Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

So, WHAT THE F***K HAPPENED?

Bimabet
Part 3



Pagi hari aku terbangun dengan posisi merangkul Keisha. Dia tertidur dalam pelukanku. Setiap aku bergerak dia selalu merapatkan pelukannya seolah-olah tak mau aku pergi. Pahanya menimpa batang penisku, yang membuatnya malah makin mengeras. Terlebih lagi setiap kali bangun, kaum Adam selalu bangun itunya di pagi hari. Ya, aku ngaceng, ditambah tubuh telanjang adikku yang menggiurkan ini menempel. Kayaknya satu ronde saja untuk memulai hari gak papakan?

Aku sekarang berguling ke atas tubuh Keisha. Dia sepertinya masih tidur. Di bawah sana aku sudah nakal sekali dengan menggesek-gesekkan kepala Joni ke liang senggamanya. Well, tentu saja liang senggamanya kering. Aku perlu merangsangnya terlebih dulu.

Bibirku sudah beraksi menciumi wajah Keisha. Kecupan-kecupanku mendarat di tempat-tempat yang membuatnya terangsang. Well, mau gimana lagi? Keisha masih tidur, sehingga aku berusaha untuk menyentuh tempat-tempat yang benar-benar membuatnya terangsang, seperti leher, payudaranya, lipatan ketiaknya.

Tiba-tiba aku teringat memori di malam itu. Aku teringat bagaimana Keisha yang mabuk menatapku sayu. Ah, iya aku ingat. Aku sangat terpesona dengan payudaranya sehingga aku mengisap dan menggelitiki payudaranya dengan lidahku. Kini hal itu aku ulangi lagi. Benar-benar buah dada yang indah.

“Kakaak…ehm…..,” desis Keisha. Ternyata dia juga bangun.

“Dek, satu ronde lagi yuk!” ajakku.

Keisha mengangguk. “Cium dulu!” ucapnya manja.

Aku pun menciumnya. Kami berpagutan walaupun belum gosok gigi. Nggak masalah sih, kami sudah saling mencintai satu sama lain. Menerima apapun yang keluar ataupun yang tersimpan di dalam tubuh kami. Keisha tersenyum manis setelah membuka matanya dari ciuman kami. Memeknya pun mulai basah dan tanpa diaba-aba penisku meluncur begitu saja ke dalam.

“Aahhh,” lenguh kami bersamaan.

“Masuk lagi, Kak?” tanyanya.

“Iya, aku ketagihan memekmu,” jawabku.

“Entot lagi, kak,” pintanya.

Dan pagi itu pun aku menggenjotnya lagi. Matahari sudah muncul, aku tak mau lama-lama karena Keisha juga mau sekolah. Alhasil, pagi itu aku peluk Keisha dan kugenjot dengan kecepatan tinggi, yang penting aku segera menuju puncak.

“Cepetan ya kak, Keisha sekolah hari ini. Nggak mau telat,” ucapnya.

“Iya, Kei. Kakak cepetin,” kataku.

Aku genjot Keisha sambil kuremas-remas buah dadanya. Kaki Keisha mengunci pinggangku dan pinggulnya ikut bergoyang. Memeknya mencengkeram kontolku kuat-kuat. Ahh… sensasi ini. Buset dah, belum sampai sepuluh menit aku menggenjotnya dan aku pun hampir jebol.

“Kei, terima pejuhku,” kataku.

“Iya kak. Lepaskan aja. Keisha akan terima pejuh kakak di rahim Keisha,” ucapnya.

Dan mau gimana lagi. Semburan sperma pagiku yang hangat kembali membasahi rahimnya. Aku saat itu tak peduli dia akan hamil atau tidak karena perbuatanku. Kami berdua sama sekali tak memikirkannya.

Setelah pergumulan singkat itu, aku memakai bajuku, lalu keluar dari kamar Keisha. Jantungku nyaris copot saat melihat Vivian sudah berdiri di depan kamar Keisha.

“Begitu ya, pantesan aku cari di kamar nggak ada, tahunya lagi ngentot kalian,” ujar Vivian.

“Eh, Kak Vivian. Anu, yang tadi itu…,” aku bingung menjelaskannya.

Vivian mendekatiku. “Awas kalau kamu sampai sakiti Keisha!” ancamnya sambil meremas penisku.

“Aduh, enggak Kak. Suwer. Keisha nggak aku apa-apain,” kataku.

“Tapi kau udah entotin dia. Crot dalem?” tanyanya.

“I-iya,” jawabku jujur.

Kepalaku pun ditoyor. “Bego ya? Ntar kalau dia hamil gimana?”

Saat itulah aku sadar. “Waduh. Iya ya.”

“Dasar. Otak mesummu dipake. Emangnya Keisha tahu kalau dia masa subur atau tidak? Kalau sampai dia hamil gimana?”

“Lha kakak sendiri kemarin aku crot dalem nggak protes,” selaku.

“Ya karena aku tahu kalau aku nggak subur. Kan bego kamunya. Awas, ntar kalau sampai Keisha hamil. Tanggung jawab kau!”

Aku menelan ludah.

“Dasar, ini barang kalau dikasih angin ganas banget,” kata Vivian sambil mengocok joniku dari luar celana. Setelah itu dia tinggalkan aku. Aku Cuma meringis saja dengan kelakuannya.

Sekarang, aku yang panik. Iya. Bagaimana kalau Keisha nanti hamil?

Pagi itu berlalu seperti biasa. Kak Vivian pergi kerja. Keisha pergi sekolah diantar papa. Tinggal aku dan mama di rumah. Aku mengurung diri di kamar. Bingung harus bagaimana. Tentunya aku tak bisa membayangkan punya anak dari hubungan incest. Incest itu terlarang karena akan menjadikan keturunan dari incest itu punya penyakit genetik.

Lama aku merenung di kamar sampai-sampai tak terasa mama memanggilku dari tadi. Pintu kamarku diketuk, tapi aku tak fokus, sehingga mama pun masuk.

“Vale, kamu nggak kuliah?” tanya mamaku.

Aku terkejut. “Eh, mama. Maaf, ma. Enggak. Vale mau di rumah aja hari ini.”

“Kok gitu? Ada apa memangnya?” tanya mama.

Hari itu mama memakai kaos lengan panjang warna putih dan celana legging. Bodinya sungguh aduhai. Kakinya bisa tercetak pas di legging itu. Aku sudah melihatnya berkali-kali dan nggak kebayang aja kalau orang yang melahirkanku ini pernah aku entot kemarin.

“Enggak apa-apa ma,” kataku.

Mama lalu duduk di ranjang. Dia mengusap kepalaku untuk memeriksa apakah aku baik-baik saja atau tidak. “Kamu nggak sakit kok, trus kenapa?”

Aku lalu bangkit dari tidurku lalu duduk di sebelahnya. Kemudian aku menceritakan apa yang terjadi denganku dan Keisha. Juga yang aku alami kemarin bersama Kak Vivian. Aku harus jujur kepadanya. Sebab ini adalah konsekuensi terhadap apa yang aku lakukan.

“Gitu ma, jadi aku takut kalau Keisha sampai hamil,” kataku.

Mama mendesah. “Ya, ini kesalahan mama juga sih. Seharusnya malam itu kita nggak mabuk. Mama juga salah.”

“Trus gimana, Ma?” tanyaku.

“Tunggu saja sampai adikmu pas hari datang bulannya. Itu satu-satunya cara untuk mengetahui adikmu hamil atau tidak,” jawab mama.

Aku kemudian mengangkat lututku dan memeluk kakiku. Saat ini aku bingung. Jelas aku telah merusak masa depan adikku. Bahkan, kalau misalnya adikku hamil, ini juga salahku. Aku bisa jadi ayah dari anaknya. Ah, memikirkannya saja membuat otakku kacau.

Dasar. Apa sih yang ada di pikiranku? Otak mesum. Yang dipikirkan Cuma ngentot aja. Tidak memikirkan efek yang akan aku terima nantinya.

“Ya sudah sana, kamu mandi dulu! Habis itu bantuin mama,” kata mama. Mama beranjak dari tempat duduknya keluar kamar.

“Bantu apa ma?” tanyaku.

“Bantu ngecak tembok belakang. Daripada mama sewa tukang, mending kamu yang bantu ngecat,” jawab mamaku.

Setelah itu aku pun mandi sesuai dengan anjuran mamaku. Untuk sesaat aku tidak memikirkan masalah barusan. Terlihat juga mama merasa bersalah. Tapi, mau gimana lagi. Ini memang kesalahan kami, bukan saja kesalahanku. Namun, di usiaku yang sekarang ditambah baru saja merasakan enaknya yang namanya seks, sudah pasti pikiran jorokku pun kembali lagi.

Tembok belakang rumah memang cukup dekil, karena hujan dan panas. Ada jamur dimana-mana. Aku membersihkan tembok tersebut terlebih dahulu, kemudian melapisinya dengan cat anti air. Sehingga jamur tidak bisa tumbuh dan air hujan tidak merembes masuk ke dalam. Setelah itu baru aku lapisi dengan cat berwarna oranye. Hasilnya cukup bagus.

Setelah pekerjaanku selesai, aku mendapati mama sedang menjemur pakaian di halaman belakang rumah. Rumah kami di kelilingi tembok tinggi dan belakang rumah persis adalah rumah tetangga. Sehingga aktivitas di belakang rumah tidak ada yang tahu. Jemuran bajunya cukup banyak, tapi bukan itu yang menjadi fokusku.

Mama sudah berganti baju mengenakan daster. Mungkin karena harus nyuci sehingga takut bajunya basah, jadi sekarang memakai daster yang lebih praktis. Tapi ada yang aneh. Dari lubang daster di ketiaknya, aku tidak melihat ada tali bra atau sejenisnya. Dan lebih parahnya aku lihat bagian depan dasternya ada sesuatu yang menonjol. Mama nggak pakai bra.

Aku terbengong-bengong untuk beberapa saat. Setelah itu aku bergegas masuk ke dalam untuk menyimpan cat dan berbagai peralatan. Setelah itu aku kembali ke halaman belakang. Mama masih menjemur baju, tetapi entah kenapa otak kotorku sekarang menguasaiku. Kontolku jadi ngaceng melihat mama. Pantatnya yang bahenol, kulitnya yang mulus, apalagi ketika aku tahu tubuh telanjangnya sudah aku entot. Aku merasa ingin merasakan lagi dalam keadaan sadar.

Perlahan aku mendekati mama. Setelah itu aku peluk dia dari belakang. Mama tak melawan, malah terus melakukan aktivitasnya.

“Ma, sebenarnya apa yang terjadi malam itu? Aku nggak ingat apa-apa,” kataku.

“Yah..kita berempat mabuk. Mama juga sampai terbawa suasana,” jawab mama.

Aku kemudian memberanikan diriku untuk meremas payudara mamaku. “Aku giniin mama?”

“Eh, kok nakal ya?” tanya mamaku sambil menepis tanganku, tapi aku tak bergeming. Mama malah mendiamkannya.

Aku tak memberi kesempatan mamaku, segera aku ciumi tengkuk dan lehernya. Kemudian jari telunjukku sudah mempermainkan putting susunya. Mama memejamkan mata dan berdesis. Aku yakin di dalam pikiran mamaku juga masih teringat apa yang terjadi malam itu.

“Jujur, mama selalu teringat malam itu. Entah kenapa mama selalu bergairah kalau ingat ngentot ama kamu, Vale,” kata mama.

“Jadi, mama juga?”

Mama mengangguk. “kita masuk yuk?” ajak mama.

Kami berdua lalu masuk. Mama menggandeng tanganku, kemudian mengajakku masuk ke dalam kamarnya. Kamar tempat kami pertama kali ngentot saat mabuk. Sebenarnya bingung juga siapa yang sange, tapi kami berdua langsung berbelit lidah dan dengan cekatan mama membantuku melepaskan baju, aku membantu mamaku melepaskan bajunya.

Iya, emang ****** sih. Tahu dia mamaku malah aku terangsang eh, ternyata mama juga terangsang. Kami sama-sama sange.

Setelah tubuh kami tanpa busana, kami berdiri dan saling menatap tubuh kami masing-masing. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan. Namun, kontolku sudah ngaceng dan berkedut-kedut menghadap mamaku.

Mama mendekat dan tubuh kami akhirnya menempel lagi. Kami bercumbu, berciuman sambil berdiri. Kedua tanganku memeluk mamaku, mama juga memelukku. Seperti pelukan orang tua kepada anaknya, tetapi aku tak bisa menyembunyikan diri kalau penisku yang bersinggungan dengan perutnya merasa keenakan.

“Mama sebenarnya kepingin ngajak kamu ngentot tadi pagi,” ucap mama.

“Trus, kenapa mama nggak bilang?” tanyaku.

“Ya malulah, terlebih lagi kamu curhat. Jadinya mama urungkan niat mama,” jawab mama.

“Ma, aku ingin banget ngentotin mama, tapi bingung kalau nanti mama hamil gimana?” tanyaku.

“Jangan khawatir. Mama tahu apa yang mama lakukan,” jawab mamaku.

“Jadi?”

“Lakukan saja. Mama jujur ketagihan ama ini,” kata mamaku sambil mengocok kontolku, “kontol papamu rasanya nggak cukup untuk muasin mama.”

Aku jadi merasa bersalah kepada papa. “Bagaimana papa ma?”

“Kita sudah berbuat dosa, tapi mau bagaimana lagi, sekalian saja kita nikmati. Toh, kita sama-sama membutuhkan,” ucap mama, “sebaiknya kita simpan saja ini dari papa.”

Aku mengangguk, dan kini mencium mamaku lagi. Perlahan-lahan kami pun berada di atas ranjang mamaku. Mama merebahkan diri dan siap untuk aku garap.

“Mau menetek ama mama?” tanya mama.

“Tentu saja ma. Vale suka tetek mama, besar…ahmmm,” ucapku sambil menyedot pentilnya. Mama menggelinjang. Dia meremas-remas rambutku menahan semua gejolak rasa geli.

Kedua tanganku terus meremas-remas buah dadanya, menghantarkan rangsangan demi rangsangan ke mamaku. Lidahku pun menari-nari tanpa henti, menggelitik pentilnya kiri dan kanan. Mama merintih-rintih ketika aku mulai menggelitik payudara sampingnya, menuju ke ketiaknya yang mulus.

“Vale…ohh… mama kamu apain nak? Enak banget,” keluhnya.

Tanganku kini sudah berada di memeknya. Memek yang dulu aku keluar dari sana. Kini aku gelitik dengan jariku. Menusuk dan mengocoknya. Klitorisnya pun aku gesek-gesek. Tak ayal lagi perempuan paruh baya yang aku kagumi dan masih seksi ini menggelepar-gelepar.

“Ahh… Vale, apa ini? Ohh….mama nggak kuat…tidaaakk….aaaaaahhhhh!!” jerit mama. Semakin mama merintih aku semakin kencang mengocok vaginanya. Hingga kemudian tubuhnya melengkung dan semburan-semburan kecil keluar dari bibir vaginanya.

Aku menunggu mamaku sampai orgasmenya selesai. Dia mengatur napasnya sejenak, menikmati hormon endorphin yang sekarang membasahi otaknya. Setelah itu matanya terbuka menatapku. Aku bergerak mendekati wajahnya dan aku kecup bibirnya. Kami berpagutan sejenak setelah itu aku berbaring di sebelah mamaku.

“Ma,” kataku.

“Hmm?” sahut mamaku dengan mata masih terpejam.

“Vale nggak ingat malam itu sama sekali. Emangnya apa aja yang kita lakukan?”

“Yah… banyak,” jawab mama.

“Apa aja?”

“Yah… oral, kamu paling suka mainin susu mama,” jawab mama.

“Susu mama emang besar soalnya, Vale jadi ingin mainin ini,” kataku.

“Ohh…, Vale,” lenguh mamaku saat aku kembali meremas susunya.

“Boleh ma, Vale masukin kontol Vale ke memek mama?” tanyaku sambil menatap mamaku.

Mama masih memejamkan matanya, tetapi mendengarku bertanya seperti itu dia membuka matanya lalu mentapku. “Itu artinya kamu mencabuli mamamu sendiri lho. Orang yang melahirkanmu, mendidikmu, masa’ kamu mau ngentotin mamamu?”

Aku tahu dia menggodaku. Sudah barang tentu dia juga menginginkannya. Tak kupedulikan kata-katanya, aku pun bergerak ke atas tubuh mamaku. Aku lebarkan pahanya dan kutempatkan kontolku tepat di memeknya. Sejurus kemudian aku gesek-gesekkan ujung kepala kontolku di belahan memeknya.

“Anak nakal, malah mau ngelakuin beneran,” ucap mamaku tanpa melarangku.

“Aku ingin mengingatnya kembali, Ma. Kontolku ingin ingat apa yang dilakukannya kemarin,” kataku.

“Mama nggak ada pengaman lho, kalau nanti jadi gimana?”

“Aku nggak peduli, Ma. Toh kita juga sedang dilanda birahi. Kalau perlu seharian ini mama akan aku beri spermaku sampai habis. Vale akan bertanggung jawab atas konsekuensinya. Apa mama mau aku hentikan ini?” tanyaku sambil menarik kontolku menjauh dari memeknya.

Mama tersenyum, tiba-tiba tangannya memegang kontolku, lalu mengarahkannya ke memeknya. “Dasar anak nakal, pinter ngomong. Lakukan! Mama kepengen dientot.”

Aku tersenyum. Setelah mama mengepaskan kontolku tepat di mulut memeknya, pinggulku pun masuk. “Aaaahhhh…..,” desah kami bersamaan.

Tubuhku pun menggencet mamaku hingga buah dadanya kuhimpit. Nikmat sekali rasanya susu itu menyentuh dadaku. Kami berciuman panas sambil pinggulku bergerak naik turun. Kontolku dengan mantap mengocok memek mamaku. Bunyi kecipak dan benturan selakangan kami menambah suasana erotis di kamar ini.

Desahan-desahan kenikmatan terdengar seperti bahasa yang indah. Memek mama terasa hangat, memijat-mijat, menerima kontol buah hatinya yang dulu pernah keluar dari tempat tersebut. Aku masih ingat bagaimana aku yang kecil selalu dimanja olehnya. Diciumi oleh mamaku, tanpa sekalipun ada ketertarikan seksual. Ya karena dia mamaku. Tapi semenjak peristiwa kemarin aku jadi ngaceng, rasanya ingin kutuntaskan birahiku, membasahi memeknya dengan spermaku.

Agaknya aku sudah gila. Semua anggota keluargaku kujadikan pelampiasan seks. Kalau papa tahu pasti beliau marah. Namun, kami tak memikirkan itu saat ini. Bahkan kalau papa tiba-tiba masuk kamar ini, kami juga tak peduli. Mama sudah menyerahkan tubuhnya untuk aku entot. Dia butuh kontolku, sebagai anak berbakti aku harus memberikan kepuasan kepadanya.

Tak puas dengan posisi misionari, aku juga ingin posisi lain. Kuminta mamaku menungging dan ohh….pantatnya benar-benar menggairahkan. Pantat mama berbeda ama Keisha ataupun Kak Vivian, mereka seksi, Cuma badan mereka tidak seberisi mama. Beberapa kali aku remas-remas pantat mamaku karena gemas, sambil terus aku sodok liang senggamanya.

“Ahh…ahh… Vale suka pantat mama?” tanya mama.

“Iya ma. Pantat mama emang pantas untuk disodok,” jawabku.

“Iya, kemarin juga kamu bilang gitu. Kamu suka gaya ini, mama juga suka. Kontol kamu dalem banget nyodoknya,” ucap mamaku.

Goyanganku ternyata disambut mamaku dengan menggerakkan pantatnya. Ahhh,…. Anjing, enak banget. Aku lalu menarik tubuh mamaku hingga kami berdua berlutut, kupegangi buah dadanya sambil terus menggoyang pinggulku. Mama mendesah-desah, lalu aku menciumnya. Sungguh erotis posisi ini. Mama menaikkan pantatnya agar penisku bisa menyodok-nyodok memeknya. Tubuhnya melengkung untuk bisa mencium bibirku dari samping. Sedangkan, susunya aku remes-remes.

Setelah itu mama aku tidurkan menyamping, kaki kanannya aku angkat sedikit. Kembali kontolku masuk ke memeknya. Dari samping terlihat susunya bergoyang setiap kali aku sodok. Pemandangan yang cukup merangsangku. Terlebih dia menatapku sambil tersenyum. Setiap aku sodok dalam, aku berhenti sesaat, mama tersentak sambil memejamkan mata, menggigit bibirnya. Nafsuin banget. Terus-menerus aku ulang kegiatan itu, sambil kemudian aku rasa aku mau keluar.

Aku kembali ke posisi misionaris. Rasanya aku ingin mengeluarkan pejuku sambil memeluknya. Makanya aku genjot mamaku sambil menindihnya, menciuminya, dan memeluknya dengan erat.

Tak ada pembicaraan di antara kami. Hanya napas kami yang tak beraturan seiring kami menjemput orgasme. Pinggulku makin cepat menggenjot, hingga akhirnya gelombang orgasme pun datang. Seperti yang kubilang tadi, aku ingin menyembur ke memek mamaku. Kutekan dalam-dalam sampai mentok, kontolku berkedut-kedut menumpahkan sperma. Mama memejamkan mata, memelukku erat dan kedua kakinya mengunci pinggangku. Orgasme yang luar biasa.

Begitu ciumanku lepas, mama menatapku dalam-dalam. Kedua kening kami menempel.

“Mama puas?” tanyaku.

“Iya. Baru kali ini mama bercinta seperti ini,” jawabnya.

Aku tersenyum sambil masih terus mengedut-ngedutkan penisku. Mama memejamkan mata dan tersentak setiap kali kedutan itu terjadi.

“Sudah Vale, jangan digituin,” kata mamaku.

“Enak ma?”

Mama mengangguk. “Pejumu anget.”

Kami berciuman beberapa saat. Kontolku masih setengah ngaceng. Aku belum beranjak dari menindih mamaku, sementara itu kaki mama sudah melepaskan ikatannya. Selakangan kami masih menempel. Mama tahu kalau aku ingin ronde berikutnya.

Sengaja aku istirahat beberapa menit, sambil kumainin susunya. Mama membiarkanku bahkan saat aku kembali menciumi susunya, kuhisap pentilnya. Kuciumi lagi wajahnya, kujilati lehernya dan kembali pinggangku bergoyang. Aku ngaceng lagi. Kini aku menggenjotnya santai.

Rasanya tak habis-habis aku ngentotin mamaku hari ini. Sprei tempat kami bercinta sampai basah oleh lendir cinta kami. Sore hari kami sudahi acara ngentot tersebut. Aku puas, mama puas. Dengan sisa-sisa tenaga, mama membersihkan spreinya dan dimasukkan ke mesin cuci. Aku pun membantu mama untuk bersih-bersih sebelum semua anggota keluarga pulang. Namun, itu bukan berati petualangan seks kami berakhir.

* * *
=+++++==============​

NB:
Nyuwun pangapuro ingkang kathah sederek-sederek, sapunika ceritanipun menawi mboten maringi kapuasan dumateng sederek-sederek. Kula tangsih nembe nulis, dadosipun kula ugi tangsih belajar.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd