena berhasil menguras pejuh pemuda, Mbak Yem bangkit dari atas pangkuan Burhanuddin seiring dengan terlepasnya kontol Burhanuddin dari jepitan memeknya. Hatinya berbunga-bunga, membayangkan pejuh Burhanuddin berhasil membuahi rahimnya.

"Mbak, jangan pergi dulu. Bagaiaman dengan ikatanku ini, atau aku akan menceritakan apa yang sudah terjadi ini ke orang lain?" Ancam Burhanuddin saat melihat Mbak Yem dan Wati sudah meninggalkannya tetap dalam keadaan posisi terikat.

"Eh iya, maaf..!" Seru Mbak Yem dan Wati tersadar dari kecerobohannya, mereka segera berlomba membebaskan ikatan Burhanuddin sebelum suami suami mereka datang.

"Cepat kamu, pergi..!" Seru Mbak Yem dan Wati bersamaan setelah berhasil melepaskan ikatan pada kaki dan tangan Burhanuddin.

----XXX----​

Ning Sarah semakin memacu motornya lebih cepat, dia harus berlomba dengan waktu sebelum para petani melepaskan Burhanuddin dan mereka tahu siapa pelaku yang sudah mengikatnya dalam keadaan bugil. Harga diri dan kehormatan keluarganya sedang dipertaruhkan, sungguh bodoh apa yang sudah dilakukannya.

Citttttt, refleks Ning Sarah mengerem motornya saat seorang wanita petani muncul dari jalan menuju gubuk tempat dia meninggalkan Burhanuddin dalam keadaan bugil, hampir saja dia menabrak wanita yang terlihat sangat panik dan ketakutan.

"Innalilahi... Hampir saja saya menabrak jenengan, Bu...!" Seru Ning Sarah, dia berusaha mengatur nafasnya yang tersengal sengal karena terkejut.

"Aduhhhh, maaf Mbak. aaaaad da hhhh guede...!" Seru wanita itu gagap, dia sangat ketakutan mendengar suara minta tolong dari dalam gubuk sehingga berlari meninggalkan dua orang temannya.

"Ada apa, Mbok?" Tanya Ning Sarah gelisah, sepertinya wanita ini sudah melihat keadaan Burhanuddin.

"Itu, teman temanku di gubuk...!" Jawab wanita itu, dia belum bisa mengendalikan rasa takutnya sehingga bicara tidak jelas.

Mendengar hal itu, Ning Sarah menduga Burhanuddin sudah dibebaskan oleh para petani dan wanita ini berlari pasti karena merasa jengah dengan keadaan Burhanuddin yang dalam keadaan bugil, sementara pakaiannya sudah dibuangnya jauh sehingga Burhanuddin tidak bisa mengenakannya lagi. Tanpa berpikir panjang, Ning Sarah memacu motornya secepat yang dia bisa, meninggalkan tempat itu sebelum para petani menangkapnya.

Perjalanan pulang yang seharusnya dia tempuh dalam waktu satu setengah jam, bisa dilaluinya dalam waktu satu jam. Sampai rumah, Ning Sarah langsung masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikan teguran para santriwati dalam yang melihat kedatangannya. Sepertinya dia harus segera meninggalkan rumahnya sebelum Burhanuddin datang dengan para petani memberitahukan apa yang sudah menimpanya kepada ke dua orang tuanya, harus hari ini juga atau dia tidak bisa membayangkan kemurkaan Ayah dan Ibunya.

"Ning, buka pintu?" Sura perintah ayahnya disertai ketukan keras pada pintu membuat wajah Ning Sarah menjadi pucat, apakah secepat itu Burhanuddin sampai? Mustahil, seharusnya dia yang lebih dulu sampai dibandingkan pemuda itu.

"Iya Bi, sebentar..!" Jawab Ning Sarah berusaha menenangkan dirinya, dia yakin Burhanuddin belum sampai di pondok.

"Ada apa, Bi?" Tanya Ning Sarah berusaha bersikap wajar di hadapan Mbah Yai Nafi' yang berdiri di depan pintu kamarnya, senyumnya begitu teduh membuat Ning Sarah merasa sedikit nyaman. Ning Sarah semakin yakin, Burhanuddin belum sampai dan tidak ada kejadian yang membuatnya ketakutan sejak tadi.

"Kamu, kenapa?" Tanya Mbah Yai Nafi', dia menatap lekat wajah putri tunggal kesayangannya.

"Nggak ada apa apa, Bah..!" Jawab Ning Sarah menunduk malu, baru dia ingat saat datang dia mengabaikan teguran Mbah Yai Nafi' padahal selama ini dia selalu mencium tangan ayahnya setiap kali datang. Ning Sarah meraih tangan Mbah Yai Nafi', menciumnya dengan takjim sebagai permintaan maaf yang tidak terucap.

"Ummi mu minta dijemput, katanya sudah nelpon kamu berkali-kali tapi ndak kamu angkat." Mbah Yai Nafi'mengusap kepala anaknya dengan penuh cinta, seumur hidup dia belum pernah membentak anaknya sebesar apapun kesalahannya.

"Enggeh, Bah..!" Jawab Ning Sarah, dia merasa kikuk berhadapan dengan ayahnya sementara dia sedang menyimpan sebuah aib yang sewaktu waktu akan terbongkar. Ning Sarah kembali mencium tangan ayahnya sebelum berpamitan dan meninggalkan Mbah Yai Nafi'yang tersenyum bijak.

Ning Sarah menarik nafas lega setelah dia menaiki motor, untuk sementara dia masih aman selama Burhanuddin belum pulang. Dia masih bisa berharap, semoga Burhanuddin bisa menjaga aibnya kalau dia benar-benar mencintainya. Perlahan Ning Sarah menjalankan motornya untuk menjemput Nyai Aisyah ibunya, namun motornya segera berhenti setelah sadar tidak tahu harus menjemput Nyai Aisyah di mana.

Ning Sarah mengambil HP di kantung baju, tepat dugaannya ada WA dari ibunya minta segera di jemput di pasar xxx tempat dia menculik Burhanuddin. Ning Sarah segera membalas WA Nyai Aisyah tanpa menunggu balasan, Ning Sarah kembali menjalankan motornya perlahan setidaknya perjalanan dari pondok ke tempat Nyai Aisyah menunggu bisa digunakan untuk menenangkan hatinya yang ketakutan. Perjalanan yang seharusnya ditempuh dalam waktu 45 menit menjadi lebih lambat Daria biasanya.

Sampai tempat yang dituju Ning Sarah menghentikan langkahnya, tidak salah lagi dia melihat Burhanuddin bersama seorang wanita bercadar sedang bergandengan tangan ke arah tukang becak yang sedang menunggu penumpang. Jantung Ning Sarah berdetak semakin kencang, dia yakin itu Ibunya Nyai Aisyah. Tidak mungkin dia salah, dari cara wanita bercadar itu berjalan gemulai dan juga pakaian yang dikenakannya.

Penasaran dan untuk memastikan bahwa dugaannya benar, Ning Sarah mengambil hp dan melihat beberapa balasan WA dari Nyai Aisyah.

"Ummi batal minta dijemput kamu, ada acara mendadak mengisi ceramah." Balasan WA terakhir dari Nyai Aisyah diterimanya lima menit yang lalu dan dia tidak menyadarinya.

Kembali Ning Sarah menatap wanita bercadar yang tidak menyadari kehadirannya karena tersembunyi di balik banyaknya para pembeli di kios kios yang berjejer padat, dengan ragu Ning Sarah memencet panggilan untuk Nyai Aisyah.

"Assalamualaikum Ning, maaf Ummi tidak jadi minta jemput." Nyai Aisyah berkata riang sambil memegang tangan Burhanuddin yang berjalan tegap di sisinya, pemuda yang dianggapnya tidak jadi menjemputnya setelah hampir dua jam menunggu dengan sabar. Sebenarnya bukan hanya Burhanuddin yang salah karena diapun datang terlambat satu jam lebih, wajar Burhanuddin menganggap dia tidak datang dan sempat meninggalkan tempat janjian mereka.

"Siapa, Nyai?" Bisik Burhanuddin dengan hati yang bergemuruh, pasti Ning Sarah yang menelpon Nyai Aisyah. Burhanuddin menggerutu dalam hati, perbuatan Ning Sarah harus dibalas dengan cara yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Ya, malam ini dia akan menikmati tubuh Nyai Aisyah semalaman sebagai bentuk pembalasan dendam yang sempurna.

"Ning Sarah..!" Bisik Nyai Aisyah pelan, dimasukkannya hp yang sudah terputus. Nyai Aisyah tersenyum di balik cadar yang dikenakannya, dia seperti kembali menjadi gadis remaja yang bergandengan tangan dengan pemuda pujaan hatinya.

Nyai Aisyah teringat, dia sudah melewatkan masa mudanya begitu saja, tidak ada kisah cinta romantis seperti dalam film film atau buku novel yang dibacanya. Masa mudanya terlalu membosankan, lurus mengikuti aturan hingga akhirnya seorang pemuda melamarnya dan Nyai Aisyah sebagai anak yang patuh mengiyakan pertanyaan ke dua orang tuanya yang terlihat antusias menerima kedatangan Mbah Yai muda yang juga anak seorang ulama besar yang kharismatik.

"Kita ke mana, Nyai?" Tanya Burhanuddin menyadarkan Nyai Aisyah dari lamunannya, di hadapannya seorang tukang becak tua langsung turun dari kursi penumpang melihat kehadiran Nyai Aisyah dan Burhanuddin.

"Mari Mas, mau ke mana?" Tanya pria tua penarik becak itu bertanya penuh harap tenaga tuanya masih bisa menghasilkan uang agar dapurnya tetap mengebul.

"Penginapan Arjuno, Pak..!" Jawab Nyai Aisyah segera menaiki becak tanpa merasa ragu, Burhanuddin segera duduk di samping Nyai Aisyah.

"Kenapa, Nyai?" Tanya Burhanuddin setelah becak yang mereka tumpangi melaju perlahan di antara lalu lintas yang lumayan padat, bergerak lincah menghindari para pejalan kaki dan kendaraan beroda dua.

"Nggak apa apa, ini pengalaman pertamaku..!" Jawab Nyai Aisyah, dia tidak berani membalas tatapan mata Burhanuddin yang berusaha menelanjangi cadar yang digunakannya.

Andai saja Burhanuddin tahu, rasa takut kehilangan Ning Sarah perlahan hilang, tergantikan oleh sosok pemuda yang duduk rapat di sampingnya. Hari hari sepi yang menakutkan itu, akan berubah menjadi hari hari yang penuh warna. Nyai Aisyah seperti mendapatkan puber ke duanya, atau mungkin ini adalah puber pertama setelah dia melewati masa muda tanpa pernah jatuh hati pada seorang pemuda yang membuat hatinya bergetar indah.

"Pengalaman pertama, bukankah kita sudah melakukannya di....!" Burhanuddin tidak meneruskan perkataannya, terlalu sembrono menyebutkan nama Ning Ishma ataupun pondok di tengah penyamaran Nyai Aisyah.

Sebuah cubitan kecil sebagai jawaban dari Nyai Aisyah membuat Burhanuddin mengaduh. Tidak bisakah pemuda ini memanjakannya dengan rayuan manis yang akan membuat jiwanya semakin melayang tinggi, ke dunia yang belum pernah disinggahinya.

"Panggil aku, Ais..!" Bisik Nyai Aisyah pelan, itu nama yang sengaja dipilihnya untuk Burhanuddin. Nama yang menurutnya manis dan enak didengar, nama yang selalu dikhayalkan menjadi panggilan kesayangan dari pria yang dicintainya dan saat ini Nyai Aisyah berharap Burhanuddin akan mewujudkan khayalannya selama ini.

"Ais..!" Seru Burhanuddin ragu, namun dia berusaha memenuhi keinginan Nyai Aisyah sebagai bagian dari penyamarannya. Burhanuddin tidak sadar, panggilan kecil itu membuat mata Nyai Aisyah berbinar bahagia.

"Ya, Habibi...!" Jawab Nyai Aisyah dengan bibir bergetar, bahkan dia tidak pernah memanggil suaminya dengan sebutan seperti itu. Inilah pertama kali dia menyebut seorang pria dengan kata Habibi ( sayang ), membuat wajah Nyai Aisyah berubah menjadi panas.

"Ya, Ais.." jawab Burhanuddin merasa lucu dengan panggilan Ais, terlalu janggal buat dirinya yang sudah terbiasa memanggil Nyai.

"Astaghfirullah, innalilahi..!" Seru Nyai Aisyah terkejut, dia merangkul Burhanuddin saat becak mengerem mendadak.

Wajah Nyai Aisyah dan Burhanuddin menjadi pucat seperti melihat hantu di siang bolong, di hadapannya Ning Sarah yang duduk di atas motornya menatap penuh kemarahan.

Bersambung​
Double wes suhu hehehehe
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd