Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Selina, Amoy Petualang Seks [Update 11 Maret 2024 Page 318

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Countdown has begun..

Shit's about to get real..
Really really bad

Yeah man.. the wildness has just begun ;)

Well, been waiting for tonight! My feeling is the update gonna be around midnight :konak:
Mari kita berkumpul gaes demi amoy favorit kita semua yaitu Selina! :panlok3:

Haha, almost correct. Around 2 hour after midnight. :D

Apakah mlm ini bnran update,,,,

Sudah update ya sis. Ada delay sedikit buat mulustrasi. haha. :Peace:
 
Mantap suhu updatenya.. baca cerita sambil liat gambar anastasya. Sensasi dapat..

Thanks hu.
Haha, iya hu si tasya emang wow :nenen:

mantap suhu

Makasih hu :beer:

Kakek tua yg horny :adek:

Yo i hu ;)

Waduh update selanjutnya masih lama ya hu?

Gak selama yang kemarin hu. Soalnya emang udah lagi ditulis juga tapi gak dijadiin di 1 part biar gak overkill :cool:

Lanjutkan suhu

Pasti suhu selama pada rajin support disini :cendol:

Minggu pagi baca lsg auto crotzzzz

Mantep suhu :adek:

Happy sunday bener hu dapet update xixi

Iya hu, happy sunday :cendol:

makasih updet lanjutannya @thanosduh

Sama2 suhu :beer:

Yaa Hu nanggung..., lanjut lg sampe exe dong Hu...
Tiap cewe nya digangbang Hu..., sementara digangbang cewe yg lain nyusu ama yg lg digangbang...

Di part 20 ya hu. Udah lagi ditulis juga. Updatenya lebih cepet harusnya. Doain aja RL ane lancar :)

Nice banget hu updatenya

Thank you suhu :cendol:

Dasar jablay. Wkkwkwkwkw

Wkwkwkwk

Ngarep Selina pulangnya kepisah sendirian habis itu dikejar gerombolan monyet lagi sampai tersesat wkwkwk

Wah kasian Selina dong ntar bisa2 ga bisa balik ke villa :D
 
minggu pagi disuguhin update. thanks hu

Welcome suhu :)

ngarep jadi bestiality

Wah liar juga nih imajinasinya ;)

Ajib nih hu.. mantul

Makasih hu :beer:

mantap satu selera tentang seks

Betul hu :panlok1:

Wah orgy kbb ya

Iya suhu :jempol:

Maakkkk...akhirnya update!!! Thank u bro!!!!!!!

You're welcome bro :papi:

Semangat pak Wantooo

5 pejantan lain gimana? haha :minta:

Makasih updatenya suhu

Sama2 bro :beer:

4 sekawan memang mantap

Betul suhu :cif:

Anjingnya kebagian gak ya?
Kan dah bantu menyelamatkan juga :pandabelo:

tanya sama pak Wanto dong mau ga berbagi sama si doge:jogets:
 
Part 19

Kami pun segera memungut pakaian kami dan berjalan ke kamar mandi. Pak Somad yang kelelahan melihat saat kami, empat gadis muda telanjang bulat berjalan keluar dari kamarnya dan menyusuri samping taman villa ini. Ia mungkin masih tidak percaya betapa beruntungnya bisa menikmati empat gadis muda dan cantik seperti kami sekaligus.

Sekitar setengah jam kemudian kami berempat sudah siap dan segera berangkat berjalan ke arah hutan yang tidak jauh dari villa. Walaupun sudah siang tapi hawa di daerah pegunungan begini tidak terlalu panas. Apalagi langit yang agak berawan hari ini sehingga matahari tidak terlalu terik. Memang sepertinya mendung. Terasa desiran angin yang menerpa tubuhku. Huf, semoga tidak hujan nanti.

Kami semua mengenakan kaos dan celana pendek supaya lebih nyaman bergerak. Aku dan Agatha mengenakan kaos putih. Sedangkan Diana berkaos biru muda dan Anastasya memakai kaos kuning.

Selina dan Agatha berkaos putih




Diana berkaos biru muda




Anastasya berkaos kuning


Sambil menuntun kami ke arah hutan, Diana bilang hutan disini sudah dibuatkan semacam jalan setapak jadi tidak perlu takut akan terkena semak-semak belukar saat kami menyusurinya.

Selagi berjalan kami juga menikmati udara segar khas area pegunungan. Sebuah hal yang sulit ditemukan di kota besar seperti Jakarta, dimana kami tinggal. Sesekali kami mengobrol seru dan bersenda gurau mengenai aksi gila bersama si penjaga villa tadi pagi.

Sekitar 10 menit berjalan dari villa, kami pun sudah sampai di sebuah jalan yang masuk ke dalam hutan. Di kiri kanan jalan ini hanya ada pohon-pohon yang rimbun sehingga kami memang hanya menyusuri jalan setapak ini saja.

Suasana di hutan ini terasa sunyi sekali. Hanya ada suara serangga dan burung yang sayup-sayup terdengar di sekitar kami. Terlihat cahaya matahari sudah menyinari setelah tidak lagi tertutup awan. Untungnya hutan ini begitu rindang sehingga kami tidak merasakan teriknya sinar matahari itu.

Agatha mengeluarkan HP nya dan berselfie. Lalu tidak lama kemudian ia mengajak kami untuk ikutan difoto. Kami pun berswafoto beberapa kali dengan latar belakang hutan yang tidak jauh dari villa Diana ini. Beberapa kali kami berwefie dan sesekali juga dengan mimik muka yang dibuat-buat seaneh mungkin. Biar anti mainstream, hihi.

Sekitar 10 menitan berfoto, kami pun kembali melanjutkan petualangan atau lebih tepatnya, jalan-jalan kami di hutan ini. Sesekali aku pun ikutan berselfie atau memfoto bunga dan kupu-kupu yang sedang hinggap di bunga atau tanaman. Memang berada di alam liar seperti ini hampir tidak pernah kulakukan karena memang kesibukan sekolah dan juga proteksi kedua orang tuaku terhadap diriku yang anak semata wayang mereka.

Saat sedang asyik berjalan, kami dikejutkan oleh gerakan dan suara yang tiba-tiba dari semak-semak di sebelah kanan kami. Keluarlah seekor tikus hutan yang berukuran hampir sebesar kucing dewasa dari semak-semak itu. Sontak kami berempat menjerit karena terkaget dengan kemunculan hewan liar ini. Untungnya tikus itu berlari lurus terus menuju ke pepohonan di sebelah kiri kami.

Setelah itu kami malah tertawa-tawa mengetahui bagaimana kami menjerit hanya karena seekor tikus.

“Uhh kaget banget. Gua kira harimau ato beruang. Haha.”, ceteluk Agatha dengan dada yang naik turun karena kekagetan tadi.

“Haha, mana ada hewan buas begitu di hutan ini.”, timpal Diana yang lebih tenang dibanding kami bertiga. Mungkin karena ia sudah pernah berjalan di hutan ini sebelumnya.

“Tau dari mana lu kalo ga ada hewan buas?”, tanyaku pada Diana.

“Ya iya lah. Kan gue uda tanya ke pak Somad. Dia bilang hutan ini aman. Ga ada hewan buas kayak harimau.”, ucapnya.

“Lu nanyanya pas lagi ngewe apa bukan? Mana tau dia asal jawab aja pas lagi ena-ena sama lu. Hihihi.”, celoteh Anastasya seraya tertawa nakal.

“Ihh ya pas gak lagi gituan lah. Ya kali bahas hutan pas lagi ML. Haha.”, jawab Diana dengan tertawa.

“Yuk lanjut jalan lagi guys biar gak kelamaan di hutan ini.”, ucapku mengajak mereka melanjutkan petualangan kami.

“Haha, lu mah pasti ga sabar pengen cepet balik ke villa buat digenjot pak Somad lagi kan?”, ejek Diana sambil tersenyum nakal.

Aku yang diejek begitu sontak membela diri dengan menimpali temanku ini. “Gak lah. Takut ntar hujan aja tau.”. Kucubit Diana sambil mengejek balik, “Lu kali yang ketagihan sama tongkat pak Somad. Hihi.”.

“Kalo iya emang kenapa? Lu juga kan dibikin enak sama dia. Haha.”, balas Diana.

Aku hanya tersenyum menimpali ucapan Diana itu. Memang tadi aku merasakan kenikmatan yang hebat oleh penis tua si penjaga villa temanku itu.

Kami pun terus berjalan menyusuri jalan setapak ini menuju ke area hutan yang lebih dalam lagi. Pepohonan di area ini lebih banyak dan rapat satu sama lain dibanding tadi.

Sekitar 10 menitan berjalan, Anastasya lalu berhenti dan meminta Agatha untuk melepaskan bra nya. “Tha, bantuin lepas kait bra gue dong.”

“Lah ngapain dilepas? Mau eksib di hutan gini siapa yang liat? Monyet? Hihi.”, goda Agatha sambil cekikikan.

“Bukan. Ni BH gue kekecilan ni jadinya agak sesak dada gue.”, jawab Anastasya sambil memegang kedua buah dadanya yang masih terbungkus bra dan kaos.

“Ya udah sini gue bantu lepasin.”,ucap Agatha sambil mulai mencopot tali pengait bra Anastasya yang terletak di bagian punggung.

Tidak lama bra putih Anastasya pun sudah berhasil dilepaskan dan diserahkan ke pemiliknya. Anastasya pun menaruh bra nya itu ke dalam tas. Samar-samar dapat terlihat puting Anastasya di balik kaosnya itu.

“Suit suit ada cewe seksi nih. Hihi.”, goda Diana sambil bersiul.

“Hehe, kalian ikutan dong lepasin bra. Masa aku aja?”, ajak Anastasya.

Sejenak aku, Agatha dan Diana saling bertatapan. Lalu Agatha tersenyum nakal dan mulai memasukkan tangannya ke balik kaosnya. Ia lalu meraih kaitan bra nya yang terletak di bagian dada dan tidak lama bra biru muda milik Agatha sudah dikeluarkan dari celah leher kaosnya yang memang agak rendah dan dimasukkan ke dalam tasnya.

Diana menyusul melepaskan BH hitamnya dan lalu menaruhnya di dalam tas. Kini dari kami berempat, hanya aku yang masih mengenakan bra. Aku masih berpikir apa ini ide yang tepat karena walaupun di hutan tapi bisa saja ada penduduk desa sini yang berjalan di hutan seperti kami.

Melihatku yang ragu membuat Diana mengolok-ngolokku, “Haha, lu ga berani ya Sel? Masa di mall berani di hutan malah takut?”.

“Iya Sel. Ga perlu takut koq. Ni hutan sepi gini. Haha.”, timpal Anastasya.

“Yuk sini biar aku bantu lepasin.”, ucap Agatha yang berjalan mendekatiku dan sebelum aku menyetujuinya ia sudah mulai memasukkan tangannya dari bawah kaosku.

‘ctek’ suara kaitan braku yang dilepaskan Agatha. Kemudian aku pun memasukkan bra biru navyku ke dalam tas.

Kami pun kembali melanjutkan jalan-jalan kami di hutan, hanya saja kini kami tidak memakai bra. Untungnya kami tidak melihat ada orang di jalan setapak ini.

Tiba-tiba Anastasya berteriak dengan cukup keras, membuat kami kaget dan spontan menoleh ke arahnya. Terlihat ada seekor monyet kecil bergelayutan di bahu Anastasya. Monyet itu memegangi bahu Anastasya yang sedang panik.

Aku, Agatha dan Diana terpaku menatap monyet kecil itu yang sedang bergerak di badan Anastasya. Cukup kaget kami ketika monyet itu masuk melalui celah leher kaos Anastasya yang lebar. monyet kecil itu pun sudah berada di dua gunung kembar Anastasya. Terlihat dari kaos Anastasya yang agak lebih menggembung akibat ada monyet di dalam kaosnya.

Anastasya menjerit-jerit, “Aaahhhh! Ni monyet di toket gue! Keluarin keluarin! Aaahhh!”.

Jujur kami yang hanya gadis muda begini tentu saja tidak terbiasa menghadapi hewan liar seperti monyet. Jadi kami bertiga masih terdiam dengan wajah ketakutan melihat monyet itu yang bercokol di payudara Anastasya.

“Ahhhh! Ni monyet ngisep pentil gua.. ahhhhh…”, Anastasya yang tadi terlihat panik sekarang bercampur seperti orang yang terangsang karena kini mendesah-desah.

Anastasya memegangi buntalan payudaranya yang masih terbungkus kaos seolah ingin menangkap monyet kecil itu. Tubuh Anastasya juga terlihat bergetar-getar seperti merasakan kenikmatan saat monyet itu asyik menghisap puting susunya. Monyet itu bagaikan bayi yang sedang menyusu di induknya, hanya saja tentu tidak ada air susu yang keluar dari puting susu berwarna coklat muda milik Anastasya itu.

“Sssshhhhh.. putingku geli diisep ni monyet.. nghhh…”, ceracau Anastasya.

Akhirnya Diana pun maju dan berusaha menarik monyet itu dari payudara Anastasya. Tapi terlebih dulu ia melepaskan kaos Anastasya. Anastasya spontan mengangkat kedua tangannya sehingga kaos itu pun lolos dengan mudah.

Kini Anastasya pun sudah topless dan kami pun bisa melihat bagaimana monyet kecil itu sedang asyik menyusu di payudara berukuran 36C milik seorang mahasiswi itu. Anastasya menggoyang-goyangkan payudaranya supaya monyet itu mau melompat pergi. Tapi usaha Anastasya itu sia-sia karena monyet itu tidak bergeming dan terus menyusu di buah dada Anastasya. Kulihat Diana mencoba menangkap monyet itu tetapi monyet kecil itu melompat dengan lincah ke arah temanku itu. Monyet itu kini sedang berpegangan di rambut Diana.

Diana yang kaget dengan keberadaan hewan liar di rambutnya itu langsung panik. Ia berteriak-teriak meminta kami melepaskan monyet itu dari rambutnya. “Ahhh shit! Guys, tolongin gue! Ihhhhh!”,teriak Diana.

Aku pun memberanikan diri untuk membantu temanku. Saat aku mencoba untuk meraih si monyet nakal ini, sialnya aku luput karena monyet itu melompat. Gawatnya kini ia malah masuk ke dalam kaos Diana.



Diana pun makin panik melihat si monyet kini sudah berada di gundukan payudaranya, reaksinya seperti Anastasya tadi. Diana pun berteriak, “Ihhhhh ni monyet di tetek gue.. ahhh geli iihhh!! ahhh diisep sama dia.. ahhh!”

Terlihat Diana yang panik kini melepaskan kaosnya hingga ia pun sudah topless. monyet nakal itu sedang berpegangan di payudara kiri Diana dan dengan rakusnya menghisap pentil Diana itu.

“Ahhhh.. guys.. tolongin dong.. nghhh.. ohhh damn..”, desah Diana yang sepertinya bukan sakit tapi lebih ke keenakan.

Agatha pun mendekati Diana dan memukul monyet kecil itu hingga terpental ke tanah. “Dasar monyet mesum!”, teriak Agatha. Kulihat monyet itu tetap terbaring di tanah dan bergerak-gerak sedikit.

“Lu orang gapapa kan?”, tanyaku pada Diana dan Anastasya.

“Gak koq. Ni monyet ga gigit cuma ngisep.”, jawab Diana.

“Iya diisep aja pentil gue. Anehnya koq geli geli enak ya diisep sama monyet.. haha..”, timpal Anastasya sambil tertawa.

“Lu orang kelainan kali. Bisa-bisanya malah horny sama monyet. hihi.”, ledek Agatha sambil cekikikan.

Saat kami masih asyik mengobrol itu tiba-tiba terdengar suara monyet yang cukup keras dari arah pohon di atas kami. Sontak aku, Diana, Agatha dan Anastasya kaget dan melihat ke arah suara itu.

Terlihatlah gerombolan monyet-monyet dewasa yang sedang berada di atas dahan pohon melihat ke arah kami. Sepertinya monyet-monyet itu marah karena anak monyet tadi dipukul oleh Agatha sampai terjatuh dan pingsan.

Melihat ini, Diana pun berteriak meminta kami untuk kabur. “Guys, tu monyet ngamuk bisa celaka kita! Ayo kabur!”.

Lalu Diana pun yang pertama berlari dan diikuti oleh kami bertiga. Diana mengarahkan kami ke jalan dimana kami datang. Tapi sialnya ada monyet yang memanjat ke pohon yang tepat di sebelah jalan setapak yang akan kami tuju itu. Diana pun segera berbalik arah dan meminta kami untuk ke jalan yang lebih dalam.

Kami terus berlari sambil terus mendengar teriakan monyet-monyet marah itu yang sepertinya mengejar kami dengan melompat dari pohon ke pohon. Sekitar 10 menit berlari, terlihat jalan setapak itu akhirnya terputus dan hanya ada pohon-pohon saja di hadapan kami.

Kami pun panik karena monyet-monyet itu masih terus mengejar. Dengan cepat kulihat sekeliling hutan ini dan aku melihat di kedalaman hutan itu samar-samar seperti ada cahaya api unggun serta asap. Maka aku pun berinisiatif mengajak Diana, Agatha dan Anastasya untuk masuk ke hutan di kiri kami.

”Guys, ikut gue! Kayaknya disana ada orang.”, ucapku setengah berteriak mengajak teman-temanku yang sedang ketakutan itu.

Kami berempat pun segera masuk ke dalam hutan dan mulai berlari menuju asal cahaya itu. Kami tahu monyet-monyet itu masih mengejar karena suara teriakan hewan liar itu yang terus terdengar selagi kami berlari di hutan ini.

Entah berapa lama kami berlari di dalam hutan ini, mungkin ada 15 menitan. Aku sudah ngos-ngosan berlari dari tadi, begitu juga teman-temanku. Tidak tahu apakah aku masih sanggup berlari.

Tapi untungnya cahaya itu makin terlihat jelas dan kami sudah sangat dekat. Jika ada orang disana tentunya bisa menolong kami dari amukan monyet-monyet yang sedang melompat-lompat di pohon di belakang kami.

Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah camp penebangan pohon. Dan cahaya yang tadi kulihat dari jauh itu adalah api unggun yang terletak di tengah-tengah camp ini. Di balik api unggun ini ada semacam bilik tanpa dinding yang terbuat hanya dari pondasi batang kayu dengan ditutup atap dari seng. Bilik ini sepertinya merupakan tempat istirahat dan berteduh para penebang pohon ini. Cukup luas mungkin berukuran sekitar 3 x 6 meter.

Terlihat ada 3 orang pria yang merupakan penebang pohon sedang berdiri di dekat api unggun dan ada 2 pria lagi yang di samping sebuah pohon yang sedang ditebang.

Aku pun berteriak minta tolong pada pria-pria itu, “Pak! Tolong kami pak!”.

Mereka yang mendengar teriakan kami pun menoleh ke arah kami yang sedang berlari mendekat. Salah 1 pria di dekat pohon pun bertanya, “Ada apa neng?”.

“Itu pak, ada monyet ngejar-ngejar kami!”, ujarku sambil menunjuk ke belakang kami.

Lalu pria-pria itu melihat ke atas pohon dan dengan cepat mereka pun mengambil potongan kayu kecil dan membakar ujungnya di api unggun. Potongan kayu itu pun terbakar dan mereka mengarahkannya ke atas ke arah monyet-monyet yang sedang berada di atas pohon. Para pria penebang pohon itu mengibas-ngibaskan kayu yang terbakar itu untuk menakuti monyet-monyet. Kulihat ada seekor anjing peliharaan salah 1 pria itu yang menggonggong ke arah monyet-monyet itu.

Dan cara mereka serta gonggongan anjing itu terbukti ampuh karena aku melihat monyet-monyet itu yang awalnya ribut menjadi diam. Sepertinya mereka takut dengan nyala api di kayu yang digenggam oleh pria-pria penebang pohon ini. Tidak lama monyet-monyet itu pun berbalik arah dan akhirnya melompat pergi menjauhi area hutan ini.

Kami pun lega setelah lolos dari amukan hewan liar yang marah itu. Kami berempat pun berjalan mendekati ke para pria yang menjadi penolong kami.

“Makasih ya pak dah bantu ngusir monyet-monyet itu.”, ucap Agatha yang posisinya paling dekat dengan para pria itu.

Terlihat mata para pria ini agak melotot karena mereka bisa melihat puting susu yang samar-samar terlihat di balik kaos yang dikenakan oleh Agatha. Mereka juga menatap diriku, Diana dan Anastasya yang juga tidak memakai bra. Apalagi kondisi kami yang agak berkeringat setelah berlari cukup lama dari tadi membuat kaos berwarna cerah yang kami gunakan jadi basah sehingga agak transparan.

Ditambah lagi kami hanya mengenakan celana yang sangat pendek yang tentunya menyajikan paha mulus dan putih khas gadis keturunan seperti kami. Salah seorang pria bahkan sampai menelan ludah saking tergoda dengan penampilan gadis muda dan putih di hadapannya.

Setelah agak terdiam sesaat karena para lelaki ini yang menikmati pemandangan indah, salah seorang pria yang berkaos hitam pun berujar, “Sama-sama neng. Emang dari mana? Koq bisa dikejar tu monyet neng?”.

“Iya pak, tadi kami lagi jalan-jalan di hutan ga jauh dari villa aja eh tau-tau ada monyet nakal ni lompat ke saya. Udah gitu teman saya mukul tu monyet sampe kepental. Nah monyet-monyet lainnya marah deh. Kami dikejar sampe terpaksa masuk ke hutan sini”, terang Diana kepada pria-pria itu.

“Oh gitu. Iya hutan sini emang banyak monyetnya neng. Kudu hati-hati apalagi neng-neng cantik gini. Wajar kalo tu monyet gangguin neng. Hehe.”, ucap salah seorang pria botak yang dari perawakannya sudah berusia sekitar 40-50 tahun itu.

Mata si pria botak ini dan rekan-rekan kerjanya jelalatan melihat tubuh kami yang hanya terbungkus pakaian minim dan tanpa bra. Sebenarnya aku agak risih dengan tatapan mesum mereka. Tetapi entah kenapa juga ada perasaan bangga dan seksi dilihat dengan tatapan nafsu dari pejantan yang berbeda status sosialnya dengan kami.

Sedangkan Diana, Agatha dan Anastasya terlihat santai dan malah seperti menantang mereka dengan agak membusungkan dada sehingga payudara mereka lebih menonjol. Untungnya keenam pria ini masih tidak nekat memperkosa kami berempat. Jika mereka mau, tentu saja di hutan begini tidak ada yang akan mendengar teriakan kami. Tapi bisa juga kami malah tidak melawan karena dibuat enak, hihihi.

“Hihi, bapak bisa aja deh mujinya. Ini bapak pada lagi nebang pohon ya?”, ucap Diana sambil memainkan rambut panjangnya.

“Iya neng, kami ni penebang pohon. Neng-neng pada dari kota ya sepertinya?”, jawab si pria berkaos hitam dengan tatapan tidak lepas dari Diana, atau lebih tepatnya buah dada Diana yang hanya terbungkus kaos tipis.

“Iya pak, dari jakarta nih.”, jawab Agatha yang menaruh tangannya ke punggung sehingga payudaranya sekalnya makin menonjol. Bahkan puting susu Agatha lumayan tercetak di kaos putihnya.

“Oh pantes rada beda sama cewe-cewe yang biasa di desa sini. Hehe.”, timpal si pria berkaos hitam dengan mata yang tidak berkedip melihat bulatan susu Agatha dengan puting mungilnya yang dapat terlihat dari kaosnya itu.

“Eh ya kenalan dulu dong neng. Nama saya Herman. Saya mandornya disini. Yang kaos hitam ini Guntur, yang pake topi itu Heru, tu yang kemeja kotak-kotak Wanto, tu yang singletan Dedi, dan ini Ucok.”, ucap si bapak yang namanya Herman ini memperkenalkan kelima anak buahnya.

Dari perawakannya rata-rata mereka sudah berusia 40-50 tahun. Hanya Guntur dan Ucok saja yang kelihatannya masih di usia 20an tahun. Kulit mereka semua coklat gelap dan wajah mereka semuanya bisa dibilang jelek, sangat kontras dengan kami yang berkulit putih mulus ini. Badan mereka semua rata-rata agak kekar, mungkin karena pekerjaan mereka sebagai penebang pohon yang memang membutuhkan tenaga dan fisik yang kuat.

Lalu Diana pun memperkenalkan dirinya, aku, Agatha dan Anastya pada para penebang pohon ini.

Pak Herman menawarkan untuk membuatkan kopi dan roti untuk kami. Ternyata api unggun yang mereka buat itu untuk memanaskan air. Diana menolak halus dan bilang mau melanjutkan perjalanan balik ke villa.

Kulihat Anastasya sedang bermain dengan anjing milik salah satu penebang pohon ini. “Ini anjing bapak pelihara ya?”,tanya Anastasya.

“Iya neng, tu anjing punya pak Wanto.”, jawab Pak Herman.

Aku pun mendekat dan ikut mengelus anjing berwarna hitam legam dengan sedikit corak putih di dekat matanya ini. Kupegang kepalanya dan ia tampak senang dengan mengibaskan ekornya dengan cepat. Anjing ini benar-benar jinak, mengingatkanku pada anjing peliharanku di rumah. Anjing ini pun menjilati tanganku saat aku sedang mengelusnya.

2 menit kemudian kami pun siap untuk berjalan kembali ke villa. Mas Guntur mengatakan ia akan menemani kami ke arah jalan setapak, “Biar saya temenin ya neng sampe ke jalan yang tadi neng lalui. Jaga-jaga kalo ada monyet itu lagi.”.

“Boleh mas, makasih ya.”, ucapku pada mas Guntur.

“Saya juga temenin neng ya.”, kali ini giliran pak Heru yang menawarkan diri.

“Wah jadi merepotkan nih. Hehe.”, ucap Agatha sambil tersenyum manis.

“Gak koq neng. Dah tugas kami sebagai pria buat melindungin wanita. Betul gak Cok?”, ucap mas Guntur.

“Betul. Saya juga ikutan deh nemenin. Hehe.”, timpal mas Ucok.

“Ya udah kalo gitu. Hehe.”, ucap Agatha.

Kami pun mulai berjalan setelah berpamitan dengan empat penebang pohon yang lain.

Sambil berjalan kami juga mengobrol dengan mas Guntur dan mmas Ucok. Ternyata mereka berdua baru berusia 19 tahun dan mereka berdua adalah teman dari SMA. Setelah lulus mereka pun bekerja sebagai penebang pohon di desa ini.

Saat ngobrol, beberapa kali mas Guntur dan mas Ucok menggoda kami dengan memuji kecantikan wajah dan tubuh kami yang seksi. Beruntung buat mereka, kami termasuk wanita yang memang tidak begitu alim sehingga tidak marah digoda seperti itu, haha.

Tidak sampai 10 menit kami berjalan tiba-tiba turun hujan, membuat kami pun agak kaget. Hujan itu lumayan deras sehingga dengan cepat kaos yang kami kenakan pun mulai basah.

“Wah ujannya makin deras nih neng. Kita balik ke camp aja ya.”, ucap mas Ucok. Kami pun setuju karena memang hujan turun makin deras apalagi ini di hutan yang tentunya sangat licin jika kami ingin tetap berjalan balik ke villa.

Kami pun mengikuti mas Guntur dan mas Ucok berlari ke arah camp mereka. Tapi kami tidak bisa berlari dengan cepat karena takut terpeleset berlari saat hujan begini. Hujan masih tetap turun dengan derasnya. Kaos yang kami kenakan pun sekarang sudah basah kuyup.

Terasa dinginnya air yang mengalir dari leher turun mengenai badanku. Buah dada dan putingku juga terkena air hujan. Brr.. dinginnya selagi aku berlari menembus hujan di hutan ini. Uh, kaos putihku kini jadi seperti transparan saja karena buah dada dan putingku dapat terlihat jelas.

5 menit kemudian akhirnya kami pun tiba di camp para penebang pohon itu. Kondisi kami berempat, mas Guntur dan mas Ucok sudah basah kuyup seperti orang yang baru nyemplung ke kolam renang. Terlihat pak Herman, pak Heru, pak Wanto dan pak Dedi sedang berteduh di tempat istirahat mereka yang walaupun hanya beratap seng tetapi cukup untuk tempat berteduh di kala hujan begini.

Kulihat tatapan mata mereka yang melotot saat melihat kami berlari mendekati mereka. Ya, tentu saja mereka mendapat pemandangan bagus melihat kami berempat, gadis muda berkulit putih mulus dengan kaos yang basah kuyup memperlihatkan buah dada serta puting kami. Apalagi kami sambil berlari sehingga payudara kami yang tanpa penyangga pun berguncang naik turun, semakin menambah seksi “pertunjukan” yang tersaji di depan mata keempat bapak-bapak itu.

Muka mereka sampai melongo dan matanya tidak berkedip sedikitpun melihat kami. Bahkan setelah kami masuk ke dalam bilik itu mereka masih saja melotot tanpa bicara sepatah katapun.

Setelah mas Guntur menyapa mereka barulah mereka seperti tersadar. “Oi pak, koq pada bengong liatin kita?”, ucap mas Guntur yang juga heran dengan tingkah laku rekan kerjanya ini.

“i.. i..tu.. su.. su..nya neng ke.. ke.. liatan..”, ucap pak Wanto tergagap. Agak aneh mendengar cara bicara pak Wanto tapi sepertinya memang itu adalah bawaan dari lahir.

Mendengar ucapan pak Wanto membuat mas Guntur dan mas Ucok pun menoleh ke arah kami. Mata mereka juga membelalak setelah melihat pemandangan indah yaitu payudara gadis muda dengan pentilnya yang terlihat jelas dari kaos yang basah total.

“Wah neng.. pada basah semua ya karna kehujanan..”, ucap pak Herman yang berjalan mendekat ke kami dengan mata yang terus menyusuri area dada kami.

“Iya nih pak.. bapak ada handuk gak buat kami pake ngelap?”, tanya Anastasya.

“Wah, kalo handuk kagak punya neng. Adanya juga cuma ni kain kecil aja nih..”, jawab pak Herman sambil menunjuk kain kecil yang terletak di meja di bilik ini. Kain itu juga terlihat dekil sehingga kami tentu saja enggan untuk memakai kain itu melap badan kami.

“Duh, gimana ya basah banget nih..”, keluh Diana sambil memegang ujung bawah kaosnya lalu mengibas-ngibaskannya.
“Ini bisa si buat api lalu ntar kaos neng taruh di atas gantungan ini buat keringin.”, cetus pak Herman memberi ide.

“Oh iya, idenya bagus juga pak.”, timpal Agatha.

Mendengar ide itu membuatku berpikir, memang benar bisa mengeringkan kaos kami tapi kami harus pakai apa dong selama kaos kami sedang digantung begitu??? Maka aku pun bertanya, “Bapak ada kaos buat kami pake dulu selama baju kami dikeringin?”

“Wah kami disini ga ada baju ganti neng. Tiap hari ya pakenya gini terus. Kalo lagi dicuci ya ga pake baju. Hehe.”, ucap pak Herman sambil terkekeh.

“Waduh, gimana dong ya..”, keluhku.

“Ya neng pilih aja mau kedinginan ato keringin pakaian tapi bugil bentar. Hehe.”, ucapnya santai. Dari ucapan pak Herman ini sepertinya memang ada maksud tersembunyi nih buat kami. Dasar pak Herman ini ternyata bandot tua mesum.

Kemudian aku dan tiga temanku ini pun berjalan agak menjauh untuk berdiskusi mengenai situasi ini.

Agatha berkata, “Jadi gimana nih guys? Dingin banget nih. Bisa masuk angin ntar kita..”

Anastasya sambil melipat kedua lengannya menimpali, “Iya nih dingin cui.. satu badan basah semua..”

Diana menggangguk dan berkata,”Kalo menurut gua si gapapa kita lepas aja pakaian kita buat dikeringin. Hehe.”

Aku yang agak keberatan dengan ucapan Diana pun berkata, “Ih kalo kita bugil ntar kita diapa-apain gimana Na? Mereka enam orang loh..”.

“Haha, ya kalo mereka mau perkosa kita mah dari tadi juga bisa keles..”, ucap Diana sambil tertawa. “Mereka termasuk pria baik-baik lah ini. Kalopun ntar pengen ngentot ya gua si oke aja main sama mereka. Badan mereka kekar-kekar gitu. Hihi.”, sambung Diana dengan omongan yang vulgar.

Agatha dan Anastasya pun terlihat setuju dengan Diana.
“Yup, gua juga fine fine aja si. Anggap aja nambah pengalaman eksib kan ini. Hehe.”, ucap Agatha sambil tersenyum nakal.

“Iya loh, kapan lagi kan eksib yang seekstrim ini. Di hutan gini lagi. Haha.”, timpal Anastasya.

“Oke kalo gitu pada setuju ya? Lu oke kan Sel? Tapi serah lu sih kalo mau tetep pake tu kaos basah. Lagian toket lu juga keliatan jelas gitu. Haha.”, cerocos Diana yang melihatku masih diam.

Lagi-lagi seperti saat di eksib di mall, mereka bertiga kompak dengan keputusan yang gila ini. Tapi memang pakaianku yang sangat basah dan ditambah hujan yang belum terlihat akan berhenti membuatku tidak ada pilihan selain mengeringkan pakaianku dan mau tidak mau harus telanjang bulat bersama enam pria di bilik ini. Maka aku pun mengiyakan Diana.

“Nah gitu dong. Itung-itung balas budi la uda nolongin kita dari monyet tadi.”, ucap Diana lagi.

Setelah itu Agatha dan Anastasya yang pertama berjalan ke pak Herman yang sedang duduk menyeruput kopi hitamnya. Kulihat ke sekeliling bilik tanpa tembok ini yang termasuk pas untuk menampung kami berempat dan enam pria penebang pohon ini.

Ada 1 meja dan 4 kursi di bagian depan bilik. Lalu di bagian tengah ada 3 kasur lipat dan 2 karpet yang tentunya menjadi tempat mereka tidur. Dan ada beberapa alat-alat mereka untuk menebang pohon seperti kapak dan gergaji.

Agatha pun berkata pada pak Herman, “Umm pak. Boleh deh pakaian kami dikeringin seperti cara yang bapak bilang.”

“Siap neng. Ni uda siap koq api unggunnya sama tempat buat gantungin pakaian neng-neng pada.”, ucap pak Herman dengan semangat karena tidak lama lagi dapat melihat tubuh polos gadis keturunan yang putih seperti kami.

Kulihat Anastasya yang pertama melepaskan pakaiannya, dimulai dari kaos kuningnya lalu diikuti celana pendeknya. Kemudian Agatha menyusul teman kuliahnya itu dengan mencopot kaos putihnya lalu hotpants tidak lama juga sudah ditanggalkan.

Kini buah dada jumbo berukuran 36C milik Anastasya sudah terpampang tanpa penghalang. Dadanya terlihat basah, begitu juga pentilnya yang berwarna coklat muda juga basah.

Payudara sekal Agatha yang ukurannya kurang lebih sama sepertiku dengan pentilnya yang berwarna pink pun juga tersaji untuk dilihat oleh para pria itu. Buah dada Agatha juga basah seperti Anastasya.

Tidak menunggu lagi, Diana dengan cepat melepaskan kaos biru muda yang dari tadi melekat di tubuh rampingnya. Celana hotpants putihnya pun segera diloloskan dari kakinya.

Lalu aku pun mulai melepaskan pakaianku yang sangat basah ini. Aku melakukannya dengan pelan karena masih ada sedikit rasa malu harus bertelanjang bulat seperti ini di hutan dan di depan pria yang baru kukenal. Ini pertama kalinya aku akan bugil di tempat terbuka! Ada perasaan tegang bercampur penasaran apa yang akan terjadi di bilik ini.

Satu per satu, kami pun menggantung pakaian kami di atas gantungan yang dibuat oleh pak Herman tadi. Posisi gantungan tepat di atas api unggun sehingga hawa panas api dapat langsung mengenai pakaian basah kami.

Badan telanjang Selina cs basah


Aku menutup vaginaku dengan tangan kiriku sedangkan tangan kananku menutup payudaraku. Kulihat Agatha, Anastasya dan Diana juga melakukan seperti yang kulakukan.

“Ini neng ada tisu tapi gak banyak buat lap badan neng..”, pak Dedi memberikan sebungkus kecil tisu padaku. Aku pun berterima kasih pada pak Dedi. Kulihat matanya curi-curi pandang ke arah payudaraku yang terpaksa tidak bisa kututupi saat menerima tisu dari pak Dedi. Jakunnya sampe naik turun karena melihat tubuh polosku. Uh.. entah kenapa aku merasa ada sedikit gairah saat ditatap dengan nafsu seperti itu.

Pria-pria lain juga tidak kalah bernafsunya saat menatap tubuh kami berempat. Pria normal manapun pasti akan terpancing nafsunya jika melihat kami, empat gadis muda dengan tubuh putih mulus dan seksi bertelanjang bulat begini.

Aku pun membagi tisu yang kuterima itu kepada teman-temanku. Kami mulai melap wajah dan badan kami walaupun tidak terlalu ngefek karena tisunya hanya sedikit dan tipis bahannya.

“Neng neng pada duduk aja di deket api unggun sini buat angetin badan.”, tawar pak Herman sambil menunjuk api unggun.

“Oh iya pak. Makasih.”, ucap Agatha sambil duduk di salah 1 kursi.

Aku, Diana dan Anastasya juga segera duduk di kursi itu. Tangan kami dimajukan ke arah api sehingga kini badan kami tidak tertutupi sama sekali.

Kulihat mas Ucok berjalan mendekat ke kami dengan muka mesumnya dan mata yang jelalatan menatap tubuh polos kami. Ia lalu berkata dengan nada menggoda, “Duh mimpi apa aku bisa ngelihat empat bidadari di hutan ini. Hehe.”.

“ihh mas Ucok bisa aja. Masa kami dipanggil bidadari. hihihi”, timpal Diana sambil tertawa.

“Loh beneran koq neng-neng ini bak bidadari dari kahyangan. Putih dan cantik. Sempurna deh.”, kembali mas Ucok berseloroh.

“Iya Cok, dari muka sampe badan neng sempurna banget. Gak pernah saya lihat yang kayak neng. Cantiknya kayak bidadari.”, kini mas Guntur yang ikut nimbrung.

“Duh, mas-mas pada ngegombal deh. Hehe.”, ucap Agatha sambil tersenyum manis pada kedua pria itu.

“Loh, yang mereka bilang itu jujur neng. Bapak juga mau kalo punya bini kayak neng-neng pada. Maklum udah lama bapak menduda. Hehe.”, kini giliran pak Herman yang bicara sambil tersenyum mesum.

“Loh emang uda berapa lama pak menduda?”, tanya Anastasya.

“Udah 3 tahun ni neng. Istri bapak kabur sama pria lain.”, jawab pak Herman dengan muka agak sedih.

“Wah kasihan pak. Jadi selama ini ga ada wanita yang nemenin bapak tidur dong?”, ucap Diana sambil menatap pak Herman.

“Iya begitulah neng.”, jawab pak Herman. “Makanya pas liat neng-neng ini bapak jadi semangat. Hehe.”, sambungnya tidak lama.

“Ih semangat koq malah juniornya yang bangun si pak. hihi”, ucap Agatha sambil menunjuk tonjolan di celana pak Herman.

“Hehehe, cowok mana yang gak ngaceng kalo liat body semulus neng.”, ucap Pak Herman mulai berani vulgar.

“Betul pak Herman, saya juga ngaceng ni. Tuh liat neng.”, mas Ucok tidak kalah berani dan melepas celana pendeknya hingga hanya memakai celana dalam. Terlihat penis mas Ucok yang sudah tegang itu begitu panjang dan leher dan kepala penisnya sampai menyembul keluar dari celana dalamnya.

Melihat itu Diana sampai agak melongo. Aku juga takjub dengan panjang penis mas Ucok. Sepertinya itu penis terpanjang yang pernah kulihat.

“Ih mas Ucok jorok ih..”, ucap Diana dengan nada manja.

“Punya saya juga gak kalah sama punya Ucok neng. Nih liat.”, mas Guntur ikutan melepas celananya hingga hanya menyisakan celana dalam juga. Penisnya juga panjang hingga kepala penisnya agak menyembul keluar dari CDnya.

“Uhhh.. koq tiba-tiba badan saya makin dingin ya.. Kayaknya butuh yang panas panas nih..”, ucap Agatha sambil tersenyum menggoda.

“Iya nih.. aku juga kedinginan nih.. gimana ya?”, ucap Anastasya kini sambil memegang buah dada besarnya itu dengan kedua tangannya.

“Wah neng-neng butuh diangetin nih? Sini bapak peluk biar anget.”, pak Herman mulai berani.

Mendengar itu para pria lain pun mulai berjalan mendekat ke api unggun ini.

“Wah wah saya juga bisa ni angetin badan neng.”, ucap Pak Heru.

“Sa sa ya.. ju ju ga.. bi bi bi sa a angetin ba badan neng.. hehe..”, pak Wanto yang gagap juga menimpali.

“Bapak juga siap neng buat angetin! Haha.”, ucap pak Dedi tidak mau kalah.

“Boleh pak. Angetin Diana dong.”, ucap Diana sambil menggit bibirnya dengan wajah yang sudah terlihat horny.

“Aku juga boleh pak diangetin..”, timpal Agatha sambil mengangkat kedua tangannya ke belakang kepalanya sehingga payudaranya yang bulat itu makin menonjol indah.

“Ih aku juga mau nih. Dingin..”, Anastasya tidak mau ketinggalan dan kini bahkan agak mengangkangkan kedua kakinya sehingga vaginanya terpampang jelas.

“Nah neng deh yang pilih mau diangetin sama siapa?”, tanya pak Herman.



“Aku sama pak Heru dan pak Dedi deh. Dua biar lebih angethh..”, ucap Diana sambil meremas payudaranya dan mengelus vaginanya yang berjembut lebat itu. Dengan sigap, pak Heru dan pak Dedi memeluk Diana sambil tangan keduanya menggerayangi tubuh temanku itu.

“Aku mau diangetin sama pak Herman yahh..”, ucap Agatha sambil menggunakan jarinya meminta pak Herman mendekatinya.

“Siap neng. Hehehe.”,ucap pak Herman sambil terkekeh dan mendekati Agatha lalu memeluk tubuh basahnya.

“Mas Ucok dan mas Guntur sini angetin akuhh..”, Anastasya berdiri dan berjalan mendekati kedua pria muda itu. Mas Ucok dan mas Guntur memeluk Anastasya sambil memainkan payudara dan vaginanya.

Pak Wanto sempat menatapku tapi berhubung dari tadi aku hanya diam maka mungkin ia tidak berani dan ia pun berjalan mendekat ke Agatha dan Pak Herman yang sedang asyik bercumbu penuh nafsu. Ia memeluk Agatha dari belakang lalu meraba-raba tubuh Agatha yang putih sehingga terlihat bagaikan hotdog dengan daging putih diantara jepitan dua roti hangus. Kedua tangan pak Wanto yang tadi memeluk kini meremas-remas buah dada Agatha dari belakang dengan sangat nafsu.



Kulihat bagaimana kini Diana sedang memberikan servis blowjob untuk Pak Heru sambil menduduki wajah pak Dedi yang sedang asyik menjilat dan menghisap memeknya dengan rakus. Pak Heru meracau menikmati sepongan Diana sambil meremas kedua payudara Diana dengan tangannya yang kekar. “Aahh sepongan neng Diana asoy nih..”, ceracau Pak Heru. “Mmmhhh…nanti bapak.. mmh.. harus bisa.. mmmmh.. bikin Diana.. ahhh.. enak ya.. mmmmmmhhh…”, ucap Diana di sela hisapan mulutnya. “Pasti non.. hehe..”, jawab pak Heru. Sedangkan pak Dedi masih terus menghisap memek Diana yang berjembut lebat itu hingga terdengar suara ‘sllllrrrpppppp.. slllrrrpppppppp’.

Kuarahkan pandanganku ke Anastasya dimana kini mas Ucok dan mas Guntur kompak sedang menghisap kedua puting susu Anatasya sambil tangan mereka juga mengerayangi perut hingga vaginanya. Terdengar Anastasya mendesah-desah keenakan, “Ssshhhh.. isep terus mas pentilku.. ahh.. gigitnya pelan-pelan aja.. iyahhh gitu..”.
“Sllrrpp.. siap neng Tasya. Sllrrrppppp.. pentil neng mungil tapi mancung.. mas demen.. ”, timpal mas Guntur di sela hisapan mulutnya di puting susu Anastasya. “Iya Tur. Ni pentil kenyal-kenyal enak banget buat dikenyot. Haha. Slurrrppppp..”, ucap mas Ucok.
“Ahh.. shhhh.. enaknya diisep dua putingku sekaligus gini.. ahhh.. ”, desah Anastasya dengan mata merem melek.



Sungguh begitu panas foreplay yang sedang berlangsung, dimana tubuh-tubuh gadis cantik berkulit putih mulus dan basah sedang bergumul dengan pria-pria berkulit gelap dan kasar. Melihat pertunjukan liveshow di depanku membuatku mulai dilanda birahi yang kuat. Kurasakan vaginaku mulai lembab hanya dari tontonan hot interracial di depanku ini. Aku yang tidak tahan lagi pun mendekati pak Wanto yang sedang asyik menyusu pada Agatha selagi Agatha sedang memblowjob penis pak Herman sambil berbaring di atas kasur lipat. Kupegang tangan kokoh pak Wanto dan kutatap dia dengan pandangan sayu karena aku sudah sangat horny.

Melihatku yang menatapnya begitu, Pak Wanto pun melepaskan pelukannya di Agatha dan segera berdiri mendekatiku.

Ditatapnya mataku sambil berucap, “neng.. ke kedinginan yah? Ma ma mau bapak a angetin?”

Aku masih dengan pandangan sayu menjawabnya, “Iyahh pak.. angetin Selina yah..”

Lalu tubuhku yang masih agak basah ini dipeluknya dan bibir kami pun bertemu. Kami berciuman dengan sangat hot sambil tanganku memeluk lehernya. Sedangkan Pak Wanto meremas-remas pantatku yang bulat ini dengan nafsu.

“ummmmm.. mmmmhhh..mmm..”, hanya suara itu yang keluar dari kedua bibir kami yang sedang bertautan. Kugunakan lidahku untuk bermain di mulutnya karena gaya ciuman pak Wanto pasif.

Kusentil-sentil lidahnya dengan lidahku, memancingnya untuk ikut menari dalam mulutnya. Akhirnya ia pun ikut menggerakkan lidahnya untuk beradu dengan lidahku. Lidah kami saling belit dengan liarnya menimbulkan suara cukup keras, ‘sllrrruuppppp.. slrrruuuppp’.

Setelah puas berciuman, pak Wanto pun mengarahkan bibirnya ke leherku. Dijilatinya dan dicumbunya dengan nafsu dan terus bergerak turun ke dadaku. Dicumbunya buah dada kiriku yang montok ini dengan begitu liar sambil tangannya yang kekar meremas payudaraku yang kanan. Putingku yang sudah mancung disentil dengan lidahnya, membuatku menggelinjang karena geli sekaligus nikmat.

“Ssshhhh.. pak…”, desahku merespon permainan lidahnya di pentilku.

“Na.. na napa neng? Ma mau di di setop?”, tanya pak Wanto pura-pura bodoh, tentu saja dia tau apa yang kurasakan. Dia hanya mau menggodaku saja.

“Nghhh.. enak pak.. terus.. isep putingku..”, jawabku sambil melenguh dan meremas rambut cepaknya.

“Si si siap neng..”, timpalnya dan lalu mengenyot lagi pentil susuku. Kini diarahkan bibirnya ke puting susu yang kanan. Dihisapnya dengan bernafsu membuat putingku yang sudah tegak ini makin keras.

Aku pun berinisiatif meraba-raba selangkangannya yang masih terbungkus celana dan CD ini. Kupegang tonjolan di celananya yang sudah keras itu. Pak Wanto pun meraih kancing celananya dan lalu melepaskan celana sekaligus celana dalamnya.

Terlihatlah penis si pria paruh baya yang sedang sibuk menyusu di payudaraku itu. Penisnya berwarna coklat sangat gelap dan ukurannya cukup tebal walaupun panjangnya standar saja. Kugenggam batang penis gelapnya yang sudah keras itu dengan tanganku yang putih. Sungguh warna kulit tanganku dan penis pak Wanto begitu kontras.

Kukocok-kocok penis pak Wanto di genggamanku dengan gerakan naik turun, membuat pak Wanto melenguh di sela kenyotannya di puting susuku. Seakan ingin membalas perbuatanku, tangan kanan pak Wanto yang tadi hanya memegang tubuhku kini digunakannya untuk menggerayangi area vaginaku.

Dielus-elusnya permukaan area kewanitaanku yang masih hampir tanpa rambut kemaluan itu. Tidak lama jari-jarinya pun mulai bekerja menggesek-gesek bibir memekku.

“Oohhh pak.. masukin jari bapak ke memekku.. ahhh iyahhhh gituhh.. nghhh..”, pintaku sambil merintih karena menikmati jari-jarinya yang bergerilya di vaginaku.

Jari-jarinya mencolok vaginaku yang sudah basah oleh cairan cintaku. Dengan cepat digerakkannya jari-jarinya dengan terampil keluar masuk di vaginaku. Sungguh nikmat kocokan jari pak Wanto di lubang vaginaku membuatku mendesah-desah keras.

“Ahhh pak Wanto.. oohhh terus pak.. kocok memekku.. ahhh!”, ceracauku sambil memejamkan mataku.

Pak Wanto menstimulasi klitorisku dengan jari-jarinya membuatku makin blingsatan oleh rasa nikmat ini. Kurasakan gelombang orgasmeku makin dekat. Otot vaginaku mengejang saat orgasme itu tiba. Kukatupkan kedua pahaku menjepit tangan pak Wanto yang terus mengocok vaginaku dengan cepat.



Kudongakkan kepalaku dan melepaskan lenguhan orgasme, “Ngghh pak.. aku keluar.. aaahhhhhh!”. Beberapa kali vaginaku menyemburkan lendir orgasmeku hingga membasahi jari-jari dan tangan pak Wanto. Aku terengah-engah setelah orgasme akibat teknik fingering pak Wanto. Kulihat pak Wanto menjilati jarinya yang basah oleh cairan orgasmeku.

“Sllrrrruuupppp.. gu gurih neng len len lendir memeknya..”, ucap pak Wanto setelah mengulum jarinya sampai bersih dari cairanku.

“Ki kita nge ngewek se se sekarang ya neng.”, ucap pak Wanto dengan tergagap.

“Iya pak.. puasin Selina ya..”, ucapku dengan wajah horny menatap pria tua ini.

“Ba ba baik neng Se Selina. Tolong nung nungging ya.”, timpalnya sambil mengarahkanku menungging di atas sebuah kasur lipat..




~ BERSAMBUNG ~


NB : Dilarang Mengcopy Cerita Ini Ke Blog / Website Manapun Tanpa Seizin TS.
Mantap. Semoga chapter selanjutnya makin liar
 
Bimabet
What an intro.... Hahaha
Eild party in the wild about to begin
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd