togemaniamantap
Semprot Baru
- Daftar
- 29 Mar 2021
- Post
- 30
- Like diterima
- 105
[CERITA PANJANG]
Catatan: Cerita ini sangat dominan drama asmara, adegan perngentotan (haha) hanya sedikit. Mohon suhu sekalian untuk menurunkan ekspektasi membaca cerita perngentotan yang panjang.
Sebelumnya aku mau berterima kasih dulu atas segala apresiasi yang udah kuterima. Dari DM yang masuk malah beberapa lebih penasaran cerita soal Riana itu fiksi atau nyata. Hahaha.
Cerita soal Riana ada di sini::
https://www.semprot.com/threads/riana-si-petugas-spbu.1417687/#post-1905750476
Nggak usah diambil pusing ya suhu-suhu semua. Misalpun itu diambil dari kisah nyata pun tidak ada hal-hal yang berkaitan dengan dunia nyata, semua disamarkan dan sengaja ditutupi kabut. Hahaha.
Oke next.
Seperti biasa, (anggap saja) ini cerita fiksi. Karena mau ditaruh di sub forum lain juga nggak cocok. Hahaha.
Mau ditaruh di pemaksaan, lha wong suka sama suka. Masuk sedarah atau setengah baya, lha tokohnya masih muda dan bukan keluarga. Jadi ya.. fiksi saja, iya toh?
[me]
Perkenalkan dulu, namaku Yona, sebut saja begitu, seorang pria tulen. Oya, Ini tulisan keduaku di forum ini.
Sambil aku nginget-inget tentang kisah ini, aku mau ngalor-ngidul soal diriku sendiri dulu. Hahaha.
Jika suhu tidak berkenan dengan banyak intro, abaikan saja bagian yang satu ini. Mohon maaf sebelumnya.
Aku adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan. Sedangkan setting waktu cerita ini adalah sebelum aku mengenal Riana. Ya mungkin 2 tahun sebelumnya, kurang lebih.
Aku (saat itu) berposisi sebagai SPV di tempatku bekerja, sedangkan di cerita Riana, posisiku sudah berubah. Kenapa aku sampai nulis pekerjaanku? hahaha. Karena ini berkaitan, secara nggak langsung sih emang.
Flashback dulu ke jaman lampau.
Aku kuliah di kota yang sama dengan tempatku kerja sekarang dan di samping kuliah, aku juga berprofesi sekaligus sebagai penghuni kos profesional, karena memang bukan asli kota ini. Aku bukan berasal dari keluarga yang kaya raya tajir melintir crazy rich. Ya biasa-biasa saja. Masih beruntung bisa dikuliahkan. Uang jajan juga ada. Tapi, itu hanya untuk bertahan hidup sudah ngepas-ngepress, sedangkan dana kenakalan dan lain lain jelas aku nggak bisa minta orang tua.
Aku lebih banyak ngiler saat temen kelas menenteng ponsel terkini, atau membawa macbook barunya, atau mungkin ngekos di tempat yang mewah.
So, waktu kuliah aku sambil cari uang. Banyak yang menganggap aku lebih kelihatan seperti 'balas dendam' pada nasib. Tapi tidak juga, aku hanya pengen maen, nongkrong, beli barang², clubbing atau apapun itu pake uang yang kucari sendiri. Dan ya memang sedikit banyak mengubah diriku sendiri. Mandiri? jelas. Banyak dan mudah cari teman? iya. Tapi, naasnya kesehatan yang jadi korban.
Jalan yang kutempuh bermacam-macam, pernah ikut ke tim EO (event organizer) untuk event reguler maupun enggak, pernah ikut bantu-bantu bazaar distro, pameran komputer, konser musik yang sponsornya rokok, mayan kan cuci mata liat SPG-SPG bening yang roknya belum jadi. Selain itu juga jualan HP dan laptop (tapi bukan curian lho ya.hahaha), joki kerjain skripsi dan makalah, sempat ojek online di akhir kuliah, pernah juga bantu-bantu di warung pecel lele (haha). Dan yang paling lama sampai jadi kerja sampingan sekarang yakni ngisi live music di cafe dan hotel, ngeband main akustikan.
Kelihatannya keren, maen musik kalo malem, keliatan banyak duit. Bisa beli ini itu. Tapi yang ada malah dapet sakit sampe bener-bener ambruk. Hahaha. Konyol memang, mengejar uang, sedangkan uangnya malah buat berobat.
Tapi itu dulu. Semenjak sakit aku lebih selektif memilih lahan cari duit. Ngeband tetep jalan, tapi yang kira-kira butuh banyak tenaga tapi hasilnya nggak seberapa kutinggalkan.
Aku udah bilang itu semua mengubah hidupku. Sampai akhirnya itu pula yang membuatku terbilang cepat menaiki tangga jabatan di tempatku bekerja.
Tapi gimana kalau soal asmara? Hahaha. Ya, layaknya mahasiswa, pacaran juga pernah, beberapa kali. Tapi jarang awet. Di samping mungkin aku emang nggak konsen pacaran, atau emang nggak bakat pacaran? Jika lebih jauh, apakah aku tidur sama pacar? Iya, tapi tidak semua. Aku lebih menikmati hubungan ONS, one night stand, cinta satu malam, atau apapun istilahnya. Hubungan yang nggak perlu komitmen jangka panjang. Karena ya itu, balik lagi. Mungkin aku nggak bakat punya hubungan pacaran lama.
Sampai akhirnya aku lulus, lancar. Lalu bekerja di perusahaan yang sama sampai sekarang. Ya, aku cuma kerja di satu tempat untuk waktu yang lama.
Kerja di perhotelan itu menyenangkan, setidaknya buatku. Aku bisa berlatih ngomong, kenal banyak orang juga. Melatih PD, dan yang jelas tipnya lumayan. Hahaha
Hotel tempatku bekerja konon dipunyai oleh orang Singapura. Kubilang konon karena aku sendiri belum pernah ketemu. Jaringan hotelnya tersebar di tanah air. Dan aku bekerja di salah satu kota di bagian selatan pulau Jawa.
Untuk urusan karir, aku bisa menjadi SPV sekarang ini tetap dimulai dari tangga bawah kok. Jadi porter pernah, room boy pernah, resepsionis juga pernah, malah lumayan lama.
Tapi bukan itu saja, yang membuatku naik ke SPV dalam waktu yang terbilang singkat.
Jadi pada waktu itu, hotel hampir menghadapi kendala soal drainase dan sanitasi. Saluran limbah dan air hampir jadi kendala. Aku yang mencetuskan ide untuk membuat percabangan drainase di saluran bawah (dan lain-lain, nggak perlu dirinci lah ya..) yang ilmunya kuperoleh hasil dari membuat makalah mahasiswa kesehatan lingkungan bisa mengantarkan aku jadi karyawan yang berprestasi. Hahahaha.
Skip
Skip
Dari ide itulah, aku sempat ditunjuk jadi anggota trainer untuk melatih dan memberi presentasi tentang ideku di cabang-cabang hotel lain yang ada di beberapa kota di pulau Jawa. Lumayan kan bisa jalan-jalan, dibayarin, dikasih uang saku pula.
Nah, di sinilah ceritaku bermula. (Waduh, udah puanjang baru mulai. hehe)
Oya, bahkan saat aku kerja di hotel itu pun aku masih kerja sampingan sebagai pengisi live music, bahkan salah satunya di hotel tempatku kerja sendiri. Tapi ya, jadwalnya sangat-sangat menyesuaikan. Maklum, band lokal yang nggak kondang.
Di pagi hari pada pertengahan Januari itu aku mulai masuk jadi anggota trainer untuk bertugas di beberapa kota. Sebelum membuka pintu ruang tim trainer, sejenak kulihat jadwalku kembali, kubolak balik lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapanku. Agenda yang cukup padat kurasa. Tapi untunglah hanya Senin sampai Jumat, weekend masih ada waktu longgar untuk jalan-jalan. hehe.
Agenda pertama adalah ke kota yang berada di Provinsi sebelah timur pulau Jawa. Tidak perlu dijelaskan detail deh ya, takut suhu-suhu di sini langsung ngeh tempatnya. haha.
Aku berangkat bersama 4 orang sesama anggota dengan pesawat. Sedangkan ketua trainernya sudah sehari sebelumnya berada di sana. Tidak ada yang istimewa dari perjalananku selain dijemput di bandara dengan mobil khusus. Wah, rasanya jadi artis tuh gini ya. Haha.
Agenda training berjalan lancar sesuai rencana sampai hari Jumat, berarti masih ada 2 hari luang yang tersisa di kota ini. Senin pagi aku dan tim harus bertolak ke kota lain yang berada di Provinsi yang sama.
Tapi.. manajer hotel di sini rupanya mengetahui kalau aku juga sering mengisi live music. Entah tahu darimana, sepertinya dari hotel di kotaku ada yang membocorkan. Alhasil aku ditawari, atau lebih tepatnya diminta, mengisi akustik di Sabtu malam. Lah, membernya siapa aja juga nggak tahu, ya kan? Anggota bandku yang biasanya tentu nggak ikut ke sini dong. Akhirnya dengan terpaksa kurelakan Jumat malam yang kurencanakan untuk jalan-jalan dipakai untuk latihan bersama band yang baru kukenal. Hampir copot semua sendi-sendi di tubuhku, latihan berakhir nyaris dini hari. Sedangkan untuk sound check aku meminta untuk dilakukan Sabtu sore saja.
Jumat malam ini aku mau tidur nyenyak!
Sampai di Sabtu malam, aku manggung di cafe yang juga dikelola oleh manajemen hotel. Bangunannya terpisah dengan bangunan hotel, tapi masih di komplek yang sama. Suasananya hangat dengan hiasan bohlam kuning bergelantungan di tiang-tiang yang dikhususkan untuk dekorasi semata. Lantainya perpaduan antara beton dan rerumputan dengan taman berair mancur di sisi luar. Konsepnya lebih ke outdoor alias misbar, gerimis bubar. Hahaha.
Hal yang spesial di tempat ini adalah, bahwa cafe ini sudah kondang di kota. Beberapa kali mereka mengundang band ibukota untuk mengisi live music. Tapi imbasnya, harga makanannya mahal. Haha. Ya bisa suhu-suhu perkirakan sendiri, ini hotel bintang berapa.
Khusus di malam ini ada yang berbeda. Biasanya aku dan bandku sendiri membuka sesi request bagi pengunjung, tapi kali ini aku meminta untuk sesi itu ditiadakan. Bukan apa-apa, membuka sesi request itu beresiko, kalau bandnya nggak tau lagunya.
Band kali ini beranggotakan 3 orang + 1 additional player. Masing-masing di drum elektrik, aku pegang gitar, 1 orang di bass akustik, dan 1 additonal player di vokal. Belakangan kuketahui sesi Sabtu malam diperuntukkan untuk band tamu, band mayor yang diundang khusus. Kampret, aku jadi tumbal kepelitan manajemen. Hahaha.
Beberapa lagu sudah kami mainkan. Aku ingat waktu itu lagu 'Almost Lover'-nya A Fine Frenzy sedang kami mainkan saat mataku menemukan salah satu pengunjung yang sangat menarik perhatian. Ehem.
(sekali lagi hamba mohon maaf atas kebasa-basian yang tidak penting ini)
[her]
Si cewek ini sedang duduk bersama 2 temannya mengitari meja bundar dengan beberapa minuman, cemilan dan asbak yang berisi sedikit puntung rokok. Di sela-sela lagu kusempatkam untuk menatapnya dan... satu kali kucoba untuk mengajak tersenyum. Ah, dia membalas tersenyum.
Sebagai gambaran awal. Cewek ini (yang belakangan kuketahui bernama Sela), berpostur tinggi berisi, bahkan kuketahui lebih tinggi dariku. Malam ini dia mengenakan tank top berwarna gelap dengan celana jeans ketat yang juga hampir sama gelapnya. Kulitnya yang putih pualam beradu dengan cahaya lampu yang menghujani sekitar.
Malam ini cerah, bintang-bintang menjadi dekorasi alam yang menambah syahdu suasana di cafe ini. Atau mungkin bagiku terasa syahdu karena keberadaannya? Entahlah. Sesekali kulihat semakin seksama. Wajahnya nyaris membulat, mungkin bisa disebut agak cabi, dengan mata yang cenderung sayu. Make upnya tidak bisa dibilang tebal, tapi aku bisa menerka kalau dia sudah profesional dalam memaksimalkan fungsi eyeliner dan menggambar alis.
Tentu tak hanya itu. Payudaranya yang bulat menantang tampak menonjol dalam balutan tank topnya. Bahkan garis di antara kedua payudaranya tampak sedikit mengintip di batas atas busananya. Sebuah perpaduan yang sangat menggoda, bukan?
(ilustrasi Sela)
Kakinya yang jenjang tampak sangat menggugah saat dia silangkan menghadap ke arah panggung yang sedikit lebih tinggi dari posisi dia duduk. Sesekali kulirik saat dia menghisap rokok putihnya dan menghembuskan asap tipis di sela-sela obrolannya dengan temen semeja.
Sebenarnya banyak cewek-cewek setipe, dengan gaya serupa, dan tidak kalah cantik di tempat yang sama. Tapi, entahlah, aku cuma ingin berkenalan dengannya saja.
Sekira pukul 21.30 live band memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk memberi kesempatan pengunjung untuk menyanyi diiringi dengan keyboard oleh salah satu member band. Entah ini sesi reguler yang biasanya dijalani atau tidak, yang jelas aku berdoa semoga banyak pengunjung yang mau bernyanyi, setidaknya aku bisa menghabiskan beberapa batang rokok sembari meneguk bir di backstage. Haha.
Ternyata yang maju pertama adalah salah satu teman dari Sela. Kuharap dia tidak sedang mabuk biar nyanyinya juga nggak kacau-kacau amat. Aku masih ingat dia nyanyikan lagu 'Eternal Flames' milik The Bangles. Bagus juga suaranya. Harusnya dia saja yang jadi additional player tadi. Hahaha.
Aku yang sedang di balik panggung seketika terpikir untuk mendekat ke arah Sela, karena itu artinya sekarang ada 1 kursi kosong di merjanya, kan? Lha temennya aja lagi orasi kebangsaan di panggung. Haha.
Tak perlu kumatikan rokokku, aku berjalan ringan menuju meja Sela yang nyaris persis berhadapan dengan panggung.
"Kosong?" Tanyaku basa basi sambil menunjuk kursi di sebelah Sela.
"Eh, iya.. itu orangnya lagi di sana," Sela nampak agak terkejut dengan kedatanganku sambil tangannya terangkat menunjuk temannya di panggung. Tapi nampak Sela sangat menguasai responnya. Atau mungkin dia menyadari kalau dari tadi kuperhatikan? Entahlah.
Tak bertanya untuk kedua kali, aku langsung duduk di sebelahnya dengan santai. Toh responnya juga bagus, berarti lampu hijau buatku.
"Aku perhatiin kalian dari sana tadi, asyik bener kayaknya. Sering ke sini ya?" Tanyaku sambil menoleh ke arah Sela.
"Iya nih kak, biasanya agak ramean malah," Jawab Sela.
"Oh iya, malah lancang langsung nanya-nanya, aku Yona," kataku sambil mengulurkan tangan kanan.
"Sela, ini XXXX (sensor), kalo yang di panggung namanya XXXX (sensor)," Jawab Sela lengkap, padahal aku cuma butuh tahu namanya saja. Hahaha. Bodo amat nama temennya siapa, ya kan?
"Kayaknya kamu baru aku lihat sekarang deh, iya kan? aku pernah nonton band ini nggak pakenya keyboard bukan gitar." Tanya Sela.
"Waduh, pengunjung tetap nih kayaknya? hahaha, sampe hapal gitu." Jawabku bercanda, "Iya, bukan cuma baru, aku juga cuma main malam ini aja, kebetulan aja pas lagi di XYZXYZ (nama kota ini)."
"Pantesan aku baru liat," Posisi Sela sekarang condong ke arahku. "Darimana emang?"
Wah, lampu hijau makin terang menyala nih.
"Aku dari XVXVXVX (nama kotaku), ini lagi ada kerjaan di hotel sini, eh malah sekalian suruh ngisi (musik)," Cerocosku lancar.
"Wah jauh juga, aku beberapa minggu lalu maen ke sana loh," Kali ini teman Sela yang menimpali.
Sembari kami bertiga mengobrol semakin akrab teman Sela yang tadi menyanyi rupanya sudah mau kembali ke kursi yang sedang kududuki. Wah, padahal lagi asyik, gimana nih?
Aku coba untuk tanggap suasana. Kutarik salah satu kursi kosong yang ada di sekitar dan berpindah tempat duduk. Tapi aku lupa satu hal fatal! Kalau temen Sela kembali, dan nggak ada pengunjung lain yang mau nyanyi, berarti aku harus balik ke panggung dong? aaah.
Ya sudah, coba kurogoh saku untuk mencari ponselku, tidak lain dan tak bukan untuk minta nomornya dong. Tapi naas, aku lupa kalau ponselku tertinggal di backstage! Asu asu!
Tak habis akal, kubalikkan saja niat permintaanku.
"Aku boleh minta nomermu Sel?" Tanyaku ke Sela.
"Eh, iya.. buat apa emang?" Sela balik bertanya, nada basa-basinya sangat terasa di sini, jelas bukan pertanyaan yang murni meminta jawaban, hanya untuk ngetest saja ini sih.
"Enggak, siapa tau besok aku ada maen ke sini lagi, barangkali kamu mau nonton untuk kedua kali," Jawabku.
"Haha.. masuk akal, padahal tadi aku ngarep responmu jadi salting deh," Jawab Sela sambil terkekeh.
"Hmmm..." Gumamku mencibir, lalu kulanjutkan, "Tapi masalahnya. HPku ketinggalan di backstage. Boleh aku yang ketik nomerku di HPmu? ntar kamu yang missed call atau chat aku dulu, ya kalau kamu nggak keberatan sih," Jawabku.
"Oh, ya gakpapa kalo gitu, nih," Kata Sela menyodorkan HPnya.
Aku paham dia akan canggung saat menghubungiku duluan. Itu wajar, sepede apapun cewek, mereka akan mikir juga kalau untuk urusan memulai obrolan, untuk itulah cowok dari lahir dibekali akal bulus. Haha.
Jadi, sengaja kutinggal rokok dan korekku di meja mereka, sedangkan aku langsung berpamitan untuk kembali ke panggung.
Dari panggung, saat kulanjutkan sesiku, kulihat mereka kembali mengobrol. Beberapa kali kutangkap gestur teman-teman Sela yang menggoda Sela sembari tertawa cekikan. Bahkan salah satu temannya menyadari kalau rokokku tertinggal di meja dan dia berikan ke Sela dengan gaya menggoda.
Dan akhirnya 'pekerjaan tambahan' malam itupun kelar, ada band lain yang melanjutkan sih, tapi aku udah nggak peduli, udah lelah, Sela juga udah nggak keliatan. Aku kembali ke kamar hotel, meraih botol bir yang ada di meja dan kuteguk sekali. Setelah itu langsung kuhempaskan tubuhku ke bed empuk yang seakan telah menungguku dari sore.
Oya, Sela udah ngechat belum ya? tadi dia kan udah cabut sebelum sesiku selesai. Jangan-jangan cuma pindah cafe trus lanjut nongkrong?
Kubuka kuncian ponselku, dan syukurlah, ada nomor baru yang mengirim pesan via WA, dan tentu saja itu Sela.
Sesuai dugaanku, dia bilang rokokku ketinggalan. "Tadi rokokmu ketinggalan di meja nih, mau kutinggal tapi sayang kalo ilang, isinya masih banyak, jadi kubawa aja deh." begitu isi chat Sela. Bahkan dia nggak menyebutkan namanya sendiri sebagai perkenalan. Hahaha.
"Tapi sayang?" Balasku singkat.
"Nggak usah mancing deh (emot marah)," Jawab Sela sejurus kemudian.
"Bawa dulu aja, minimal bisa jadi alesan buat aku ketemu kamu lagi, hahaha," kubalas pesan Sela.
"Dasar... (bla bla bla..)" Sela menjawab panjang yang sudah kulupakan apa isi pesannya.
Kami sempat berbalas pesan untuk beberapa saat sebelum aku tak kuasa lagi menahan rasa lelah dan kantuk. Tak terasa, aku jatuh tertidur sebelum membalas pesan terakhirnya.
Skip.
[jangan lupa like dan komennya master suhu]
[[LANJUTAN DI POST #2]]
Catatan: Cerita ini sangat dominan drama asmara, adegan perngentotan (haha) hanya sedikit. Mohon suhu sekalian untuk menurunkan ekspektasi membaca cerita perngentotan yang panjang.
Sebelumnya aku mau berterima kasih dulu atas segala apresiasi yang udah kuterima. Dari DM yang masuk malah beberapa lebih penasaran cerita soal Riana itu fiksi atau nyata. Hahaha.
Cerita soal Riana ada di sini::
https://www.semprot.com/threads/riana-si-petugas-spbu.1417687/#post-1905750476
Nggak usah diambil pusing ya suhu-suhu semua. Misalpun itu diambil dari kisah nyata pun tidak ada hal-hal yang berkaitan dengan dunia nyata, semua disamarkan dan sengaja ditutupi kabut. Hahaha.
Oke next.
Seperti biasa, (anggap saja) ini cerita fiksi. Karena mau ditaruh di sub forum lain juga nggak cocok. Hahaha.
Mau ditaruh di pemaksaan, lha wong suka sama suka. Masuk sedarah atau setengah baya, lha tokohnya masih muda dan bukan keluarga. Jadi ya.. fiksi saja, iya toh?
[me]
Perkenalkan dulu, namaku Yona, sebut saja begitu, seorang pria tulen. Oya, Ini tulisan keduaku di forum ini.
Sambil aku nginget-inget tentang kisah ini, aku mau ngalor-ngidul soal diriku sendiri dulu. Hahaha.
Jika suhu tidak berkenan dengan banyak intro, abaikan saja bagian yang satu ini. Mohon maaf sebelumnya.
Aku adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan. Sedangkan setting waktu cerita ini adalah sebelum aku mengenal Riana. Ya mungkin 2 tahun sebelumnya, kurang lebih.
Aku (saat itu) berposisi sebagai SPV di tempatku bekerja, sedangkan di cerita Riana, posisiku sudah berubah. Kenapa aku sampai nulis pekerjaanku? hahaha. Karena ini berkaitan, secara nggak langsung sih emang.
Flashback dulu ke jaman lampau.
Aku kuliah di kota yang sama dengan tempatku kerja sekarang dan di samping kuliah, aku juga berprofesi sekaligus sebagai penghuni kos profesional, karena memang bukan asli kota ini. Aku bukan berasal dari keluarga yang kaya raya tajir melintir crazy rich. Ya biasa-biasa saja. Masih beruntung bisa dikuliahkan. Uang jajan juga ada. Tapi, itu hanya untuk bertahan hidup sudah ngepas-ngepress, sedangkan dana kenakalan dan lain lain jelas aku nggak bisa minta orang tua.
Aku lebih banyak ngiler saat temen kelas menenteng ponsel terkini, atau membawa macbook barunya, atau mungkin ngekos di tempat yang mewah.
So, waktu kuliah aku sambil cari uang. Banyak yang menganggap aku lebih kelihatan seperti 'balas dendam' pada nasib. Tapi tidak juga, aku hanya pengen maen, nongkrong, beli barang², clubbing atau apapun itu pake uang yang kucari sendiri. Dan ya memang sedikit banyak mengubah diriku sendiri. Mandiri? jelas. Banyak dan mudah cari teman? iya. Tapi, naasnya kesehatan yang jadi korban.
Jalan yang kutempuh bermacam-macam, pernah ikut ke tim EO (event organizer) untuk event reguler maupun enggak, pernah ikut bantu-bantu bazaar distro, pameran komputer, konser musik yang sponsornya rokok, mayan kan cuci mata liat SPG-SPG bening yang roknya belum jadi. Selain itu juga jualan HP dan laptop (tapi bukan curian lho ya.hahaha), joki kerjain skripsi dan makalah, sempat ojek online di akhir kuliah, pernah juga bantu-bantu di warung pecel lele (haha). Dan yang paling lama sampai jadi kerja sampingan sekarang yakni ngisi live music di cafe dan hotel, ngeband main akustikan.
Kelihatannya keren, maen musik kalo malem, keliatan banyak duit. Bisa beli ini itu. Tapi yang ada malah dapet sakit sampe bener-bener ambruk. Hahaha. Konyol memang, mengejar uang, sedangkan uangnya malah buat berobat.
Tapi itu dulu. Semenjak sakit aku lebih selektif memilih lahan cari duit. Ngeband tetep jalan, tapi yang kira-kira butuh banyak tenaga tapi hasilnya nggak seberapa kutinggalkan.
Aku udah bilang itu semua mengubah hidupku. Sampai akhirnya itu pula yang membuatku terbilang cepat menaiki tangga jabatan di tempatku bekerja.
Tapi gimana kalau soal asmara? Hahaha. Ya, layaknya mahasiswa, pacaran juga pernah, beberapa kali. Tapi jarang awet. Di samping mungkin aku emang nggak konsen pacaran, atau emang nggak bakat pacaran? Jika lebih jauh, apakah aku tidur sama pacar? Iya, tapi tidak semua. Aku lebih menikmati hubungan ONS, one night stand, cinta satu malam, atau apapun istilahnya. Hubungan yang nggak perlu komitmen jangka panjang. Karena ya itu, balik lagi. Mungkin aku nggak bakat punya hubungan pacaran lama.
Sampai akhirnya aku lulus, lancar. Lalu bekerja di perusahaan yang sama sampai sekarang. Ya, aku cuma kerja di satu tempat untuk waktu yang lama.
Kerja di perhotelan itu menyenangkan, setidaknya buatku. Aku bisa berlatih ngomong, kenal banyak orang juga. Melatih PD, dan yang jelas tipnya lumayan. Hahaha
Hotel tempatku bekerja konon dipunyai oleh orang Singapura. Kubilang konon karena aku sendiri belum pernah ketemu. Jaringan hotelnya tersebar di tanah air. Dan aku bekerja di salah satu kota di bagian selatan pulau Jawa.
Untuk urusan karir, aku bisa menjadi SPV sekarang ini tetap dimulai dari tangga bawah kok. Jadi porter pernah, room boy pernah, resepsionis juga pernah, malah lumayan lama.
Tapi bukan itu saja, yang membuatku naik ke SPV dalam waktu yang terbilang singkat.
Jadi pada waktu itu, hotel hampir menghadapi kendala soal drainase dan sanitasi. Saluran limbah dan air hampir jadi kendala. Aku yang mencetuskan ide untuk membuat percabangan drainase di saluran bawah (dan lain-lain, nggak perlu dirinci lah ya..) yang ilmunya kuperoleh hasil dari membuat makalah mahasiswa kesehatan lingkungan bisa mengantarkan aku jadi karyawan yang berprestasi. Hahahaha.
Skip
Skip
Dari ide itulah, aku sempat ditunjuk jadi anggota trainer untuk melatih dan memberi presentasi tentang ideku di cabang-cabang hotel lain yang ada di beberapa kota di pulau Jawa. Lumayan kan bisa jalan-jalan, dibayarin, dikasih uang saku pula.
Nah, di sinilah ceritaku bermula. (Waduh, udah puanjang baru mulai. hehe)
Oya, bahkan saat aku kerja di hotel itu pun aku masih kerja sampingan sebagai pengisi live music, bahkan salah satunya di hotel tempatku kerja sendiri. Tapi ya, jadwalnya sangat-sangat menyesuaikan. Maklum, band lokal yang nggak kondang.
Di pagi hari pada pertengahan Januari itu aku mulai masuk jadi anggota trainer untuk bertugas di beberapa kota. Sebelum membuka pintu ruang tim trainer, sejenak kulihat jadwalku kembali, kubolak balik lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapanku. Agenda yang cukup padat kurasa. Tapi untunglah hanya Senin sampai Jumat, weekend masih ada waktu longgar untuk jalan-jalan. hehe.
Agenda pertama adalah ke kota yang berada di Provinsi sebelah timur pulau Jawa. Tidak perlu dijelaskan detail deh ya, takut suhu-suhu di sini langsung ngeh tempatnya. haha.
Aku berangkat bersama 4 orang sesama anggota dengan pesawat. Sedangkan ketua trainernya sudah sehari sebelumnya berada di sana. Tidak ada yang istimewa dari perjalananku selain dijemput di bandara dengan mobil khusus. Wah, rasanya jadi artis tuh gini ya. Haha.
Agenda training berjalan lancar sesuai rencana sampai hari Jumat, berarti masih ada 2 hari luang yang tersisa di kota ini. Senin pagi aku dan tim harus bertolak ke kota lain yang berada di Provinsi yang sama.
Tapi.. manajer hotel di sini rupanya mengetahui kalau aku juga sering mengisi live music. Entah tahu darimana, sepertinya dari hotel di kotaku ada yang membocorkan. Alhasil aku ditawari, atau lebih tepatnya diminta, mengisi akustik di Sabtu malam. Lah, membernya siapa aja juga nggak tahu, ya kan? Anggota bandku yang biasanya tentu nggak ikut ke sini dong. Akhirnya dengan terpaksa kurelakan Jumat malam yang kurencanakan untuk jalan-jalan dipakai untuk latihan bersama band yang baru kukenal. Hampir copot semua sendi-sendi di tubuhku, latihan berakhir nyaris dini hari. Sedangkan untuk sound check aku meminta untuk dilakukan Sabtu sore saja.
Jumat malam ini aku mau tidur nyenyak!
Sampai di Sabtu malam, aku manggung di cafe yang juga dikelola oleh manajemen hotel. Bangunannya terpisah dengan bangunan hotel, tapi masih di komplek yang sama. Suasananya hangat dengan hiasan bohlam kuning bergelantungan di tiang-tiang yang dikhususkan untuk dekorasi semata. Lantainya perpaduan antara beton dan rerumputan dengan taman berair mancur di sisi luar. Konsepnya lebih ke outdoor alias misbar, gerimis bubar. Hahaha.
Hal yang spesial di tempat ini adalah, bahwa cafe ini sudah kondang di kota. Beberapa kali mereka mengundang band ibukota untuk mengisi live music. Tapi imbasnya, harga makanannya mahal. Haha. Ya bisa suhu-suhu perkirakan sendiri, ini hotel bintang berapa.
Khusus di malam ini ada yang berbeda. Biasanya aku dan bandku sendiri membuka sesi request bagi pengunjung, tapi kali ini aku meminta untuk sesi itu ditiadakan. Bukan apa-apa, membuka sesi request itu beresiko, kalau bandnya nggak tau lagunya.
Band kali ini beranggotakan 3 orang + 1 additional player. Masing-masing di drum elektrik, aku pegang gitar, 1 orang di bass akustik, dan 1 additonal player di vokal. Belakangan kuketahui sesi Sabtu malam diperuntukkan untuk band tamu, band mayor yang diundang khusus. Kampret, aku jadi tumbal kepelitan manajemen. Hahaha.
Beberapa lagu sudah kami mainkan. Aku ingat waktu itu lagu 'Almost Lover'-nya A Fine Frenzy sedang kami mainkan saat mataku menemukan salah satu pengunjung yang sangat menarik perhatian. Ehem.
(sekali lagi hamba mohon maaf atas kebasa-basian yang tidak penting ini)
[her]
Si cewek ini sedang duduk bersama 2 temannya mengitari meja bundar dengan beberapa minuman, cemilan dan asbak yang berisi sedikit puntung rokok. Di sela-sela lagu kusempatkam untuk menatapnya dan... satu kali kucoba untuk mengajak tersenyum. Ah, dia membalas tersenyum.
Sebagai gambaran awal. Cewek ini (yang belakangan kuketahui bernama Sela), berpostur tinggi berisi, bahkan kuketahui lebih tinggi dariku. Malam ini dia mengenakan tank top berwarna gelap dengan celana jeans ketat yang juga hampir sama gelapnya. Kulitnya yang putih pualam beradu dengan cahaya lampu yang menghujani sekitar.
Malam ini cerah, bintang-bintang menjadi dekorasi alam yang menambah syahdu suasana di cafe ini. Atau mungkin bagiku terasa syahdu karena keberadaannya? Entahlah. Sesekali kulihat semakin seksama. Wajahnya nyaris membulat, mungkin bisa disebut agak cabi, dengan mata yang cenderung sayu. Make upnya tidak bisa dibilang tebal, tapi aku bisa menerka kalau dia sudah profesional dalam memaksimalkan fungsi eyeliner dan menggambar alis.
Tentu tak hanya itu. Payudaranya yang bulat menantang tampak menonjol dalam balutan tank topnya. Bahkan garis di antara kedua payudaranya tampak sedikit mengintip di batas atas busananya. Sebuah perpaduan yang sangat menggoda, bukan?
(ilustrasi Sela)
Kakinya yang jenjang tampak sangat menggugah saat dia silangkan menghadap ke arah panggung yang sedikit lebih tinggi dari posisi dia duduk. Sesekali kulirik saat dia menghisap rokok putihnya dan menghembuskan asap tipis di sela-sela obrolannya dengan temen semeja.
Sebenarnya banyak cewek-cewek setipe, dengan gaya serupa, dan tidak kalah cantik di tempat yang sama. Tapi, entahlah, aku cuma ingin berkenalan dengannya saja.
Sekira pukul 21.30 live band memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk memberi kesempatan pengunjung untuk menyanyi diiringi dengan keyboard oleh salah satu member band. Entah ini sesi reguler yang biasanya dijalani atau tidak, yang jelas aku berdoa semoga banyak pengunjung yang mau bernyanyi, setidaknya aku bisa menghabiskan beberapa batang rokok sembari meneguk bir di backstage. Haha.
Ternyata yang maju pertama adalah salah satu teman dari Sela. Kuharap dia tidak sedang mabuk biar nyanyinya juga nggak kacau-kacau amat. Aku masih ingat dia nyanyikan lagu 'Eternal Flames' milik The Bangles. Bagus juga suaranya. Harusnya dia saja yang jadi additional player tadi. Hahaha.
Aku yang sedang di balik panggung seketika terpikir untuk mendekat ke arah Sela, karena itu artinya sekarang ada 1 kursi kosong di merjanya, kan? Lha temennya aja lagi orasi kebangsaan di panggung. Haha.
Tak perlu kumatikan rokokku, aku berjalan ringan menuju meja Sela yang nyaris persis berhadapan dengan panggung.
"Kosong?" Tanyaku basa basi sambil menunjuk kursi di sebelah Sela.
"Eh, iya.. itu orangnya lagi di sana," Sela nampak agak terkejut dengan kedatanganku sambil tangannya terangkat menunjuk temannya di panggung. Tapi nampak Sela sangat menguasai responnya. Atau mungkin dia menyadari kalau dari tadi kuperhatikan? Entahlah.
Tak bertanya untuk kedua kali, aku langsung duduk di sebelahnya dengan santai. Toh responnya juga bagus, berarti lampu hijau buatku.
"Aku perhatiin kalian dari sana tadi, asyik bener kayaknya. Sering ke sini ya?" Tanyaku sambil menoleh ke arah Sela.
"Iya nih kak, biasanya agak ramean malah," Jawab Sela.
"Oh iya, malah lancang langsung nanya-nanya, aku Yona," kataku sambil mengulurkan tangan kanan.
"Sela, ini XXXX (sensor), kalo yang di panggung namanya XXXX (sensor)," Jawab Sela lengkap, padahal aku cuma butuh tahu namanya saja. Hahaha. Bodo amat nama temennya siapa, ya kan?
"Kayaknya kamu baru aku lihat sekarang deh, iya kan? aku pernah nonton band ini nggak pakenya keyboard bukan gitar." Tanya Sela.
"Waduh, pengunjung tetap nih kayaknya? hahaha, sampe hapal gitu." Jawabku bercanda, "Iya, bukan cuma baru, aku juga cuma main malam ini aja, kebetulan aja pas lagi di XYZXYZ (nama kota ini)."
"Pantesan aku baru liat," Posisi Sela sekarang condong ke arahku. "Darimana emang?"
Wah, lampu hijau makin terang menyala nih.
"Aku dari XVXVXVX (nama kotaku), ini lagi ada kerjaan di hotel sini, eh malah sekalian suruh ngisi (musik)," Cerocosku lancar.
"Wah jauh juga, aku beberapa minggu lalu maen ke sana loh," Kali ini teman Sela yang menimpali.
Sembari kami bertiga mengobrol semakin akrab teman Sela yang tadi menyanyi rupanya sudah mau kembali ke kursi yang sedang kududuki. Wah, padahal lagi asyik, gimana nih?
Aku coba untuk tanggap suasana. Kutarik salah satu kursi kosong yang ada di sekitar dan berpindah tempat duduk. Tapi aku lupa satu hal fatal! Kalau temen Sela kembali, dan nggak ada pengunjung lain yang mau nyanyi, berarti aku harus balik ke panggung dong? aaah.
Ya sudah, coba kurogoh saku untuk mencari ponselku, tidak lain dan tak bukan untuk minta nomornya dong. Tapi naas, aku lupa kalau ponselku tertinggal di backstage! Asu asu!
Tak habis akal, kubalikkan saja niat permintaanku.
"Aku boleh minta nomermu Sel?" Tanyaku ke Sela.
"Eh, iya.. buat apa emang?" Sela balik bertanya, nada basa-basinya sangat terasa di sini, jelas bukan pertanyaan yang murni meminta jawaban, hanya untuk ngetest saja ini sih.
"Enggak, siapa tau besok aku ada maen ke sini lagi, barangkali kamu mau nonton untuk kedua kali," Jawabku.
"Haha.. masuk akal, padahal tadi aku ngarep responmu jadi salting deh," Jawab Sela sambil terkekeh.
"Hmmm..." Gumamku mencibir, lalu kulanjutkan, "Tapi masalahnya. HPku ketinggalan di backstage. Boleh aku yang ketik nomerku di HPmu? ntar kamu yang missed call atau chat aku dulu, ya kalau kamu nggak keberatan sih," Jawabku.
"Oh, ya gakpapa kalo gitu, nih," Kata Sela menyodorkan HPnya.
Aku paham dia akan canggung saat menghubungiku duluan. Itu wajar, sepede apapun cewek, mereka akan mikir juga kalau untuk urusan memulai obrolan, untuk itulah cowok dari lahir dibekali akal bulus. Haha.
Jadi, sengaja kutinggal rokok dan korekku di meja mereka, sedangkan aku langsung berpamitan untuk kembali ke panggung.
Dari panggung, saat kulanjutkan sesiku, kulihat mereka kembali mengobrol. Beberapa kali kutangkap gestur teman-teman Sela yang menggoda Sela sembari tertawa cekikan. Bahkan salah satu temannya menyadari kalau rokokku tertinggal di meja dan dia berikan ke Sela dengan gaya menggoda.
Dan akhirnya 'pekerjaan tambahan' malam itupun kelar, ada band lain yang melanjutkan sih, tapi aku udah nggak peduli, udah lelah, Sela juga udah nggak keliatan. Aku kembali ke kamar hotel, meraih botol bir yang ada di meja dan kuteguk sekali. Setelah itu langsung kuhempaskan tubuhku ke bed empuk yang seakan telah menungguku dari sore.
Oya, Sela udah ngechat belum ya? tadi dia kan udah cabut sebelum sesiku selesai. Jangan-jangan cuma pindah cafe trus lanjut nongkrong?
Kubuka kuncian ponselku, dan syukurlah, ada nomor baru yang mengirim pesan via WA, dan tentu saja itu Sela.
Sesuai dugaanku, dia bilang rokokku ketinggalan. "Tadi rokokmu ketinggalan di meja nih, mau kutinggal tapi sayang kalo ilang, isinya masih banyak, jadi kubawa aja deh." begitu isi chat Sela. Bahkan dia nggak menyebutkan namanya sendiri sebagai perkenalan. Hahaha.
"Tapi sayang?" Balasku singkat.
"Nggak usah mancing deh (emot marah)," Jawab Sela sejurus kemudian.
"Bawa dulu aja, minimal bisa jadi alesan buat aku ketemu kamu lagi, hahaha," kubalas pesan Sela.
"Dasar... (bla bla bla..)" Sela menjawab panjang yang sudah kulupakan apa isi pesannya.
Kami sempat berbalas pesan untuk beberapa saat sebelum aku tak kuasa lagi menahan rasa lelah dan kantuk. Tak terasa, aku jatuh tertidur sebelum membalas pesan terakhirnya.
Skip.
[jangan lupa like dan komennya master suhu]
[[LANJUTAN DI POST #2]]
Terakhir diubah: