Part 4: walau terjadinya 20 menit saja.
Yusa
Gw udah didepan nih.
Aku menunggu didalam mobilku setelah mengirimkan chat itu. Hari ini aku bermaksud untuk pindahan ke kostan baruku.
Kalian tidak salah baca kok, aku memang sudah membawa mobilku sendiri saat ini. Aku memang tidak perlu berlatih lagi, hanya perlu menghilangkan traumanya. Berkat Saktia, ia berhasil menghilangkan traumaku itu.
Terima Kasih Ya Saktia Hehe…
Tok tok!!
Kaca mobilku diketuk dari luar oleh seseorang. Hari ini dia akan membantuku untuk pindahan, karena aku memang butuh seorang perempuan untuk membantuku bersih-bersih kamar kost.
“sorry ya lama, minta ijin sama nyokap dulu tadi.” kata gadis yg kini sudah duduk di bangku sampingku.
“santai, kita gak ngejar apa-apa kan. Masih jam 10 juga, masih bisa santai-santai.” balasku sambil menyalakan mobil. “sabuk pengamannya jangan lupa Sak, gw gak mau ditilang.” kataku lagi pada Saktia.
“oke, yuk.”
Mobil pun melaju meninggalkan rumah Saktia dan melaju menuju kostanku.
Kalian pasti penasaran kan kenapa aku malah menjemput Saktia, bukan Della?.
Karena Della tidak membalas pesanku dari kemarin, sedangkan Saktia dengan senang hati membantuku untuk pindahan.
Mari kita mundur ke hari kemarin…
.
.
.
Lala
P
P
P
P
P
P
P
P
Dmn?
Msih lma?
Gue udh selesai blanja
Sa
Yusa,,
P
P
P
P
Yusa!!
.
.
.
Sa, kmu dmn?
Sa aku sndirian
Sa kmu msih lma?
Sa kmu gk lpa jmput aku kn?
Yusa aku digodain org
Kmu bnr lthan mobil sm saktia kn?
.
.
.
Kmu prgi y sm Saktia
Ydh hv fun y sm Saktia
Jngn lpa jmput aku
Waktu sudah menunjukan pukul 9 pagi. Semalam setelah pulang dari rumah Saktia dan tidak mengantar Della, aku memutuskan pulang kerumah dan beristirahat. Aku kelelahan setelah seharian latihan mobil dengan Saktia, ya “latihan” hehe. Kurang lebih ada puluhan chat dan belasan panggilan tak terjawab dari Della selama aku dan Saktia sedang “latihan” mobil. Bodohnya aku tidak membuka hp sama sekali, hanya mengangkat telfonnya tanpa dosa kemarin.
Yusa
Iya kemarin latihan mobilnya seharian, maaf ya.
Btw hari ini mau kemana? Mau dianter gak? Mumpung gw lagi baik nih hehe
Aku membalas chat Della yg semalam ku abaikan. Aku berencana untuk mengajaknya jalan-jalan hari ini, sekalian menebus dosa pikirku.
Aku langsung mandi untuk menghilangkan gerah dan lengket pada tubuhku, lebih tepatnya membersihkan sisa-sisa permainan semalam. Jorok ya baru bersih-bersih sekarang, habis aku sudah ketakutan di mobil seharian, lalu keenakan di mobil seharian jadi aku tidak sempat untuk bersih-bersih. Aku mengambil handuk yg ku gantung di beranda kamarku, kamarku ini berada di lantai 2 rumah ku dan berandanya langsung menghadap ke jalan. Dari beranda aku bisa melihat keseluruhan blok rumahku yg kebetulan berada di pojokan komplek ini. Rumah ku berada di nomor 1 yaitu pojok di blok ku, tepat di tembok pembatas komplek ku dengan daerah luar. Aku cukup melihat ke kiri, aku bisa melihat rumah Della dengan jelas karena rumah ku tepat berada disamping rumahnya. Rumahnya di berada di no 5, tepat disamping jalan raya dan berada di hook. Kenapa nomor 1 bisa berada disebelah no 5?. Karena rumah nomor 1 dan 5 adalah rumah yg paling besar di blok ini dan nomor 2,3,4 itu rumah yg lebih kecil sehingga lahannya cukup untuk 3 rumah.
“Della udah lama gak pulang ya.” pikirku saat melihat rumahnya.
Dulu kami sering berbincang dari beranda kamar kami, sampai aku membeli bangku agar aku bisa duduk sambil mengobrol dengannya. Rumah kami modelnya sama, jadi beranda kami tepat bersebelahan dan hanya berjara sekitar 1 meter. Dulu aku sering menyebrang ke berandanya kalau dia kesulitan mengerjakan PR sekolahnya dan begitu pula sebaliknya bila dia ingin bermain
console dirumahku.
“
how nostalgic ya la.” aku tersenyum mengingat kenangan masa kecil kami.
Akhirnya aku menuju kamar mandi, menanggalkan seluruh pakaian ku yg sudah bau oleh keringat. Aku membasuh tubuhku dibawah siraman shower. Aku membersihkan seluruh tubuhku dengan sabun. Dari mulai leher hingga ke kaki, kusabuni seluruh tubuhku hingga sampai pada penisku. Aku tersenyum saat membasuh penisku
“jangan mikir aneh-aneh lo, mungkin Saktia bakal jadi yg terakhir sebelum kita nikah. Besok-besok belom tentu ada lagi.” aku sedang memarahi penisku sendiri, aneh ya.
Setelah mandi yg cukup lama, aku kembali ke kamarku untuk berpakaian. Setelahnya kurapikan kamarku karena akan kutinggal seharian. Dirumah ku tidak ada pembantu karena ibu dan ayahku mengajarkan kami untuk hidup mandiri, jadi itulah mengapa aku terbiasa untuk merapikan kamarku sendiri sebelum pergi.
“loh belom bangun apa ya?” aku heran melihat chat ku pada Della yg belum dia balas. Sudah sekitar setengah jam lebih setelah aku mengechatnya tadi.
Aku memutuskan untuk turun kebawah dan makan, diruang tamu aku bisa melihat ibu dan ayahku sedang duduk menonton tv bersama. Tapi aku tidak melihat kedua adikku hari ini, entahlah mungkin sedang main keluar. Aku mengambil makanku dan menuju ruang tamu untuk bergabung bersama ayah dan ibuku. Sudah lama rasanya aku terakhir kali mengobrol bersama ayah dan ibuku.
“Eh Yusa, tumben ada dirumah” sapa ayahku saat melihatku duduk untuk bergabung dengan mereka.
“gak kebalik? Tumben papa dirumah” balasku.
“kebetulan papa lagi gak ada urusan, papa juga kangen banget sama anak-anak papa” balas ayahku sambil menyuruput kopinya.
“mama juga kangen kita ngumpul ber5, jalan-jalan kyak dulu” mamaku ikut menimpali.
“oh iya ngomong-ngomong adek kemana ma?” tanyaku pada ibu.
“adekmu lagi beres-beres kamarnya.” balas ibuku lagi.
“oh gitu” balasku singkat, “pa, Yusa lagi belajar mobil loh!” kataku bersemangat.
“oh ya! Kok bisa, bukannya kamu takut ya?” ayahku terlihat penasaran.
“masih sedikit sih pa, tapi sedikit-sedikit trauma Yusa mulai ilang.”
“kapan kamu mulai belajar mobilnya?”
“kemarin pa.” jawabku, “Sebenarnya Yusa awalnya gak mau belajar mobil, tapi kemarin Yusa dibohongin Della. Bilangnya minta temenin belanja malah disuruh belajar mobil!”
“trus?”
“ya akhirnya Yusa mau gak mau belajar mobil deh, untung Saktia bisa ngajarin Yusa” aku meneruskan ceritaku.
“Saktia?” oh iya, ayahku tidak mengenal Saktia.
“temennya Della pa, member jeketi juga sih. Lebih tinggi dari Della, kurus, naik mobilnya jago banget!” jelasku pada ayah.
“oh gitu, trus udah sejauh mana?”
“tinggal bener-bener ngelancarin sih pa, kan Yusa dulu sempet belajar sama papa. Sebenernya Yusa kan bisa bawa mobil” jawabku lagi.
“iya ya, kalau dulu kamu gak kecelakaan. Kamu gak perlu lagi belajar” balas ayahku.
“iya pa, kalau gak kecelakaan pun. Mungkin sekarang kakak masih ada sama kita…” aku menundukan kepalaku, otakku mengulang memori masa lalu didalam kepalaku.
*flashback*
3 tahun yg lalu. Saat umurku genap 17 tahun dan legal dalam berbagai hal, ayahku memberikan hadiah sebuah mobil padaku. Membuatku semangat untuk bisa mengendarai mobil. Sebulan setelah aku berlatih dengan ayahku, akhirnya aku benar-benar lancar mengendarai mobil dan menggantikan peran ayahku sebagai supir bila kami pergi berlibur atau sekedar
shopping di mall.
Aku seorang pengendara yg patuh lalu lintas dan berkendara dengan aman, sehingga aku benar-benar diberi kepercayaan 100% oleh keluargaku.
Suatu hari, kami sekeluarga berencana untuk berlibur ke Bandung menikmati liburan akhir sekolah adik-adikku serta merayakan kelulusanku dari SMA dan masuk ke perguruan tinggi jurusan
Culinary Art. Ayahku mengatakan kalau lebih baik dia saja yg membawa kendaraan karena kami sekeluarga berangkat tengah malam, biar nanti aku yg membawa kendaraan ke tempat-tempat wisata ketika telah sampai di Bandung. Namun aku bersikeras agar aku saja yg membawa kendaraan karena aku sudah mahir. Akhirnya ayahku mengalah dan memberikan kepercayaan padaku.
Seperti biasa bila aku yg membawa kendaraan, ayah dan ibuku akan duduk di tengah, adik-adikku dipaling belakang dan aku sebagai supir ditemani oleh kakak ku, Putri Christa Amadea atau yg biasa ku panggil kak Uty. Aku dan kak uty sangatlah dekat karena perbedaan umur kami yg hanya 1 tahun, bahkan kami lebih sering jalan-jalan berdua untuk sekedar menikmati makan siang diluar atau bermain di
game center. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, sehingga banyak orang yg mengira kami bukanlah kakak-adik tetapi lebih mirip seperti sepasang kekasih. Kakak Uty lah tempatku bercerita tentang kehidupanku, terutama tentang kehidupan cintaku, kak Uty lah yg mempertemukanku dengan Della pertama kalinya. Karena dia dan Della adalah teman satu gereja, sedangkan aku anak yg malas untuk pergi gereja. Tanpa kak Uty, aku tidak mungkin bersahabat dengan Della seperti saat ini. Kak Uty juga lah yg sebenarnya melarangku untuk datang ke acara maupun theater JKT48 karena menurutnya, aku akan membuat masalah untuk Della, tapi aku meyakinkan dia bahwa rahasia kami berdua akan aman.
Diperjalanan ke Bandung, kak Uty menemaniku sambil mengobrol dan bercanda. Keluargaku semua sudah tertidur dibelakang karena saat ini sudah pukul 1 malam, jalan tol menuju Bandung pun sudah sangat sepi. Aku memacu kendaraan ku dengan cepat seperti biasanya, kak Uty memperingatkanku agar menurunkan kecepatan karena berbahaya, tetapi tak ku indahkan.
“Dek, kamu bawa keluargamu loh, pelan sedikit” Kak Uty kembali memperingatkanku karena ia melihat kecepatanku telah mencapai 120Km perjam.
“tenang kak, gw udah jago kok haha” balasku sambil bercanda.
“Dek, gak boleh ngomong gitu. Gak boleh sombong mentang-mentang udah bisa” kak Uty terlihat ketakutan tak seperti biasanya.
“rileks aja kak, lu kan tau gw udah biasa bawa mobil sekarang. Tenang aja” balasku lagi padanya.
“iya kakak percaya sama kamu, tapi kita gak tau jalan kedepannya gimana. Kamu membahayakan keluarga kamu loh!” balasnya lagi.
“kalo gw yg bawa, kita pasti aman kak!” balasku dengan pede, “udah kakak tidur aja biar gak takut”
“yaudah deh, pokoknya kamu hati hati ya. Jangan sampai ini jadi liburan terakhir kita” akhirnya kak Uty memejamkan matanya dan tidur, meninggalkan ku yg memfokuskan diri ke jalanan.
Jalan toll menuju Bandung yg sangat sepi ini dihiasi oleh langit yg menghitam karena mendung dan malam. Udara yg lebih dingin ketika mencapai tol Cipularang dan gerimis kecil yg mulai turun di kaca. Kunyalakan
wipper yg menghapuskan air hujan. Semakin lama hujan mulai turun dengan deras dan udara semakin dingin, saat ini pukul 2 malam.
Wipperku masih kalah cepat dengan hujan yg mengguyur sehingga pandanganku sedikit terhalang oleh hujan. Aku yg masih berusaha fokus ke jalan perlahan-lahan memejamkan mata karena kantuk yg mulai melanda, tetapi sekuat tenaga kutahan karena ucapan yg tadi diberikan kak Uty.
Tapi rasa kantuk mengalahkanku dan membuat ku terpejam sesaat. Ketika aku berusaha untuk tetap terjaga karena tiba-tiba tertidur, didepanku ternyata ada sebuah tikungan ke kanan yg sedikit tajam tepat di kaki tebing. Aku yg tidak sempat untuk berbelok pun menarik rem tangan dan menginjak pedal rem untuk menghentikan kendaraanku dan tetap berusaha untuk berbelok ke kanan, tetapi rem tangan yg menghentikan ban depanku membuat banku slip karena hujan dan mobilku tak sempat berbelok ke kanan. Hal terakhir yg aku liat adalah mobilku mendekati tebing dengan cepat, menabrak pembatas jalan dan kemudian semua menjadi gelap.
Aku tersadar dari tidurku dan perlahan membuka mataku.
“silau.” kataku dalam hati ketika mataku terbuka.
Kini aku berada diruang serba putih dengan infus ditangan dan perban di kepalaku. Aku tau bahwa semalam mobilku kecelakaan sehingga aku berada disini. Kutengok seluruh ruanganku dan mendapati seorang gadis sedang tertidur dibangku samping kasurku. Sepertinya ia lelah karena menemaniku semalaman.
“La, bangun la” kuguncang tubuh gadis itu, perlahan ia membuka matanya yg sipit itu.
“loh kamu udah sadar Sa…” ia mengeryipkan matanya yg belum sepenuhnya sadar,
“eh… lo udah bangun?!” dia tampak terkejut melihatku yg terbangun didepannya.
“gak usah teriak-teriak, keluarga gw mana?” tanyaku padanya, karena aku hanya melihatnya didalam ruanganku ini.
“ada dibawah lagi cari makanan, bentar lagi juga naik” balasnya sambil memberikanku sebuah susu dan buah.
“oh ada, berarti mereka aman ya” balasku senang karena hanya aku saja yg celaka semalam.
“iya aman” balas Della pelan dan matanya sedikit berlinang.
“kenapa la?” tanyaku bingung melihatnya seperti itu.
“oh gapapa” balasnya tersenyum.
“ini rumah sakit dimana? Bandung?” tanyaku lagi.
“oh gak, ini di Bekasi. Rumah sakit deket rumah kok” balasnya lagi sambil menyuapiku potongan jeruk.
“oh semalem gw langsung dibawa kesini ya” jeruk ini sangat manis, entah karena memang jeruknya atau karena Della yg menyuapiku.
“loh? Oh lu belum tau ya, ini udah 5 hari lu dirawat. Gw pikir lo mati haha” ledek Della.
“5 hari??? Jadi gw sempet koma selama 5 hari?” aku terkejut.
“iya, tapi hebat juga sih lu langsung sadar ada dimana dan masih inget” balas Della yg kini malah menghabiskan jeruk yg seharusnya dia suapkan padaku.
“btw kok lu bisa ada disini? Gak ada kegiatan?” kini aku duduk dipinggiran kasurku tepat di sebelah Della.
“lagi gak ada, kan akhir tahun. Tapi gara-gara lo liburan gw jadi disini” Della mengeluh sambil menghela napas.
“gw gak minta ya” balasku.
“bukannya terima kasih” cibir Della.
“terima kasih” balasku singkat.
“cih” Della mendecakan lidahnya kelas.
“terima kasih Lala” kali ini kalimatku lebih halus.
“gak” Della menolaknya.
“gw harus apa nih?” tanyaku.
“temenin gw” katanya cepat, “naik kincir di Aeon”
“Gak!” tolak ku cepat.
“siapa yg bolehin lu nolak?” Della melemparkan senyum licik padaku.
“gw gak mau, itu tinggi banget!” aku bergidik membayangkan harus menaiki kincir yg amat tinggi.
“kita bisa liat sekeliling selama 20 menit. Ngeliat pemandangan kota dari atas, pasti seru banget!” Della tampak excited ketika pada akhirnya dia akan menaiki kincir yg selama ini ingin dia naiki.
“La, yg lain. Gw traktir
shabu-shabu atau
Suki deh? Tapi tolong jangan naik kincir” aku memohon padanya sambil memegang kedua tangannya, “
please!”
“pokoknya kalo lu udah sembuh, kita naik kincir ya!” sinar matanya menunjukan bahwa dia amat tidak sabar untuk menungguku sembuh, sedangkan aku merasa ingin tinggal di rumah sakit ini selamanya.
“nanti gw tanya yg lain ya pada bisa atau gak. Biar seru” kataku padanya.
“berdua” balas Della cepat, “aku mau berdua”
“jangan berdua dong, kyak pacaran aja berdua doang” pintaku padanya.
“pokoknya BERDUA” Della menekankan pada kalimat berdua.
“iya deh iya” aku mengalah, karena debat dengannya tidak akan bisa ku menangkan.
“walau terjadinya 20 menit saja berlalu tanpa saling berpandangan, senangnya berkencan” Della bergumam.
“apa la?” aku tidak terlalu mendengar perkataan Della.
“gapapa” balas Della singkat.
“tadi kamu bila..”
KLAK!
pintu ruangan ini terbuka dan tampak keluargaku datang membawa makanan. Ibuku tampak senang melihatku terbangun dan air mata mulai mengalir di pipinya.
“Yusa! Mama pikir kamu gak akan bangun nak…” nangis ibuku pecah ketika dia memelukku.
“iya ma, maafin Yusa udah buat khawatir dan gak hati-hati ma” balasku dalam pelukan ibu ku.
“ini bukan salahmu Yusa, ini kecelakaan.” ibuku kini duduk disebelahku.
“iya ma, Yusa gak nyangka kita bisa selamat dari kecelakaan itu dan gak terluka parah” kataku lagi.
“mama juga senang kamu gak apa-apa.” ibu mengusap kepalaku lembut. Usapan ibu yg lembut membuatku merasa lebih nyaman. Kenyamanan ini membuatku teringat akan seseorang, ya aku baru ingat daritadi Kak Uty
“ma, Kak Uty mana?” tanyaku pada ibu. Tetapi ibuku diam, wajahnya seperti menahan sesuatu dan mulutnya bergetar.
“ma, kok diem? Kakak mana?” tanyaku lagi kebingungan melihat ekspresi ibu saat ini.
“Yusa, Uty…” tangis ibu kembali pecah setelah mengatakannya. Tangisannya begitu dalam dan menyayat hati.
“ma jangan bercanda hahaha” tawaku meledak setelah mendengar perkataan ibu.
“ma, aku serius haha” tanyaku lagi karena ibuku hanya terdiam mematung.
“ma, ini bohongkan… please ini pasti bohong!” air mataku perlahan mulai jatuh.
“Yusa…” ibu memelukku kembali dengan erat.
“gak mungkin!” aku berusaha turun dari tempat tidur.
“nak, kakakmu terkena dampak yg paling parah. Mobil yg kita kendarai tepat menabrak tebing perbukitan di sisi kiri depan saat mobil kita slip.” ayahku menghampiri ku dan merangkul bahuku, “Yusa kita semua juga kehilangan, papa tau berat, tapi melihatmu sadar, Uty pasti sudah tenang sekarang” ayahku berusaha menahan tangisnya yg hampir pecah.
“setelah kamu sembuh, nanti kita akan ke makam kak Uty bareng-bareng ya” tambah ayahku.
Tangisanku meledak. kepalaku berputar, pusing sekali. Perasaan ku berkecamuk, memori tentang kak Uty berputar cepat di kepalaku. Tangisanku menggema memenuhi ruangan ini. Ayahku keluar dari ruangan ini, tak kuat melihatku yg menangisi kepergian kak Uty, disusul ibuku dan kedua adikku.
“Mama Yun, biar Lala aja yg jaga Yusa disini.” Della mengantarkan kedua orang tuaku kedepan pintu. Setelah pintu tertutup, Della kembali menghampiriku dan duduk disebelahku.
“Yusa…” Della merangkul tubuhku.
“La, gw…” kata-kataku tercekat.
“Yusa… ini bukan salah lo” Della sepertinya mengerti maksudku.
“gw udah bikin kak Uty mati. GW YG BIKIN DIA MATI!” tangisku kembali meledak, suara tangisanku mengisi ruangan ini.
“Yusa ini bukan salah lo!” Della memeluk tubuhku, air matanya membasahi bahuku.
“La…” aku menangis dalam pelukannya.
“gw juga kehilangan Uty, sahabat gw dari kecil sa, Teman gereja gw, tempat curhat gw. Gw tau sa betapa sakitnya kehilangan orang yg disayang” balas Della padaku.
“tapi dia bukan kakak kandung lo… Lo gak mungkin ngerti!” aku kembali terisak.
“iya, gw tau sa. Tapi gw juga tau rasanya kehilangan orang yg gw sayang…” Della kembali memelukku dan mengusap kepalaku yg kini menangis di dadanya, “gw sempat kehilangan orang yg gw sayang selama 5 hari.” katanya pelan.
Kami terdiam, tangisannya menetes ke rambutku. Della mengusap kepalaku dengan lembut, dia terus menenangkanku. Cukup lama aku menangis didalam pelukannya itu. Usapan Della di kepalaku menenangkan hatiku. Kesedihan di ruangan ini perlahan memudar, aku melepaskan pelukan Della. Aku mengelap air mata yg membasahi wajahku dan menatap Della.
“la, makasih ya udah nemenin gw disini” kataku dengan perlahan bersamaan dengan senyumku yg perlahan muncul.
“gak sa, gw yg makasih karena lu gak ninggalin gw juga.” balas Della.
“semua ini mendadak, gw terlalu syok.” balasku lagi.
“jalan tuhan gak ada yg tau sa.” Della menatapku, tatapannya begitu teduh.
“kalo mau ngomong yg keren gitu, apus dulu air matanya hahaha” aku tertawa kecil melihatnya berbicara sambil dibanjiri air mata.
“eeh… Yusa!” Della memanyunkan bibirnya dan mengelap air matanya.
Aku mengelap air mata didekat matanya. Kami kembali terdiam dan saling menatap. Della begitu cantik saat ini, walaupun dia begitu lesu, pucat dan acak-acakan. Kantung matanya tebal, rambutnya berantakan dan tanpa make up sedikitpun. Sepertinya dia benar-benar telah menemaniku disini selama 5 hari. Senyumku merekah, aku merasa bersyukur memiliki dia yg selalu berada disisiku, mungkin aku tidak akan pernah memiliki sahabat yg bisa menggantikan dia.
“Yusa? Ngeri banget sih senyum sendiri” Della melambaikan tangannya didepan wajahku.
“eeh, gapapa hehe” aku tersenyum malu.
“gw pikir lo udah gila sa abis nangis langsung senyum sendiri” balasnya lagi, Della memandang langit-langit ruangan ini sambil tersenyum.
“sekarang kamu yg senyum senyum” ujarku sambil mencubit pipinya yg tembem itu.
“Yusa jangan dicubit nanti makin tembem!” Della menjewer kupingku.
“aduuuh sakit” aku memegangi kupingku yg di jewer.
“kyaknya mendingan kamu nangis lagi deh, rese!” della mendengus pura-pura marah.
“haha iya iya maaf…” aku meminta maaf, “abisnya kamu lucu banget sih.”
Wajah Della bersemu memerah, pipinya saat ini seperti tomat bundar.
“la…” panggilku pelan.
Della masih memegangi pipinya, sambil bergumam sendiri tentang pipinya yg tembem itu.
“lala…” panggilku lagi, Della menengok padaku.
“kenapa sa?” Della memandangku penasaran.
“janji ya jangan pernah ninggalin gw” aku menatap matanya dalam.
“eeeh… apasih sa lebay deh.” Della sedikit salting karena perkataanku yg tiba-tiba.
“gw punya 2 orang yg paling gw sayang di dunia ini dan saat ini gw cuma punya 1. Gw harap orang ini gak akan ninggalin gw mendadak lagi” aku meneruskan kata-kataku.
“gw gak akan ninggalin lo sa, karena gw selalu ada disini. Lo gak usah khawatir” balas Della yg kini juga menatap mataku.
“gw janji gak akan ninggalin lu la.” kataku kembali padanya.
“gak usah janji sa, biar lu gak perlu terikat” Della kembali memberikan senyumannya yg amat manis.
“gw gak akan pernah lupain lu.” aku mengangkat jari kelingkingku, “janji.”
Della tersipu mendengar kata-kataku, dia mengangkat jari kelingkingnya juga.
“janji ya.” katanya singkat.
“
yakusoku yo.” balasku lagi sambil tertawa.
Ceriaku telah kembali bersama dengan terucapnya janji. Kini kami berdua berniat untuk memakan makanan yg dibawa oleh ibuku.
“suapin.” pintaku pada Della.
“dih ogah.” balas Della.
“tadi disuapin.” balasku menggodanya.
“tadikan karena kamu baru bangun, udah rese gini mah pasti bisa makan sendiri.” Della memeletkan lidahnya.
“yaudah gw gak mau makan!” aku membuang muka pura-pura kesal.
“yaudah deh, tapi ini karena kamu sakit ya!” Della menyendok sedikit sup ayam dan mengarahkannya ke mulutku.
“Aaaa….” Della menyuapkan sup itu kemulutku sambil tersenyum lembut. Sup ini enak sekali, aku tak tau apakah karena memang enak atau karena Della yg menyuapiku.
“btw, “kamu”? Gw gak salah denger? Haha” ledekku padanya, wajahnya kembali memerah mendengar ledekanku.
“Iiiih Yusa nyebelin banget sih!” Della kembali mendengus kesal, tetapi wajahnya salting dan memerah.
“la, lu udah siap banget deh jadi istri. Cara lu ngerawat gw dari tadi buktinya.” aku mengacungkan jempol memujinya.
“Eh… siapa juga yg mau jadi istri lo!” Della tampak marah, wajahnya semakin memerah.
“Eh sorry sorry, bukan gitu maksud gw. Lu cocok jadi istri tapi bukan maksudnya jadi istri gw.” aku meluruskan kata-kataku.
“oh.” Della membalas singkat.
“lanjutin sendiri ya, gw mau keluar sebentar.” Della menyerahkan mangkok sup itu padaku dan pergi keluar.
Aku ditinggalkan sendiri dalam keadaan bingung bersama mangkok sup, sendok dan jeweran di telinga.
*flashback end*
Kami bertiga terdiam sesaat, mungkin kami sama-sama mengenang kak Uty. Tapi kami tidak larut dalam kesedihan, semua kenangan mengenai kak Uty menjadi kenangan indah dan penyemangat kami. Kak uty yg begitu baik, lembut dan perhatian rasanya selalu berada disamping kami sekeluarga. Bagaikan malaikat pelindung yg akan selalu menjaga kami semua.
“Yusa, sepertinya papa belum cerita sama kamu ya.” kata ayahku memecah keheningan, “papa dan mama bakal pulang ke Surabaya.” ayahku menyeruput kopinya, “Mungkin bakal tinggal lama disana.”
“Kenapa dadakan pa?” aku tidak terkejut, karena sudah sering ditinggalkan ayah dan ibuku.
“project hotel yg papa ajukan diterima dan restaurant mama boleh buka disana. Tapi karena masih dalam 50% pembangunan, papa dan mama harus memantau jalannya pembangunan.” ayahku kembali menjelaskan padaku.
“lah terus rumah ini?” aku sedikit bingung akan ucapan ayahku.
“rumah ini bakal di tempati om Dika dan Tante Sugi sementara. Kamu sama adek nanti tinggal sama mereka.” ibuku ikut menjelaskan.
“Gak mau! Kenapa harus ada orang sih?” aku menolak tawaran mereka.
“haha papa udah bisa nebak kamu bakal bilang gini, tapi kita butuh orang yg bisa ngerawat rumah ini dan adek-adekmu.” papa tertawa kecil, “karena papa ngerti sifatmu yg gak suka ada orang lain dirumah, makanya papa sama mama udah mutusin kalau kamu akan kita cariin kostan.”
“HAH?????” Aku terkejut mendengar perkataan ayahku, aku langsung membayangkan hidup sebagai anak kost seperti Della.
“tenang, kamu gak perlu nyari kost. Nanti jam 2 papa sama mama bakal berangkat ke Surabaya, kamu cukup pindah aja karena kost-kostannya sudah ada.” ayahku menghabiskan kopinya dan memberikanku sebuah kartu nama, “kamu hubungi dia untuk alamatnya.”
Ayah dan ibuku tertawa kecil lalu meninggalkan ku yg masih berusaha mencerna kata-kata mereka.
Akhirnya aku kembali ke kamarku dan merapikan kamarku, mengemasi baju dan barang sekiranya yg akan ku bawa. Ku tinggalkan barang-barang yg tidak perlu kubawa dan barang-barang yg nanti bisa kubeli ketika ku butuhkan. Aku memandangi kamarku, malam ini adalah malam terakhirku berada disini untuk akhirnya pindah.
“dua kamar yg bersebelahan ini akhirnya sama sama kosong.” aku memandang kamar Della dari balkon kamarku.
Aku kembali turun ke lantai bawah untuk mengantarkan kepergian ayah dan ibuku ke bandara.
“Kamu bawa aja mobil yg satu lagi, kamu kan udah bisa. Biar nanti mobil lama kita dibawa mas robby ke Surabaya.” ayahku memberikan kunci mobil barunya. Sedangkan mobil lama kami, yg dulu kutabrakan ke tebing dibawa ayahku. Mungkin ayahku tidak ingin trauma ku kembali muncul.
“makasih pa, biar Yusa rawat mobil ini. Nanti Yusa sesekali pulang ke Bekasi, mungkin bareng Della buat liatin adek.” balasku pada ayah.
Kami sekeluarga mengantarkan kepergian ayah dan ibuku ke bandara, ke Surabaya.
-Bersambung-