bennoda
Kakak Semprot
Halimah dan Surya tinggal menyewa rumah di sebuah kampung. Surya, berumur 51 tahun yang bekerja sebagai buruh kontrak menebang hutan seringkali masuk ke hutan hingga berhari-hari lamanya, malah kadang kala hingga sebulan tak pulang ke rumah. Manakala Halimah pula, 48 tahun, menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu menjaga anaknya Syifa yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Anaknya Mansyur, atau sering dipanggil Maman oleh temannya yang berumur 20 tahun bekerja di bengkel motor yang terletak selang 2 buah rumah dari rumahnya. Jarak umur Maman dengan adiknya memang jauh, malah Halimah dan Surya sendiri tidak menyangka bahwa mereka masih boleh menimang buah hati setelah sekian lama diterka hanya Maman sajalah anak tunggalnya.
Kerja Maman sebagai mekanik dimulai sejak dia menamatkan sekolah kejuruannya. Lantaran masalah keuangan keluarganya, dia tidak dapat melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Demi membantu keluarga, Maman bekerja di bengkel pak Abu. Berawal sebagai anak suruhan, Maman kini sudah pandai memperbaiki motor, hasil didikan pak Abu yang percaya dan yakin dengan keahlian terpendam Maman. Uang gajinya selalu digunakan untuk membantu ibu dan adiknya membeli kebutuhan lantaran bapaknya, Surya yang jarang pulang ke rumah karena bertugas di pedalaman dan jauh dari rumah.
Halimah yang merupakan ibu rumah tangga, masih cantik wajahnya. Berwajah putih berseri dengan tahi lalat di kiri dagunya, sering memakai kerudung ketika keluar rumah, menyembunyikan rambutnya yang pendek sebahu. Selalu juga Halimah merasakan kesepian menikmati hubungan suami isteri lantaran hidupnya yang selalu ditinggalkan suami. Namun apa daya, dia tetap meneruskan hidup bersama anak-anaknya. Malah, Halimah juga pernah berniat untuk selingkuh demi tuntutan nafsu yang seringkali sulit untuk dibendung, namun hati baiknya berkata tidak, lantaran statusnya sebagai isteri orang. Halimah tahu, hanya pinggulnya yang besar dan montok itulah senjatanya lantaran bentuknya yang memang semok dan menggoda. Walau pun dia cantik, bertubuh semampai namun padat berisi, buah dada yang besar (36 C) sedikit melayut karena telah berumur, perut yang agak buncit, paha dan pantat yang lebar namun karena telah berumur itulah memberi kemungkinan bahwa tak ada siapapun yang bernafsu kepadanya. Ini mendorong Halimah untuk memendamkan saja kesepiannya sendirian. Sejak suaminya masuk ke hutan 2 minggu lalu, dia tidak pernah merasakan kenikmatan seksual. Pernah juga dia mencoba masturbasi sendirian, tidak nikmat rasanya, jadi, dipendamlah saja perasaan birahinya.
Namun, sudah hendak menjadi cerita, pada suatu pagi yang indah, Syifa pergi untuk mengikuti kegiatan alam dari sekolahnya . Esok baru pulang ke rumah. Jadi tinggal hanya Halimah dan Maman saja di rumah. Oleh karena hari itu adalah hari Minggu, bengkel di tutup, maka Maman mengambil keputusan untuk bangun siang di pagi yang indah itu. Halimah yang sendirian menonton televisi merasa bosan karena tak ada teman berbagi cerita, dikarenakan anak keduanya Syifa sudah pergi bersama rombongan sekolahnya. Lantas dia teringat Maman yang sedang tidur di kamarnya.
Halimah masuk ke kamar Maman, dilihatnya anaknya itu masih berselimut di atas tempat tidur. Di gerakkan kakinya supaya bangun dari tidur. Dengan mata yang malas, Maman membuka mata. Terlihat emaknya sedang berdiri di pinggir tempat tidur meperhatikannya.
"Man, dah pukul 9.00 pagi ni. Kenapa tak bangun, Mak bosan sendirian." Kata Halimah.
"Hmmm... bentar lagi Maman bangun..." kata Maman sambil kembali melelapkan matanya.
"Ayo bangun, sbentar lagi kalau mak datang tak bangun, mak siram dengan air." Kata Halimah sambil tersenyum dan berlalu dari kamar anak bujangnya.
Maman, yang terjaga itu sukar hendak melelapkan matanya kembali. Terlalu sayang rasanya hendak meninggalkan tempat tidur di pagi hari Minggu yang dingin itu. Kabut yang masih menerawang menyejukkan suasana. Zakar Maman yang jadi keras sendiri setelah bangun tidur menongkat selimut yang di pakainya. Perlahan-lahan di urut zakarnya dari luar selimut, fikirannya terbayang Nur, anak pak Haji Ali yang selalu menjadi bayangan onaninya itu.
Tiba-tiba emaknya muncul kembali. Maman pun pura-pura tidur karena takut emaknya tahu kelakuannya yang sedang mengurut zakarnya yang sedang ngacung menongkat selimut itu.
"Ish.. ish.. ish... masih tak bangun lagi si bujang ni..." bisik hati Halimah.
Namun, perhatiannya tertarik kepada bonjolan yang menongkat tinggi selimut anaknya. Serta merta perasaannya berdebar. Naluri kebirahian seorang wanita yang membutuhkan sentuhan nafsu itu terus bangkit melihat kain yang menyelimuti anaknya di tongkat zakar anaknya yang sedang keras itu. Niatnya yang hendak mengejutkan Maman serta merta mati, apa yang ada di fikirannya adalah, gelora ingin melihat zakar keras milik anaknya.
Halimah yang menyangka anaknya masih tidur itu perlahan-lahan duduk di tepi tempat tidur. Tangannya terasa ingin sekali memegang zakar yang sedang keras menegak itu. Sudah lama rasanya dia tidak dapat memegang zakar suaminya. Keinginannya telah mendorong Halimah untuk memberanikan diri memegang zakar Maman. Zakar Maman di pegangnya lembut. Kekerasan otot zakar anaknya menambah kebirahian Halimah untuk melihatnya lebih dekat. Perlahan-lahan Halimah membuka selimut Maman, maka terpampanglah tubuh Maman yang tidur tanpa seurat benangpun di hadapan matanya. Zakar Maman yang sudah tidak tertutup itu di usapnya lembut. Hampir sama dengan zakar milik suaminya. Halimah mengusap-usap zakar Maman dengan perasaan birahi. Nafsunya yang merindukan zakar suaminya itu telah menghilangkan kewarasannya dan membuatnya lupa bahwa dia sebenarnya sedang bernafsu memegang zakar anaknya sendiri.
Maman yang pura-pura tidur itu, berdebar-debar merasakan zakarnya dipegang emaknya. Dia tidak menyangka emaknya berani memegang zakarnya. Hendak di buka matanya, takut emaknya memarahinya pula karena terlambat bangun tidur dan menipu berpura-pura tidur. Jadi Maman mengambil keputusan membiarkan saja perlakuan emaknya terhadap zakarnya.
Sentuhan lembut tapak tangan dan jari jemari Halimah di zakar Maman membangkitkan kenikmatan kepada Maman. Zakarnya menegang setegang-tegangnya dan ini memberikan sensasi kepada Halimah untuk memegangnya lebih kuat lagi. Halimah mengocok zakar Maman dengan nafasnya yang semakin terburu-buru. Bukan main senang rasanya merasakan zakar lelaki, jadi, peluang sudah ada didepan mata, ini lah waktunya.
Maman yang masih berpura-pura tidur itu benar-benar menikmati zakarnya dikocokkan emaknya sendiri. Dia membiarkan emaknya mengocok zakarnya dan di fikirannya terbayang Nur anak pak Haji Ali yang sedang mengocoknya. Kebirahiannya akhirnya memuncak dan membuat air maninya memancut keluar dari zakarnya yang keras.
Halimah yang terkagum-kagum dengan pancutan demi pancutan air mani anaknya, Maman itu terus mengocokkan zakar anaknya hingga tak ada lagi air mani yang keluar. Aroma air mani yang sudah lama tidak menusuk ke hidungnya memberikannya satu perasaan yang melambangkan sedikit kepuasan. Air mani anaknya yang melekit di tangannya di ciumnya dan di hirupnya sedikit demi sedikit dengan penuh nafsu. Maman yang terkejut mendengar bunyi hirupan itu membuka sedikit matanya dan terlihat olehnya Halimah sedang menjilat air maninya yang berlumur di tangan. Berdebar-debar perasaan Maman ketika itu. Dia tidak menyangka bahwa emaknya mampu bertindak seperti itu.
Halimah yang puas merasakan air mani anaknya yang melekit di tangannya kembali bangun dari tempat tidur dan menyelimuti anaknya. Dia kemudian keluar dari kamar Maman dan kembali ke ruang tamu menonton tv. Terasa sayang hendak mencuci tangannya. Bau air mani lelaki yang dirindui itu terasa sayang hendak dihilangkan dari tangannya. Kalau boleh, dia ingin tangannya terus melekat dengan air mani anaknya itu selama-lamanya. Perasaan bersalah ada sedikit terpikirkan, namun, baginya ia tidak perlu dirisaukan karena perbuatannya itu tidak disadari anaknya. Dia melakukannya ketika anaknya sedang terlelap tidur.
Namun berbeda pula bagi Maman, dia benar-benar tidak menyangka bahwa zakarnya di kocokkan oleh emaknya sendiri. Malah, air maninya juga dinikmati dengan nikmat di hadapan matanya sendiri. Maman terasa malu kepada diri sendiri, juga kepada emaknya. Namun kenikmatan yang baru saja di nikmati secara tiba-tiba membangkitkan seleranya dan kalau boleh dia ingin emaknya melakukannya lagi, tetapi perasaan hormatnya sebagai anak serta merta mematikan hasratnya. Baginya, yang lebih baik adalah, merahasiakan perkara ini dan membiarkan emaknya masih menganggap bahwa dirinya sedang tidur ketika kejadian itu berlangsung.
Hari itu, mereka anak beranak berlagak seperti tak terjadi apa-apa. Masing-masing membuat kesibukan sendiri. Namun di hati masing-masing, hanya tuhan saja yang tahu...
Kerja Maman sebagai mekanik dimulai sejak dia menamatkan sekolah kejuruannya. Lantaran masalah keuangan keluarganya, dia tidak dapat melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Demi membantu keluarga, Maman bekerja di bengkel pak Abu. Berawal sebagai anak suruhan, Maman kini sudah pandai memperbaiki motor, hasil didikan pak Abu yang percaya dan yakin dengan keahlian terpendam Maman. Uang gajinya selalu digunakan untuk membantu ibu dan adiknya membeli kebutuhan lantaran bapaknya, Surya yang jarang pulang ke rumah karena bertugas di pedalaman dan jauh dari rumah.
Halimah yang merupakan ibu rumah tangga, masih cantik wajahnya. Berwajah putih berseri dengan tahi lalat di kiri dagunya, sering memakai kerudung ketika keluar rumah, menyembunyikan rambutnya yang pendek sebahu. Selalu juga Halimah merasakan kesepian menikmati hubungan suami isteri lantaran hidupnya yang selalu ditinggalkan suami. Namun apa daya, dia tetap meneruskan hidup bersama anak-anaknya. Malah, Halimah juga pernah berniat untuk selingkuh demi tuntutan nafsu yang seringkali sulit untuk dibendung, namun hati baiknya berkata tidak, lantaran statusnya sebagai isteri orang. Halimah tahu, hanya pinggulnya yang besar dan montok itulah senjatanya lantaran bentuknya yang memang semok dan menggoda. Walau pun dia cantik, bertubuh semampai namun padat berisi, buah dada yang besar (36 C) sedikit melayut karena telah berumur, perut yang agak buncit, paha dan pantat yang lebar namun karena telah berumur itulah memberi kemungkinan bahwa tak ada siapapun yang bernafsu kepadanya. Ini mendorong Halimah untuk memendamkan saja kesepiannya sendirian. Sejak suaminya masuk ke hutan 2 minggu lalu, dia tidak pernah merasakan kenikmatan seksual. Pernah juga dia mencoba masturbasi sendirian, tidak nikmat rasanya, jadi, dipendamlah saja perasaan birahinya.
Namun, sudah hendak menjadi cerita, pada suatu pagi yang indah, Syifa pergi untuk mengikuti kegiatan alam dari sekolahnya . Esok baru pulang ke rumah. Jadi tinggal hanya Halimah dan Maman saja di rumah. Oleh karena hari itu adalah hari Minggu, bengkel di tutup, maka Maman mengambil keputusan untuk bangun siang di pagi yang indah itu. Halimah yang sendirian menonton televisi merasa bosan karena tak ada teman berbagi cerita, dikarenakan anak keduanya Syifa sudah pergi bersama rombongan sekolahnya. Lantas dia teringat Maman yang sedang tidur di kamarnya.
Halimah masuk ke kamar Maman, dilihatnya anaknya itu masih berselimut di atas tempat tidur. Di gerakkan kakinya supaya bangun dari tidur. Dengan mata yang malas, Maman membuka mata. Terlihat emaknya sedang berdiri di pinggir tempat tidur meperhatikannya.
"Man, dah pukul 9.00 pagi ni. Kenapa tak bangun, Mak bosan sendirian." Kata Halimah.
"Hmmm... bentar lagi Maman bangun..." kata Maman sambil kembali melelapkan matanya.
"Ayo bangun, sbentar lagi kalau mak datang tak bangun, mak siram dengan air." Kata Halimah sambil tersenyum dan berlalu dari kamar anak bujangnya.
Maman, yang terjaga itu sukar hendak melelapkan matanya kembali. Terlalu sayang rasanya hendak meninggalkan tempat tidur di pagi hari Minggu yang dingin itu. Kabut yang masih menerawang menyejukkan suasana. Zakar Maman yang jadi keras sendiri setelah bangun tidur menongkat selimut yang di pakainya. Perlahan-lahan di urut zakarnya dari luar selimut, fikirannya terbayang Nur, anak pak Haji Ali yang selalu menjadi bayangan onaninya itu.
Tiba-tiba emaknya muncul kembali. Maman pun pura-pura tidur karena takut emaknya tahu kelakuannya yang sedang mengurut zakarnya yang sedang ngacung menongkat selimut itu.
"Ish.. ish.. ish... masih tak bangun lagi si bujang ni..." bisik hati Halimah.
Namun, perhatiannya tertarik kepada bonjolan yang menongkat tinggi selimut anaknya. Serta merta perasaannya berdebar. Naluri kebirahian seorang wanita yang membutuhkan sentuhan nafsu itu terus bangkit melihat kain yang menyelimuti anaknya di tongkat zakar anaknya yang sedang keras itu. Niatnya yang hendak mengejutkan Maman serta merta mati, apa yang ada di fikirannya adalah, gelora ingin melihat zakar keras milik anaknya.
Halimah yang menyangka anaknya masih tidur itu perlahan-lahan duduk di tepi tempat tidur. Tangannya terasa ingin sekali memegang zakar yang sedang keras menegak itu. Sudah lama rasanya dia tidak dapat memegang zakar suaminya. Keinginannya telah mendorong Halimah untuk memberanikan diri memegang zakar Maman. Zakar Maman di pegangnya lembut. Kekerasan otot zakar anaknya menambah kebirahian Halimah untuk melihatnya lebih dekat. Perlahan-lahan Halimah membuka selimut Maman, maka terpampanglah tubuh Maman yang tidur tanpa seurat benangpun di hadapan matanya. Zakar Maman yang sudah tidak tertutup itu di usapnya lembut. Hampir sama dengan zakar milik suaminya. Halimah mengusap-usap zakar Maman dengan perasaan birahi. Nafsunya yang merindukan zakar suaminya itu telah menghilangkan kewarasannya dan membuatnya lupa bahwa dia sebenarnya sedang bernafsu memegang zakar anaknya sendiri.
Maman yang pura-pura tidur itu, berdebar-debar merasakan zakarnya dipegang emaknya. Dia tidak menyangka emaknya berani memegang zakarnya. Hendak di buka matanya, takut emaknya memarahinya pula karena terlambat bangun tidur dan menipu berpura-pura tidur. Jadi Maman mengambil keputusan membiarkan saja perlakuan emaknya terhadap zakarnya.
Sentuhan lembut tapak tangan dan jari jemari Halimah di zakar Maman membangkitkan kenikmatan kepada Maman. Zakarnya menegang setegang-tegangnya dan ini memberikan sensasi kepada Halimah untuk memegangnya lebih kuat lagi. Halimah mengocok zakar Maman dengan nafasnya yang semakin terburu-buru. Bukan main senang rasanya merasakan zakar lelaki, jadi, peluang sudah ada didepan mata, ini lah waktunya.
Maman yang masih berpura-pura tidur itu benar-benar menikmati zakarnya dikocokkan emaknya sendiri. Dia membiarkan emaknya mengocok zakarnya dan di fikirannya terbayang Nur anak pak Haji Ali yang sedang mengocoknya. Kebirahiannya akhirnya memuncak dan membuat air maninya memancut keluar dari zakarnya yang keras.
Halimah yang terkagum-kagum dengan pancutan demi pancutan air mani anaknya, Maman itu terus mengocokkan zakar anaknya hingga tak ada lagi air mani yang keluar. Aroma air mani yang sudah lama tidak menusuk ke hidungnya memberikannya satu perasaan yang melambangkan sedikit kepuasan. Air mani anaknya yang melekit di tangannya di ciumnya dan di hirupnya sedikit demi sedikit dengan penuh nafsu. Maman yang terkejut mendengar bunyi hirupan itu membuka sedikit matanya dan terlihat olehnya Halimah sedang menjilat air maninya yang berlumur di tangan. Berdebar-debar perasaan Maman ketika itu. Dia tidak menyangka bahwa emaknya mampu bertindak seperti itu.
Halimah yang puas merasakan air mani anaknya yang melekit di tangannya kembali bangun dari tempat tidur dan menyelimuti anaknya. Dia kemudian keluar dari kamar Maman dan kembali ke ruang tamu menonton tv. Terasa sayang hendak mencuci tangannya. Bau air mani lelaki yang dirindui itu terasa sayang hendak dihilangkan dari tangannya. Kalau boleh, dia ingin tangannya terus melekat dengan air mani anaknya itu selama-lamanya. Perasaan bersalah ada sedikit terpikirkan, namun, baginya ia tidak perlu dirisaukan karena perbuatannya itu tidak disadari anaknya. Dia melakukannya ketika anaknya sedang terlelap tidur.
Namun berbeda pula bagi Maman, dia benar-benar tidak menyangka bahwa zakarnya di kocokkan oleh emaknya sendiri. Malah, air maninya juga dinikmati dengan nikmat di hadapan matanya sendiri. Maman terasa malu kepada diri sendiri, juga kepada emaknya. Namun kenikmatan yang baru saja di nikmati secara tiba-tiba membangkitkan seleranya dan kalau boleh dia ingin emaknya melakukannya lagi, tetapi perasaan hormatnya sebagai anak serta merta mematikan hasratnya. Baginya, yang lebih baik adalah, merahasiakan perkara ini dan membiarkan emaknya masih menganggap bahwa dirinya sedang tidur ketika kejadian itu berlangsung.
Hari itu, mereka anak beranak berlagak seperti tak terjadi apa-apa. Masing-masing membuat kesibukan sendiri. Namun di hati masing-masing, hanya tuhan saja yang tahu...