Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

TERKUAKNYA AIB KELUARGA

Carey74

Semprot Kecil
Daftar
10 Mar 2019
Post
57
Like diterima
1.328
Bimabet
Numpang share cerita karangan sendiri. Setelah sekian lama kehabisan ide melanjutkan cerita yang lampau. Mohon dukungannya supaya ane lancar semangat lanjutkan cerita yang berjudul "Terkuaknya Aib Keluarga". Cerita ini mengandung beberapa sudut pandang. Semoga pembaca mengikutinya dengan perlahan dan seksama

Menu

POV SARMIN
LEMBAR 1: SESUATU YANG TAK BIASA DI 'RUMAH BARU'
LEMBAR 2: PENYELIDIKAN AWAL HAL 3






Sebuah Pengantar

Teguh, seorang ayah berusia 40 tahun, harus merelakan istrinya, Yanti (36 tahun), meninggalkan Jakarta bersama putra semata wayang mereka, Sarmin (15), menuju pinggiran desa di sebuah kabupaten daerah Jawa Tengah. Mereka angkat kaki dari rumah yang telah dihuni puluhan tahun karena sebelumnya Teguh menggadaikan rumah itu untuk pelunasan hutang yang berlipat ganda. Teguh adalah seorang karyawan swasta. Kariernya sebetulnya moncer dengan penghasilan yang jelas cukup untuk hidup sehari-hari, bahkan untuk kebutuhan liburan akhir pekan sekalipun. Tak ada cerita sedih yang tercatat dalam kehidupan keluarganya, kecuali setelah perkara ia ditipu oleh rekan bisnis yang ternyata bermain licik tanpa sepengetahuan Teguh.

Kehidupan berubah 180 derajat, Teguh terpaksa harus menjual rumahnya. Uang yang tak banyak tersedia sehingga terpaksa istri dan putranya berpindah tempat tinggal ke rumah orang tuanya yang bersedia menghidupi makan dan minum, serta uang saku untuk melanjutkan hidup sembari menunggu Teguh bangkit kembali, mendapatkan pekerjaan baru dan membangun bisnisnya kembali. Akan tetapi, semua itu tidak berjalan mudah dan lancar. Yanti yang masih memiliki bodi awet aduhai menggoda mata kaum laki-laki harus menerima kenyataan bahwa ayah mertuanya, Sarwoko (62 tahun) terlanjur kepincut, meskipun laki-laki laruh baya tersebut hidup didampingi istri yang masih sehat, sanggup merawatnya.

Selebihnya ketidakberesan yang lambat laun muncul, dicurigai oleh Sarmin yang diam-diam menyelidik dengan sikap tidak biasanya Mamanya dengan Mbah atau Kakek Sarwoko. Sayangnya, kecurigaan Sarmin perlu bukti untuk dilaporkan, baik kepada ayahnya atau neneknya. Sebaliknya sebagai laki-laki remaja yang masih panas, Sarmin sepertinya mulai berubah pikiran. Kemudian Teguh di Jakarta yang gigih bekerja keras, senantiasa rutin tiap malam menghubungi keluarganya di kampung. Sampai suatu ketika aib yang tidak diharapkan itu terjadi. Aib apakah yang dimaksud?

LEMBAR 1: SESUATU YANG TAK BIASA DI 'RUMAH BARU'

POV Sarmin


Harus kuterima, mau tidak mau karena pindah sekolah adalah sebuah keharusan yang dijalani karena ayah tak lagi punya uang cukup untuk aku bertahan di ibukota yang serba mahal. Untung saja, aku bukan tipikal seorang anak yang banyak menuntut kepada orang tuanya, atau banyak menadahkan tangan dengan berbagai keperluan yang sifatnya bermewah-mewahan. Aku ikhlas dan sabar menerima kenyataan bahwa alur kehidupan keluargaku sudah berubah. Tak ada lagi makan malam bersama di malam minggu dan libur menyesapi dingin di Puncak, Bogor.

Malahan sekarang dingin itu bisa aku rasai hampi setiap malam karena rumah Mbahku, orang tua ayah, terletak di dekat bukir yang hijau. Selain itu belum banyaknya rumah serta rimbunya pepohonan menambah sejuk suasana walau di sini kalau ingin berbelanja atau jajan kebutuhan pokok harus menggunakan kendaraan karena minimarket tidak ada, jangkauan pasar pun agak jauh. Aku tidak terlalu mencemaskan hal itu. Apalagi sudah mulai terbiasa.

"Sudah pak, gak usah, biar aku saja"

"Masa bapak mau bantu dilarang-larang?"

"Justru gak enak aku di sini sudah lama tinggal, masa enggak ada bantu-bantu sama sekali"

"Kamu kan tadi sudah bantu ibu masak sarapan pagi, gak perlu terlalu repot juga sampai cuci piring. Biar ini bapak saja yang bereskan"

"Gak usah pak, biar aku saja, mending bapak sekarang duduk nonton televisi sambil baca koran"

"Pusing mata nonton melulu, ya begini saja kamu yang cuci piring, bapak yang letakkan di raknya? Bagaimana?"

"Enghh...Iya deh boleh-boleh, hihihi"

Ini sekali atau dua kali terjadi. Mbah Sarwoko suka sekali cari perhatian dengan Mama. Enggak aneh sih. Cuman tidak lazim saja. Lagipula Mbah dan Mama tidak punya hubungan darah. Kegiatan mencuci piring dan saling membantu ini selalu terjadi berulang seandai nenek tidak ada di rumah, sedang ada keperluan dengan ladang yang dikelolanya. Ya, ladang dan kebun di desa ini kebanyakan hampir punya nenek. Itu adalah salah satu alasan mengapa Ayah menginginkan kami tinggal di sini untuk sementara waktu. Hanya saja, yaitu aku tidak terlalu sreg dengan capernya Mbah laki kepada Mama. Belum lagi mama yang cuek sekali dengan pakaian yang dikenakan. Ia tidak peduli kendati hanya memakai daster di sini. Tapi, ya ini dia sedang berada di lingkungan ya bukan saja aku yang tinggal. Namun Mama tidak begitu peduli sehingga aku sendiri yang risih.

Lihat saja, posisi mama yang duduk di bawah mencipratkan air ke piring sementara Mbah berdiri sekadar mengambil piring lalu meletakkannya ke rak. Kuduga memberi kesempatan Mbah mendapati sisi pandang 'asyik' mengamati Mama. Bagaimana tidak, daster yang mama kenakan saja tanpa lengan. Belum lagi tali branya yang berwarna cokelat terkoar bsrtindihan dengan tali dasternya.

"Kamu ini awet cantiknya ya, Yan"

"Ah enggak, masih kalah dengan ibu, pak"
"Aku udah lama gak dandan ini"

"Ah apakah betul, gak dandan saja kelihatan ayu, weleh weleh"

"Enggak ah, pak. Masih cantik ibu kok"

"Hahahah, oh iya kamu kelihatan cape sekali hari ini, nanti bapak pijitin bagaimana?"

"Ah gak usah, gak biasa dipijat"

"Kalau begitu dimandiin saja"
"Eh maaf, maksudnya langsung mandi saja hehehe"

"Hihihihi, iya pak nanti aku habis ini langsung mandi biad seger"

Sudah kuduga, aku betul-betul tidak nyaman dengan candaan Mbah. Apakah ini memiliki sinyal tertentu? Aku harus cari tahu.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd