Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[ Tamat ] Aku lelaki biadab

Update

Sejak sepeninggal Sinta dua minggu yang lalu, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan menyendiri. Aku seakan tak punya semangat hidup lagi, rasa penyesalan yang begitu besar selalu menghantuiku. Tante Nela pun sekarang terasa menjauhi ku. Sudah tidak kurasakan lagi sikap manjanya kepadaku. Mata yang curi – curi pandang dan sikap yang menggoda ku sudah tidak lagi aku lihat. Setiap berpapasan pun dia lebih banyak menunduk dihadapanku, aku sendiri tak tahu atas perubahannya semenjak Sinta tiada.

Malam ini aku keluar kamar menuju ruang tengah. Terlihat tante Nela sedang membereskan pakaiannya dan memasukkan kedalam tas ransel besarnya. Aku duduk di kursi ruang tengah.

“Tante jadi berangkat besok pagi?” tanyaku membuat tante Nela menghentikan aktifitasnya

Dia menoleh ke arahku dengan senyuman, lalu beranjak kearahku dan duduk di kursi seberangku.

“Iya mas, karena aku sudah mengundurnya satu minggu. Jadi besok aku harus tetap berangkat” Katanya

“Tante akan meninggalkanku disini seorang diri?” kataku pelan

Mendengar ucapanku, tante Nela terlihat meraih kedua tanganku dengan kedua tangannya diatas meja, matanya menatap kearahku

“Mas, aku sudah janji sama sahabat lamaku disana, inipun sudah aku undur seminggu karena kita lagi terkena musibah. Selain itu mas juga tau, kita disini tinggal berdua sekarang dan posisi kita sama – sama tidak punya pasangan saat ini. Bukannya aku tega meninggalkan mas, tidak. Aku sayang mas Rudi. Tapi aku tak ingin orang lain bahkan mamanya Sinta menilai negatif dengan kita masih tinggal serumah” Kata tante Nela

“Aku akan menikahi mu te, sesuai permintaan Sinta” Kataku pelan

“Aku tau kata – kata mas itu bukan dari hati, karena posisi mas sekarang masih belum bisa menerima kenyataan akan kepergian Sinta” Ucapan tante Nela terdengar tegas

“Permintaan Sinta itu bukan suatu kewajiban yang harus mas tunaikan, akan tetapi itu adalah suatu permintaan yang harus mas pikirkan secara matang untuk memutuskan. Keputusan itu harus dari hati mas yang paling dalam.” Kata-katanya membuatku semakin terdiam, aku tak sanggup lagi berucap

“Dan aku akan selalu menunggu keputusan itu apapun hasilnya. Keputusan yang benar – benar dari hati mas Rudi yang paling dalam” lanjutnya

“Terima kasih sayang, benar kata Sinta kalau tante ini memang wanita yang baik” Ucapku

Tante Nela terlihat menunduk mendengar ucapanku, dan matanya tampak basah

“Kenapa te?” tanyaku heran

“Aku gak akan bisa sebaik dan setulus Sinta mas..” Ucapnya pelan sambil menggelengkan kepala

“Maksud tante?”

“Aku akan cerita pada mas, tapi sebenarnya aku sudah ingkar janji pada Sinta kalau aku ceritakan” Suara Tante Nela dengan tetap menunduk

“Ceritakan padaku te” Kini tanganku berganti menggenggam kedua tangannya semakin erat.

“Mas tau gak, kenapa Sinta meminta kita untuk menikah?” tanya tante Nela yang kini matanya menatap padaku, masih berkaca - kaca

Aku menggelengkan kepala, tanda tidak mengerti

“Sinta sebenarnya sudah tau apa yang kita lakukan di kamar mas” Ucapnya pelan

“Maksud tante?” Aku semakin penasaran

“Iya, beberapa hari sebelum Sinta kecelakaan, dia sempat memergoki kita di saat kita sedang bercumbu dikamarku pada tengah malam. Awalnya dia terbangun untuk kekamar mandi dan tidak melihat mas disampingnya. Lalu setelah dia keluar kamar, dia mendengar suara desahan kita berdua dikamarku”

Aku tersentak mendengar pengakuan tante Nela, tubuhku bergetar.

“Besoknya disaat mas kerja aku di interogasi olehnya. Aku menangis bersujud kekakinya meminta maaf padanya atas kelakukan kita. Dia merengkuh tubuhku dan seketika memelukku, dia ikut menangis”

Aku hanya terdiam mendengar cerita tante

“Mas tau gak apa yang dikatakan Sinta waktu itu?” lanjutnya

Aku tetap menggelengkan kepala pelan, aku seakan masih tak percaya akan cerita tante

“Sinta berkata, Aku sangat mencintai mas Rudi dan sangat menyayangi tante. Aku rela kalian melakukan itu, asal orang yang ku cintai dan aku sayangi merasa bahagia”

“Kenapa kamu tidak menghukum kami Sin?” Tante Nela menirukan kata – katanya waktu itu

“Kalau aku menghukum kalian, pasti rumah tanggaku akan berantakan te, apa kata mama dan keluarga kalau mendengar ini semua, pasti mereka akan meminta kami cerai. Aku tidak mau menjadi janda dan aku tidak mau bayiku ini lahir tanpa ada mas Rudi disampingku”

“Tapi satu hal lagi, tante harus janji padaku. Ini rahasia kita berdua ya te. Jangan bercerita ini ke mas Rudi, anggap aja aku tak pernah tau hubungan kalian” Tante Nela melanjutkan ceritanya

“Sinta wanita yang luar biasa mas, dia layak menjadi bidadari surga disana” Mata tante Nela terlihat semakin basah

Aku sendiri sudah tak sanggup lagi menahan airmataku, tangisku pecah. Aku semakin memaki diriku sendiri, betapa bodohnya aku.

“Mudah – mudahan dengan ceritaku tadi mas semakin mantab untuk membuat suatu keputusan yang nantinya juga akan menjadi pilhan yang terbaik buat mas sendiri. Carilah wanita sebaik dan setulus Sinta mas, dan jujur kalau saat ini aku belum bisa seperti dia” Tangannya meremas tanganku, pandangannya kini tajam.

“Kalau mas sudah punya keputusan, apapun itu aku siap akan menerimanya. Aku akan tunggu mas di Jakarta” lanjutnya dengan senyuman

***

Tiga bulan berlalu,
Aku sudah bisa sedikit menerima kepergian Sinta dengan hidup menyendiri. Akan tetapi kehidupanku sangat berubah drastis. Yang dulu aku sangat jarang sekali keluar rumah, kini aku sering menghabiskan malam diluar. Diskotik dan tempat hiburan malam hampir setiap hari aku kunjungi. Aku sekarang sering menenggak minuman keras yang dulu tak pernah aku sentuh. Tak jarang aku memanggil wanita penghibur dan aku bayar dengan harga tinggi hanya untuk menemani malamku. Aku sudah tak perduli berapapun uang yang aku keluarkan asal bisa mengusir rasa sepiku. Sampai suatu saat aku dekat dengan salah satu wanita kenalan dari temanku saat kita sama – sama bertemu di salah satu tempat hiburan malam, namanya Reni. Wanita berdarah tionghoa dengan rambut berwarna pirang sebahu. Tubuhnya yang ideal dengan payudara yang montok membuat kuterpesona di cahaya remang lampu di tempat itu. Tetapi aku tahu, Reni ini hanya mendekatiku untuk bisa mendapat uang dariku. Entah berapa puluh juta sudah aku habiskan buat Reni hanya untuk sekedar menemani malam - malamku.

Ting tong

Suara bel pintu rumah terdengar. Kepalaku yang sedikit berat karena pengaruh minuman keras membuatku memaksakan untuk berdiri dan melangkah. Kuraih gagang pintu untuk membukanya. Aku tahu kalau yang datang sekarang adalah Reni, karena sore tadi aku meminta dia untuk datang kerumah malam ini. Setelah kutarik handle pintu dan pintu terbuka lebar, aku sedikit terkejut. Aku lihat Reni datang tidak sendiri, disampingnya ada wanita yang tak kalah cantik dan sexy dengan Reni. Balutan rok mini dan baju yang minim membuat terlihat jelas lekukan tubuhnya. Payudaranya terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan Reni, bulatan pantatnya pun terlihat lebih menggoda. Aku lirik arah Reni, dia hanya tersenyum nakal.

“Maaf ya mas. Aku kesini ngajak temenku, lagian biar gak bosen kalau berduaan terus” Ucap Reni dengan senyum nakalnya

“Malam mas Rudi, kenalkan aku Maya” Wanita itu mengulurkan tangannya, dan aku langsung menyambutnya

“Oh iya, gak papa kok Ren, ayo masuk” Kupersilahkan mereka berdua untuk masuk kedalam rumah. Telihat beberapa botol minuman dan makan ringan berserakan di meja diruang tamu.

“Eh, maaf ya rumahku berantakan. Maklum hidup sendiri” kataku

Terlihat mereka berdua duduk berdampingan di sofa

“Wah, udah pesta sendiri tanpa menunggu kami nih” Ujar Reni

“Hehe, abisnya kamu lama banget sih sayang” ucapku sambil hendak duduk di sofa kosong yang ada disamping mereka, kulirik Reni dan Maya menggeser duduknya saling menjauh, sehingga di tengah antara mereka berdua duduk menyisakan tempat, aku tau maksudnya. Aku duduk diantara mereka. Reni langsung mendekap ku,menarik kepalaku di dadanya. Maya hanya tersenyum menyaksikan hal itu.

“Haduuh..kasihan sayangku sudah kangen ya?” Ucap Reni

“Iyalah sayang, aku kangen” Kataku yang kini tanganku sudah meremas payudara Reni dari balik baju luarnya

Melihat hal itu, kini Reni sudah melumat bibirku sambil memelukku, seakan sudah tidak perduli lagi adanya Maya yang duduk disebelahku. Lidah kami saling melumat, saling hisap dan sesekali menggigit satu sama lain. Tangan Reni mendekapku semakin erat.

“Slruup..slrruppp....Sshhhh” Reni mulai mendesah yang tertahan bibirku,

Kini tanganku menelusup kedalam bajunya dari bawah, aku remas payudara yang masih masih terbungkus Bh.

“Aaaahhh...Ssssssshh” Reni mendesah

Ditengah kami berciuman, terlihat sepasang jari lentik sedang berusaha melepaskan celanaku, aku tahu itu adalah tangan Maya yang duduk disamping kiriku. Kuangkat pinggulku agar memudahkannya, aku posisi tetap saling melumat bibir Reni. Dengan cepat celana serta Celana dalamkku sudah terlepas dan tergeletak dilantai, terlihat penisku sudah sangat tegang. Jari lentik Maya mengelus dengan lembut batang penisku.

“Aaaaahhh.....” Aku mulai mendesah tertahan

Aku tarik baju Yang dipakai Reni keatas beserta BH hitamnya, terbebaslah kedua payudara Reni yang menggoda. Ciumannku turun dari bibirnya menuju leher, lidahku meyapu lehernya untuk beberapa saat lalu menuju ke payudaranya. Putingnya yang sudah tegang aku hisap dengan rakus bersamaan dengan tangan kiriku meremas payudara sebelahnya.

“Oooooh....terus maaaassss” Desahan Reni mulai terdengar

Dibawah sana aku merasakan batang penisku seperti diurut dengan lembut. Aku melirik kesana, batang penisku sudah keluar masuk kedalam mulut Maya yang sudah telanjang bulat, entah sejak kapan dia melepaskan semua bajunya. Sekitar beberapa menit posisi itu, mereka seakan kompak untuk menyudahi aktifitasnya, Reni melucuti baju ku yang masih tersisa, tanganku tak tinggal diam untuk melepas rok beserta celana dalam yang sangat minim berwarna merah muda yang dipakainya. Kini kita bertiga sudah sama – sama telanjang bulat. Aku ditariknya untuk rebahan telentang dilantai beralaskan karpet di bawah sofa, sejurus kemudian Maya terlihat bangkit dan mengangkangi wajahku, dia menduduki wajahku sehingga belahan vaginanya kini tepat di mulutku. Aroma yang khas tercium sangat jelas dihidungku. Vagina Maya masih terlihat rapat berwarna kemerahan dengan bulu halus yang tumbuh di sekitarnya, dari liangnya sudah terasa membanjir. Aku jilat seketika kelentitnya, aku lumat dengan kasar dan sesekali lidahku menyeruak masuk kedalam liangnya. Kedua tanganku meraih kedua payudaranya dari bawah,

“Ahhhh...fuck me pleaseee...aaaaah” Maya mulai mendesah dan menggerakkan pinggulnya diatas wajahku

Terasa Penisku dibawah sana juga sedang dikerjain oleh Reni, Dijilatnya dan sesekali dikulumnya dengan kasar.

“Mpppffffh......” Suara desahanku tertahan Vagina Maya yang semakin membanjir

Beberapa saat kemudian, terasa penisku dipegang oleh Reni dan diarahkan kedalam vaginanya. Sebelummnya digesek – gesekkannya disana dan beberapa saat diturukan pinggulnya. Blesss..Penisku dilahap habis oleh liang vagina Reni.

Maya sekarang terasa lebih mempercepat goyangan pinggulnya sehingga kini vaginannya menggesek – gesek mulut dan hidung ku semakin cepat pula..

“Aaaah...mas Rudi...puasin aku massssss...aaaah” Suara Maya terdengar

“Sssssh...kontolmu enak sekali saaaayaaaaaang....aaaa” Desahan Reni menyahut dibawah sana yang sekarang sudah menaik turunkan pinggulnya, sehingga penisku terlihat keluar masuk divaginanya.

“Gila nih dua cewek, sama – sama binalnya” pikirku

Setelah beberapa menit, terasa kedua paha Maya bergetar, cairan dari liang vaginanya semakin membanjir dimulutku

“Ooooh...enak sekali sayang” Desah Maya, dia mengalami orgasme.

Hampir bersamaan, penisku terasa diremas – remas oleh dinding rahim Reni, dia malah semakin mempercepat genjotannya,

“Aaaaaaahhhhh.......ohhhhh my..aaaaaah” Disusul Reni yang mengalami orgasmenya.

Keduanya terlihat lemas tetapi masih posisi sama – sama duduk diatas tubuhku saling berhadapan. Mereka berdua saling tersenyum, lalu aku sedikit terkejut karena beberapa saat kemudian, mereka berciuman dengan saling melumat lidah, kedua tangannya saling meremas pantat dan payudara masing secara bergantian.

Melihat mereka berdua, nafsuku semakin naik. Aku turunkan keduanya dari atas tubuhku, aku raih tubuh Maya dan ku posisikan menungging didepanku, terlihat liang vaginanya yang begitu menggoda. Aku arahkan batang Penisku kesana, ku dorong pinggulku dengan kasar. Blesss, penisku sudah ditelan oleh vagina Maya. Terasa masih sempit, lebih sempit dari vagina Reni.

Aku maju mundurkan pinggulku, dengan kuremas dan sesekali aku tampar bongkahan pantatnya yang bulat..

“Aaaah...sempit sekali memekmu sayang” Ucapku

“aaah...terus sayang, lebih cepat masukinnya...Aaaaaah” Maya mulai mendesah, aku semakin mempercepat gonjotanku.

“Aaah...ahhhh...aaaah....” Hanya suara itu terdengar dari mulut Maya

“Plok,plok,plok..” Terdengar suara paha dan bongkahan pantat Maya ketika beradu.

“Oh...enak sayang” Sodokanku semakin menggila

Reni melihat itu, sepertinya dia sudah mulai ingin gabung bersama kami. Terlihat dari tadi jari tangan kirinya sudah mengelus vaginanya sendiri, dan tangan kanan meremas payudaranya. Kini dia menggeser posisi duduknya tepat di depan Maya yang sedang ku genjot denga posisi menungging. Reni membuka lebar pahanya dan mengangkat kedua lututnya tepat didepan wajah Maya. Seperti mengerti maksdunya, Maya mulai menjilati Vagina Reni, terlihat lidah maya mengusap dan sesekali menggigit kelentit Reni.

“Aaaaah.....Ssssh.....” Reni mulai menggeliat, kini tangannya menjambak rambut Maya

Aku semakin blingsatan melihat itu, aku percepat sodokan di vagina Maya.

“Plaaaakkk....plaaaaak” Kutampar bongkahan pantatnya dengan kasar sehingga meninggalkan warna merah disana

“Aaaah....Enak sayaaang..lebih cepaaaat” Ceracau Maya yang sesekali menghentikan jilatan ke vagina Reni. Disaat Maya melepaskan jilatannya, tangan Reni menarik rambut Maya sehingga mulutnya kembali menyentuh vaginannya.

“Jangan lepaskan sayaaaaanggg....ahhhh...jilat terus sayaaang” Reni kini sudah terlihat menggeliat tak beraturan sambil menjambak rambut Maya

Setelah beberapa saat, penisku berdenyut dibarengi kedutan – kedutan halus didinding rahim didalam vagina maya

“aaaaahhh....aku keluar maaaas” jerit Maya yang tertahan

Aku juga sudah tidak tahan lagi, ke hentakkan pinggulku beberapa kali dan,

“Crot.crot.crot..” .beberapa semprotan spermaku menyembur didalam liang vaginanya.

Didepan sana terlihat Reni menggigit bibir bawahnya dengan kepalanya mendongak keatas dsambil mata terpejam...

“Ohhhh........” desah Reni bersamaan pinggulnya tersentak beberapa kali

Kita bertiga mengalami Orgasme yang hampir bersamaan.

***

“Kalian nakal ya, beraninya main keroyokan” Candaku yang kini memeluk keduanya dengan keadaan telanjang, aku posisi ditengah diantara mereka.

“Rencana Awalnya sih gantian tadi, abis gak kuat juga melihat kalian sudah hot” Ucap Maya dengan tersenyum

“Gimana May mas Rudi menurutmu? Hebat nggak?” celetuk Reni kepada Maya

“Sipp...bisa jadi ketagihan nih aku entar” Suara Maya menyahut sambil mengacungkan jempol kirinya

Mereka berdua cekikikan dipelukanku, Aku hanya tersenyum puas.


Hampir semalam aku bergantian menyetubuhi mereka sampai aku merasa sudah tidak kuat lagi untuk berjalan, tubuhku merasa letih yang luar biasa. Entah beberapa kali spermaku kusemprotkan malam ini.

Sorot sinar matahari pagi sudah terlihat jelas diluar rumah, mereka berdua bangkit dari pelukanku. Aku sendiri yang masih terlelap akhirnya terbangun karena kecupan dari Reni

“Kami pulang dulu ya sayang?” Ucap Reni

Aku tersenyum setelah aku membuka mata. Aku bangkit dari tidurku, mengambil dompet dan menyerahkan beberapa lembar ratusan ribu untuk mereka berdua. Mereka mengecup pipiku setelah menerimanya

“Nanti malam mau kita temani lagi nggak?” Ucap Reni menggoda

Kulirik Maya hanya tersenyum

“Tau deh, nanti aku kabari aja ya” Kataku

“Oke deh..kita jalan dulu ya sayang” terlihat mereka berdua keluar dari ruang tamu dan menutup pintunya.



Berlanjut ke part akhir Disini
 
Terakhir diubah:
Kenapa ya setia frustasi selalu saja pelariannya ketempat seperti itu lantas mabuk serta main dengan wanita tak adakah jalan lain selain tak mabuk serta main wanita



:Peace::Peace::Peace::ampun:
 
Suwun hu... mantab

Waduh pelariannya ngeri ngeri sedap... gak berpengaruh apa ke dunia kerja kalo sering mabok ama pesta seks.... tante nela mesti dateng nih...
 
Kenapa ya setia frustasi selalu saja pelariannya ketempat seperti itu lantas mabuk serta main dengan wanita tak adakah jalan lain selain tak mabuk serta main wanita



:Peace::Peace::Peace::ampun:
hehe..ya bener juga sih hu, memang itu yang sering terjadi di kehidupan nyata disekitar kita hu. dan mungkin memang pas dengan kondisi saat ini, dan paling parahnya dengan bunuh diri. tapi kalau pelariannya ane buat gantung diri, usai sudah ceritanya hu..hahaha :D
 
Update

* * *

“Sampai kapan kamu akan terus – terusan hidup seperti ini le? menghamburkan uang gak jelas. Kamu juga semakin kurus sekarang.” Suara mama terdengar sedikit serak disaat aku mengunjunginya kali ini. Sosok ayah yang sangat sabar hanya terdiam menatapku. Kita bertiga duduk diruang tengah dirumah orang tuaku malam ini.

“Adikmu Siska sudah gadis, sebentar lagi pasti dia juga menikah. Sebelum itu kamu harus menata hidupmu dulu sebagai anak yang paling tua disini, biar mama sama ayahmu tenang melihat anak- anaknya” Lanjut Mama

“Aku seakan tak mampu lagi ma untuk mencari pengganti sebaik Sinta” Ujarku lirih

“Menikahlah, biar gairah hidupmu kembali seperti Rudi anak mama yang dulu”

“Seseorang itu punya sisi kelemahan dan kelebihan yang berbeda le, mungkin kamu nanti akan mendapatkan wanita yang punya kelebihan dimana Sinta tidak punya itu” Lanjut mama

Aku hanya terdiam menunduk dihadapan mama saat ini,

“Apa sudah ada seseorang yang kamu pikirkan sekarang?” Tanya ayah seakan menebak apa yang aku pikirkan saat ini.

Aku hanya mengangguk mendengar ucapan ayah tiba – tiba.

“Siapa dia?” Tanya mama

“Masih saudara dengan Sinta ma, dan sekarang ada di Jakarta. Tapi aku masih ragu” kataku pelan dan masih tetap menunduk

“Kalau dia sudah ada diruang hatimu, kenapa ragu. Susul dia. Nanti kamu pasti akan mendapatkan sisi kelebihannya yang mungkin Sinta tidak punya itu, mama yakin itu” Ucapan mama meyakinkanku.

“Apa mama dan ayah merestui?” Tanyaku

“Kamu sudah bukan anak kecil lagi Rudi, kamu bisa memilih yang terbaik buatmu pasti itu juga yang terbaik buat kita semua” Kata mama semakin mantab

Didalam hatiku sebenarnya sudah lelah hidup menyendiri, meskipun setiap malam aku habiskan di tempat hiburan malam dengan ditemani banyak wanita, aku tetap masih merasa sendiri dan semangat hidupku seakan benar – benar telah sirna. Itu terbukti dengan memberi efek yang sangat luar biasa di pekerjaanku. Semua project yang aku susun mati – matian sejak bersama Sinta disisiku, sekarang hancur berantakan. Aku dikantor lebih banyak melamun dan beberapa tugas yang harus ku kerjakan terbengkelai. Pernah aku ditegur pak Ronald atas sikapku ini. Untung saja pak Ronald ini adalah sahabat baik ayah yang mungkin membuatku masih bisa bertahan di perusahaan yang dipimpinnya sekarang.

“Baik ma, aku akan putuskan ini. Dan aku akan ke Jakarta secepatnya” Ucapku

Mendengar ini, kedua orang tuaku tersenyum menatapku. Aku serasa semakin mantab untuk menyusul tante Nela ke Jakarta.

***

Panas terik matahari siang ini ditambah suasana padatnya kendaraan dijalanan ibu kota seakan menyambut kedatanganku. Berbekal sebuah alamat yang dikirimkan tante Nela lewat pesan singkatnya, aku bertekad untuk berangkat. Aku memang mengabari tante Nela kalau aku rencana mau ketempatnya, tetapi tidak kusampaikan kapan tepatnya aku akan kesana. Suara terkejut dan terharu bahagia terdengar lewat sambungan telpon kemarin setelah aku memberi kabar ini.

Sopir taksi menghentikan mobilnya setelah memeriksa sekali lagi kertas catatan sebuah alamat yang aku kasihkan padanya.

“Sudah sampai pak, itu tokonya. Cat warna merah muda diseberang” Ujarnya sambil menunjuk ke bangunan itu yang letaknya diseberang jalan.

“Terima kasih pak, saya turun disni saja” Sahutku sambil memberikan ongkos taksinya.

Aku melangkah dengan sedikit gemetar. Tiba – tiba ada perasaan ingin segera bertemu dengan tante Nela, karena hatiku semakin mantab dialah nantinya yang akan menggantikan Sinta untuk mendampingiku. Kakiku terhenti disebuah butik pakaian, didepan tokonya terpampang jelas tulisan berwarna merah muda yang sangat serasi dengan cat dindingnya. “Devi’s Boutiqe”.

Tanganku sedikit gemetar saat meraih gagang pintu kacanya. Aku dorong pelan hingga pintu itu terbuka, hembusan pendingin ruangan seketika menerpa wajahku. Kutebarkan pandangan kedalam toko, sepi. Tidak ada pungunjung satupun disana. Pandanganku terhenti ke arah meja kasir, terlihat sorang wanita yang sedang sibuk dengan tumpukan kertas dan bolpoint ditangannya. Dia tampak serius dengan kertas – kertas yang ada dihadapannya itu sehingga tak menyadari akan kedatanganku. Wanita itu sangat aku kenal, bibirnya yang sexy yang dulu pernah aku cumbui, dia tante Nela.

“Serius amat, sampai aku datang gak disambut” Ucapku yang hampir bersamaan dengan tante Nela mendongak keatas menatapku dengan terkejut

“Hah..mas Rudi?” suaranya sedikit menjerit dan mulutnya menganga

Aku hanya tersenyum yang sekarang tepat dihapannya yang berseberangan dengan meja kasir.

“Ya ampun masss..sejak kapan disini? Aku kira baru besok sampek sini” Matanya terlihat berbinar dan berdiri dari tempat duduknya. Dia memelukku dengan erat.

“Hehe, memang rencana besok, tapi aku udah gak sabar ingin berangkat te” Ujarku

“Silahkan duduk mas” Tante Nela melepaskan pelukannya

“Gak nyangka tokonya besar ya te. Gimana kabar tante? Betah selama disini?” tanyaku. Kita sudah sama – sama duduk saling berseberangan

“Ya beginilah mas, pemilik toko ini baik sekali padaku. Hampir semua keperluan toko dia percayakan padaku mas. Dia hanya fokus merawat anaknya. Maklumlah, dia juga janda sama sepertiku”

“Mas menginap dimana?” lanjutnya

“Aku menginap dihotel te, tidak jauh dari sini” Kataku


Setelah sekitar 30 menit kita ngobrol dan bercanda, kini aku akan menyampaikan maksud kedatanganku

“Terima kasih ya mas, mas Rudi sudah menepati janji untuk main kesini” ucapnya

“Tujuanku kesini juga sesuai permintaan tante waktu itu”

“apa itu?” Tanyanya

“Tante akan menunggu jawabanku mengenai permintaan Sinta waktu itu kan?” Aku kembali bertanya

“Jadi mas Rudi serius?” tatapannya kini tajam ke arahku

“Ya, aku sudah memikirnya matang sesuai nasihat tante”

“Tujuanku kesini.........”

Assalamualaikum....”

Kata – kataku terhenti setelah mendengar suara wanita mengucapkan salam dari arah pintu masuk toko. Aku yang sedari tadi duduk membelakangi pintu itu, tak tahu pasti siapa yang datang. Akan tetapi suara itu membuat hatiku bergetar hebat. Suara yang sangat aku kenal, Suara yang bertahun – tahun lalu selalu aku rindukan. Aku memalingkan wajahku untuk menoleh kebelakang memastikan siapa pemilik suara itu. Terlihat seorang wanita berbaju panjang dengan hijab warna hijau muda memasuki toko, anak laki – laki yang sangat lucu mengandeng wanita tersebut. Aku benar – benar sangat terkejut, seakan langit – langit bangunan itu runtuh menerpaku. Tubuhku kembali lemas tak berdaya setelah melihatnya.

“Tante vita..” Suaraku gemetar

Mendengar panggilanku, secara spontan pandangannya mengarah kepadaku. Dia tidak kalah terkejutnya denganku

“Ma..mas Rudi?” Terlihat keningnya mengkerut dan mulutnya menganga menatapku, sesaat langkah kakinya terhenti, dia berdiri mematung disitu.

Sepintas pandanganku mengarah ke arah tante Nela yang juga sama – sama terkejut

“Kalian sudah saling kenal?” Tanya tante Nela heran

Aku hanya mengangguk sambil beranjak dari tempat dudukku. Aku melangkah mendekati tante Vita yang masih berdiri mematung, tante Nela terlihat masih terpaku ditempatnya.

Aku sodorkan tanganku kearah tante Vita bermaksud menyalaminya.

“Bagaimana kabar tante?” tanyaku gugup, bersamaan dia menyambut tanganku

“Ba..baik mas, mas kok bisa sampai disini?” Tanyanya dengan suara terdengar gemetar

Aku tidak menjawab pertanyaanya, pandanganku kini beralih ke anak kecil yang dari tadi tak bisa diam saat digandeng tante Vita

“Apakah dia...?” Aku menatap tante vita kembali

“Iya mas, dia Mahendra” Ucapnya yang kini terlihat matanya mulai basah

Aku tersentak mendengarnya. Seketika itu aku langsung jongkok memeluk anak itu dan menciuminya. Ya dia anakku, darah dagingku. Aku memeluknya dengan erat, air mataku tak terasa meleleh begitu saja.

Didalam dekapanku, Mahendra terlihat menatapku heran, sampai akhirnya dia mulai meronta melepaskan dekapanku. Setelah terlepas dari pelukanku, dia berlari masuk keruang belakang toko. Aku kembali berdiri sekilas terlihat mata tante Vita kini sudah sangat basah karena air mata, hingga menetes membasahi hijab yang dikenakannya.

“Mahendra, mau kemana sayang...?” Panggilan tante Vita tak membuat anak kecil itu menghentikan langkah cepatnya.

“Sebentar ya mas, aku kedalam dulu, takut dia kenapa - napa” Ucapnya sembari melangkahkan kaki nya menuju arah kemana mahendra tadi berlari.

Aku kembali duduk di depan tante Nela yang sedari tadi ternganga melihatnya.

“Kalian sudah saling kenal?” Pertanyaan itu kembali terulang dari tante Nela

Aku menghela nafas panjang, untuk menenangkan suasana.

“Iya..” jawabku pelan sambil mengangguk

“Devita kenal mas dimana?” Tanyanya semakin penasaran

“Siapa dia te?” tanyaku balik tanpa menjawab pertanyaannya

“Ya, dia sahabat lamaku. Dia pemilik butik ini yang aku ceritakan mas” jawabnya

“Mungkin sebagai sahabat baik akan bisa lebih terbuka, jadi lebih enaknya kalau tante nanti bertanya langsung ke padanya” Aku menunduk didepan tante, hatiku serasa gemuruh

“Sekarang aku pamit dulu ya te, aku mau istirahat saja dulu ke hotel. Nanti aku akan menemui tante lagi selepas tutup toko” Kataku

“Baiklah mas, aku ngerti kok. Aku tunggu ya” Ucapnya sambil matanya menatapku penuh tanda tanya

Aku berdiri dari tempat dudukku, aku berbalik meninggalkan tante Nela.

***
Kurebahkan tubuhku di ranjang hotel, aku masih tidak menyangka akan kejadian tadi. Kenapa aku harus dipertemukan dengan tante Vita lagi. Pertemuan diwaktu yang kurang tepat, disaat aku berusaha keras untuk melupakannya dan disaat tekadku sudah bulat untuk menikahi tante Nela. Bayangan memori tentang tante Vita kembali memenuhi pikiranku, wajah lucu menggemaskan Mahendra darah dagingku terbayang begitu jelas di bayanganku.

“hmmmmffffff........” Aku menghela nafas panjang disaat aku memejamkan mata

Hampir seharian aku hanya merebahkan tubuhku disini, entah aku tak tahu apa yang harus aku lakukan pada saat ini.

Ponselku memekik pelan, tanda pesan masuk. Aku raih Ponselku yang berada di meja dekat tempat tidur, Tante Nela mengirim pesan :


Mas, nanti malam aku tunggu di cafe sebelah hotel tempat mas menginap ya.

Mas Rudi harus datang.



Aku letakkan kembali ponsel tanpa membalas pesannya, aku seakan tak sanggup lagi berucap didepan tante Nela.

---------
Malam telah tiba
Aku seakan enggan untuk berangkat menemui tante Nela. Tekad bulat akan keputusanku untuk menikahinya seakan sirna. Semenjak pertemuan tadi siang, hatiku kembali terpenuhi oleh tane Vita dan Mahendra. Aku kembali merebahkan tubuhku diatas tempat tidur, aku berdiam sejenak. Tiba - tiba perasaan malu pada diriku sendiri datang menelusup di hatiku, semua ini adalah hasil perbuatanku maka sebagai lelaki aku harus berani menghadapinya. Aku tak ingin lagi menjadi lelaki “biadab”, yang mana kata – kata itu selalu aku sebut disaat aku memaki diriku sendiri.

Aku melangkah menuju cafe dimana tante Nela akan menemuiku malam ini. Setelah aku memasuki ruangan cafe, disudut ruangan terlihat tante Nela duduk sendiri. Tatapannya kosong dan tangannya terlihat mengaduk – aduk minumannya dengan sedotan yang dia pegang. Aku melangkah mendekatinya,

“Maaf te, sudah lama ya menunggu?” Kataku membuatnya sedikit tersentak dari lamunannya

“Eh, Mas.silakan duduk mas” Ucapnya sedikit terkejut

“Mau minum apa mas” Tawarnya

“Hm...seperti yang tante minum itu juga boleh” Kataku sambil melirik sebuh gelas yang ada di hadapannya

Setelah memanggil pelayan cafe dan memesan sebuah minuman, kini tatapan tante Nela memandangku lekat dengan tersenyum, aku semakin bergetar, aku tidak tau maksud dari senyuman itu.

“Semenjak mas meninggalkan toko tadi, Devita tak keluar kamar dan tangisnya tak berhenti mas”

Aku hanya terdiam menatap ke arah tante Nela,

“Setelah tau aku yang hendak masuk kekamarnya, dia berhambur memelukku dengan erat, sangat erat bahkan. Disertai tangisnya semakin pecah” Lanjut tante Nela

“Maafkan aku te...” Ucapku pelan

“Lalu bagaimana dia bisa disini te? Bukannya dia ada diluar pulau” tanyaku

“Suaminya adalah seorang pengusaha yang bisa dibilang sukses. Beberapa bulan setelah dia terbang bersama suaminya ke kampung halamannya, Suaminya mengalami serangan jantung dan meninggal disana. Sejak saat itu Devita dibenci keluarganya, semua harta kekayaan suaminya diminta kembali oleh keluarga suaminya. Dia memutuskan untuk kembali kesini, karena hanya butik inilah salah satu usaha suaminya yang tidak diketahui keluarganya” Cerita tante Nela

Aku hanya bisa menunduk dengan hati gemuruh mendengar cerita tante Nela. Seakan tak tahu lagi apa yang aku perbuat sekarang. Tante Nela mengalihkan pandangannya dari arahku untuk beberapa saat dan terdengar dengusan nafas panjang dari hidungnya

“Ternyata kisah kalian juga sangat menyentuh ya?” Ucap tante Nela sambil menyeruput minumannya

“Ma..maksud Tante?” kataku gugup

“Devita sudah cerita semuanya kepadaku mas. Tentang semua kisah kalian, gimana perasannya kepada mas, dan siapa sebenarnya Mahendra” Matanya kembali menatapku dan lagi – lagi terlihat senyum dibibirnya

“Maafkan aku te..Sebenarnya aku nggak sebaik yang tante kira” Ucapku pelan

“Nikahi Vita mas” Kata – kata tegas terdengar dari bibirnya bersamaan kedua tangannya meraih dan menggenggam kedua tanganku diatas meja. Aku tetap menunduk tanpa bisa berucap.

“Nikahi Vita mas, cinta dia ke mas masih tetap seperti yang dulu, percayalah.!” katanya semakin tegas

Aku kini menatapnya, mata tante Nela terlihat berkaca akan tetapi bibirnya tetap tersenyum

“Taa..tapi te..” Kataku gugup

“Aku tahu kok mas perasaanmu. Dan kalau boleh jujur aku juga mencintai mas saat ini” Kini matanya terlihat benar – benar basah

“Tapi lihatlah Mahendra mas, dia anak mas Rudi. Aku bisa merasakan kebaikan dan ketulusan Vita ke mas Rudi bisa setara dengan Sinta, dan dialah yang pantas dengan mas” Kata-kata tante Nela sedikit bergetar, tangannya semakin erat menggenggam tanganku

“Aku akan lebih bahagia bila mas Rudi mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku.” Katanya pelan dan kini menunduk sehingga terlihat airmatanya menetes jelas ke pipinya.

“Tapi aku tak yakin sekarang, apakah tante Vita masih berperasaan sama seperti yang dulu te” kataku

“Percayalah padaku mas..Nikahi Vita” Ucap tante Nela

“Maafkan aku te..” Suaraku sekarang terisak

Tangan tante Nela menyeka airmatanya, sekarang terlihat kembali tersenyum menatapku

“Aku yang harusnya terima kasih sama mas Rudi, Sinta, dan Vita”

“Karena kalianlah aku mengerti apa itu kebaikan, ketulusan dan apa itu cinta yang sesungguhnya..” Lanjutnya.


-----
“Bagaimana tante kok bisa tau semua ceritaku dengan tante Vita secara detail? Apa Vita menceritakan semuanya kepada tante?” Kataku pada tante Nela heran

“Jangankan cerita tentang hubungan kalian, mas Rudi pernah ngentot dengan Reni dan Maya sekaligus aku juga tau” Jawabnya

Aku semakin terkejut mendengar itu, badanku bergetar dan keringat dinginku mulai keluar seketika

“Tan..tante tau darimana?” Tanyaku dengan suara gugup

Mendengar pertanyaanku, tante Nela tersenyum. Tangannya meraih Ponsel yang ada di meja, sejenak dia tampak serius dengan ponselnya entah apa yang dilakukannya. Beberapa saat kemudian dia memperlihatkan layar Ponselnya kearahku

“Aku baca di sini mas” Katanya dengan senyumannya yang kembali nakal menggoda.

Kutatap dengan seksama layar ponselnya, terlihat sebuah halaman forum di pojok kiri atas tertulis, SEMPROT :p


~TAMAT~


*Terima kasih buat para suhu semua yang sudah mampir, mohon maaf apabila kurang berkenan dan susunan kata masih berantakan. Dan mohon maaf yang sebesar besarnya belum bisa bales komen para suhu satu-persatu..kritikan dan masukan para suhu sangat berharga buat saya..
Salam.. :ampun:
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd