Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Tania Pacarku Anggota Paskibra

UPDATE 1

Sejak kejadian waktu itu, aku dan Tania semakin sering bercumbu. Sudah banyak tempat aku jadikan lokasi untuk memuaskan nafsu Tania. Bioskop, karaoke, lift mall menjadi saksi bisu Tania melepas lenguhannya. Tapi salah satu yang paling sering kami lakukan adalah handjob yang dilakukan Tania di atas motor. Setiap melewati jalanan yang sepi dan cukup gelap, Tania pasti melingkarkan tangannya ke pinggangku, menempelkan tubuhnya sehingga aku bisa merasakan lembut buah dadanya yang aku yakin putingnya sudah tegak menantang, lalu perlahan tangannya membuka resletingku dan masuk ke dalamnya. Tak perlu melihat, jari-jarinya benar-benar terlatih mencari dimana penisku bersembunyi, seolah-olah ada mata di tiap ujungnya. Tidak puas hanya memainkan penisku, ia juga membisikkan kata-kata binal yang sengaja dibuat mendesah di telinga kiriku. Kelihaian ini mungkin sedikit banyak adalah hasil dari latihan Paskibra dulu. Jadi, salah satu latihan Paskibra adalah membuka bendera yang sudah digulung, untuk kemudian dilipat, tapi tidak boleh sampai berantakan, harus menggunakan jari-jari yang lihai mencari jalur.

Ternyata nafsu Tania benar-benar tinggi, dan sangat agresif. Dia bahkan tidak malu mengaku kepadaku kalau tidak ada malam yang ia lewatkan tanpa masturbasi. Membayangkan nikmatnya lumatan di bibir waktu itu, katanya. Perempuan dengan banyak rambut-rambut halus di tubuhnya ternyata memang agresif dan mudah terangsang. Tapi meskipun agresif, Tania hanya berani sebatas petting dan oral. Keperawanannya masih dijaga.

Begitulah awal kisah kami bisa sedekat ini.

Kembali ke atas motor menuju hotel. Hotel yang kami tuju adalah salah satu hotel bintang 4 di Kota Depok. Kemampuan SSI ku nyatanya masih cukup tajam untuk merayu Tania menginap barang semalam. Sebenarnya tidak sulit juga merayu Tania. Waktu itu ku sentuh tubuhnya sambil kucium mesra bibirnya saat karaoke berdua. Perlahan dia mulai kehilangan akal. Tanpa perlawanan berarti dia cuma menjawab “mmhiyah.. aku mau..” saat kubisikkan ajakan itu ke telinganya.

Sampailah kami di hotel tersebut. Hotel dengan desain modern berwarna silver itu terlihat megah di pinggir jalan Depok, dengan lampu-lampu yang menyala di tiap jendelanya. Langit-langit dibuat sangat tinggi, sampai aku merasa seperti kurcaci yang tersesat ke dunia manusia. Marmer cokelat melapisi seluruh lobby, mulai dari lantai sampai dinding. Cahaya lampu kekuningan menambah kesan hangat-elegan waktu jatuh menerpa tiang-tiang tebal yang juga terbuat dari marmer. Ada beberapa kursi di sudut lobby. Sebagian terbuat dari rotan, sebagian lainnya dari kulit. Kursi itu penuh tempati tamu, Tania salah satunya, yang kubiarkan menunggu disana sementara aku mengurus check in ke resepsionis.

Sepuluh menit kemudian aku kembali menjemput Tania untuk naik ke kamar. Dari kejauhan kulihat Tania berdiri. Gayanya hari ini seperti sengaja menggodaku. Ia kenakan pakaian serba hitam, warna favoritnya, mulai dari kemeja, luaran cardigan, dan jeans. Hanya sepatu bootsnya yang warnanya bukan hitam, tapi cokelat tua. Riasan wajahnya tipis seperti biasa, cantik alami. Rambutnya yang pendek dibiarkan tergerai sedikit di atas pundaknya. Untuk aksesoris, ia memilih jam kecil di tangan kanan, dan choker hitam di lehernya, yang memancing kesan liar, yang sebenarnya kontradiktif dengan wajah manis-lugunya.

“Yuk Tan..”

“Kamarnya nomor berapa kak?”

“2126” Jawabku singkat sambil memamerkan kunci kamar.

Kami pun berjalan menuju lift yang terletak di sisi kanan lobby. Kugandeng tangan Tania dengan lembut, tanpa nafsu, supaya terbangun mood yang baik untuk eksekusi nanti.

Di depan lift ada 6 orang mengantri. Satu pasangan, usia sekitar 30 tahun, mungkin suami istri. Dan 4 orang lainnya adalah keluarga dengan 2 anak yang masih kecil. Tidak lama kami mengantri, pintu lift pun terbuka. Kutempelkan kunci kamar, lalu kutekan angka 21, membuat angka itu menyala jingga gelap seperti langit kala senja. Tamu lainnya kulihat menekan angka di atas kami, berturut-turut 22 dan 23. Kami hanya diam sepanjang perjalanan naik.

Di lantai 21, kami turun. Kucari petunjuk ruangan, lalu berbelok ke kanan. Kamar 2126 ternyata ada di paling ujung koridor. Sempurna, pikirku. Ku tempelkan kunci kamar, dan lampu pada pintu berkedip hijau, tanda kamar sudah bisa kami masuki. Kunci lalu kuselipkan di tempatnya, supaya listrik tetap menyala. Kulihat jam saat itu menunjukkan pukul 11 malam.

Kamar yang kami tempati berukuran standar, sekitar 40 meter persegi. Dari pintu masuk kami disambut oleh pintu kamar mandi di sebelah kiri dan lemari di sebelah kanan. Maju sedikit maka kami bisa melihat sebuah double bed dengan seprai putih di sebelah kiri. Di seberang tempat tidur tergantung TV 30 inch di dinding. Dari situ baru kusadari bahwa dinding kamar mandi terbuat dari kaca. Bisa kami lihat sebuah bathtub menempel di dinding kaca, washtafel lengkap dengan cermin, dan ruangan untuk mandi dengan shower. Kamar ini diakhiri dengan jendela kaca yang sangat besar. Tirai-tirainya menjuntai sampai ke lantai. Kubuka tirai itu dan terlihat pemandangan jalanan Depok yang sudah mulai lengang. Puas memandangi lampu-lampu kendaraan, aku berbalik dan mendekati Tania yang sudah duduk di atas tempat tidur.

Sambil duduk di atas tempat tidur, aku menarik wajah Tania. Kuciumi wajahnya di wilayah sekitar bibirnya: kumulai dari pipi kanannya, turun ke dagu, ke pipi kirinya, sambil sesekali menggoda dengan mencium semakin dekat ke bibir. Bisa kurasakan nafas Tania mulai memburu, dengan mata terpejam. Bibirnya terbuka, mencari-cari bibirku, berharap dikasihani demi ditelan kenikmatan yang dia nantikan. Tapi aku tidak langsung melumat bibirnya. Kuarahkan ciumanku ke leher kirinya. Kali ini kukeluarkan kemampuan lidahku menjamah lehernya yang jenjang. Ternyata leher memang salah satu wilayah sensitif Tania. Baru sedetik lidahku menyerang, desahan kenikmaan langsung keluar dari pita suaranya yang nyaring.

“mm…hhah..” lenguhnya sambil tangannya menjambak rambutku dan menariknya supaya makin lekat menempel di lehernya.

Kuresapi menit demi menit menjelajahi leher wanita ini, mencari tahu reaksi berbeda di tiap jengkal kulit lehernya yang halus. Setelah cukup puas, kulepaskan cumbuanku, lalu kudorong tubuh Tania sehingga merebah di atas Kasur. Kurentangkan kedua tangannya dan kutahan agar tergeletak tidak bergerak di samping kedua kepalanya. Perlahan kuberikan apa yang dia idam-idamkan. Kukecup bibirnya dengan lembut. Pelan, penuh perasaan. Ia menyambutnya dengan membuka sedikit bibirnya, dan ikut dalam irama cumbuan nafsu itu. Aku bisa mendengar suara kecupan yang dibuat kedua bibir kami mengisi ruangan. Tak ada kata-kata yang kami ucapkan. Hanya bahasa alam dari kecupan dan lenguhan yang anehnya pasti dimengerti semua insan.

Tania juga merasakan nafsunya semakin naik ke puncak kepalanya. Ia tidak bisa berpikir jernih lagi. Perlakuan yang dia terima benar-benar berbeda dari yang dilakukan mantan-mantannya. Lumatan dan jilatan berkesan begitu sensual, tapi juga dipenuhi rasa sayang, bukan nafsu belaka. Membuat dirinya terombang-ambing di atas ombak nafsu dan cinta. Suara yang dia keluarkan sudah sepenuhnya muncul dari vaginanya yang sudah basah dari awal lumatan di leher.

Setelah lima belas menit, kuhentikan cumbuan itu. Tania yang sedang melayang-layang, kaget saat kenikmatan itu dicabut. Tanpa disadari, wajah Tania bergerak mencari-cari dimana bibirku, dengan mata terpejam. Bibirnya terbuka, menunjukkan lidahnya yang dijulurkan berharap cukup panjang untuk menarik kembali kenikmatan yang telah diambil. Tapi tanganku yang kuat menahan, membuat seluruh tubuh Tania tidak berdaya, selain pasrah menempel di atas kasur.

“Ahhhhhh…” lenguhnya panjang

“kenaph..ahh.. ber..entih… kaakhh..” Ia mulai meracau

“uummhh hahh… “ sekali lagi ia majukan wajahnya, seolah menyajikan santapan yang ia siapkan sendiri. Tapi lagi-lagi usaha itu cuma berbuah udara kosong.

“Kamu mau aku kasih yang lebih enak?” tanyaku sambil terus menahan tubuhnya agar tidak bisa bangkit.

“Mmau Kak.. mau… please” jawabnya sekenanya

“Kalau gitu, sekarang kamu ganti baju. Pakai baju yang kemarin aku minta” perintahku

“mmh… iya kak…”

Kulepaskan peganganku, dan Tania pun bangkit. Dengan terhuyung dia mengambil tasnya lalu masuk ke dalam kamar mandi. Dari dinding kaca kulihat ia masuk lalu belok kanan ke arah bathtub. Disana ia turunkan tirai, sehingga aku tidak lagi bisa melihat aktivitas di baliknya.

Sepuluh menit kemudian ia keluar. Tania sudah mengenakan pakaian yang kuminta: Seragam Paskibra. Pakaian Dinas Upacara (PDU) putih sebagai atasan dan bawahan rok putih pendek. Itu adalah seragam yang memang diberikan kepada anggota paskibra di SMA setelah seleai bertugas di upacara 17 Agustus. Ukuran tubuh Tania memang tidak terlalu banyak berubah, tapi tetap seragam itu terlihat lebih fit di tubuhnya, memamerkan lekuk samar di pinggang. Pin merah putih di dada kiri dan pin nama bertuliskan "Nadyfa Tania" terlihat membusung akibat dua gundukan di dadanya. Tania memakai seragam dengan lengkap, termasuk sarung tangan putih, kaos kaki putih, sepatu pantofel hitam, syal merah putih dan peci hitam lengkap dengan lambang garuda. Ia pun ternyata merias kembali wajahnya, menjadi lebih ‘dandan’ dengan rambut dicatok dan membentuk model khas paskibra, persis seperti mau upacara.

d4c9863a-11f0-4ecf-a8b7-88437cd0dca4_11.jpg

“Kamu cantik banget” pujiku sambil berdiri dan menatap Tania dari ujung kaki ke ujung kepala.

“Aku dandan buat kamu kak” jawab Tania menggoda

Akhirnya aku bisa mewujudkan fantasy yang dari dulu kuimpikan. Aku mengambil sikap sempurna: berdiri tegap, dada dibusungkan, tumit dirapatkan, tangan dirapatkan di samping paha.

“Perhatian! Pimpinan saya ambil alih! Siaap… Gerak!” Perintahku dengan lantang.

Mendengar aba-aba, jiwa paskibra Tania langsung merespon dengan berdiri sikap sempurna. Dadanya dibusungkan. Pandangan lurus ke depan, dengan senyum tipis bersimpul.

Aku berjalan mendekati Tania dan berdiri tepat di depannya. Kusentuh lehernya, dan kuraba halus menuju telinganya. Lalu aku berputar ke belakang tubuhnya dan kubelai punggungnya perlahan, dari atas ke bawah. Bokong bulat yang cukup padat kini jadi sasaran penjamahan. Khidmat remasan dan belaian kuberikan kepada anggota Paskibra yang tidak bisa apa-apa, kerena dalam sikap sempurna itu.

Puas dengan sikap sempurna, kali ini kuberikan aba-aba untuk posisi istirahat di tempat.

“Istirahat di tempat… gerak!” Komandoku

Dengan sigap Tania membuka kaki kirinya, dan kedua tangannya diletakkan di belakang, tepat di atas bokongnya.

Godaanku kali ini bakal lebih berat. Sikap berbaris Tania akan sangat diuji. Dari belakang, kubuka slayer merah putih yang melingkari lehernya. Dapat kuintip dari celah lehernya, Tania tidak memakai apapun di balik seragam PDU nya. Langsung saja kumasukkan tangan kananku ke balik PDUnya, tanpa melepaskan kancing. Dengan mudah kutemukan gundukan kewanitaan disana. Walaupun ukuran dadanya kecil, 32A, tapi membuatku tak perlu susah payah merangsangnya. Sedikit sentuhan di pinggiran putting sudah membuat posisi istirahat di tempatnya goyah.

“hh.. hahh… hhh.. hahh..” nafasnya mulai berubah menjadi desahan

“kenapa Tan? Bukan begitu caranya istirahat di tempat” Kataku, sambil mendaratkan lidah di leher sebelah kirinya. Mata Tania mulai merem-melek menghadapi dua rangsangan sekaligus.

“mmh… hah…”

“mmh.. uhh..”

“hahh… uhh.. mmhh.. hh.. hahh..”

Selama 5 menit, cuma suara itu yang jadi latar suasana.

Setelah kuhentikan seranganku, ternyata Tania masih bersusah payah menahan posisi istirahat di tempatnya. Tapi kepalanya sudah tidak terlalu lurus, sedikit mendengak dengan mulut terbuka dan lidahnya sedikit dijulurkan.

Selanjutnya kusingkapkan turun rok putih yang menutupi aurat bawah wanita yang sedang diselimuti birahi itu. Dia agak kaget, tapi masih bisa menahan posisi istirahatnya. Di balik rok itu kulihat Tania memakai celana dalam berwarna putih dengan potongan pinggang tinggi, sexy sekali. Dari kedua celah pahanya yang memang terbuka, kuraba kewanitaannya dengan jari tengahku.

OIP.F-rsdmLNQM6vy4D5yc36sQHaHa

“Ooooh…” Desah Tania cukup keras

“Kamu udah terangsang banget ya? Udah basah banget di bawah sini, sampai tembus ke luar” Bisikku di telinga Tania.

“mmhh… hohhh.. hhh” Cuma itu jawaban yang keluar dari nafas Tania.

Kukeluarkan sebuah alat kecil berbentuk lonjong sedikit membulat dengan warna pink dari saku kananku. Alat ini sudah kusiapkan khusus untuk momen ini. Vibrator itu lalu kutempelkan di luar celana dalamnya yang basah, tepat di atas klitoris.

“ahh.. kamu nempelin apa? Mmh” tanya Tania

Tanpa menjawab, aku berjalan ke depan, menjauhi Tania ke arah tempat tidur. Lalu kuperlihatkan sebuah remote control berwarna pink.

“Kayaknya kamu udah lama banget nggak baris. Jadi nggak disiplin. Apapun yang terjadi, kalau belum ada perintah, nggak boleh ada gerak tambahan” Kataku dengan nada tegas

“Tahan posisi itu yang bener. Kalau berhasil kamu aku kasih hadiah”

Remote itu punya 4 tombol untuk mengatur kecepatan vibrator yang asyik melekakt di daging basah Tania itu. Aku pun menekan tombol kecepatan 1, paling rendah.

Ddrrt… dddrrtt.. terdengar samar suara getaran ditimbulkan vibrator.

Tania baru pertama kali merasakan sensasi toy sex seperti ini. Selama ini dia Cuma melihatnya di beberapa film porno koleksinya. Getaran itu walaupun kecil tapi tepat di klitorisnya, merangsang darah semakin banyak mengalir ke sana dan mengalirkan cairan kenikmatan bening dari liang senggamanya.

“hhh.. hahhh… Ahhhh… mmaaahhh… uuuhh.. ye..aaahh.. owhh”

Tania mendesah dengan jelas sekarang. Kepalanya semakin mendengak dan mulutnya menganga lebar mengeluarkan nafas-nafas seperti panggilan kawin betina kepada jantan paling tangguh yang dia dambakan. Perlahan-lahan pinggulnya mulai bergerak maju-mundur, kadang juga kanan-kiri, kadang memutar, mencari-cari rangsangan yang lebih hebat, yang lebih keras menekan pusat birahinya berasal.

Pemandangan itu benar-benar erotis dan membuat penisku sangat tegang. Posisi istirahat di tempat Tania semakin kacau. Kakinya tidak lagi lurus, sudah menekuk dan terbuka lebih lebar sehingga lebih bisa membuat lingkaran yang lebih besar dengan pinggulnya. Tangannya masih di belakang, tapi sudah diturunkan asal-asalan, sama sekali tidak sigap. Kepalanya menengok dan memutar ke sana-sini, mulutnya lebih banyak terbuka dan liur bening terlihat mengalir dari pinggir bibirnya yang berubah-ubah bentuk mengikuti suara lenguhannya. Suara racuan binal yang tidak jelas maknanya juga terlontar begitu saja. Matanya kadang terpejam, dengan sesekali melihat ke bawah ke benda ajaib yang memberinya sensasi surgawi itu. Kakinya dijinjitkan, tetap seimbang meskipun memakai sepatu pantofel, membuat Tania terlihat lebih tinggi.

Cukup lama aku bermain-main dengan reaksi Tania. Kunaikkan kecepatan vibrator itu ke nomor 3, lalu kuturunkan lagi ke nomor 2, lalu kunaikkan lagi, kuturunkan ke nomor 1. Begitu seterusnya. Reaksi Tania mulai kacau karena nafsunya dipermainkan seperti roller coaster. Dadanya berdegup kencang saat getaran alat itu naik, rasanya vaginanya bisa meledak kapan saja. Namun tiba-tiba turun lagi, membuat nafsunya kecewa, dan saat itulah ia gerakkan pinggulnya dengan liar, bentuk protes dan rengekan.

Aku tak tahu pasti sudah berapa lama waktu berjalan. Mungkin setengah jam? Sepertinya sudah saatnya aku menggunakan mode kecepatan terakhir. Nomor 4. Mode turbo! Kumasukkan dulu ke mode 1, agar Tania mencari-cari rangsangan yang lebih keras. Baru kutekan mode turbo, dan reaksi Tania benar-benar hebat. Ia berteriak dengan penuh kenikmatan. Badannya dibungkukkan, pahanya dirapatkan, dan bibirnya terbuka lebar mengalirkan lebih banyak liur. TIdak lama kemudian ia jatuh terduduk, dan telentang. Kakinya semakin dirapatkan, dan tangannya meremas kedua kantung susunya. Ia gerakkan dengan sangat keras pinggulnya ke kiri da kanan

“Ah! Ah… Ah!!”

“Khhaak.. auuum.. auuk.. ellua…rrhhhh”

“OOohhh.. mhh.. hahhh”

“Hahh..! hahh..! Hahhh!!”

Teriakan yang semakin liar menandakan ia akan segera orgasme. Di saat itulah kumatikan vibrator tersebut. Sontak Tania berhenti dan lenguhan kekecewaan disuarakannya. Pinggulnya terus mencari-cari getaran hebat tadi, tapi hampa, tidak ada lagi kenikmatan untuknya. Dia benar-benar kecewa dan uring-uringan.

“Ahhh.. kakkk.. mhhh. Kenapa berhenti..Ahhh.. Mau lagi.. Jangan berenti dong.. Ahhhh” rengek Tania. Suaranya masih penuh nafsu.

Aku jongkok di depan Tania. Kujambak rambutnya dan kutarik ke belakang. Kudekatkan wajahku, cukup dekat untuk melihat sisa-sisa nafas nyaris orgasme yang aku tarik kembali.

“Aku tadi bilang apa? Kamu harus baris yang bener. Masa istirahat di tempat aja enggak bisa”

“ahh.. abis enak banget kak… aku nggak kuat” Jawabnya begitu dekat dengan wajahku. Memelas minta dikasihani. Kurasakan nafasnya hangat menerpa wajahku, karena ia bicara dengan nafas berat.

“Nggak bisa. Tadi aku bilang kalau kamu berhasil, kamu bakal aku kasih hadiah. Tapi karena kamu gagal. Aku harus menghukum kamu”

Lalu kutarik Tania berdiri, dan kudorong sampai ia tersungkur ke atas kasur. Akan kuajarkan apa konsekuensi akibat melanggar kedisiplinan itu.

BERSAMBUNG

OIP.Kcy1dTA7hyMZAsDKboG2jwHaKj
Mari kita menunggu update
Tania binal jg ya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd