Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY SEXFLU 2030

Dari semua episode yang sudah dipublikasikan, episode mana yang jadi favoritmu?


  • Total voters
    143
Bimabet
Sexflu. Pandemic. Hmmm, unique story regarding the world condition.
Right now, put my claws mark here and read it later.
:beruang:
 
Mana ini kelanjutannya. Apa kena efek PSBB. hehe

:motor6: gowes dulu dah sambill menanti update
 

STORY 7: GOWES


Sejak New Normal diberlakukan, aktivitas masyarakat pun berangsur semakin dilonggarkan. Toko-toko mulai kembali buka, restoran dapat melakukan dine in dengan batas pengunjung 50%, kantor-kantor dapat kembali buka dengan shift karyawan, begitu pula dengan ruang-ruang publik. Dalam kondisi ini, salah satu kegemaran masyarakat adalah berolahraga, terutama bersepeda.

Entah kenapa, tren bersepeda muncul kembali di kala pandemi Sexflu. Orang-orang kaya mulai kembali mengeluarkan sepeda Brompton mereka. Sementara mereka yang keuangannya terbatas sudah cukup puas dengan sepeda gunung ala kadarnya. Salah satunya adalah tiga sahabat: Randi, Dino, dan Ayu.

Berhubung kelas kuliah mereka masih belum aktif seperti sedia kala, para mahasiswa semester tiga itu pun memiliki banyak waktu luang. Demi menjaga kesehatan dan kewarasan, mereka pun sepakat untuk bersepeda bersama di pagi itu.

Randi dan Dino sudah siap dengan sepeda mereka masing-masing serta pakaian olahraga khas pesepeda, lengkap dengan helm dan sarung tangan. Kedua pria itu menunggu di depan gerbang sebuah rumah bertingkat yang cukup asri.

"Aaaaayuuu! Main yuuuuk!" teriak Dino.

"Njir, kaya anak SD aja lu," ucap Randi.

"Abisnya, Si Ayu dari tadi ditelepon nggak diangkat-angkat. Ngapain sih, dia? Keburu siang, nih!"

"Yahh, namanya juga cewek."



Tak lama kemudian, pintu gerbang rumah itu pun dibuka. Seorang wanita muda cantik berkulit putih cerah keluar sambil menuntun sepedanya. Ia mengenakan baju pesepeda ketat berwarna abu-abu dengan celana pendek ketat berwarna senada serta helm dan sarung tangan. Pakaian itu jelas menunjukkan lekuk tubuhnya yang ramping dan proporsional.

Kedua sahabat prianya saling lirik, ini pertama kali mereka melihat Ayu mengenakan pakaian ketat yang menonjolkan bentuk tubuhnya. Biasanya, saat pergi ke kampus Ayu selalu mengenakan kemeja longgar dan celana jeans biasa. Kadang-kadang, ia juga mengenakan dress vintage, tapi tak pernah ketat atau terlalu terbuka.

"Sori, Bro! Gue tadi nyetel sepedanya dulu, biar asoy digenjotnya," kata Ayu sambil naik ke atas jok sepeda. Pantatnya yang bulat dibalut celana ketat itu kini terlihat kenyal karena menekan jok sepeda.

"Nyetel sepeda apa nyetelin baju sama make up?" tanya Dino.

"Sialan, lo! Emang ada yang salah ya sama baju gue?" tanya Ayu.

"Nggak salah, sih. Bagus malah," gumam Dino.

"Iya, bagus kok. Gaya banget lo, kaya atlet," timpal Randi.

"Yah, ga ada salahnya kan, sekali-kali gue agak gaya. Siapa tau ketemu jodoh," ucap Ayu sambil tertawa.

Mendengar candaan itu, baik Randi maupun Dino tak ada yang menimpali. Sebenarnya, ada cinta segitiga yang tak terucap di antara mereka. Dino sudah lama menyukai Ayu, tapi ia mengetahui bahwa Randi pun diam-diam menyukai Ayu. Randi dan Dino akhirnya sepakat begitu saja untuk tak merusak hubungan persahabatan mereka bertiga. Mereka pasrah menunggu bila suatu saat Ayu akan menyadari perasaan mereka dan kemudian memilih salah satu di antara mereka--atau tidak sama sekali.

Ketiga muda-mudi itu pun bersepeda beriringan di pinggir jalan raya ibukota. Ayu biasanya berada di tengah atau di paling depan, tapi tak pernah paling belakang. Tujuannya agar ia selalu dalam penjagaan kedua sahabatnya. Terkadang, Randi atau Dino yang berada di belakang Ayu akan setengah mati menahan diri untuk tidak menatap ke arah bokong Ayu atau melirik ke arah tonjolan sepasang payudaranya. Bagaimanapun, mereka hanya lelaki biasa.

Mereka mengamati kondisi ibukota pada masa new normal ini. Beberapa toko dan pom bensin memperlihatkan rambu bertanda B3. Artinya, di tempat-tempat tersebut memberikan layanan B3 darurat bagi para penderita Sexflu. Di tempat lain, pemerintah juga telah menyediakan Sexflu Drive-Thru, yaitu layanan drive thru untuk meredakan gejala penderita Sexflu yang mengalami kondisi darurat saat bepergian.

Randi dan Dino sempat bercanda mengajak Ayu melewati area drive-thru tersebut, tapi Ayu malah mengajak mereka ke tempat yang lebih tenang di pinggiran ibukota.

“Kita ke area hutan kota aja yuk, di sana nggak banyak orang, udaranya sejuk,” kata Ayu saat mereka sedang istirahat minum di tepi jalan.

“Tapi kan di sana jalanannya banyak akar pohon,” kata Randi.

“Nggak kok, sekarang udah ada jalur pesepedanya juga. Gue liat di IG kemarin,” kata Ayu.

Akhirnya, mereka setuju untuk pergi ke area hutan kota yang lebih sepi. Sepanjang jalan, Randi dan Dino sama-sama tak bisa berhenti mengagumi kecantikan dan keindahan Ayu, sahabat mereka sendiri yang sudah mereka kenal sejak setahun lalu. Terkadang, di antara mereka ada usaha untuk berebut perhatian Ayu, kadang ada pula rasa cemburu. Meski mengutamakan persahabatan di atas segalanya, tetapi rivalitas antar pria tak bisa hilang begitu saja.

Setelah tiba di area hutan kota, tampak laju sepeda Ayu semakin melambat. Melihat Ayu yang mulai tertinggal di belakang, Dino menghampirinya.

“Lo nggak pa-pa, Yu?” tanya Dino.

Ayu berhenti di tepi jalan dengan napas terengah-engah. “Ngg… gue nggak apa-apa kok. Cuma … agak cape aja.”

Melihat kedua rekannya berhenti, Randi pun ikut berhenti. “Kita istriahat dulu aja. Lo duduk aja dulu, Yu. Minum gue masih banyak nih.”

Meski keringat mengucur di pipinya, Ayu tetap menggeleng. “Tenang, gue baik-baik aja. Yuk lanjut, nanti keburu panas jalan pulangnya.”

Melihat tekad Ayu yang tak tergoyahkan, Randi dan Dino hanya bisa mengangguk. Mereka melihat Ayu yang bersusah payah meletakkan selangkangannya di atas jok sepeda. Ketika jok sepeda itu menempel pada selangkangan dan pantatnya, tiba-tiba saja Ayu menjerit--atau lebih tepatnya, mendesah.

“Aaaah….!”

“Yu, lo kenapa?” tanya Dino.

“Jangan maksain diri, kita tungguin kok,” kata Randi.

Namun Ayu tidak mau disuruh beristirahat dulu. Ia tetap menduduki jok sepedanya dengan napas terengah dan menggigit bibirnya sendiri seolah menahan sesuatu.

Perlahan, Ayu mengayuh sepedanya menelusuri jalur khusus pesepeda. Di belakangnya, Randi dan Dino mengikuti sambil terus merasa khawatir. Di area itu, kebetulan memang tidak ada pesepeda lain selain mereka bertiga.

Saat berbelok di sebuah jalur, tiba-tiba saja Ayu berhenti. Keningnya bersandar pada stang sepeda, sementara punggungnya naik turun dengan napas yang semakin memburu.

“Bro, mmh ….. Gue ... minta waktu dulu ya …. sebentar,” kata Ayu.

“Tuh kan, gue bilang juga apa. Lo tuh kecapean,”kata Dino.

“Mungkin badan lo lagi kurang fit kali? Sini, mending lo selonjoran dulu, atur napas, minum.” Randi membantu Ayu memarkirkan sepedanya di bawah pohon. Mereka berdua pun membantu Ayu untuk duduk berselonjor di atas rumput sambil melepaskan helmnya. Ia membuka ikatan rambut Ayu dan membiarkan rambut panjangnya tergerai.

“Sori nih, Ran, Din… Gue … boleh minta tolong nggak?” tanya Ayu.

“Tolong apa?” tanya keduanya.

“Gue… mmm… gue butuh waktu sendiri … mmm… privasi… lima belas menit aja. Kalian bisa nggak agak … menjauh,” kata Ayu sambil berusaha mengatur napas.

“Hah? Kenapa?” tanya Dino bingung.

“Jangan-jangan … lo mau kencing ya, Yu? Atau mau boker?” tanya Randi lagi.

“Bukan, begooo! Aduuuh… pokoknya pliis dong, kasih gue privasi sebentar ajah… uhh….” ucap Ayu sambil berusaha tertawa, tapi napasnya masih tak terkendali.

“Oke, oke deh,” jawab Randi. “Kalau gitu kita pergi ke … ke mana ya.”

“Jangan jauh-jauh juga, gue takut Ayu kenapa-napa,” kata Dino.

Melihat kedua sahabatnya tak juga pergi, Ayu mulai tak sabar. “Haduh…. Yaudah … lo berdua … mmh … balik badan aja deh….”

Akhirnya, Dino dan Randi menuruti permintaan Ayu. Mereka membalikkan badan ke arah pepohonan.

Mereka tidak tahu apa yang sedang dilakukan Ayu di belakang mereka, tetapi lama kelamaan mereka mendengar suara napas Ayu semakin nyaring, suara desahannya semakin jelas. Keduanya menahan diri sekuat tenaga untuk tidak menoleh ataupun mengintip.

“Ahhh…. Mmm…. mmmhh….”

Suara desahan dan lenguhan itu semakin lama semakin membuat penasaran. Sekitar lima belas menit mereka berdiri membelakangi Ayu, hingga akhirnya Dino memutuskan untuk menoleh ke belakang, diikuti oleh Randi.

Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat Ayu sedang dalam posisi telentang. Kedua pahanya terbuka mengangkang, sementara jari tengahnya ia gunakan untuk menggesek-gesek vagina dari luar celana pendeknya.

“Anjir! Lo ngapain, Yu!” jerit Dino.

“Aaaah…. Mmmh… gue … sori … gue ngerahasiain dari kalian, sebenernya … sebenernya gue …” ucap Ayu di sela-sela desahannya.

“Jangan bilang lo kena Sexflu?” ucap Randi.

Ayu hanya mengangguk, membenarkan dugaan tersebut. Matanya sayu, mulutnya sedikit terbuka, sementara jarinya masih bersusah payah merangsang vaginanya sendiri. Dari balik baju sepedanya yang ketat, samar-samar terlihat sepasang puting yang menonjol.

“KIta harus gimana?” tanya Dino.

Dino dan Randi saling pandang, kemudian bersama-sama melihat ke arah Ayu yang semakin tampak kepayahan. Nyawa sahabat mereka sekaligus gadis yang mereka sukai kini sedang dalam bahaya oleh virus Sexflu.

“Ran… Din …,” ucap Ayu. “Gue udah nggak bisa…. Hahhh… gue sesak … gue horny … tolongin gue…. uuhh…..”

Dalam kondisi itu, Randi dan Dino hanya bisa mengangguk bersama-sama. Mereka tidak yakin apa yang dapat mereka lakukan. Mereka ingin menolong Ayu, tapi perasaan di antara mereka terasa begitu kompleks, dan mereka khawatir hal ini akan menjadikannya semakin kompleks.



Bersambung
 
Terakhir diubah:
Mantap hu, menyambut normal baru dengan target baru... Bagus banget TO, konsep cerita sama updatenya. Juaralah hu:thumbup:thumbup:thumbup
 
setelah sekian lama akhirnya update lagi eh dapet kentang goreng, wkwkwk

makasih update nya Hu, bikin penasaran aja nih baca lanjutannya 😁
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd