Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Terbukanya Wawasan Setelah 15 Tahun Menduda

Bimabet
ada putri ada illona, yo wes ngalah ke illona untuk wawancara putri, putri feelling ada apa dgn illona, xixixi, pilih mana, putri,illona tania marin atau amel, hehege
Tania!? :huh: Marin!??
:bingung:
Amel!!??!?
mau jadi:pandaketawa: Rahwana nich ceritanya!?​
 
mantap bos, pelan2 bikin kontinuitas selonjor.
secara usia matang yg gak asal sruduk.
 
Besok masuk. Update dulu yuk. Hehe maaf ya hu agak lama. Ini cerita balik lagi ke awal setelah di bali. jadi cerita kemarin sama putri tuh sebenernya cuman kaya teaser aja akan ada tokoh baru. biar pada tetep nungguin hehehehe. tapi awal cerita season kedua tuh ini. maaf kalau sempet bikin bingung.
 
“Haha gila lo. Nggak ah, kantor gua gak boleh nyambi,” celetuk saya kepada sosok di depan saya. Sosok yang saya hormati karena kepintaran dan kecerdasannya. Tiap tahun, selalu saja ada prestasi yang ia ukir. Saya memang kagum dengan dirinya meski kami dulu bersama di lapangan tidak lama.

“Yaaaahhh nanti gua ajuin MoU ke kantor lo deh… Mau ya?” balesnya sambil memegangi tangan kanan saya.

“Nggak ah, gua gak bisa ngajar,” tolak saya lagi halus.

“Ih nyebelin. Jahat lu,” ketusnya.

“Lu kerjaan banyak banget emang gaji perusahaan lokecil? kan kagak. Bener-bener ya lu gara-gara uang,” ledek saya.

“Brengsek emang lu kaya yang lain ya. Ngledekin gua mulu. Emang gak boleh jurnalis masuk coorporate hah?” kali ini saya dicubit di perut.

“Aduuuuh ampun bu dosen ampun,” hindar saya.

Ya. itu adalah pertemuan saya kembali dengan Putri setelah sekian lama tak bertemu. Ini kejadian tepat sebulan setelah saya pergi ke Bali. Tepat 30 hari setelah menikmati Amel dan Marin. Saya sedang berada di acara silaturahmi sebuah perusahaan ternama baru setelah pelantikan. silahturami ini acara rutin jika ada pergantian jabatan. Petinggi media biasanya diundang, tanpa rekaman, tanpa kerjaan, hanya mengobrol dan menikmati hidangan makan malam.

Ada yang bereuni dengan teman di lapangan, ada yang mencari muka di depan pejabat strategis. Bukan untuk mencari jabatan, hanya untuk mencari garansi mendapat update penting terdepan. Bukan waktunya buat saya melakukan itu. Saya memilih untuk mengobrol dengan Putri. Maklum, tindakannya masuk ke coorporate sungguh menjadi candaan para jurnalis senior. Tetapi candaan itu bukan menghina, hanya murni candaan yang umum terjadi di kalangan kami.

Putri juga menjadi dosen di sebuah universitas. Awalnya ia hanya menjadi dosen tamu, tetapi kemudian dia diangkat menjadi dosen. Sungguh cemerlang karirnya. Tadi, ia mengajak saya untuk menjadi dosen tamu. Tetapi saya tak berminat sebenarnya. Jika hanya dijadikan narsum di beberapa kuliah umum saya tak keberatan. Tetapi untuk kelas, saya tidak bisa.

---

Tiga hari kemudian.

“Mas, kamu dipanggil ke pusat ketemu bapak,” ujar Tania agak cemas.

“Bapak? Tumben. Rapat?” tanya saya agak bingung.

“Enggak, sendiri. Kamu bikin salah apa?” tanyanya lagi.

“Mana ku tahu. Sekarang?”

“Iya. Jangan-jangan kita ketawan?” Tania cemas.

“Uh sayang, tenang aja. Aman lah kita,” ujar saya menghampiri Tania yang masih berdiri di depan pintu ruangan. Saya kecup dan mengajaknya keluar. Berjalan di belakangnya saya tak rupa meremas bokong Tania yang sangat seksi tertutup jins ketat.

Beberapa jam kemudian.
“Jadi kenapa?” buka Tania. Macetnya jakarta segera ia alihkan. Tania kini duduk di belakang mobil bersama kami. Ini adalah jatah rutin Tania yang harus saya penuhi. Jangan tanya alasan apa yang harus kami buat untuk menghindari pertanyaan Dena dan suami Tania.

“Kamu tau Putri kan PR perusahaan X? Dia ngasih proposal ke bapak. Intinya mau kerjasama antara kampus, perusahaan dia, sama perusahaan kita. Nanti aku beberapa kali jadi dosen tamu. Terus nanti juga akan ada beberapa kali anak-anak didiknya ke kantor buat tour. Nah terus anak-anak itu magangnya di kantor Putri sekarang nantinya,” ujar saya.

“Oalaah ku kira kita ketawan,” Tania tenang sambil menyenderkan tubuhnya di badan saya. Ia kemudian mengecup bibir saya. Tak terasa kami sudah sampai di salah satu hotel langganan kami. Memang lokasinya tak jauh dari kantor. Ini dulu hotel saya gunakan untuk menginap jika kelelahan liputan. Meski bukan hotel murah, tapi karena pemiliknya pernah saya tolong, saya selalu gratis untuk menginap di sini.

Memasuki kamar hotel, kami langsung melakukan ritual masing-masing. Saya memesan makanan sementara Tania langsung mandi. Ketika makanan datang, saya gantian mandi. sementara Tania seperti biasa berbenah, mengubah suasana hotel menjadi senyaman mungkin untuk berdua. Setelah saya mandi, dan Tania menyiapkan segalanya, kami kemudian berbenah. Sambil tiduran kami berpelukan. Sekedar menunggu agar makanan turun ke perut.

Malam itu, Tania hanya mengenakan kaos u can see longgar. Ia tak mengenakan bh. sementara bawahan ia hanya mengenakan celana dalam saja. Begitu juga dengan saya yang cukup santai hanya mengenakan celana dalam. Toh malam ini semua tak akan dipakai, pikir saya. Sambil menonton tv dan rebahan saya memeluk Tania yang berada di kanan. Perlahan tangan saya masuk ke baju Tania dan sambil memilin puting kananya. Tak ada protes, saya rasa Tania pun juga sudah terbiasa dengan kejailan tangan saya ketika kami berdua. Sambil menanyakan kabar Dena, Tania masih terlihat santai. Walau saya sudah mulai sadar bahwa putingnya mulai mengeras. saya cubit bagian ujung putingnya dan kemudian saya tarik keatas. Tania yang masih fokus nonton tv hanya menampar kecil wajah saya dan berkata, “Sakit tau!”. Saya tak mempedulikan. Saya lalu meremas payudaranya secara keseluruhan. Sambil tangan kiri sudah mulai mengarahkan ke celana dalam Tania. Dari luar saya raba dan tekan-tekan vaginanya, terasa betul bahwa kain celana dalamnya sudfah agak sedikit basah. Kemudian saya singkap sedikit bagian bawah yang menutupi vaginanya. Saya masukan kedua jari sekedar untuk mengelus-elus klitoris. Nafas Tania mulai tersengal-sengal. Matanya yang masih menatap ke televisi perlahan-lahan mulai tertutup setengah tanda menikmati.

Saya kemudian memasukan jari lebih dalam, Tania sudah basah rupanya. ketika jari telunjuk dan tengah saya sudah agak kedaflam, Tania memegangi lengan saya meminta berhenti. Ia menatap saya dengan mata sayunya.

“Jangan di sini yu,” ujar Tania.

“Hah terus di mana?” saya merasa mungkin Tania bosan karena kamar yang sama juga saya gunakan untuk menggarapnya setiap bulan. Mungkin ia ingin pindah hotel, pikir saya.

“Di balkon mau nggak?” tanyanya sambil tersenyum.

“Ayuk,” ujar saya antusias. Sayapun langsung berdiri dan mendorong sofa single seat ke arah balkon. Sementara Tania melepaskan seluruh pakaiannya dan mengikuti saya ke arah ke balkon. Saya mengiyakan ajakan Tania karena memang pemandangan balkon kamar kami tidak ke jalan raya ataupun ke sesuatu tempat yang rame. Hanya komplek perumahan mewah yang sepi. Terlebih lagi terdapat dinding pemisah di kiri dan kanan sehingga tetangga tak akan bisa melihat. Pagar balkon pun terbuat dari beton, bukan sekedar besi atau kaca. Sehingga kami tak terlalu terkespos sebenarnya.

“duduk kamu mas,” perintah Tania. Saya kemudian duduk di sofa yang lumayan besar meski hanya untuk satu orang. Tania kemudian bersimpuh di lantai dan melepaskan celana dalam yang saya pakai. Setelah terlepas, Tania memberikan tatapan menggoda. Ia kemudian mengarahkan penis saya ke bibirnya. Ia kecup kepala penis saya dan terus ke bawah hingga ke kantung biji. Ia kecup dengan manja dan perhatian. Setelah itu Tania kembali mengarahkan bibirnya ke arah kepala penis saya. Ia julurkan lidahnya. Kemudian menyusuri setiap batang penis saya dan membasahi dengan air liurnya.

“Masukin yang,” ujar saya gemas karena diperlakukan seperti itu.

“Gak sabaran banget sih.” balas Tania. Ia kemudian bangkit, mengangkat tubuhnya dan mendudukan tubuhnya di atas paha dan penis saya. Tania mencium saya dengan sangat panas. Sementara itu, pinggulnya ia tekan ke penis saya. Bibir vaginanya terasa betul menempel di batang penis saya yang masih belum juga ia masukan, malah ia duduki. Sambil berciuman, Tania memutar pinggulnya, agar penis saya menggesek-gesek vaginanya. Tania terus memutar dan menggesek.

“Hmmm, enak mas….” erang Tania di tengah-tengah berciuman.

Saya tidak menjawab. Hanya ikut menekankan ke atas penis saya setiap pinggulnya memutar. dan ketika itu, Tania berhenti mencium. Namun bibir saya ia gigit.

“Enak banget mas digesek-gesek...” bisik Tania di kuping saya sambil sesekali menjilati leher saya.

“Enak lagi kalau di masukin,” ujar saya tersenyum. Tania ikut tersenyum, ia menggigit hidung saya tanda gemas. Tania mengangkat sedikit pinggulnya, ia arahkan tangannya ke penis saya. Melepaskan dari tindihan. Masih dengan menatap saya sambil tersenyum, ia dirikan penis saya. Lalu ia tempelkan kepala penis saya tepat di bibir vaginanya. Namun ia enggan menurunkan pinggulnya. Tania kembali memutar pinggulnya lalu tersenyum puas seakan berhasil menggoda saya.

“Hmmm usil banget sih kamu,” ujar saya.
“Mau dimasukin?” goda Tania.

“Mau banget..” balas saya. Tania masih menekan-nekankan bibir vaginanya di kepala penis saya. Jujur saya merasa kegelian. Ingin langsung menusuk, tetapi saya tau Tania juga menikmati kesenangan-kesenangan tanggung ini.

Secara perlahan, Tania mulai mengalihkan pandangannya. Ia mendongak ke atas saat pinggulnya turun. Ia kemudian memejamkan mata. Seolah berada di dalam kenikmatan sendiri.

“Ssssss hmmmm ssss” desis Tania setiap pinggulnya semakin turun. Sayapun juga menikmati vagina yang mulai basah yang saya terobos. Sungguh nikmat. Sepertinya saya akan selalu merasa seperti di rumah setiap penis saya berhasil masuk di dalam vaginanya.

“Udah masuk nih. Terus diapain?” ujar Tania menggoda sambil terus memainkan hidung saya dengan gigitannya.

“Diemin dulu. Burungku baru nemmu rumahnya setelah lama main,” ujar saya menanggapi godaan Tania.

“Kasian burung kamu. Cape ya terbang dari bali? hmmm?” kata Tania.

“Burung nya cape pasti di Bali ya? Hmm? ” lanjut Tania.

“OOH ada yang jeles nih ceritanya?” goda balik saya sambil memelintir putingnya.

“SAKEEEEET! siapa juga yang jeles,” ujar Tania cemberut lalu menaruhkan dagunya di bahu saya sambil menatap tembok.

“Jangan cemberut dongg… kemanapun mainya, burungku nyamannya cuman di rumahnya kok. Punya mu,” goda saya sambil memeluknya. Mengelus punggungnya yang mulus.

“Jadi punya ku lebih ngangenin?” Tania semangat kemudian kembali mencium bibir saya. Kami kemudian berpelukan. Dan saya perlahan mulai memutarkan pinggul saya. memutar secara perlahan sambil beberapa kali menekankan ke atas untuk membangkitkan gairah Tania. Tania yang awalnya hanya diam mulai kesulitas mengatur nafas. Tampaknya ia juga cukup resah dengan kontak antara vaginanya dengan penis saya yang memutar di dalam sana.

Masih sambil menaruh kepalanya di bahu saya, Tania mulai menaik-turunkan pinggulnya. Perlahan saja tempo kami. Saya sangat menikmati meski kami bermain santai. Namun kemudian Tania dengan penuh napsu menggigit leher saya.saya tahu betul Tania benar-benar sudah panas. Tangan saya sudah berada di pinggulnya. Membantu agar pergerakan pinggulnya lebih cepat. Saya pun terus menyodok pinggul saya naik dan turun.

plok plok plok, bunyi pertemuan dua bagian tubuh kami yang penuh keringat.
“Hmmm enak mas… Buktiin kalau punya ku yang paling enak,” bisik Tania sambil masih menggarap leher saya dan memberantakan rambut saya. Sementara ia sudah tak melakukan gerakan naik turun. Semuanya saya bantu dengan tangan saya. Tania hanya pasrah.

Tania kemudian melebarkan kangkangannya. Ini ia menaruh kedua kaki di tempat sandara sofa. Membuat saya leluasa untuk terus menggenjotnya dari bawah. Semakin cepat gerakan saya, lama-lama lelah juga. Tania tersenyum.

“Dari belakang ya,” ujarnya lembut. Saya berdiri. Tania juga berdiri. Namun ia kemudian bertumpu pada kursi. Ia kemudian menungging membelakangin saya. Satu kakinya ia taruh di tangan kursi agar saya bisa memasukkan penis saya denganmudah.

“Masukin yang.” kini giliran Tania yang memohon, saya tanpa basa basi langsung kembali memasukan penis saya. Melanjutkan tempoyang seperti sebelumnya, saya menggenjot Tania dengan cepat. Bunyi pertemuan paha kami juga semakin kencang. Sementara Tania terus mengerang.

“Hmmmm ahhhhh enak masss” erang Tania.

“Suka? udah lama gak aku sodok ya?” tanya saya menggoda sambil terus.

“Suami ku juga udah lama gak aku kasih jatah...hhhhh… sengaja buat hari ini… ahhhh” jawab Tania membuat saya kaget.

“Dasar bandel!” balas saya puas dengan sambil menusuk penis saya dnegan kencang dan lebih dalam.

Tak beberapa lama, Tania mulai menggerakan tubuhnya secara tak beratur. Kaki yang ia sangkutkan di lengan kursi juga mulai semakin naik. Mungkin ia sebentar lagi akan dapat. Benar saja. Ia kemudian mengejang seperti biasa sambil meringis….

“Hmmfffff ahhhhhhhhhh aku keluar...” ringis Tania. Saya kemudian langsung mencabut penis saya. Menjongkong, kemudian menghisap vagina Tania. Melahap semua cairan yang keluar sambil terus memainkan bibir saya di vaginanya.


“ADUH pelan pelan mas… enakkk.. hmmmm” Tania kemudian ambruk di kursi. Berbalik ke arah saya. Sementara saya masih menyedot dengan sekuat tenaga semua cairan yang ia keluarkan. Bersamaan dengan terus menjilati dan menekan-nekan klitorisnya.

Tania melenguh lemas. Membuang nafas sambil berusaha menenangkan diri. Ia menghela nafas dengan dalam beberapa kali. Sambil terus membiarkan saya aktif di bawah vaginanya.

“Pinter banget sih. Siapa yang ngajarin? Gerakan baru nih?” ujar Tania kemudian menarik saya dan kami berciuman.
“Pokoknya cuman mau bikin kamu senang,” balas saya di tengah ciuman kami. Tania tersenyum puas. Merasa pengorbananya untuk menahan bercinta terbayar dengan puas.

“kok nangis?” tanya saya heran melihat air mata keluar dari salah satu mata Tania.

“Bukan nangis tau. Ini tuh aku seneng,” balasnya sambil menghapus air mata tersebut.

Malam itu kami menikmati beberapa menit di balkon hotel. Saya juga berhasil klimaks. Tapi tak perlu diceritakan lebih lanjut. Cukup sampai di sini dulu. Lanjut di cerita selanjutnya saja.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd