Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sebuah Sisi Lain (TAMAT)

Post 10

Sepulangnya dari rumah kontrakan Zia, aku segera melaksanakan rencana yang sudah diutarakan pacarku itu. Kucari tali yang lumayan panjang. Untungnya di rumahku masih kusimpan tali panjang yang biasa kubuat menali barang bawaan yang lumayan banyak. Setelah dapat aku lalu menyimpannya di kamarku.

Aku masih tak habis pikir pada kecurigaan Zia kalau kak Dea selama ini hanya pura-pura gila. Apakah memang benar dugaannya itu? kalau kuingat-ingat memang beberapa kali ada kejadian janggal yang dilakukan oleh kak Dea. Sebut saja malam setelah aku menyiram Zia di halaman belakang. Kakakku itu seakan memintaku memuasinya. Saat aku bilang ada mama dia malah meletakkan telunjuknya di depan mulut untuk memintaku diam. Masak sih orang gak waras bisa berpikir sampai segitunya?

Waktu berlalu dengan tak terasa. Tiba-tiba saja hari sudah sore. Mama kutemui sudah siap-siap berangkat kerja. Dia seperti biasa mengenakan seragam hotel tempatnya bekerja. Aku yang diam-diam memperhatikannya berdecak kagum, bagaimana mungkin mamaku yang umurnya kepala empat itu masih terlihat cantik dan seksi seperti itu.

“Ven... mama berangkat dulu yah.. jaga rumah baik-baik, trus jangan lupa rawat kakak kamu” ucap mama mendekatiku yang sedang mem-packing barang jualan.

“Iya mah.. siyaapp..”

Mama kemudian memelukku dengan hangat lalu mencium bibirku mesra. Kugunakan kesempatan itu untuk memegang bongkahan pantatnya dengan telapak tanganku. Kusadari ada sesuatu yang kurang pada diri mama.

“Loh, mama ga pake celana dalam yah?” tanyaku usil.

“Hihihi..kamu benar sayang..” jawabnya centil sambil menowel hidungku.

“Jangan-jangan mama ga pake bh juga yah?”

“Kamu benar lagi sayang.. hihi.. udah ah, mama berangkat.. daah sayang”

Ku ikuti langkah mama berjalan ke depan karena aku harus mengunci pagar selepas mama pergi. Sesaat setelah kami sampai di dekat pagar, ada sebuah mobil sport warna hitam mendekat. Setelah sejajar dengan kami tiba-tiba jendela depan sebelah kanan terbuka.

“Haii tante..” sapa seorang pemuda seumuranku dari balik kemudi.

“Ohh... hai juga.. numpang boleh yah!?” sambut mamaku.

“Boleh dong tante.. buat tante apa aja boleh..” balas pemuda itu. Sekilas kuperhatikan sosok pemuda itu. Wajahnya tampan dan kulitnya putih, pasti dia anak orang kaya.

Mama kemudian tanpa canggung masuk ke dalam mobil. Entah kenapa dia malah duduk di depan, seakan ingin menemani pemuda pembawa mobil sport itu. Kulihat mama berubah menjadi sosok lain, sosok perempuan yang tengah kasmaran pada pasangannya.

“Venn.. mama berangkat yah.. daaaahhh...” mama kemudian melambaikan tangannya padaku setelah mobil itu mulai jalan.

“Siapa itu Ven?” tiba-tiba Zia muncul dari belakangku.

“Anjrriiiit... kamu darimana sih? kok tiba-tiba muncul kayak hantu aja” ucapku kaget.

“Eh, daritadi aku disini kok.. emang tadi aku naik ojek online, tuh ada mobil jadi aku turun agak di sana” tunjukknya pada rumah tetanggaku.

“Ohh.. bikin kaget aja sih... itu temennya mama, tapi ga tau juga gimana ceritanya” balasku sambil memeluk pinggangnya lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah.

“Jadi yah kita jalanin rencananya?”

“Emm.. jadi, udah ada kok barangnya, tuh di kamar..” balasku.

“Oke.. sekarang kasih obat ini ke kak Dea” ucap Zia sambil membuka tas kecil yang dibawanya lalu mengeluarkan kantong plastik berisi dua butir kapsul.

“Apaan nih? Bahaya gak?” aku mulai keheranan.

“Ini, hihihi.. obat perngsang..” bisiknya di telingaku.

“Wuihh... lu dapet darimana nih?”

“Yahh.. kamu lupa lagi deh.. kan kita anak farmasi” ucapnya.

Aku mengambil obat itu dari tangan Zia. Saat memberi makanan ke kakak perempuanku sengaja kucampur obat itu dalam makanannya. Untungnya kak Dea tak sedikitpun curiga karena mungkin rasa makanannya ada keanehan. Setelah selesai menyuapi kakakku kemudian aku balik ngobrol lagi dengan Zia.

“Udang sayang?” tanya Zia.

“Udah.. cuma satu butir aja kan?” balasku.

“Iya cukup satu aja.. itu aja udah bikin kelabakan loh.. hihi”

“Oke.. sekarang apalagi yang harus kita lakuin?”

“Bentar aku mau nanya ke kamu, kira-kira kalo kamu ngentotin kakak kamu berani gak?” tanya Zia serius.

“Apaahh?? Lu udah gilak yah?? Masak gua disuruh ngentot sama kakak kandung gua sendiri?” balasku tak percaya apa yang diminta oleh Zia. Padahal selama ini aku dan kak Dea sudah beberapa kali berzina.

“Helehh.. jangan sok suci lu Ven.. aku tau kok kamu ada rasa sama kak Dea kan?” tembak Zia tepat pada sasaran.

“Iya tapi kan.. tapi..”

“Udah gini aja, kalo kamu ga berani mending aku undang pemulung itu buat ngentotin kakak kamu, gimana?” ancamnya.

“Bentar.. emang ga ada cara laen apa? Kok sampe segininya sih cara kamu Zia?”

“Ga ada Ven, ini aja hasil pengamatanku secara teliti selama ini, udah ah aku telfon aja mereka biar datang ke sini”

“Ehh.. eh.. jangan...jangan.. iya aku mau...” jawabku menyerah pada keinginannya.

“Nahh.. gitu dong sayang.. ntar aku kasih kamu hadiah lagi deh, hihihi...” ucapnya lembut seperti sedang menyemangati anak kecil untuk belajar.

“Ahh.. kamu nih bisa aja Zia”

“Bentar lagi kalo kak Dea keluar dari kamar trus cariin kamu, langsung kamu bawa aja ke halaman belakang... aku ambil dulu talinya” ucap Zia, kemudian dia beranjak masuk ke dalam kamarku lalu berjalan keluar menuju halaman belakang.

Seperti dugaan Zia sebelumnya, kak Dea benar-benar keluar dari kamarnya. Tubuhnya sudah bugil tanpa pakaian apa-apa lagi. Dia kemudian mendekatiku yang sedang duduk santai di depan Tv. Kulihat wajahnya memerah dan keringat mulai membasahi badannya. Aku yakin saat ini kakak perempuanku itu birahinya sedang tinggi.

“Apa kak? Mau minta apa sama adek?” tanyaku ketika kak Dea sudah jongkok di depanku. Sepertinya memang dia menginginkan batang penisku.

“Kebetulan niih.. kita main-main sebentar yuk kak.. udah lama gak senang-senang sama kakak” sambungku.

Aku kemudian mengangkat tubuh telanjang kakakku itu menuju ke teras belakang rumah. Seperti biasa dia hanya diam saja, hanya nafasnya saja yang kudengar mulai terengah-engah seperti menahan birahi. Sesampainya di teras, kuturunkan kakakku itu tepat di bawah sebuah tiang kayu penyangga atap. Zia yang melihat kak Dea sudah dalam posisi yang tepat langsung mengikat tangan kakakku itu di tiang kayu. Sedangkan kedua kaki kak Dea dia ikat pada kaki kursi kayu yang ada di teras.

Kedua kaki kak Dea yang diikat pada kaki kursi di sebelah kanan dan kirinya memaksa kakakku itu mengangkangkan kedua kakinya. Dalam pandanganku sekarang kak Dea tengah terikat tak berdaya pada tiang penyangga atap dengan kedua kaki mengangkang. Duhh, seksi banget kakakku itu.

“Kakak cantik... jangan marah, nikmatin aja yah..” ucap Zia pada kakak perempuanku. Sebaliknya kak Dea kuperhatikan sedang melihat wajah Zia dengan tatapan penuh benci.

Setelah memastikan ikatan pada tubuh kak Dea sudah kuat, Zia kemudian mendekatiku yang sedang duduk di depan kakakku. Gadis cantik bertubuh ramping ittu kemudian mulai melepas jilbab dan semua bajunya. Ternyata di balik baju yang dipakainya Zia hanya memakai sebuah celana dalam putih berenda. Cocok banget dengan seleraku.

“Eh, lu masih suka ga pake daleman yah sayang?” ungkapku pada Zia.

“Hihihi, udah kebiasaan sih yang.. ini aja udah mending aku mau pake cd” balasnya terkikik centil.

“Ahh, dasar binal emang..” ujarku sambil mengelus bulatan payudaranya lembut. Buah dada gadis cantik itu benar-benar putih bersih, sampai terlihat guratan hijau membayang di kulitnya.

“Cocok dong sama kamu yang punya otak mesum” timpalnya tak mau kalah.

“Hehehe.. iya siih..”

Sebentar kemudian jemari tangan Zia dengan cekatan melepaskan kaos dan celana basket yang membungkus tubuhku. Meski perbuatannya tengah dilihat kak Dea, tapi dia dengan cuek terus menelanjangi diriku. Kubiarkan saja pacarku itu melakukan apa saja yang dimauinya.

“Ambilin rokok dong yang.. bakalan seru nih” pintaku.

“Iya deh..” Zia kemudian berjalan masuk ke dalam rumah, lalu kembali dengan membawa sebungkus rokok dengan koreknya.

“Nahh.. mulai aja deh yang.. tunjukin ke kak Dea” suruhku kemudian sambil menghisap rokok di jariku.

Zia dengan tubuh hanya berpenutup sebuah celana dalam putih berenda itu mulai mendekati lagi kakakku. Sambil tersenyum menggoda, gadis binal itu kemudian mengarahkan mulutnya ke puting susu kak Dea. Sebentar kemudian Zia dengan lahap menghisapi kedua puting susu kakakku kiri-kanan bergantian.

“Emmhhh.. eeemhhhh.. aahh... emmhhh” suara erangan tertahan mulai keluar dari mulut kakakku.

Aku yang melihat kelakuan Zia pada kakakku itu mulai horni juga. Baru kali ini aku melihat secara langsung seorang perempuan memberi rangsangan pada perempuan lainnya dengan begitu bernafsu. Aku yakin Zia sangat lihai memainkan lidahnya untuk mengerjai puting susu kak Dea. Nampak kini kakak perempuanku itu begitu menikmati perlakuan Zia padanya. Ditambah lagi dengan efek obat perangsang yang masuk ke tubuhnya pasti membuatnya terbakar birahi.

“Wuaahh.. enak banget nih susu kakak lu Ven.. jadi kenyang aku, hihihi..” ucap Zia yang jarinya terus memelintir puting susu kak Dea tanpa henti.

“Aahhhhh... eemmmmhhhh...aahh” kak Dea kini mulai mendesah.

“Lanjuttt sayang...” ujarku menyemangatinya.

Zia masih terus mengenyot puting susu kakakku, kini ditambah lagi dengan tangannya ikut gerepein celah vagina kak Dea. Posisi kedua kaki kakak perempuanku yang mengangkang itu membuat tangan Zia dengan bebas mempermainkan klitoris kakakku. Tentu saja hal itu membuat kak Dea jadi kesetanan menahan nikmat.

“Aahhhhhhh....” jerit kak Dea ketika Zia sedikit menjauh darinya dengan tiba-tiba.

“Hihi.. mau ngecrit ya kak? Ga segampang itu..” ujar Zia berusaha mempermainkan pikiran kakakku.

Aku yang masih duduk melihat kelakuan pacarku itu hanya bisa tersenyum simpul. Betapa hebatnya cewek satu ini kalau urusan memuasi nafsu birahi. Aku yakin saat itu kak Dea sebentar lagi akan orgasme, tapi dengan Zia yang menjauh darinya pasti membuatnya kentang banget. Kasian deh lu kak.

“Ehhh.. emmm...” desah kak Dea sambil menatap Zia dengan pandangan penuh harap. Mungkin dia berharap pacarku itu mau meneruskan aksinya.

“Gantian deh Ven.. aku mau ambil sesuatu dulu..” ucap Zia lalu masuk ke dalam rumah lagi.

Kugantikan posisi Zia menggerepe tubuh kak Dea. Kudekati kakak perempuanku yang terikat pasrah itu dengan tersenyum penuh kepuasan. Kulanjutkan aksi Zia tadi, kembali puting susu kak Dea mendapat rangsangan bertubi-tubi dari belaian lidahku. Tanganku juga mengelus liang vaginanya yang sudah becek itu dan menggosok klitorisnya dengan cepat.

“Aahhhhh... uuhhhh.. uhhh....” rintih kak Dea lagi.

Seketika itu aku mundur selangkah darinya. Aku tahu dia akan orgasme. Padahal sebenarnya yang ingin kami lakukan adalah memaksa kak Dea tak bisa mendapatkan orgasmenya. Intinya kami menyiksanya secara halus.

“Weekkk.. enak aja mau nyampe...” kujulurkan lidahku mengejek kak Dea.

“Uhhhhhh..” balas kak Dea menatapku dengan benci.

“Ayo bilang dong kak.. kakak mau apa? Kalo gak mau bilang bakal kita siksa kakak begini terus... biar sampe pagi juga” ujarku mendekatinya lagi.

Berikutnya yang kulakukan adalah berjongkok di depan kaki kak Dea. Kuarahkan mulutku pada celah vaginanya yang masih terlihat rapat itu. Dengan pelan kusapukan ujung lidahku itu pada klitoris kak Dea.

“Aahhhh...” pekiknya tertahan merasakan getaran geli-geli nikmat dari memeknya.

“Wahhh... bagus nih kalo dibuat video...” ujar Zia yang datang dibelakangku.

“Ambil Hpku aja Zia..” suruhku disela lumatan bibirku pada vagina kak Dea.

Zia melakukan apa yang aku minta. Dia arahkan Hpku untuk merekam semua kejadian ini. Aku merasa jadi bintang film porno saat ini.

“Ven.. gantian dong, aku juga pengen ngerasain memek kakak kamu tuh” pinta Zia manja.

“Iya deh, dasar lonte luu.. ga bisa liat memek basah aja” ejekku pada Zia, tapi dia tak tersinggung karena memang ucapanku hanya bercanda.

“Permisii...” Zia merebut posisiku yang tadinya berjongkok di depan pangkal paha ka Dea. Kini gantian Zia yang melumat bibir vagina kakak perempuanku itu.

“Emmmmhhhh...emmhhh...ahhhh..” kak Dea hanya bisa mendesah enak.

“Lepasin !!” teriakku memperingatkan Zia. Dia dengan gerakan cepat menghindar dari liang senggama kak Dea.

“Aaaahhhhhhhhhhh....” rintih kakak perempuanku merasa tersiksa.

Kelakuan kami sungguh tak terpuji, malah bejat sepertinya. Bagaimana tidak, seorang adik dan pacarnya tengah menyiksa secara batin kakak perempuannya sendiri. Berkali-kali kak Dea hampir orgasme tapi tak jadi. Mukanya kini semakin kusut dan tubuhnya semakin penuh keringat. Emosi dan kebencian dari kak Dea saat melihat kami kurasakan semakin nyata. Aku yakin kakak perempuanku itu hampir sampai pada batasnya.

“Aaahhhhhh... kalian bangssaaaattt...!!” tiba-tiba kak Dea berteriak kencang. Mungkin teriakannya sampai terdengar ke rumah tetangga.

Aku yang mendengarnya jadi merasa haru. Akhirnya kembali telingaku bisa mendengar kakak perempuanku itu bicara. Meskipun kata yang dilontarkannya pertama kali adalah bentuk luapan emosinya. Sebaliknya Zia malah tertawa penuh kemenangan. Pemikirannya yang menganggap kak Dea selama ini hanya pura-pura saja akhirnya detik itu terbukti benar.

“Hihihi.. tuh kan Ven.. kakak kamu bicara tuh, dengerin..” ujarnya sambil menampol lenganku.

“Hehe.. iya sayang.. makasih..” balasku masih dengan rasa haru. Meski dengan cara yang aneh tapi akhirnya kami bisa memaksa kak Dea bicara.

“Kurang ajar kalian... ahh.. bikin aku emosi aja” ucap kak Dea lagi. Kali ini dia benar-benar marah.

“Salah sendiri... mau-maunya aja nurut kemauan kami, ya gak Ven?” ejek Zia pada kakakku.

“Yaudah kak.. nih.. aku lanjutin nih..” sambung Zia kemudian.

Tangan pacarku itu dengan cepat kembali menggosok klitoris kak Dea yang terlihat semakin menonjol. Bukan itu saja, dua jari tangannya juga sudah masuk ke dalam celah vagina kakakku. Jari-jari tangan Zia itu dengan cepat keluar masuk liang senggama kak Dea dan tangan satunya terus menggosok klitoris kak Dea tanpa jeda.

“Aaahhhhhhhhhh..... iyaaaaa...” sebuah teriakan panjang mengiringi gelombang orgasme kak Dea. Tubuhnya mengejang hebat dan kedua kakinya kelojotan. Untungnya kaki kak Dea masih terikat, kalau tidak pastilah Zia akan di tendangnya.

“Udah lepas kan kak? Enak kan? Makanya kakak jangan diem aja.. ngomong dong” ujarku pada kak Dea. Kuperhatikan wajah kakakku itu jadi penuh kedamaian.

“Mau lagi ya kak? Oke deh.. tapi bentar yah..” tukas Zia.

Pacarku yang cantik itu kulihat seperti seorang maniak seks yang mengerjai korbannya. Dia sekarang mulai memasukkan sebuat dildo berbentuk telur ke dalam celah kemaluan kak Dea. Dengan sekali tekan dildo itupun bergetar dan mengaduk liang senggama kakak perempuanku.

“Ahhhhhh... shit!! Kalian....ahhhh....aahhhh” hanya itu yang bisa di suarakan kak Dea.

Setelah memberi kak Dea sebuah dildo, Zia kemudian jongkok di depanku. Tangannya langsung memegang kemaluanku lalu mengulumnya. Enak banget sih.

“Emmmmhhh.. gua ga tahan Ven.. ngentot yukk..” ajaknya.

“Oke sayang.. lu nungging aja” balasku.

Zia tanpa basa-basi kemudian menungging tepat di depanku. Belahan pantatnya yang mulus tanpa cela itu seakan menggodaku untuk segera menikmati tubuhnya. Batang penisku yang sudah menegang dari tadi segera kuarahkan menerobos liang vaginanya.

“Aaaahhhhhkkkkkk....” pekik Zia ketika kejantananku amblas masuk ke dalam lobang nikmatnya.

Gadis cantik bernama Zia itu memang pinter banget menaikkan libidoku. Selagi batang penisku keluar masuk memeknya, dia sengaja menggerakkan pinggulnya untuk mengimbangi tusukanku. Rasa nikmat jadi semakin kurasakan, pastinya Zia juga mendapatkannya.

Plaakkk!! Kutampar pantatnya.

“Dasar cewe lonte... ahhh.. enak banget memek lu nih.. ahhh..” ceracauku.

“Iya Venn.. aku lonte.. ahhh.. terusin.. aku lonte kamu..ahh..” ucap Zia.

Sambil terus menggoyang penisku keluar masuk memek Zia, mataku juga melihat ke arah kak Dea. Tubuhnya beberapa kali mengejang dan kelojotan. Entah berapa kali dia sudah orgasme, tapi kulihat kak Dea masih terus menikmati getaran dildo yang bersarang dalam liang vaginanya.

“Vennn.. cepett..ahh... cepettt... ayooo..” rengek Zia padaku. Aku langsung menaikkan tempo kocokanku.

“Aaaahhhhhh.. nyampeeeee!!” jeritnya.

“Yaahhh.. udah ngecrit duluan nih...” ejekku seperti biasa sambil kucabut penisku. Seketika itu menyemburlah cairan bening dari lobang memeknya. Banyak sekali cairan itu sampai terlihat seperti dia sedang kencing.

“Aaahhhhh... mantabbb...” lenguhnya setelah cairan itu berhenti menyemprot.

“Lanjut lagi yukk..” ajakku. Zia hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Kini tubuh pacarku itu tidur telentang di atas lantai. Genangan air orgasmenya tak tak dia hiraukan. Kembali kutusukkan penisku dalam vaginanya dan kugoyanag dengan tempo cepat.

“Iyaaahhhhh...ahh... hebat kamu yaaang..aahhh... bisa pingsan nih” rengeknya saat memeknya terus kukocok dengan batang penisku.

Iseng kuambil cairan squirt dari Zia yang ada di lantai. Kubalurkan pada kedua payudaranya dan perutnya sampai rata. Tubuh Zia jadi nampak seksi, berkilat saat terkena cahaya.

“Aahhh.... ngapain sih kamu yang? Ahhh....”

“Biarin, iseng aja..hehehe..” balasku.

“nih...nihhh... aku tambah lagi nihhhh...”

Crrr...crrr...crrrrrr...

“Yaahh.. ngecrit lagi...”

Muncratlah cairan orgasme Zia sekali lagi. Kali ini cairan itu muncrat mengenai pangkal pahanya dan membasahi perutku. Kembali kukerjai Zia dengan cairan yang keluar dari memeknya itu.

“Nihh... mamam tuh punya kamu.. hehehehee..” dengan tega kubalurkan cairan orgasmenya tadi ke wajah Zia sampai rata. Dia kelabakan menerima usapan taganku.

“Waahhh... tega banget sih kamu yaang..” protesnya.

“Gapapa.. biar tambah cantik kok, hehehe...” balasku tertawa bahagia.

Kubiarkan Zia istirahat sebentar. Aku lihat tenaganya sudah terkuras banyak setelah mengalami dua kali orgasme. Ku angkat tubuhnya dari lantai lalu kududukkan di kursi. Berikutnya kudekati kembali kakak perempuanku. Kumatikan getaran dildo yang menancap pada memeknya lalu kutarik keluar.

“Aaahhhhhhhh....” lenguhnya saat benda berbentuk lonjong itu keluar dari liang kewanitaannya. Setelah itu kulepaskan semua tali yang mengikat di tubuhnya.

Plaakkk !! sebuah tamparan mendarat di mukaku.

“Kamu tuh kurang ajar banget ya Ven.. udah ngerjain kakak kek gini” ujarnya.

“Iya deh kak, Vendi salah.. tapi kalo gak gini kan kakak gak mau buka rahasia”

“Ahhhhh... serah kamu aja dek..” balasnya lagi.

“Kak...”

“Apa?”

“Kita bikin anak yukk..” kataku lancang, kak Dea hanya membalasnya dengan tersenyum.

Kutidurkan kak Dea di atas meja kayu yang ada di teras belakang rumah. Lebarnya pas banget untuk menahan tubuh kakak perempuanku. Aku tak mempedulikan lagi adanya Zia di dekat kami. Kulihat matanya masih tertutup, mungkin dia masih berusaha mengembalikan tenaga di tubuhnya.

Kudekati wajah kak Dea lalu kuarahkan mulutku pada mulutnya yang mungil merekah itu. Kami lalu berciuman lama, seakan kami adalah sepasang kekasih yang telah lama saling mencintai. Kami berciuman secara intens, saling mengait lidah. Ciumanku turun ke leher dan belakang telinganya, lalu ke payudaranya. Kumainkan puting susu kak Dea kiri dan kanan bergantian.

“Aaakkh… aaakhh… dekk!” desahan nikmat keluar dari mulut kakakku.

Akhirnya ciumanku sampe ke memeknya. Langsung kulahap habis klitorisnya. Kak Dea makin kelojotan. Tak henti-henti erangan dan desahan keluar dari mulutnya.

“Ooh… aakkh… adeekkk… aww!” jeritnya.

Erangannya membuatku semakin bersemangat. Gak lama kemudian, kak Dea teriak-teriak sambil pahanya menjepit kepalaku dan tangannya menjambak rambut di kepalaku.

“Aaaakhh… aaakkh… aku nyampe Veeenn!” teriaknya. Dia orgasme sambil kelojotan persis macam orang kesetrum.

Kuhisap habis cairan yang keluar dari memeknya. Setelah itu kuangkat kepalaku, kulihat kak Dea merem sambil ngegigit bibirnya. Aku jadi bangga bisa memberi rasa nikmat pada kak Dea tanpa pura-pura lagi.

“Gimana kak, enak ga?” tanyaku sambil membelai bulatan payudaranya yang besar itu. Kak Dea mengangguk mengiyakan.

”Kakak suka banget yah diisep kayak tadi?” aku bertanya lagi. Kak Dea tak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

“Aku masukin yah kak? Memek kakak udah basah kan!?” tanyaku sambil mempersiapkan batang kontolku.

“Emmmhh.. iya silahkan adekku sayang..” balas kak Dea dengan lemah.

“Hehehe.. siap?”

“Pelan-pelan ya Ven.. kontol kamu gede banget soalnya” ucapnya lagi.

Kulebarkan pahanya, pelan-pelan kuarahkan ujung penisku ke lubang memeknya. Kudorong pelan dan kutahan hanya masuk setengahnya. Kubiarkan dulu sambil kukenyot puting susu kak Dea. Begitu dia sudah mulai bisa menikmati, Bless! langsung kutusukkan seluruhnya.

”Aaaakhh… adeeekkk! pelan-pelaaaan…” teriak kak Dea.

Luar biasa cengkraman memeknya. Kontolku serasa diremas-remas di dalam sana. Meski tadi liang senggamanya sudah terisi dildo tapi sekarang rasanya masih sempit saja. Semakin kak Dea menggoyangkan pinggulnya, semakin kuat remasan yang kurasakan.

Dengan ayunan konstan, mulai kupompa keluar masuk batang kontolku. Desahan dan erangan bersahutan keluar dari mulut kami berdua. Bunyi gesekan kelamin dan beradunya paha membuat suasana di teras belakang itu jadi semakin panas.

Slep… sleep… plok… plok…!!

“Adekkk… nikmat banget! Aaaaakkhh… aku nyampe lagii…!!!” teriak kak Dea, dia mengalamai orgasme untuk yang kedua kalinya bersamaku. Terasa memeknya memilin-milin penisku saat dia orgasme.

Kudiamkan beberapa saat sampe kak Dea tenang. Kemudian kucabut kontolku dan kuminta kakak perempuanku itu untuk nungging di atas lantai. Doggy style, gaya favoritku. Pantat kakakku yang putih dan semok langsung kuciumi, kujilat sampe ke lobang anusnya. Melihat tubuh kakak perempuanku yang sekarang sudah tak pura-pura gila itu semakin membuat libidoku memuncak.

“Aaakkhh… adeekk! Aaaaakkh… geli! Aduh.. deekk! Masukinnn…” desah kak Dea.

Kumasukkan lagi batang penisku ke lubang memeknya. Luar biasa sensansinya. Bongkahan pantat kak Dea yang bulet, putih dan semok itu serasa semakin menaikkan birahiku saat menyentuh kulit selangkanganku. Kupacu cepat penisku. Bunyi pantat kak Dea yang beradu dengan pahaku dan desahan kami berdua silih berganti bergema malam itu. Kali ini heboh banget permainan kami.

Plak… plak… plok… plok…plok !!!

”Aaaaahh… ahhh… aaahh… kaakk.. memek kakak manteb banget!” ceracauku.

“Aaahh… ooohhh… akkhh… kontol kamu juga enak banget dekk!” desah kak Dea tak mau kalah.

“Adeeekkkk… aku mau nyampe lagi… ahhhh… aahhhh…” teriaknya kemudian.

“Adek juga mau keluar nih kak…” balasku.

“Venn.. jangaaann… lupaa…” kata kak Dea sambil menahan desahan.

”Aahhh.. i-iiya kak” terus kugenjot memeknya.

”Adeeeekk… nyampeee!! Aaaakkkkhhh… nikmaaaat…” teriak kak Dea lalu ambruk telungkup.

Perubahan posisi tubuh kak Dea membuat batang penisku hampir terlepas dari memeknya. Kumajukan badanku dan kupegang pinggulnya erat. Kupercepat goyangan penisku keluar masuk liang senggamanya. Kak Dea hanya bisa merem kelelahan dengan nafas masih ngos-ngosan.

“Aaaakkkhh… kaaakkk!!!” teriakku.

Crooot… crooot… croot… crooot.. tembakan air maniku tumpah di dalam rahimnya.

“Bangke lu Ven.. kakak sendiri diembat juga.. sok bilang gak mau lagi” ejek Zia yang melihat pertempuran kami tadi.

Aku tak peduli apa yang dikatakan Zia. Tubuhku bergetar merasakan puncak kenikmatan yang baru saja kudapatkan bersama dengan kakak perempuanku. Meski aku sudah beberapa kali ngentot dengan kak Dea, tapi kali ini benar-benar membuatku puas. Sebentar kemudian kuberdirikan tubuhku lalu duduk di samping Zia.

“mau gimana lagi.. abisnya enak sih yang.. hehe..” ujarku pada Zia sambil terkekeh.

“Sok baek lu yang.. ngatain gua lonte lagi..” balas gadis cantik itu.

“Hehe.. biarin, tapi aku masih tetap sayang setengah mati”

“Gombal!!” balas Zia memeletkan lidahnya. Kemudian dia berdiri lalu masuk ke dapur.

Ketika Zia pergi, kak Dea berdiri dari atas lantai lalu duduk di kursi yang tadinya ditempati pacarku. Nafasnya masih ngos-ngosan seperti baru saja lari marathon. Sejenak kemudian Zia datang membawa beberapa botol air mineral dan diberikan pada kami.

“Kak.. sekarang Vendi mau dengar cerita dari kakak, kenapa selama ini kakak pura-pura gila?” tanyaku setelah melihat kak Dea mulai bisa mengatur nafasnya.

“Iya dong kak.. ceritain” imbuh Zia yang duduk bersila di atas lantai.

“Gini.. “

“Langsung to the poin aja deh kak”

“Iya gua mau cerita nih, lu diem napa sih!?” hardik kakakku.

“Oke...oke..” balasku yang kini sudah menyalakan sebatang rokok.

“Dulu sewaktu aku gagal menikah, memang aku stress banget, ya depresi lah.. saking bingungnya aku sampai pengen bunuh diri. Saat itu aku udah gelap mata, ga bisa mikir apa-apa.. sial sih sebenernya pas tetangga pada ribut nolongin aku.. malu banget akunya” ujar kak Dea pelan.

“Lah, untung dong kakak masih idup, aku gak rela kehilangan kakak” kali ini aku berkata jujur.

“Aku yakin kamu bakal ga rela Ven... tapi mama.. mama jengkel banget sama aku Ven.. dia sampai ngatain aku yang enggak-enggak, malah bilang aku napa gak mati aja..” ucap kak Dea sedih.

“Beneran mama bilang begitu?” tanyaku setengah kaget.

“Beneran..! makanya aku putusin pura-pura gila aja biar mama tambah repot ngurusin aku” balas kak Dea.

“ya jangan dong kak.. itu namanya nyusahin orang” Zia ikut berkomentar.

“Lagian enak loh jadi orang gila, hihihi.. terutama Vendi tuh, sayang banget deh sama aku” kata kak Dea melihatku.

“Lhah.. jadi selama ini kakak...” ucapku terhenti karena mengingat kebejatan yang kulakukan pada kak Dea.

“Iya jelas kakak tau.. eh Zia, masak Vendi tega ngentotin kakaknya sendiri di kamar mandi!? kurang ajar tuh anak, mentang-mentang gua diem aja selama ini” ujar kakakku sambil menjitak kepalaku.

“Halahhh... muka mesum gitu mana bisa dipercaya sih kak.. sok baek, sok suci lu Ven...” ejek Zia padaku lagi.

“Biarin.. daripada elu, kasih memek ke pemulung.. ga dapat laki-laki cakep yah?” balasku tak mau kalah.

“Songong lu...” ucap Zia sambil mengancamku dengan kepalan tangannya.

“Ehh, udah.. udah.. urusan rumah tangga kalian jangan dibahas di sini deh” timpal kak Dea.

“udah jangan ceritain aku lagi deh kak, ntar kita jadi berantem beneran nih, hehe..” pintaku ke kak Dea sambil cengengesan gak jelas.

“Bentar, kamu udah tau belum Zia? dia tuh ngentot sama mama juga lohh...” lanjut kak Dea mengumbar kebejatanku.

“Apaaahhhh????” Zia mendadak mendatangiku dan benar-benar melayangkan tamparannya ke kepalaku.

“Aduhhh.. iya.. iya.. maap deh yaang.. iyaa.. maap..” ujarku memelas.

“Bajingan yah lu Ven.. tega banget lu.. masak lu tega ngentotin mama kandung lu sendiri” kata Zia menampol kepalaku lagi. Kali ini lebih keras, sampai kepalaku bunyi.

“Aduuhhhh..!! iya maap yaaang..” ujarku lalu memeluk tubuhnya erat.

“Hihihi... ada pasangan baru mau cerai nih kayaknya” ucap kak Dea geli melihat kelakuan kami.

“Tapi gapapa sih kak.. berarti kapan-kapan kita bisa ngentot bareng, hihihihi..” ujar Zia tanpa beban, kata ‘ngentot bareng’ itu meluncur dari mulutnya dengan lancar.

“Anjriiitt... gua punya pacar bejat banget nih otaknya” balasku sambil menjitak kepala Zia.

“Aduuhhh...”

“Eh, kalian tau gak? Selama aku pura-pura gila fantasi seksualku bisa aku lakuin” ucap kak Dea lagi.

“Apa itu kak?” tanya Zia penasaran, kini dia duduk di pangkuanku.

“Aku bisa bebas keluyuran telanjang di rumah.. hihii.. padahal aku mau coba keluar rumah sih, tapi pintunya dikunci terus sama Vendi” ungkapnya.

“Ohhh.. gitu yah? Kakak mau keluar rumah bugil... yukk lahh.. sekarang aja gapapa...” tawarku, meski aku hanya bercanda tapi kupasang wajah serius.

“Benran lu ikhlas gua keluar rumah bugil?”

“Ya gapapa, biar kakak dientot sama orang sekampung sekalian...” balasku sekenanya.

“Enak dong dientot rama-rame, hihihi..” balas kak Dea cekikikan.

“Udah..udah... jadi kemana-mana nih mikirnya.. trus gimana nih? Apa kakak masih mau terus pura-pura gila? Kasihan mama lho...” kataku.

“Iya.. kalo ada mama aku masih mau terus pura-pura.. rasa sakit hatiku masih belum reda nih, lagian mama juga aku lihat mulai mencurigakan kelakuannya”

“Emang kakak curiga apa sama mama?” tanyaku penasaran.

“Hemm.. tunggu aja Ven, ntar kamu juga tau sendiri..” balas kak Dea tersenyum.

Aku tediam mendengar kata-kata dari kak Dea. Aku memang sudah mulai curiga dengan aktifitas mama di luar sana. Apakah mama benar-benar bekerja di hotel? Apa iya mama punya kekasih baru? Atau jangan-jangan mama open BO yah?

“Lu diem napa sih yaang..” protesku pada Zia yang duduk di pangkuanku.

“Diem gimana? Kontol lu tuh ngeganjal banget” balas Zia tak mau kalah.

“Salah sendiri lu minta dipangku segala.. masukin aja biar gak ganjal” ucapku asal.

“Oke deh kalo gitu yang...” gadis cantik itu dengan santainya mengangkat tubuhnya lalu kembali menduduki pangkuanku dengan batang penisku menancap di liang vaginanya.

“Ahhhhhhh.. mataapppp....” desahnya.

“Udah lu jangan goyang-goyang.. kita masih ngobrol serius nih” ingatku pada Zia.

“Hihihi.. kalian tuh emang beneran cocok banget, beda berapa tahun sih kamu sama Vendi?” tanya kak Dea pada pacarku.

“Emmhhh... beda.. ahh.. beda dua tahun kak.. emmhh..” jawab Zia sambil mendesah.

“Ohh.. gapapa, meski masih mudaan Vendi tapi dia bisa jadi pacar yang baik kok, dia tuh punya rasa sayang yang gede banget..” ujar kak Dea membanggakan diriku.

“Ahhh... iya kak.. aku tau.. kontolnya juga gede nih.. ahhh..” komentar Zia.

“Udah ahh.. kalian lanjut aja, aku mau bersih-bersih nih.. lagian lemes banget badanku..” kakak perempuanku itu kemudian pergi meninggalkan kami berdua.

“Lu beneran masih mau lanjut?” tanyaku pada Zia.

“Iya dong, kan udah masuk nih sayang...”

“Okeee.. awas, gua bikin lu ga bisa berdiri..”

“Aahhh... siapa takut??”

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd