Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak di Amanika

Siapa tokoh perempuan favorit kalian di cerita ini?

  • Karina

  • Nabila

  • Gendis

  • Widi

  • Rini


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Di up dulu biar gak tenggelam di dasar lautan
 
Sudah mau akhir pekan ajah nih. Nabila ama Pak Harso udah sampe mana ya jalannya. Ketemuan ama Pak Karjo gak ya. Asyik kali ya kalo Nabila bertualang ama dua orang itu hehehe... ayookkk... semangat suhu @fathimah

Siap, ditunggu ya ...
Masih jet lag abis sibuk jadi GM di thread sebelah, hee
 
Part 13: Memori

Dengan konsentrasi penuh, Tomi terus memperhatikan situasi di sekitar rumah pohon tempat ia dan tiga orang perempuan rekannya berada. Ia sebenarnya merasa sedikit mengantuk, tetapi terus memaksakan diri untuk membuka mata. Ia sadar bahwa apabila ia tertidur, maka ada peluang terjadi kemungkinan terburuk bagi mereka semua. Karena itu, ia pun coba mengisi waktu dengan mendengarkan suara-suara hewan yang entah berasal dari mana.

"Anggap saja sedang mendengar konser Lion King," gumam pria tersebut menghibur diri.

Beruntung, Tomi mengenakan jaket yang cukup tebal saat pulang dari aktivitas camping, yang masih ia kenakan hingga sekarang. Karena itu, ia pun tidak terlalu merasakan udara dingin yang menerpa.

"Kamu masih belum mengantuk, Tom?" Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang.

"Eh, Bu Gendis. Belum, Bu. Tenang saja, masih aman kok," ujar Tomi menenangkan. "Sini duduk, Bu."

Gendis pun ikut duduk di sebelah Tomi. Ia ikut memandang daerah di sekeliling tempat mereka berada saat ini, meski semuanya tampak gelap. Satu-satunya cahaya yang menerangi mereka berasal dari bulan yang berada di langit. Karena itu, Gendis masih bisa melihat wajah dan tubuh Tomi, meski sedikit samar.

Gendis-1.jpg

"Widi dan Rini sudah tidur, Bu?"

"Sudah, mereka sepertinya sudah begitu kelelahan. Di dalam cukup hangat, jadi mereka pun langsung pulas."

"Ibu sendiri kenapa tidak ikut tidur bersama mereka?"

"Saat di rumah pun saya sering tidak bisa tidur apabila sedang memikirkan suatu masalah, Tom. Apalagi di situasi seperti ini," ujar Gendis sambil menundukkan kepala.

"Hmm, apalagi setelah suami Ibu meninggal ya?" Ujar Tomi, yang tidak dijawab apa pun oleh Gendis. "Maaf Bu kalau ucapan saya lancang."

"Tidak apa, Tom. Saya sudah berusaha melupakan dia dan melanjutkan hidup. Apalagi sekarang ada Rangga, anak saya. Hidup saya sekarang hanya tercurah untuk Rangga. Saat semua ini terjadi, saya merasa beruntung tidak mengajak Rangga di perjalanan kali ini, sehingga dia tidak harus melalui ini semua," ujar Gendis.

"Maaf, Bu. Tapi menurut saya tidak masalah kalau Ibu ingin terus mengingat suami Ibu."

"Hmm, maksud kamu?"

"Saya paham kalau dia adalah orang yang berada di hati Ibu selama ini. Biarkan api cinta itu terus ada, dan lanjutkan hidup bersama kenangan akan dia," entah dari mana Tomi mendapatkan kata-kata seperti itu. Tiba-tiba saja kalimat indah itu meluncur dari mulutnya.

"Hahaa, pikiran kamu ternyata sudah jauh lebih dewasa ya daripada umur kamu."

Tomi hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Kamu sendiri kenapa selalu bergonta-ganti pacar sih, Tom? Baru sebentar bawa yang satu, beberapa minggu berikutnya bawa yang baru lagi, hee," tanya Gendis.

"Ya, saya juga tidak tahu, Bu. Entah kenapa saya selalu merasa kurang cocok dengan perempuan, terutama yang seumuran dengan saya. Pikiran kami seringkali tidak nyambung. Dan apabila sudah begitu, saya memilih putus saja dan cari yang lain, daripada lama-lama pacaran tanpa kejelasan."

"Ya, wajah kamu ganteng sih, Tom. Kamu putus sama satu cewek, sepuluh cewek mungkin sudah mengantri untuk jadi pacar baru kamu," ujar Gendis.

"Ah, Ibu bisa saja."

Gendis masih ingat saat beberapa tahun lalu Pak Harso mengenalkan Tomi sebagai karyawan baru di kantor mereka. Kalau tidak salah, pria muda itu langsung masuk ke perusahaan multifinance tempat mereka bekerja saat ini sejak lulus kuliah, tetapi ia ditempatkan di cabang lain. Baru beberapa tahun kemudian dia dipindah ke cabang yang dipimpin oleh Pak Harso, dan mereka berdua pun bertemu untuk pertama kalinya.

Begitu melihat Tomi saat itu, darah Gendis langsung berdesir. Ia harus jujur bahwa Tomi mempunyai wajah yang luar biasa tampan, dengan bentuk tubuh yang tegap karena mungkin sering berolahraga di pusat kebugaran. Jauh berbeda dengan suaminya yang mempunyai wajah dan bentuk tubuh yang standar, meski ia begitu mencintainya.

Awalnya ia berpikir pria seperti Tomi pasti punya kepribadian yang sombong atau tidak bersahabat. Namun, pikiran itu hilang ketika ia mulai mengobrol soal pekerjaan dengan pria muda tersebut. Tidak ada kesan sombong sama sekali dari Tomi, yang menyebabkan mereka berdua bisa lancar berkomunikasi. Apalagi Tomi kemudian jadi akrab dengan Pak Doni, dan mereka berdua sering iseng datang ke ruangan Gendis.

Kedekatan secara profesional, membuat Gendis sering membayangkan hal yang tidak-tidak dengan Tomi. "Apa jadinya ya kalau dia mendorong tubuhku ke dinding saat akan pulang dari kantor, dan meraba-raba bokongku dengan tangannya yang kekar. Kemudian ia kecup bibirku ini dengan bibirnya yang macho. Apalagi ia selalu memakai parfum dengan aroma yang begitu jantan," pikir Gendis saat itu.

Namun, meski menyimpan kekaguman yang menjurus kepada hal seksual untuk Tomi, Gendis tidak pernah berani mengajaknya mengobrol tentang masalah pribadi. Kalau diingat-ingat, kesempatan berdua di tempat sepi seperti sekarang pun belum pernah terjadi sebelumnya. Apalagi, saat Tomi datang, Gendis telah bersuami dan mempunyai seorang anak yang masih berusia dua tahun, dan butuh perhatian lebih. Ia pun berusaha menjaga martabatnya sebagai perempuan yang sehari-hari mengenakan jilbab. Karena itu, ia pun menganggap Tomi hanya sebagai pria tampan yang tidak bisa dimiliki olehnya.

Meski begitu, Gendis bisa merasakan bahwa Tomi sebenarnya menaruh perhatian terhadap dirinya. Saat suaminya meninggal, semua rekan kantornya mengirim ucapan belasungkawa lewat WhatsApp, kecuali Tomi. Ia pun bingung mengapa pria muda tersebut tidak ikut memberikan pesan. Namun, ketika ia masuk lagi ke kantor setelah cuti untuk berduka, Gendis menemukan sebuah bunga di laci mejanya, lengkap dengan kata-kata indah untuk melanjutkan hidup dengan semangat di sebuah kartu ucapan yang tertempel di sana. Bunga tersebut berasal dari Tomi.

"Kok diem aja, Bu?" Ujar Tomi tiba-tiba, menyadarkan Gendis dari lamunannya.

"Oh, nggak apa-apa kok," jawab Gendis sambil memeluk tubuhnya sendiri. Ia tiba-tiba merasa kedinginan, karena hanya mengenakan kaos lengan panjang yang tidak terlalu tebal.

Melihat hal tersebut, Tomi berinisiatif untuk melepas jaketnya dan memakaikannya di tubuh Gendis. Perempuan tersebut pun tidak menolak.

"Hangat gak, Bu?"

"Lumayan. Terima kasih ya, Tom," ujar Gendis malu-malu. Ia pun berinisiatif untuk membuka obrolan dengan pria muda tersebut untuk mengisi waktu. "Ngomong-ngomong, siapa sih cinta pertama kamu? Pasti kamu sejak sekolah sudah jadi playboy ya? Hee."

"Hmm, tapi Ibu janji dulu jangan ketawa dengan jawaban saya."

"Iya, memangnya kenapa Ibu harus ketawa. Cerita saja, Tom."

"Saya sebenarnya baru jatuh cinta kepada seorang perempuan saat saya masuk kuliah. Selama sekolah, sudah banyak perempuan yang menyatakan cinta, tetapi selalu saya tolak. Saat itu, saya merasa harus fokus pada pendidikan, dan tidak ada waktu untuk menjalin hubungan cinta. Namun saat di bangku kuliah, saya bertemu dengan seorang dosen yang luar biasa cantik di mata saya. Usianya sekitar 35 tahun, mengenakan jilbab, suaranya terdengar begitu merdu saat mengajar, tapi ..."

"Tapi kenapa, Tom?"

"Tapi dia sudah menikah dan mempunyai anak, persis seperti Bu Gendis."

Mendengar cerita itu, jantung Gendis terasa berdetak lebih cepat. Ia tidak tahu ke mana arah cerita ini, tetapi sepertinya akan sangat menarik. "Lalu?"

"Saya dengan polos mengakui bahwa saya jatuh cinta kepadanya. Namun tentu saja, dia menolak karena ia sudah mempunyai suami dan anak. Saya pun menghormati keputusannya. Sejak saat itu, saya coba mencari pacar yang seumuran dengan saya, dan seperti yang Ibu tahu, semuanya pun menerima saya."

"Kamu belum pernah sama sekali ditolak, Tom?"

Tomi pun menggeleng.

"Luar biasa," ujar Gendis.

"Saya tidak tahu ada hubungannya atau tidak, tapi setelah menaruh hati pada dosen tersebut, saya justru tidak bisa merasakan cinta yang sepenuhnya dengan perempuan lain."

"Lalu, mengapa kamu masih tetap berpacaran?"

"Saya terus berganti pacar demi menemukan pengganti dosen saya tersebut, tapi tidak pernah berhasil menemukannya. Sampai ..."

"Sampai apa, Tomi?"

Pria itu tampak ragu-ragu untuk menjawab, tetapi ia tetap menatap Gendis tepat di matanya. "Sampai saya bertemu Ibu."

Gendis benar-benar kaget mendengar jawaban pria muda tersebut. Ia tidak menyangka kalau Tomi akan membuat pengakuan seperti itu, terutama di kondisi yang tidak sempurna ini.

"Apa maksud kamu, Tom?"

"Sejak pertama bertemu dengan Ibu di kantor, saya sudah merasakan perasaan yang berbeda. Namun karena Ibu sudah mempunyai suami dan anak, saya pun mundur perlahan. Meski saya tidak bisa menampik bahwa perasaan itu selalu ada sampai sekarang," ujar Tomi sambil memandang tajam ke mata Gendis.

"Sampai sekarang?" Gendis mencoba mengonfirmasi apa yang baru saja ia dengar.

"Sampai sekarang, Bu," jawab Tomi.

Tomi pun berusaha mendekatkan wajahnya ke arah Gendis, dan sang perempuan hanya terdiam sambil memejamkan mata. Ia masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. "Ini Tomi baru saja nembak saya?" Tanya Gendis dalam hati.

Tak lama kemudian perempuan tersebut bisa merasakan kecupan Tomi di bibirnya. Awalnya hanya sentuhan biasa, tetapi lama kelamaan berubah menjadi cumbuan yang penuh gairah. Ia kemudian merasakan kepalanya ditarik mendekat hingga bibir mereka menghujam kian erat. Gendis yang sudah lama tidak merasakan bercumbu mesra dengan seorang lelaki, tentu langsung bangkit libidonya. Apalagi setelah tadi siang ia digoda oleh tentara Tukatu bernama Robert yang berkulit hitam itu.

"Mengapa kamu tidak mengungkapkan perasaan kamu kepada Ibu sejak dulu?" Tanya Gendis di sela-sela percumbuan mereka.

"Aku takut, Bu."

"Takut apa?"

"Takut ditolak oleh Ibu. Apalagi saat itu Ibu masih dalam pernikahan yang suci dengan suami Ibu, dan telah mempunyai Rangga sebagai buah hati."

Dalam hati, Gendis mengakui kalau ia pasti akan bingung setengah mati apabila harus memilih sang suami atau pria muda seperti Tomi. Namun, bukankah saat ini salah satu pilihan tersebut sudah tidak ada?

Tomi mulai berani menyelipkan tangannya ke balik jaket yang tadi ia berikan, dan mengelus-elus tubuh perempuan seksi di hadapannya. Perempuan tersebut pun merasakan sensasi hangat yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Ia mulai berani mengeluarkan lidahnya untuk beradu dengan bibir pria muda tampan tersebut.

Gendis-2.jpg

"Ahhh ... Maafkan saya yang terlambat menyelamatkan Ibu tadi siang, sampai Ibu harus mengalami pelecehan dari para tentara Tukatu itu," ujar Tomi di tengah desahan yang keluar dari bibirnya.

"Jangan membicarakan itu, Tomi. Saya sudah ingin melupakannya, nghhhh," ujar Gendis dengan erangan yang tertahan saat merasakan jemari Tomi mulai menyentuh payudaranya dari balik jaket, meski masih berbalut kaos lengan panjang.

"Kita ke bawah saja yuk, Bu. Agar tidak terdengar oleh Widi dan Rini," ujar Tomi. Gendis pun mengangguk.

Dengan mesra, Tomi membantu Gendis untuk berdiri, dan berjalan menuruni tangga rumah pohon tempat mereka berada. Begitu kaki mereka menjejak tanah, Tomi langsung menyandarkan Gendis ke salah satu pohon besar yang ada di sana, dan kembali mencecarnya dengan cumbuan tanpa henti di bibir manisnya.

"Hmmmmm ... lembut sekali bibirmu ini Bu Gendis," ujar Tomi sambil berusaha melepaskan jaket miliknya dari tubuh perempuan tersebut. Ia sepertinya berniat mengganti kehangatan yang diberikan jaket itu, dengan kehangatan dari tubuhnya sendiri.

Sang perempuan tampak begitu menikmati cumbuan Tomi di bibirnya, dan mulai mengalungkan tangannya di leher pria tampan itu. Kecipak liur mereka yang terus beradu, menjadi satu-satunya suara yang terdengar di keheningan malam.

Gendis bisa merasakan payudaranya kini telah dielus-elus oleh Tomi dengan lembut. Meski masih tertutup kaos lengan panjang dan bra, usapan tangan pria tersebut seperti mampu menembus ke dalam dan menyentuh langsung daerah sensitif tersebut. Seketika, gairah perempuan berjilbab itu pun seperti bangkit.

"Ngghhhh ... ahhhh ...." mulai terdengar desahan dan lenguhan dari bibir Gendis. Suara tersebut mirip seperti apa yang terdengar dari kamar Nabila dan suaminya saat mereka baru sampai di resort. Namun, Gendis saat itu sebenarnya tak menyangka bahwa dia juga akan merasakan hal yang sama di perjalanan kali ini.

"Ibu suka ya aku remas-remas begini?"

Gendis hanya mengangguk. Ia sudah tidak peduli lagi dengan usia mereka yang terpaut cukup jauh. Satu-satunya hal yang ia tahu adalah tubuhnya kini telah digerayangi oleh seorang pria tampan yang ternyata sudah menyimpan perasaan kepada dirinya sejak lama. Perempuan tersebut tidak bisa berbohong bahwa ia cukup tersanjung mendengar pengakuan Tomi tadi.

Apalagi setelah itu tangan Tomi mulai berani menyelusup masuk ke balik kaos panjangnya yang berwarna merah muda. Sedikit demi sedikit, jemari pria tersebut seperti berjalan mulai dari daerah sekitar pusarnya, terus naik ke atas hingga menuju payudaranya yang membusung, meski ukurannya tidak sebesar Nabila. Mau tidak mau, bagian bawah kaos yang dikenakan Gendis pun ikut tertarik ke atas.

Tomi masih terus mengecup bibir Gendis dengan liar, bersamaan dengan kedua tangannya mulai meremas-remas payudara perempuan tersebut dengan kuat. Meski tak bisa melihat bentuknya secara langsung karena kondisi yang gelap, Tomi masih bisa merasakan betapa lembutnya kulit yang melapisi gunung kembar tersebut, dan volumenya yang penuh.

Setelah beberapa menit bercumbu, Tomi tampak kian gemas dengan tubuh perempuan berjilbab di hadapannya. Ia pun berusaha melepaskan kaitan bra Gendis, lalu menyingkapnya ke atas, hingga payudara perempuan tersebut seperti bebas dari sarangnya. Pria tersebut kemudian menurunkan kepalanya untuk mendekati payudara indah itu.

"Slurrrppphh ... Hmmmmm," Tomi mulai menjilati puting payudara Gendis yang sebelah kiri, kemudian berlanjut ke yang sebelah kanan. Ia melirik ke atas dan melihat perempuan tersebut tengah memejamkan mata, dan mendongakkan kepala setiap kali putingnya berjumpa dengan lidah Tomi yang hangat. "Ibu suka?"

"Ngghhh .... iya. Ibu suka, Tom. Ahhhh. Terussssss, ngghhh ..."

Gendis tak peduli lagi dengan harga dirinya sebagai perempuan yang jauh lebih tua dari pria tersebut. Apalagi siang tadi ia baru saja hampir diperkosa oleh seorang tentara Tukatu yang wajahnya tentu tidak setampan Tomi. Dan, Tomi sepertinya punya kemampuan yang cukup lihai dalam memainkan payudaranya.

"Kamu pinter banget sih, Tom. Ahh ..." desah Gendis saat Tomi memasukkan payudaranya yang ke dalam mulut. Perempuan tersebut pun bisa merasakan lidah Tomi berputar-putar di sekitar areola miliknya, menimbulkan rasa geli yang tiada tara.

Tak bisa tidak, Gendis jadi membayangkan bahwa pria tampan tersebut telah melakukan hal yang sama kepada lusinan perempuan lain. Namun, ia berusaha menghilangkan rasa cemburu tersebut, dan hanya fokus pada kenikmatan yang tengah ia rasakan. Bila Gendis masih menyusui anaknya, tentu Tomi bisa merasakan juga gurihnya air susu milik perempuan tersebut.

"Lembut banget payudara, Ibu. Aku suka," ujar Tomi di sela-sela aktivitasnya menetek pada gunung kembar milik ibu muda tersebut.

Pria tersebut memang sudah tidak perjaka setelah beberapa kali melakukan hubungan intim dengan mantan pacarnya. Namun saat bersetubuh, ia tidak pernah bisa menghilangkan bayangan untuk bermain cinta dengan perempuan yang lebih tua seperti sang dosen yang merupakan cinta pertamanya. Namun kini, impiannya hampir tercapai setelah Gendis mulai mengendurkan pertahanan, seiring dengan naiknya birahi perempuan tersebut berkat rangsangan yang diberikan Tomi.

Apalagi Tomi kemudian menurunkan tubuhnya, sambil terus menjilati tubuh Gendis hingga turun ke bawah. Kini pria tersebut tengah berada dalam posisi berlutut, tepat berhadapan dengan selangkangan Gendis. Dengan perlahan, celana panjang perempuan tersebut kemudian ia tarik ke bawah hingga paha dan betis Gendis yang begitu mulus pun terbuka.

"Indah sekali pahamu ini, Bu Gendis," ujar Tomi.

Perempuan tersebut merasa malu saat celana panjangnya meluncur ke bawah. Ia berusaha menutupi selangkangannya yang masih berbalut celana dalam berwarna putih, dengan kedua tangannya. Meski begitu, ia tidak menolak saat Tomi menggeser kedua tangannya tersebut. Ia pun hanya menikmati saat hidung Tomi mulai menyentuh kemaluannya dari balik celana dalam yang ia kenakan.

"Hmmmpppfff ..."

Gendis berusaha sekuat tenaga menahan desahan yang seperti hendak meloncat keluar saat melihat pria tampan tersebut tengah berlutut dan mengendus-endus kemaluannya. Baunya pasti terasa kurang sedap, karena mereka sama sekali tidak mandi sore itu. Namun, Tomi terlihat tidak keberatan, dan justru menyukainya.

Pria tersebut bahkan kemudian menurunkan celana dalam Gendis, hingga kemaluannya yang hampir bersih tanpa bulu terbuka. Tanpa menunggu lama, Tomi langsung membelai bibir vagina Gendis dengan jemari tangannya. Perempuan cantik itu pun berusaha menahan birahinya dengan mengepit pahanya hingga tertutup.

Melihat itu, Tomi hanya tersenyum, dan kembali membuka kedua paha tersebut. Gendis sama sekali tidak melawan. Termasuk ketika Tomi mendaratkan kedua tangan di bokongnya, dan mulai meremas-remas dengan kuat.

Dalam hati, Gendis kembali mengingat bagaimana bokongnya juga diremas-remas oleh Sersan Robert. Jujur, perlakuan tersebut sempat membuatnya terangsang, hingga ia sedikit merasa hampa saat Tomi dan rekan-rekannya yang lain justru datang. Namun begitu mendapat perlakuan yang sama dari Tomi, Gendis pun merasa birahinya kembali membuncah.

Apalagi ketika kemudian Tomi mulai menjilati kemaluan Gendis dengan lidahnya. Sentuhan demi sentuhan benda kenyal yang hangat itu membuat rasa geli yang menyeruak di bagian paling sensitif dari tubuh Gendis tersebut. Vagina perempuan itu mulai lembab karena cairan cinta yang mulai melumasi dindingnya. Bila dibiarkan terlalu lama, Gendis yakin dirinya akan segera mencapai orgasme yang selama ini ia dambakan.

Gendis pun mendorong Tomi hingga tubuh pria itu rebah di atas tanah tanpa alas. Perempuan tersebut kemudian menarik celana yang tengah dikenakan Tomi, serta celana dalam yang ada di baliknya. Kemaluan pria tersebut yang berukuran sedang pun langsung mencuat keluar. Meski samar-samar, Gendis tetap bisa melihat kemaluan Tomi yang sedikit lebih besar dari milik suaminya.

"Punya kamu besar juga ya, Tom," ujar Gendis sambil mengelus-elus kemaluan tersebut. Ia kini tengah menduduki paha Tomi yang sudah terbuka.

"Ibu suka? Lebih besar mana dari yang pernah Ibu rasakan?"

Gendis hanya menggeleng, ia tidak mau menjawab pertanyaan tersebut. Ia tidak mau merusak malam ini dengan pikiran tentang suaminya yang sudah meninggal. Ia kemudian malah naik ke atas kemaluan Tomi, dan mulai menggesek-gesekkan kemaluannya.

"Nghhh, Tommm ..."

"Iya Bu Gendis, ahhhh. Boleh aku masukin sekarang?"

Gendis pun mengangguk. Perempuan tersebut kemudian menurunkan tubuhnya, dan membiarkan penis Tomi menembus liang senggama miliknya yang sudah lama tidak terjamah. Ia pun merasakan kenikmatan yang tiada tara saat liang tersebut kembali dipenuhi oleh kejantanan seorang pria.

"Ahhhh .... penuh banget Tomm."

"Sempit banget memek, Ibu. Aku suka, ahhhh ..."

Perlahan Gendis mulai naik turun di atas kemaluan Tomi. Tangannya tampak bersandar di pundak Tomi, sedangkan pria tersebut justru tengah asyik meremas-remas payudara Gendis serta memainkan putingnya.

Persetubuhan tersebut memang tampak biasa, tetapi suasana malam yang dingin dan situasi hutan yang jauh dari kata tertutup, membuat birahi mereka berdua seperti terbakar. Apalagi bila mengingat hal buruk yang baru saja menimpa mereka siang tadi, gejolak libido mereka pun menjadi semakin tak tertahankan.

"Enak banget rasanya genjot penis kamu, Tom, ahhhhh ..."

"Memek Ibu juga legit banget rasanya. Pengin aku tembus sampe ujung, ngghhhh ..."

Gendis yang semakin tak tahan, mulai mengangkat kaos yang dikenakan Tomi ke atas. Dengan binal, ia mulai menjilat-jilat puting dada pria tersebut, membuatnya kegelian. Seperti ingin membalas, Tomi pun menambah intensitas genjotannya di vagina Gendis.

Ia begitu terangsang melihat Bu Gendis yang masih mengenakan jilbab dan kaos lengan panjang, tengah bergerak naik turun di atas tubuhnya. Terlebih ketika perempuan itu menggoyang-goyang pinggulnya dengan binal.

"Ahhh, ahhh, nikmat banget ngentotin kamu, Bu ... ahhh. Walau sudah punya anak satu tapi memeknya masih peret banget."

Gendis hanya terdiam mendengar kata-kata kotor dari mulut Tomi. Dalam hati, ia merasa begitu terangsang dengan kata-kata tersebut, meski tidak sampai hati untuk membalasnya. Namun birahinya pun semakin meninggi, membuat ada sesuatu yang tidak tertahankan siap meledak di tubuhnya. Tomi pun sepertinya merasakan hal yang sama.

"Buuuu, aku mau keluaaaaarrr. Boleh keluarin di dalam aja nggak? Ahhh ..."

Sensasi menyetubuhi perempuan yang berusia jauh lebih tua dari dirinya tersebut memang membuat birahi Tomi meledak-ledak. Apalagi ia melakukannya tanpa mengenakan pengaman sama sekali, yang biasanya selalu ia gunakan saat bermain cinta dengan mantan kekasihnya, demi mencegah kehamilan. Namun di situasi seperti ini, ia tentu tidak mempunyai kondom karena tidak ada persiapan sama sekali untuk bersenggama dengan rekan kerjanya tersebut.

"Bagaimana, Bu? Udah gak tahan neh, ahhh," tanya Tomi lagi.

"Keluarin sperma kamu di dalam saja, Tom. Nggghhhh ... Ibu juga sudah gak tahan. Lagipula gak ada yang tahu besok kita masih hidup atau nggak," jawab Gendis. Perempuan tersebut sendiri juga sudah tidak tahan untuk melepas syahwatnya.

Tak berapa lama kemudian, tubuh Tomi pun mengejan.

"Ahhhh, Ibuuuuuuu .... Aku semprot memeknya dengan peju akuuuuuu, ahhhhhhh."

Gendis pun langsung memeluk tubuh pria yang sedang dintindihnya tersebut. Hanya tubuh bagian atas mereka saja yang masih berbalut pakaian, sedangkan celana mereka berdua telah terlepas entah di mana. Meski begitu, mereka berdua seperti merasakan kehangatan yang mampu membuat mereka bertahan di tengah hutan yang kelam tersebut.

(Bersambung)
 
Terakhir diubah:
Trims updatenya suhu @fathimah.
Wuihhhh... suka ss nya. Mengalir banget buat gambarin bagaimana ekspresi Gendis dan Tommy yang ternyata sejak awal sudah saling suka, Gendis yang lama kesepian dan Tommy yang punya obsesi dengan wanita lebih tua, akhirnya bisa saling melampiaskan gairahnya.
Palagi pas scene Tommy minta izin buat keluar di dalem. Epic banget buat Nubie mah. Eh... tapi... katanya keluar, tapi di dalem? Wah... gimana jelasinnya tuh wkwkwk... oh ternyata udah dibenerin Gendis Hu. Kata Gendis, masukin didalam saja Tom. Nah ini baru sesuai KBBI hahahaaa...
Wah jadi mulai suka Gendis nie. Palagi liat mulustrasinya hahahaa... tapi tetap Nabila ajah ah Hu. Ga akan berpaling hahahaa...
Superrrrr Suhu @fathimah. Mantapppp
 
Trims updatenya suhu @fathimah.
Kata Gendis, masukin didalam saja Tom. Nah ini baru sesuai KBBI hahahaaa...
Wah jadi mulai suka Gendis nie. Palagi liat mulustrasinya hahahaa... tapi tetap Nabila ajah ah Hu. Ga akan berpaling hahahaa...
Superrrrr Suhu @fathimah. Mantapppp
Bener hu, sesuai KBBI. Kalimat paling aneh itu "keluarin di dalam" keluar koq di dalam :p
 
Wah. Twist ni. Disangka Pak Harso yang bakal dapat Gendis, dan Tomi bakal dapat Widi. Ternyata akhirnya Tomi yang dapat Gendis. Hehe. 😍😍

Makasih hu enak banget chapternya setelah seminggu bercuti di tread sebelah.
 
Bimabet
Trims updatenya suhu @fathimah.
Wuihhhh... suka ss nya. Mengalir banget buat gambarin bagaimana ekspresi Gendis dan Tommy yang ternyata sejak awal sudah saling suka, Gendis yang lama kesepian dan Tommy yang punya obsesi dengan wanita lebih tua, akhirnya bisa saling melampiaskan gairahnya.
Palagi pas scene Tommy minta izin buat keluar di dalem. Epic banget buat Nubie mah. Eh... tapi... katanya keluar, tapi di dalem? Wah... gimana jelasinnya tuh wkwkwk... oh ternyata udah dibenerin Gendis Hu. Kata Gendis, masukin didalam saja Tom. Nah ini baru sesuai KBBI hahahaaa...
Wah jadi mulai suka Gendis nie. Palagi liat mulustrasinya hahahaa... tapi tetap Nabila ajah ah Hu. Ga akan berpaling hahahaa...
Superrrrr Suhu @fathimah. Mantapppp

Cerita Nabila akan muncul setelah ini ya. Dan tentu saja akan ada cerita di belakang layar juga tentang apa yang terjadi di masa lalunya.

Wah. Twist ni. Disangka Pak Harso yang bakal dapat Gendis, dan Tomi bakal dapat Widi. Ternyata akhirnya Tomi yang dapat Gendis. Hehe. 😍😍

Makasih hu enak banget chapternya setelah seminggu bercuti di tread sebelah.

Lho, jadi nanti Widi sama siapa?
*TS malah nanya*
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd