Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[ Tamat ] Aku lelaki biadab

Update...

Tak terasa satu bulan tante Nela tinggal bersama kami, selama itulah kita selalu mencuri – curi kesempatan untuk melepaskan birahi. Bahkan Sinta istriku sendiri jarang sekali aku jamah, aku lebih sering bercumbu dengan tante Nela yang semakin lama semakin binal di ranjang. Entah kenapa aku lebih bergairah apabila menyetubuhi tante Nela daripada Sinta. Aku sekarang tak jarang meninggalkan kantor pada jam kerja untuk kembali pulang hanya sekedar melepaskan birahi bersama tante Nela. Sesekali kita juga menghabiskan waktu dihotel, seperti siang ini entah berapa kali spermaku menyembur di tubuh tante Nela.

“Andai saja Sinta mau ya, aku mau kok jadi istri keduamu mas” Katanya tiba – tiba yang kini sedang berada dalam pelukanku dengan posisi kita sama – sama telanjang di kamar hotel

“Aku berpikiran sama denganmu, entah kenapa aku juga mulai mencintaimu sayang” kataku sambil mengecup keningnya

“Oiya mas, semalam aku dapat telpon dari teman lamaku waktu kuliah dulu di Jogj*”

“Beberapa waktu yang lalu dia baru balik dari luar pulau karena suaminya meninggal, dan dia sekarang meneruskan usaha butik kecil-kecilan punya suaminya di Jakarta mas” Lanjutnya

“terus?” tanyaku pesaran

“Dia menawarkan kepadaku untuk menemaninya menjaga toko milik suaminya disana, bagaimana menurut kamu mas?” kini pandangannya mengarah kepadaku dengan teduh

“Kalau tante berangkat, aku pasti kesepian” Suaraku tiba – tiba berubah

“Tapi aku gak enak hati sama Sinta mas, kalau aku terus – terusan menumpang hidup di sini” Tante Nela menunduk

“Dan kita gak bisa terus – terusan seperti ini. Kasihan Sinta mas, dialah yang seharusnya mas cintai. Aku takut mas ” lanjutnya

Kita berdua hening sesaat...

“Hm..baiklah, keputusan tante adalah yang terbaik buat diri tante” Aku menenangkannya setelah kulirik matanya mulai berkaca

“Bener gak papa mas?” Ujarnya

Aku hanya mengangguk dengan senyum yang kupaksakan

“Kapan rencana tante berangkat kesana?” tanyaku lagi

“Dia minta sih secepatnya mas, ya kalau mas mengizinkan aku akan berangkat minggu depan” Ucapnya

“ya sudah, nanti kalau kangen aku boleh kan main kesana?” kataku

Dia mengangguk dengan mata berbinar. Kita kembali berciuman dengan posisi masih berpelukan.

***
Pagi ini aku terbangun dari tidurku, seperti biasa aku sudah tidak menemukan Sinta di sampingku. Sebenarnya badan ini masih enggan untuk beranjak dari tempat tidur, tetapi aku mendengar beberapa kali suara Sinta batuk – batuk dari luar kamar membuatku berdiri dari tempat tidurku. Aku berjalan menuju ruang tengah terlihat Sinta sudah rapi hendak berangkat untuk mengajar. Pagi ini wajah Sinta terlihat pucat tidak seperti biasanya,

“Kamu sakit sayang?” tanyaku sambil berjalan mendekatinya

“Ah.***k papa kok mas, mungkin hanya kecapekan biasa”

Aku letakkan punggung telapak tanganku ke keningnya, terasa hangat.

“Gak papa gimana, badan kamu panas sayang, apa gak sebaiknya kita kedokter saja?” Tanyaku khawatir

“Udah gak papa kok, tadi juga sudah minum obat setelah sarapan, nanti juga baikan. Kasihan anak – anak kalau aku gak berangkat ” Ucapnya dengan wajah tersenyum dibalik balutan hijab birunya.

“Beneran kamu gak papa sayang?” aku meyakinkan, dia hanya mengangguk

“Ya sudah, kalau nanti ada apa – apa kabari secepatnya ya sayang? Tante Nela kemana?” Tanyaku

“Tuh ada dibelakang. Ya sudah aku berangkat dulu ya” dikecupnya tanganku lalu berbalik meninggalkanku

Pagi ini entah kenapa, setelah dia berlalu hatiku seakan kasihan melihat Sinta. Semenjak tante Nela disini, dia selalu ku hianati, tetapi berbanding terbalik dengan Sinta, kumerasakan sikap dia semakin hari semakin manja. Rasa cinta, sayang dan perhatiannya kepadaku terasa semakin besar. Tatapan matanya pagi ini terasa lain kepadaku. Hatiku seakan cemas mengkhawatirkannya. Jujur aku tidak pernah merasakan seperti ini semenjak kita menikah. Aku juga tak tahu dengan perasaanku sekarang.

Ku melangkah menuju dapur, terlihat tante Nela sibuk dimeja dapur,

“Sinta tadi kenapa Te?” Suaraku membuat tante Nela menghentikan aktifitasnya

“Baru bangun mas? Entahlah, tadi sepertinya seperti muntah – muntah dia dikamar mandi”

“Aku pegang badannya panas banget. Setelah aku tanya kenapa, dia hanya bilang cuma kecapekan” Ucap tante Nela

“Kasihan Sinta mas..” Lanjutnya

“mudah – mudahan dia baik – baik saja” ucapku pelan

Aku menuju ke kamar mandi, dan bersiap untuk berangkat ke kantor.
---

“Tidak sarapan dulu mas?” Ucap tante yang melihatku sudah bersiap untuk berangkat

“Gak tau te, kenapa pagi ini aku gak nafsu makan sama sekali” Sahutku

Tante Nela menghentikan aktifitasnya lalu dia berjalan mendekatiku. Setelah dia berada di tepat depanku, tante Nela meletakkan kedua telapak tangannya di dadaku

“Karena aku akan meninggalkan rumah ini dan aku memilih ke Jakarta?” tatapan matanya tajam kearahku

“Mungkin karena itu juga te” Ucapku pelan

Tante Nela menghela nafas panjang, sebuah senyuman khas terbentuk di bibirnya

“Mas, disini sudah ada Sinta yang tulus mencintai mas Rudi. Dan aku tak mau terus - terusan mengganggu rumah tangga kalian. Mas Rudi pasti bisa mencintai Sinta, dialah yang berhak mendapatkan cinta mas Rudi, bukan aku” Ucapannya membuat hatiku semakin bergetar

“Tapi te...”

“Mas pasti bisa, aku akan ada buat mas Rudi kapanpun” pandangannya semakin lekat kepadaku

“Terima kasih banyak ya sayang..” mendengar ucapan dan tatapan matanya, aku seakan tak mampu lagi untuk berucap selain itu

“Ya udah, berangkat gih, entar telat kekantornya” Lanjutnya

Aku mengangguk setelah itu ku kecup bibir tipisnya. Kita berciuman beberapa saat.
***

Pagi ini aku sama sekali tidak fokus pada pekerjaanku. Meskipun mata ini memandang layar laptop di meja kerjaku, tetapi pikiranku melayang yang aku sendiri tak tahu apa yang aku pikirkan saat ini. Hampir tiga jam aku hanya membuka – buka lembar kerja dan memainkan kursor mouse di layar.

Tok..tok..tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, aku melirik kesana. Terlihat Selly sekretaris kantor berdiri dengan senyumannya yang khas. Wanita keturunan jawa cina ini terlihat anggun dengan blazer biru tua dan rok diatas lutut memperlihatkan kulit betisnya yang putih bersih.

“Masuk Sell..”

Selly melangkah menuju kearahku

“Ada apa Sell?” Tanyaku

“Maaf pak mengganggu aktifitasnya. Ini ada beberapa dokumen yang perlu pak Rudi tanda tangani” Selly meletakkan beberapa tumpukan kertas ke mejaku

“Oh, baik. Terima kasih ya Sell”

“Saya perhatikan dari tadi pak Rudi kelihatannya melamun terus? bapak baik –baik saja?” Tanyanya tiba - tiba

Aku menghela nafas dan menghempaskan dari mulutku. Aku menatap mata sipitnya yang secara bersaaman mata itu memandang kearahku.

“Entah lah Sell, aku banyak sekali pikiran hari ini tapi tak tahu dimulai darimana kalau aku ceritakan.” Kataku pelan

“Hm..mungkin Pak Rudi perlu banyak istirahat” Ujarnya

“Mungkin kamu benar Sell, aku harus istirahat untuk sesaat”

“Kalau perlu sesuatu, bapak bisa hubungi saya, saya akan siap bantu kapan saja” Ujar Selly kembali dengan senyumannya

“Terima kasih banyak ya Sell, kamu baik sekali” kataku

“Sama – sama pak. Baik saya permisi dulu ya pak” Aku hanya mengangguk setelah itu Selly berbalik meninggalkan ruanganku.

Aku raih beberapa tumpukan kertas dari Selly dimeja, baru saja aku mengamati kertas lembar pertama tiba – tiba ponsel ku berdering tanda panggilan masuk, ku hentikan aktifitasku lalu pandanganku mengarah ke layar ponsel, nama tante Nela tertulis disana.

A : “Hallo..iya te”

N : “Mas Rudi…Sinta masss…” Terdengar suara tante Nela terisak diseberang telepon, dia menangis

A : “Sinta kenapa te? Tante Nela dimana sekarang?” Tanyaku dengan suara yang mulai terdengar gemetar

N : “Aku dirumah sakit Citra****”

A : “Apa? Rumah sakit? Siapa yang sakit te?” aku mulai cemas

N : “Sinta kecelakaan mas, mas bisa kesini sekarang?”

Sebuah palu godam seakan menghantam kepala belakangku mendengar kabar itu, tubuhku tiba –tiba lemas dan tanganku gemetar hebat. Ponsel yang aku pegang nyaris terjatuh.

A : “Ba..baik te, aku kesana sekarang”

Klik, sambungan telepon terputus. Seketika itu aku langsung meninggalkan kantor dan memacu mobilku dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Disepanjang perjalanan aku merasa semakin cemas dan khawatir yang luar biasa akan keadaan Sinta. Perasan ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Sinta yang dari awal selalu aku sia – siakan dan ku khianati dengan perasaanku yang masih mencintai tante Vita lalu sekarang tante Nela yang mulai mengisi hari - hariku.

Aku mempercepat langkah setelah kuparkir mobilku di halaman rumah sakit dengan perasaan semakin cemas. Di ujung lorong terlihat sebuah ruangan bertuliskan ICU di pintunya, tante Nela duduk didepan ruangan itu dengan berlinang air mata sambil sesekali meletakkan ponsel ke telinganya, aku melangkah dengan gemetar mendekatinya. Sadar akan kedatanganku, tante Nela berhambur kearahku, memelukku dengan erat.

“Sinta mas..” tangisnya kembali pecah

“Kenapa Sinta te, gimana keadaaanya sekarang?”

“Dia mengalami kecelakaan waktu berangkat pagi tadi, dan sekarang masih dirawat didalam” Ucapnya sambil menunjuk keruangan itu

Beberapa saat kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria berusia sekitar 40 tahun dengan mengenakan jas putih melangkah keluar, aku mendekatinya

“Gimana keadaanya istri saya dok?” tanyaku cemas

“Bapak ini suaminya ibu Sinta?” pria itu meyakinkan

“Benar dok, saya suaminya” jawabku

“Oh, baik. Kita bisa ngobrol diruangan saya pak?” Pintanya

“Baik dok”

Aku mengikuti langkahnya memasuki sebuah ruangan yang tak jauh dari ICU, tante Nela terlihat memasuki ruangan dimana Sinta dirawat.

“Silahkan duduk pak, oh iya nama saya dokter Firman” dia mempersilahkan dan memperkenalkan dirinya

“Terima kasih dok, saya Rudi”

Aku duduk di meja berseberangan dengan dokter Firman

“Bagai mana keadaan istri saya dok?”

Tampak dokter Firman menghela nafas dan diam sesaat,

“Istri bapak mengalami benturan keras di area kepala yang menyebabkan dia gegar otak. Ya..sudah bisa dikatakan kategori serius” ucapnya

Badanku bergetar mendengarnya

“Apa dia bisa selamat dok? berikan perawatan yang terbaik buat istri saya” kataku dengan suara gemetar

“Kita berdoa saja, kami akan memberikan yang terbaik. Tapi sebelumnya kami mohon maaf ke pak Rudi…”

Dokter Firman menghentikan ucapanya, aku tetap diam terpaku,

“Kami sudah berusaha semampu kami tetapi Tuhan berkehendak lain. Janin yang dikandungnya tidak dapat kami selamatkan, dia tadi mengalami pendarahan hebat ” Lanjutnya

Bagai tersambar petir aku mendengarnya, semua tulang ditubuhku serasa terlepas dari persendiannya. Tubuhku lemas seketika.

“Apa dok? Hamil?” tanyaku tersentak

“Apakah pak Rudi tidak tahu akan hal ini?” Keningnya terlihat mengkerut, heran

“Kehamilannya sekarang sepertinya sudah memasuki bulan ketiga” Lanjut dokter Firman

Aku menggelengkan kepala. Tak terasa mataku mulai meneteskan air mata, aku terdiam sesaat.

“Apa saya boleh melihat kondisinya dok?” Tanyaku pelan

“Baik silahkan. Sepertinya kondisinya sekarang sudah agak stabil akan tetapi dia masih belum sadar” ucapnya

Setelah itu aku memasuki ruang dimana Sinta dirawat, terlihat Sinta berbaring lemah diatas ranjang dengan mata tertutup. Beberapa perban melingkar dikepalanya yang dibeberapa bagian masih terbekas warna merah darah disana. Wajahnya terlihat pucat sekali. Kakiku bergetar, seakan tak kuat melangkah untuk mendekatinya. Melihat kedatanganku, tante Nela berdiri dari tempat duduknya yang letaknya berada disamping Sinta. Tante Nela hanya menangis terisak tanpa mengatakan sesuatu.

Aku duduk dikursi yang tadi ditempati tante Nela, tangan kiriku meraih tangan Sinta, tak terasa air mataku meleleh.

“Maafkan aku sayang, semua ini karena salahku, bangunlah..” Suaraku terisak di telinganya.

Matanya tetap terpejam, Sinta tak merespon sama sekali. Hanya terdengar tangisan tante Nela yang ada di belakangku.

Cahaya dari jendela sudah lenyap beberapa jam yang lalu, kini berganti gelap pertanda hari telah malam. Sinta masih memejamkan matanya, dia belum sadar juga sedari pagi.

“Mas Rudi istirahat dan makan dulu, biar Nela yang nunggu disini” Ucap tante Nela yang tangisnya kini sudah mereda

“Nggak te, aku gak papa kok” Kataku sambil tanganku tetap menggemgam tangan Sinta yang berbaring lemah.

“Mama nya Sinta sama beberapa saudara sudah diperjalanan menuju kesini mas, mungkin sebelum subuh mereka sudah tiba“

“Tante mengabari mereka?” Tanyaku sambil menoleh kearahnya

Tante Nela mengangguk, tiba – tiba terasa tangan Sinta meremas tanganku. Merasakan hal itu, pandanganku langsung beralih kembali ke wajah Sinta, matanya terlihat terbuka perlahan

“Mas Rudi, maafkan aku, aku tidak hati - hati..” terdengar lirih ucapan Sinta

Mendengar itu, tubuhku kembali bergetar, air mataku seakan lagi tak terbendung

“Tidak ada yang salah sayang dan tidak perlu minta maaf, ini adalah cobaan yang harus kita lalui bersama” Hiburku

Telihat Sinta tersenyum menatapku dan berganti menatap tante Nela yang berdiri dibelakangku,

“ Kamu akan baik – saja Sin,kamu akan sembuh dan ceria kembali” Kata tante Nela menyahut

“Aku keguguran ya mas?” Suara Sinta tiba – tiba, kini air matanya meleleh di pipinya

Mendengar itu, air mataku tak terasa ikut meleleh dipipiku

“Sudah, tidak apa – apa sayang, yang penting kamu masih bisa selamat” Ucapku mencoba menenangkan suasana walaupun hatiku terasa gemuruh disana

“Kenapa kamu tidak bilang, kalau kamu hamil anak kita sayang?” tanyaku

Sinta terdiam sesaat, setelah itu terlihat bibirnya mulai tergetar

“Aku sebenarnya ingin memberikan kejutan kabar bahagia ini di ulang tahun mas Rudi bulan depan, tapi sekarang sudah terlambat” Air mata Sinta semakin deras, dia mengalihkan pandangannya dari mataku.

Aku sangat terkejut mendengar itu, betapa jahatnya aku pada seseorang yang begitu besar cintanya kepadaku, air mataku kembali meleleh.

“Mas Rudi, Tante Nela” Suara sinta terdengar makin lemah

“Iya sayang” Jawabku hampir bersamaan dengan suara tante Nela yang terdengar terisak

“Aku tau semuanya tentang hubungan kalian, aku tahu kalian sebenarnya bisa saling mencintai”

“aku boleh gak meminta sesuatu kepada mas Rudi?” Tanyanya

Aku semakin terkejut mendengarnya, keringat dinginku mulai keluar

“Katakanlah sayang permintaanmu?” Kataku gemetar

“Nikahi tante Nela mas, dia wanita yang baik…” Ucap Sinta yang kini matanya menatap ke arahku

“Maksud kamu apa sayang? Kamu akan baik – baik saja, kamu akan sembuh?” Kini tangisku sudah tak terbendung lagi, air mataku semakin deras.Tangisan tante Nela juga semakin terdengar

Sinta menatapku beberapa saat, setelah itu dia terbatuk – batuk dan bersamaan dengan itu darah segar keluar dari hidungnya, mata Sinta kembali terpejam. Aku terkejut dan semakin panik,

“Te, tolong panggilkan suster?” Kataku

Bergegas tante Nela meninggalkan ruangan, setelah beberapa menit dua orang perawat dan dokter Firman memasuki ruangan. Dokter Firman terlihat sedikit terkejut melihat kondisi Sinta saat ini.

“Maaf pak, bisa minta tolong untuk meninggalkan ruangan ini dulu” Pinta seorang perawat kepadaku

Aku hanya mengangguk. Kakiku melengkah meninggalkan ruangan itu di iringi tante Nela yang ada dibelakangku. Sesampai diluar, pintu ruangan itu kembali ditutup.

Aku duduk dikursi panjang bersebalahan dengan tante Nela, kepala tante Nela bersandar dipundakku dengan tangisannya yang tidak berhenti. Aku dekap tubuh tante Nela. Kami berdua merasakan cemas yang sangat luar biasa. Kita sama – sama terdiam.

Setelah sekitar 30 menit kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Terlihat dokter Firman dibalik pintu itu melangkah keluar dengan wajah pasrah. Perasaanku semakin khawatir. Bergegas ku mendekati dokter Firman.

“Bagaimana kondisi Sinta dok?” Tanyaku

“Maafkan kami pak Rudi, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi lagi – lagi Tuhan berkehendak lain” Dia menghentikan kata – katanya sambil menghela nafas panjang

“Maksud dokter?” tanyaku cemas

“Istri bapak tidak bisa kami selamatkan, dia telah meninggal” Ucapnya pelan

Seakan kakiku tak mampu lagi menahan badanku mendengar ucapan dokter Firman, tangisku meledak. Dokter Firman segera mendekapku erat. Terlihat tante Nela menangis meronta setelah beberapa saat kemudian dia terjatuh pingsan.

“Maafkan aku sayang, aku memang sungguh biadab. Aku telah menyianyiakanmu yang begitu mencintaiku” Aku mememaki diriku sendiri. Kedua kalinya aku telah terlambat mencintai seseorang yang mencintaiku dengan tulus.


Berlanjut Kesini
 
Terakhir diubah:
Update...

Tak terasa satu bulan tante Nela tinggal bersama kami, selama itulah kita selalu mencuri – curi kesempatan untuk melepaskan birahi. Bahkan Sinta istriku sendiri jarang sekali aku jamah, aku lebih sering bercumbu dengan tante Nela yang semakin lama semakin binal di ranjang. Entah kenapa aku lebih bergairah apabila menyetubuhi tante Nela daripada Sinta. Aku sekarang tak jarang meninggalkan kantor pada jam kerja untuk kembali pulang hanya sekedar melepaskan birahi bersama tante Nela. Sesekali kita juga menghabiskan waktu dihotel, seperti siang ini entah berapa kali spermaku menyembur di tubuh tante Nela.

“Andai saja Sinta mau ya, aku mau kok jadi istri keduamu mas” Katanya tiba – tiba yang kini sedang berada dalam pelukanku dengan posisi kita sama – sama telanjang di kamar hotel

“Aku berpikiran sama denganmu, entah kenapa aku juga mulai mencintaimu sayang” kataku sambil mengecup keningnya

“Oiya mas, semalam aku dapat telpon dari teman lamaku waktu kuliah dulu di Jogj*”

“Beberapa waktu yang lalu dia baru balik dari luar pulau karena suaminya meninggal, dan dia sekarang meneruskan usaha butik kecil-kecilan punya suaminya di Jakarta mas” Lanjutnya

“terus?” tanyaku pesaran

“Dia menawarkan kepadaku untuk menemaninya menjaga toko milik suaminya disana, bagaimana menurut kamu mas?” kini pandangannya mengarah kepadaku dengan teduh

“Kalau tante berangkat, aku pasti kesepian” Suaraku tiba – tiba berubah

“Tapi aku gak enak hati sama Sinta mas, kalau aku terus – terusan menumpang hidup di sini” Tante Nela menunduk

“Dan kita gak bisa terus – terusan seperti ini. Kasihan Sinta mas, dialah yang seharusnya mas cintai. Aku takut mas ” lanjutnya

Kita berdua hening sesaat...

“Hm..baiklah, keputusan tante adalah yang terbaik buat diri tante” Aku menenangkannya setelah kulirik matanya mulai berkaca

“Bener gak papa mas?” Ujarnya

Aku hanya mengangguk dengan senyum yang kupaksakan

“Kapan rencana tante berangkat kesana?” tanyaku lagi

“Dia minta sih secepatnya mas, ya kalau mas mengizinkan aku akan berangkat minggu depan” Ucapnya

“ya sudah, nanti kalau kangen aku boleh kan main kesana?” kataku

Dia mengangguk dengan mata berbinar. Kita kembali berciuman dengan posisi masih berpelukan.

***
Pagi ini aku terbangun dari tidurku, seperti biasa aku sudah tidak menemukan Sinta di sampingku. Sebenarnya badan ini masih enggan untuk beranjak dari tempat tidur, tetapi aku mendengar beberapa kali suara Sinta batuk – batuk dari luar kamar membuatku berdiri dari tempat tidurku. Aku berjalan menuju ruang tengah terlihat Sinta sudah rapi hendak berangkat untuk mengajar. Pagi ini wajah Sinta terlihat pucat tidak seperti biasanya,

“Kamu sakit sayang?” tanyaku sambil berjalan mendekatinya

“Ah.***k papa kok mas, mungkin hanya kecapekan biasa”

Aku letakkan punggung telapak tanganku ke keningnya, terasa hangat.

“Gak papa gimana, badan kamu panas sayang, apa gak sebaiknya kita kedokter saja?” Tanyaku khawatir

“Udah gak papa kok, tadi juga sudah minum obat setelah sarapan, nanti juga baikan. Kasihan anak – anak kalau aku gak berangkat ” Ucapnya dengan wajah tersenyum dibalik balutan hijab birunya.

“Beneran kamu gak papa sayang?” aku meyakinkan, dia hanya mengangguk

“Ya sudah, kalau nanti ada apa – apa kabari secepatnya ya sayang? Tante Nela kemana?” Tanyaku

“Tuh ada dibelakang. Ya sudah aku berangkat dulu ya” dikecupnya tanganku lalu berbalik meninggalkanku

Pagi ini entah kenapa, setelah dia berlalu hatiku seakan kasihan melihat Sinta. Semenjak tante Nela disini, dia selalu ku hianati, tetapi berbanding terbalik dengan Sinta, kumerasakan sikap dia semakin hari semakin manja. Rasa cinta, sayang dan perhatiannya kepadaku terasa semakin besar. Tatapan matanya pagi ini terasa lain kepadaku. Hatiku seakan cemas mengkhawatirkannya. Jujur aku tidak pernah merasakan seperti ini semenjak kita menikah. Aku juga tak tahu dengan perasaanku sekarang.

Ku melangkah menuju dapur, terlihat tante Nela sibuk dimeja dapur,

“Sinta tadi kenapa Te?” Suaraku membuat tante Nela menghentikan aktifitasnya

“Baru bangun mas? Entahlah, tadi sepertinya seperti muntah – muntah dia dikamar mandi”

“Aku pegang badannya panas banget. Setelah aku tanya kenapa, dia hanya bilang cuma kecapekan” Ucap tante Nela

“Kasihan Sinta mas..” Lanjutnya

“mudah – mudahan dia baik – baik saja” ucapku pelan

Aku menuju ke kamar mandi, dan bersiap untuk berangkat ke kantor.
---

“Tidak sarapan dulu mas?” Ucap tante yang melihatku sudah bersiap untuk berangkat

“Gak tau te, kenapa pagi ini aku gak nafsu makan sama sekali” Sahutku

Tante Nela menghentikan aktifitasnya lalu dia berjalan mendekatiku. Setelah dia berada di tepat depanku, tante Nela meletakkan kedua telapak tangannya di dadaku

“Karena aku akan meninggalkan rumah ini dan aku memilih ke Jakarta?” tatapan matanya tajam kearahku

“Mungkin karena itu juga te” Ucapku pelan

Tante Nela menghela nafas panjang, sebuah senyuman khas terbentuk di bibirnya

“Mas, disini sudah ada Sinta yang tulus mencintai mas Rudi. Dan aku tak mau terus - terusan mengganggu rumah tangga kalian. Mas Rudi pasti bisa mencintai Sinta, dialah yang berhak mendapatkan cinta mas Rudi, bukan aku” Ucapannya membuat hatiku semakin bergetar

“Tapi te...”

“Mas pasti bisa, aku akan ada buat mas Rudi kapanpun” pandangannya semakin lekat kepadaku

“Terima kasih banyak ya sayang..” mendengar ucapan dan tatapan matanya, aku seakan tak mampu lagi untuk berucap selain itu

“Ya udah, berangkat gih, entar telat kekantornya” Lanjutnya

Aku mengangguk setelah itu ku kecup bibir tipisnya. Kita berciuman beberapa saat.
***

Pagi ini aku sama sekali tidak fokus pada pekerjaanku. Meskipun mata ini memandang layar laptop di meja kerjaku, tetapi pikiranku melayang yang aku sendiri tak tahu apa yang aku pikirkan saat ini. Hampir tiga jam aku hanya membuka – buka lembar kerja dan memainkan kursor mouse di layar.

Tok..tok..tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, aku melirik kesana. Terlihat Selly sekretaris kantor berdiri dengan senyumannya yang khas. Wanita keturunan jawa cina ini terlihat anggun dengan blazer biru tua dan rok diatas lutut memperlihatkan kulit betisnya yang putih bersih.

“Masuk Sell..”

Selly melangkah menuju kearahku

“Ada apa Sell?” Tanyaku

“Maaf pak mengganggu aktifitasnya. Ini ada beberapa dokumen yang perlu pak Rudi tanda tangani” Selly meletakkan beberapa tumpukan kertas ke mejaku

“Oh, baik. Terima kasih ya Sell”

“Saya perhatikan dari tadi pak Rudi kelihatannya melamun terus? bapak baik –baik saja?” Tanyanya tiba - tiba

Aku menghela nafas dan menghempaskan dari mulutku. Aku menatap mata sipitnya yang secara bersaaman mata itu memandang kearahku.

“Entah lah Sell, aku banyak sekali pikiran hari ini tapi tak tahu dimulai darimana kalau aku ceritakan.” Kataku pelan

“Hm..mungkin Pak Rudi perlu banyak istirahat” Ujarnya

“Mungkin kamu benar Sell, aku harus istirahat untuk sesaat”

“Kalau perlu sesuatu, bapak bisa hubungi saya, saya akan siap bantu kapan saja” Ujar Selly kembali dengan senyumannya

“Terima kasih banyak ya Sell, kamu baik sekali” kataku

“Sama – sama pak. Baik saya permisi dulu ya pak” Aku hanya mengangguk setelah itu Selly berbalik meninggalkan ruanganku.

Aku raih beberapa tumpukan kertas dari Selly dimeja, baru saja aku mengamati kertas lembar pertama tiba – tiba ponsel ku berdering tanda panggilan masuk, ku hentikan aktifitasku lalu pandanganku mengarah ke layar ponsel, nama tante Nela tertulis disana.

A : “Hallo..iya te”

N : “Mas Rudi…Sinta masss…” Terdengar suara tante Nela terisak diseberang telepon, dia menangis

A : “Sinta kenapa te? Tante Nela dimana sekarang?” Tanyaku dengan suara yang mulai terdengar gemetar

N : “Aku dirumah sakit Citra****”

A : “Apa? Rumah sakit? Siapa yang sakit te?” aku mulai cemas

N : “Sinta kecelakaan mas, mas bisa kesini sekarang?”

Sebuah palu godam seakan menghantam kepala belakangku mendengar kabar itu, tubuhku tiba –tiba lemas dan tanganku gemetar hebat. Ponsel yang aku pegang nyaris terjatuh.

A : “Ba..baik te, aku kesana sekarang”

Klik, sambungan telepon terputus. Seketika itu aku langsung meninggalkan kantor dan memacu mobilku dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Disepanjang perjalanan aku merasa semakin cemas dan khawatir yang luar biasa akan keadaan Sinta. Perasan ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Sinta yang dari awal selalu aku sia – siakan dan ku khianati dengan perasaanku yang masih mencintai tante Vita lalu sekarang tante Nela yang mulai mengisi hari - hariku.

Aku mempercepat langkah setelah kuparkir mobilku di halaman rumah sakit dengan perasaan semakin cemas. Di ujung lorong terlihat sebuah ruangan bertuliskan ICU di pintunya, tante Nela duduk didepan ruangan itu dengan berlinang air mata sambil sesekali meletakkan ponsel ke telinganya, aku melangkah dengan gemetar mendekatinya. Sadar akan kedatanganku, tante Nela berhambur kearahku, memelukku dengan erat.

“Sinta mas..” tangisnya kembali pecah

“Kenapa Sinta te, gimana keadaaanya sekarang?”

“Dia mengalami kecelakaan waktu berangkat pagi tadi, dan sekarang masih dirawat didalam” Ucapnya sambil menunjuk keruangan itu

Beberapa saat kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria berusia sekitar 40 tahun dengan mengenakan jas putih melangkah keluar, aku mendekatinya

“Gimana keadaanya istri saya dok?” tanyaku cemas

“Bapak ini suaminya ibu Sinta?” pria itu meyakinkan

“Benar dok, saya suaminya” jawabku

“Oh, baik. Kita bisa ngobrol diruangan saya pak?” Pintanya

“Baik dok”

Aku mengikuti langkahnya memasuki sebuah ruangan yang tak jauh dari ICU, tante Nela terlihat memasuki ruangan dimana Sinta dirawat.

“Silahkan duduk pak, oh iya nama saya dokter Firman” dia mempersilahkan dan memperkenalkan dirinya

“Terima kasih dok, saya Rudi”

Aku duduk di meja berseberangan dengan dokter Firman

“Bagai mana keadaan istri saya dok?”

Tampak dokter Firman menghela nafas dan diam sesaat,

“Istri bapak mengalami benturan keras di area kepala yang menyebabkan dia gegar otak. Ya..sudah bisa dikatakan kategori serius” ucapnya

Badanku bergetar mendengarnya

“Apa dia bisa selamat dok? berikan perawatan yang terbaik buat istri saya” kataku dengan suara gemetar

“Kita berdoa saja, kami akan memberikan yang terbaik. Tapi sebelumnya kami mohon maaf ke pak Rudi…”

Dokter Firman menghentikan ucapanya, aku tetap diam terpaku,

“Kami sudah berusaha semampu kami tetapi Tuhan berkehendak lain. Janin yang dikandungnya tidak dapat kami selamatkan, dia tadi mengalami pendarahan hebat ” Lanjutnya

Bagai tersambar petir aku mendengarnya, semua tulang ditubuhku serasa terlepas dari persendiannya. Tubuhku lemas seketika.

“Apa dok? Hamil?” tanyaku tersentak

“Apakah pak Rudi tidak tahu akan hal ini?” Keningnya terlihat mengkerut, heran

“Kehamilannya sekarang sepertinya sudah memasuki bulan ketiga” Lanjut dokter Firman

Aku menggelengkan kepala. Tak terasa mataku mulai meneteskan air mata, aku terdiam sesaat.

“Apa saya boleh melihat kondisinya dok?” Tanyaku pelan

“Baik silahkan. Sepertinya kondisinya sekarang sudah agak stabil akan tetapi dia masih belum sadar” ucapnya

Setelah itu aku memasuki ruang dimana Sinta dirawat, terlihat Sinta berbaring lemah diatas ranjang dengan mata tertutup. Beberapa perban melingkar dikepalanya yang dibeberapa bagian masih terbekas warna merah darah disana. Wajahnya terlihat pucat sekali. Kakiku bergetar, seakan tak kuat melangkah untuk mendekatinya. Melihat kedatanganku, tante Nela berdiri dari tempat duduknya yang letaknya berada disamping Sinta. Tante Nela hanya menangis terisak tanpa mengatakan sesuatu.

Aku duduk dikursi yang tadi ditempati tante Nela, tangan kiriku meraih tangan Sinta, tak terasa air mataku meleleh.

“Maafkan aku sayang, semua ini karena salahku, bangunlah..” Suaraku terisak di telinganya.

Matanya tetap terpejam, Sinta tak merespon sama sekali. Hanya terdengar tangisan tante Nela yang ada di belakangku.

Cahaya dari jendela sudah lenyap beberapa jam yang lalu, kini berganti gelap pertanda hari telah malam. Sinta masih memejamkan matanya, dia belum sadar juga sedari pagi.

“Mas Rudi istirahat dan makan dulu, biar Nela yang nunggu disini” Ucap tante Nela yang tangisnya kini sudah mereda

“Nggak te, aku gak papa kok” Kataku sambil tanganku tetap menggemgam tangan Sinta yang berbaring lemah.

“Mama nya Sinta sama beberapa saudara sudah diperjalanan menuju kesini mas, mungkin sebelum subuh mereka sudah tiba“

“Tante mengabari mereka?” Tanyaku sambil menoleh kearahnya

Tante Nela mengangguk, tiba – tiba terasa tangan Sinta meremas tanganku. Merasakan hal itu, pandanganku langsung beralih kembali ke wajah Sinta, matanya terlihat terbuka perlahan

“Mas Rudi, maafkan aku, aku tidak hati - hati..” terdengar lirih ucapan Sinta

Mendengar itu, tubuhku kembali bergetar, air mataku seakan lagi tak terbendung

“Tidak ada yang salah sayang dan tidak perlu minta maaf, ini adalah cobaan yang harus kita lalui bersama” Hiburku

Telihat Sinta tersenyum menatapku dan berganti menatap tante Nela yang berdiri dibelakangku,

“ Kamu akan baik – saja Sin,kamu akan sembuh dan ceria kembali” Kata tante Nela menyahut

“Aku keguguran ya mas?” Suara Sinta tiba – tiba, kini air matanya meleleh di pipinya

Mendengar itu, air mataku tak terasa ikut meleleh dipipiku

“Sudah, tidak apa – apa sayang, yang penting kamu masih bisa selamat” Ucapku mencoba menenangkan suasana walaupun hatiku terasa gemuruh disana

“Kenapa kamu tidak bilang, kalau kamu hamil anak kita sayang?” tanyaku

Sinta terdiam sesaat, setelah itu terlihat bibirnya mulai tergetar

“Aku sebenarnya ingin memberikan kejutan kabar bahagia ini di ulang tahun mas Rudi bulan depan, tapi sekarang sudah terlambat” Air mata Sinta semakin deras, dia mengalihkan pandangannya dari mataku.

Aku sangat terkejut mendengar itu, betapa jahatnya aku pada seseorang yang begitu besar cintanya kepadaku, air mataku kembali meleleh.

“Mas Rudi, Tante Nela” Suara sinta terdengar makin lemah

“Iya sayang” Jawabku hampir bersamaan dengan suara tante Nela yang terdengar terisak

“Aku tau semuanya tentang hubungan kalian, aku tahu kalian sebenarnya bisa saling mencintai”

“aku boleh gak meminta sesuatu kepada mas Rudi?” Tanyanya

Aku semakin terkejut mendengarnya, keringat dinginku mulai keluar

“Katakanlah sayang permintaanmu?” Kataku gemetar

“Nikahi tante Nela mas, dia wanita yang baik…” Ucap Sinta yang kini matanya menatap ke arahku

“Maksud kamu apa sayang? Kamu akan baik – baik saja, kamu akan sembuh?” Kini tangisku sudah tak terbendung lagi, air mataku semakin deras.Tangisan tante Nela juga semakin terdengar

Sinta menatapku beberapa saat, setelah itu dia terbatuk – batuk dan bersamaan dengan itu darah segar keluar dari hidungnya, mata Sinta kembali terpejam. Aku terkejut dan semakin panik,

“Te, tolong panggilkan suster?” Kataku

Bergegas tante Nela meninggalkan ruangan, setelah beberapa menit dua orang perawat dan dokter Firman memasuki ruangan. Dokter Firman terlihat sedikit terkejut melihat kondisi Sinta saat ini.

“Maaf pak, bisa minta tolong untuk meninggalkan ruangan ini dulu” Pinta seorang perawat kepadaku

Aku hanya mengangguk. Kakiku melengkah meninggalkan ruangan itu di iringi tante Nela yang ada dibelakangku. Sesampai diluar, pintu ruangan itu kembali ditutup.

Aku duduk dikursi panjang bersebalahan dengan tante Nela, kepala tante Nela bersandar dipundakku dengan tangisannya yang tidak berhenti. Aku dekap tubuh tante Nela. Kami berdua merasakan cemas yang sangat luar biasa. Kita sama – sama terdiam.

Setelah sekitar 30 menit kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Terlihat dokter Firman dibalik pintu itu melangkah keluar dengan wajah pasrah. Perasaanku semakin khawatir. Bergegas ku mendekati dokter Firman.

“Bagaimana kondisi Sinta dok?” Tanyaku

“Maafkan kami pak Rudi, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi lagi – lagi Tuhan berkehendak lain” Dia menghentikan kata – katanya sambil menghela nafas panjang

“Maksud dokter?” tanyaku cemas

“Istri bapak tidak bisa kami selamatkan, dia telah meninggal” Ucapnya pelan

Seakan kakiku tak mampu lagi menahan badanku mendengar ucapan dokter Firman, tangisku meledak. Dokter Firman segera mendekapku erat. Terlihat tante Nela menangis meronta setelah beberapa saat kemudian dia terjatuh pingsan.

“Maafkan aku sayang, aku memang sungguh biadab. Aku telah menyianyiakanmu yang begitu mencintaiku” Aku mememaki diriku sendiri. Kedua kalinya aku telah terlambat mencintai seseorang yang mencintaiku dengan tulus.


Bersambung...
ya Allohh,,,,
 
Sesuai judulnya, mau di kata apalagi. Happy ending memang keinginan semua orang tapi sad ending akan jadi pelajaran berharga untuk kedepannya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd