Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Terlahir Kembali! (No Sara)

Bab 5 – Malam yang Panjang


84f6e01290970154.jpg

Jennie



Aku terjatuh, rintik hujan di sekitarku membuatku sadar bahwa keadaan saat ini sedang bersedih. Aku mendadak teringat soal kematian ibuku yang misterius, padahal aku masih belum membalas kebaikan orang paling spesial itu dalam hidupku.


“Dim.. Jangan nangis terus dong.”


Aku kaget setengah mati melihat ibuku tersenyum di hadapanku, dia terlihat benar-benar bahagia sekarang. Apa ia sudah berada di surga?


“Laki-laki harus kuat! Janji ya..”


Ia mengangkat jari kelingkingnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Senyumnya benar-benar indah, dia sudah seperti malaikat sekarang.


“Ibu.. Aku-“ Nafasku berhenti.


Sosoknya mulai hilang perlahan, meski begitu ia tetap tersenyum. Aku panik dan berusaha mengejarnya namun saat hampir mencapainya, kaki dan tanganku ditarik dari belakang oleh seseorang.


“Hei.. Kau miliku sekarang.” Suara lembut namun terdengar licik melewati telingaku.


Tidak! Tidak!


“IBU!” Teriakku lantang.


Aku mengedipkan mataku beberapa kali, rasa pusing langsung menusuk kepalaku. Tangan dan kakiku diperban begitupun dengan kepalaku, ruangan sekitar mirip sekali dengan saat aku terbangun di kehidupanku yang baru.


Apa aku baru saja mati? ..lagi?


Cklek.


Pintu plastik itu terbuka lebar, seseorang pria bertubuh berotot masuk menuju kasur tempatku terduduk saat ini. Pria ini seperti tidak asing. Oh iya, dia adalah polisi yang membawa pencopet yang kubanting beberapa waktu lalu. Ia benar-benar terlihat sangat gagah menurutku, meski badannya juga berbalut perban dibeberapa bagian. Apa ia juga ada disana saat orang misterius itu muncul semalam.


“Sudah baikkan?” Sapanya.


“Sudah pak. Sebenarnya.. apa yang terjadi, pak.. emm?” Tanyaku sedikit tertahan.


“Edgar Wisnu. Panggil saya Pak Edgar saja.”


Wow. Nama yang keren.


“Iya, Pak Edgar.”


Ia membetulkan posisi duduknya sebentar, “Jadi sebenarnya, sesaat setelah kami mengamankan pelaku pencopetan sore itu, Ingat kan? Saya curiga ada yang berusaha mencelakai Anda setelahnya, entah karena apa tapi instingku berkata demikian. Mungkin dia adalah komplotan atau mungkin teman pelaku. Dan, benar dugaan saya, ada beberapa orang yang mencoba mencelakai Anda dan mereka membawa senjata tajam.”


“Ternyata begitu.” Ucapku sambil mengangguk.


Meski samar-samar aku mengingat kejadian semalam, hanya ada seseorang saat itu dan ia berbicara sesuatu. Sa.. tan? iya sesuatu seperti itu?


Saat hendak bertanya kepada Pak Edgar, ia bangkit berdiri sambil berjalan keluar.


“Sudah waktunya sarapan. Dan, kau sudah boleh pulang hari ini. Penyembuhanmu sangat cepat ya.” Katanya sambil berlalu.


Setelah kepergiannya, aku berusaha turun dan segera beres-beres lalu memakai pakaianku semalam, tidak ada bagian yang rusak, bolong, ataupun sobek. Hanya sedikit kotor dibagian siku. Kemudian aku sarapan dan lanjut pulang. Meski tangan dan kakiku masih diperban, tubuhku sudah sembuh dan tak terasa sakit.


“Ternyata Klinik Khusus Milik Polisi.” Ucapku sambil membaca tulisan di dinding.


Langkah kakiku menggema dilorong panjang gedung klinik ini. Jam yang berdetak perlahan mengiringi langkah kakiku, kemudian di hadapanku ada seorang gadis berambut pendek sebahu berjalan menuju ke arahku. Tatapannya tajam menatapku. Kenapa sih? Jutek banget. Ia hanya berlalu sambil tetap memeluk beberapa berkas.


Sesampainya di tempat kosku, aku langsung tiduran sambil melihat langit-langit. Pikiranku terbang ke mana-mana hingga ke kejadian semalam, sosoknya yang aneh benar-benar terekam jelas dikepalaku.


Jika dipikir-pikir sejak aku 'lahir' ke dunia ini, meski hampir sama dengan kehidupanku sebelumnya namun beberapa hal jelas berbeda, terutama kejadian tadi malam. Sudah hampir 3 minggu aku hidup dengan nama Dimas Putra Pratama, meski tidak masalah karena memiliki fisik yang sempurna, namun tanda tanya di dalam otakku kian membesar setelah kejadian-kejadian aneh ini. Sebenarnya untuk apa aku terlahir ke dunia aneh ini? Aku merasa bahwa ...


Ting.


Ponselku berbunyi singkat, membuyarkan lamunanku yang dalam. Kurasa ada pesan yang masuk, ternyata dari salah satu teman kampusku, kurasa.


“Dim.” Isi pesan itu. Meski kontaknya tidak bernama, firasat ku dia ini Theo.


“Ayok PS.” Chatnya lagi. Ternyata benar.


“Yuklah.” Balasku.


Lumayan buat Killing Time nih. Setelah mandi, melepas perban, dan siap-siap aku segera berjalan menuju tempat yang Theo berikan lokasinya melalui sebuah aplikasi. Dan waktupun berjalan dengan cepatnya, tak terasa sudah hampir jam setengah 3 sore. Aku pun istirahat sebentar sambil meminum es teh.


“Elu dah bikin kado buat acara ntar malem?” Ucap Theo sambil masih memainkan konsolnya.


“Heh? Kenapa baru bilang sekarang, kampret!” Ucapku segera bergegas menuju toko kado dan souvenir terdekat.


Beberapa jam setelahnya.


Acara pembukaan “Malam Keakraban” berlangsung di sebuah bumi perkemahan di daerah kaki Gunung Merapi, yang diwakilkan oleh Kak Haikal dan beberapa anggota dari Dewan Elit Mahasiswa. Meski kulihat tidak semuanya, tapi aku bisa menemukan sosok yang ikonik seperti Kak Jennie, seniorku yang sangat cantik meskipun ia terlihat mengerikan saat ini. Acara ini merupakan sebuah 'ritual' penerimaan mahasiswa baru UBSI, dan dilakukan dari tahun ke tahun.


Saat berkumpul di sebuah lapangan yang cukup besar, sekitar 3-ratusan maba menginjakkan kaki di tempat ini dengan berbagai pakaian sopan dan beberapa dosen juga turut hadir menyaksikan acara malam ini.


“Baiklah, tes. Selamat sore, para bapak dan ibu semuanya ...”


Pidato pembukaan yang panjang dari Kak Haikal terasa membosankan bagiku, hingga saat aku memutar bola mataku aku melihat seseorang. Diana! Ternyata disana.


Ia tampak masih fokus melihat Kak Haikal yang berpidato, wajahnya yang putih dan cantik benar-benar tampak lebih bersinar dibanding dengan sekitarnya. Pidato panjang sudah usai dan jam menunjukan angka setengah 6 kurang, waktunya istirahat dan ibadah.


“Haahhh. Capek juga ya.”


Semua kegiatan dari sore sudah hampir selesai semua, mulai dari makan malam hingga hiburan di lapangan dengan api unggun di tengah. Sebenarnya cukup menghibur, aku bisa berkenalan dengan beberapa mahasiswa dari fakultas yang lain. Cantik-cantik lagi.


“Kapan-kapan futsal ya.”


“Siap, kabarin aja.” Balasku sambil melambaikan tangan.


Aku mau jalan-jalan bentar ah. Ku telusuri seluruh gedung yang dijadikan tempat tidur, cukup banyak ruangan kamar tidur kecil di dalam gedung ini meski hanya lantai satu.


“Kal.”


Aku cukup penasaran dengan apa yang kudengar. Sebuah suara yang cukup lirih dari dalam gedung milik para panitia. Aku pun mengintip sedikit dari celah sempit pintu yang tertutup. Kulihat ada Kak Haikal dengan seorang perempuan disana yang kian mendekat.


“Aku sange.”


Jantungku berdetak cepat. Gila.


Aku melihat Kak Haikal dan perempuan itu berciuman dengan mesra kemudian mulai terasa liar, bahkan tangan Kak Haikal mulai meraba tubuh indah milik perempuan itu. Rasa penasaranku terhadap identitas perempuan itu membuatku masih melihat mereka bercumbu ria dari celah sempit ini.


“Oh, Kal.” Desahnya.


Dia adalah Kak Jennie! Sial, kenapa bisa? Sebenarnya aku tidak perlu menanyakannya lagi tapi entah kenapa aku tidak suka melihat ini meski aku juga ikutan nafsu melihatnya. Kedua tangan Kak Haikal tampak sangat lihai dalam menyentuh tubuh indah milik Kak Jennie yang mulai telanjang dada. Dan terlihat jelas bahwa Kak Hennie sangat menyukainya, hingga desahannya yang erotis terdengar hingga ke kupingku jelas.


“Emm. Iya situ, Kal. Bener. Aahh.”


Tubuhnya menggeliat pelan kala Kak Haikal meremasi buah dada bulat Kak Jennie dari balik branya. Pemandangan yang baru pertama kali ini kulihat, mengingat saat aku menyelamatkan Diana aku langsung nekat maju setelah bra merahnya terlepas. Aku sadar bahwa mungkin ada hubungan spesial antara keduanya sehingga mereka seperti itu jadi dengan pelan aku pergi dari gedung itu.


Shit.


Harus kuakui aku malah jadi ikutan nafsu melihat mereka dan desahan manja Kak Jennie yang biasanya galak terngiang di kepalaku. Selama aku hidup, aku belum pernah melihat adegan seperti tadi, sial kenapa jadi penasaran sih.


“Hei, Dimas. Kenapa kau masih disini?”


Aku yang sedang membayangkan Kak Jennie, menjadi buyar dan kaget karena seseorang menepuk pundak ku kemudian saat aku menoleh ke belakang salah satu dari Dewan Elit Mahasiswa yaitu Kak Marcus, dia adalah orang yang pertama kali menertawaiku ketika aku terlambat masuk saat ospek beberapa hari yang lalu.


“Kak Marcus, ini kak baru cari angin.”


“Kau kayak ngos-ngosan gitu habis dikejar setan apa?” Tanya Kak Marcus sedikit bercanda.


“Emm. Enggak sih kak. Cuma lari dikit aja.” Jawabku sekenanya.


“Yaudah, kau mau nemenin aku patroli tak? Mumpung sekarang aku yang jaga malam.” Ajak Kak Marcus seoerti tidak peduli keadaanku sekarang.


Aku hanya mengangguk saja karena bingung dan ingin menghabiskan waktu malam ini. Kak Marcus memegang sebuah senter ditangan kanan serta sarung melingkar di pinggangnya dan aku hanya memakai jaket hoodie hitam saat itu. Meski aku menikmati waktu jaga malam seperti ini aku masih teringat jelas wajah cantik penuh nafsu dari Kak Jennie apa lagi badannya yang aduhai seksi manja gitu, benar-benar bikin pusing.


“Ssstt.”


Eh? Ada apa?


Kak Marcus mematikan senternya dan mengangkat tangan kanannya keatas untuk berhenti, aku pun mulai sedikit bingung dan panik. Kami ditengah hutan, saat malam, dan hanya berdua sesama lelaki, membuat pikiranku mengarah apakah Kak Marcus seorang gay? Kalau itu benar, kondisiku bisa sangat berbahaya.


“Coba kau tengok kesana.” Tunjuknya menuju kearah belakang semak.


WHAT THE FUCK!


Saat aku menyibak semak-semak itu sedikit, dibalik sana seorang gadis tengah diperkosa oleh beberapa orang tak dikenal. Tampak bajunya yang sudah sobek dimana-mana, dan gadis itu masih menangis berusaha memberontak meski sangat lemah, payudaranya memerah karena diremas dengan kuat, kakinya yang putih tampak mengkilat karena keringat dan wajah serta kerudungnya berantakan. Seperti saat Diana di gang itu tapi ini lebih parah dari yang saat itu. Aku mengigit bibir bawahku geram.


Tanpa banyak pikir aku segera menerjang mereka, darahku mendidih sekarang ini. Tapi dengan sigap sebuah tangan menghadangku dan menatapku dengan serius.


“Tenanglah. Kau tak lihat mereka bawa senjata? Bisa-bisa kau malah celaka jika kesana sendiri.”


“Tapi-“


“Kita akan gunakan cara lain. Aku punya rencana saat ini.”


Aku menatap Kak Marcus dengan tajam sejujurnya aku tidak setuju dengan adanya rencana-rencana seperti ini tapi kalau dipikir lagi, bisa benar apa yang dikatakan olehnya. Jika aku sampai terpojok, keadaan akan berbalik dan aku pun akan celaka.


Kak Marcus mulai menyusun rencana, yaitu aku dari depan dan dia dari belakang, tugasku saat itu adalah membuat mereka panik sesaat. Kemudian Kak Marcus akan menyerang mereka dari belakang, semacam rencana umpan hidup untukku, tapi tidak masalah..


“Baiklah, ayo kita lakukan.” Yakinku.


... Setidaknya gadis malang itu terselamatkan!


“Siap?”


Aku mengangguk dengan tegas. Kemudian yang aku lakukan saat itu, melompati semak yang menyembunyikan diriku dan berteriak keras.


“Maling! Maling! Maling!”


Kulihat semua orang itu panik dan melihatku secara bersamaan beberapa orang mendekat dengan cepatnya sambil mengunus senjata mereka. Sekilas, meski hanya sebentar aku bisa melihat gerakannya dengan mudah, sebuah ayunan dari atas sangat lebar. Aku reflek menghindarinya dan meninju bawah lengan salah satu orang yang memegang senjata tajam itu.


“Arkhh. Bangsat!” Erangnya.


Bilah belati itu mengkilat saat berayun diudara kemudian jatuh tertancap di tanah, setelahnya kuarahkan dengan sekuat tenaga tendanganku menuju perutnya. Ia pun terhuyung ke belakang sambil memegang perutnya dan jatuh pingsan. Beberapa orang sisanya mulai meneriakiku dengan kata-kata kasar sambil mengeluarkan senjata mereka masing-masing.


Apa masih belum, Kak Marcus?


Aku sangat waspada sekarang ternyata mereka sangat berpengalaman, tidak ada yang nekat menyerangku secara spontan bahkan ada yang bergerak menyamping berusaha memojokkanku. Jika aku mundur, mereka mungkin akan membawa gadis itu dan entah apa yang terjadi selanjutnya. Kak Marcus, kau dimana sih?


“Kita bikin mampus nih bocah sok pahlawan.” Ucap dari orang yang disamping.


Tiba-tiba mereka mengambil posisi menyerang dan bergerak ke arahku dengan cepat, tapi sebuah ayunan kuat dari balok kayu yang cukup besar langsung menghantam beberapa orang di depan. Itu Kak Marcus!


“Mampus kalian, anjing!” Teriaknya keras dengan ayunan yang semakin kuat.


“Woi! Lihat-lihat dulu!”


Dalam hitungan detik semua orang itu terkapar sambil merintih kesakitan, aku merasa kesal karena hampir terkena serangannya yang membabi buta itu. Aku pun segera membekap dan mengikat mereka dengan tali seadanya dari tali sepatu, begitu pun yang dilakukan oleh Kak Marcus.


“Baiklah, selesai.” Ucapnya.


“Hei, kau hampir mencelakai adek tingkatmu lho!” Aku masih emosi.


“Iya, iya maaf. Saat itu aku hanya menyerang semua orang yang masih berdiri tegak saja.” Jelasnya cuek.


“Hanya?” Ucapku sedikit naik pitam.


“Sudahlah, sekarang kita urus cewek malang itu.”


Saat pandanganku terarah ke tempat gadis itu, ia tampak masih meringkuk karena ketakutan. Tubuhnya yang sudah hampir telanjang itu bergetar hebat dan beberapa kali terguncang. Aku secara tak sadar malah menyentuhnya karena kasihan.


“PERGI! Pergi! Pergi! Hiks.”


Hatiku hancur saat itu, benar-benar biadab orang-orang ini mereka melakukan seperti ini kepada seorang gadis yang sekarang jelas akan menimbulkan trauma yang sangat membekas dalam ingatannya. Saat aku hendak menghajar mereka lagi, tanganku ditarik oleh Kak Marcus.


“Hiks. Hiks.” Tangisnya masih terasa pilu.


“Sudahlah. Kita laporkan mereka ke polisi. Biar hukum yang menentukan balasan yang setimpal dengan perbuatan mereka.”


“Cih.”


Aku menendang batu kerikil dengan kuat, kondisi hatiku sekarang panas sekali karena kejadian ini. Ternyata, masih ada hal yang lebih mengerikan dibandingkan saat aku masih dibully dulu.


“Dim, lepas jaketmu. Berikan pada gadis ini, pakaiannya sudah hancur semua.”


Aku memberikan jaket hoodie ku kepadanya, dan saat mendekat lagi di sekitarnya banyak sobekan-sobekan bajunya yang sudah tidak berbentuk, gigiku mengertak kuat.


“Ini, pakailah.”


Mataku bertemu dengan matanya dan dengan pelan ia menerima jaketku, saat ini aku hanya memakai kaos dan celana pendek saja dan untuk sepatu aku sudah meninggalkannya karena talinya kubuat untuk mengikat orang-orang itu.


“Hei, Kak Marcus juga lah. Berikan sarungmu itu.”


“Iya, iya.”


Saat aku sedang melihat ke arah gadis itu, tiba-tiba tubuhku didorong kesamping oleh Kak Marcus, ia melakukan hal itu untuk menjauhkanku dari sesuatu.


Dor.


Selama sepersekian detik setelahnya, seseorang dari mereka yang berhasil melepaskan ikatannya dan menembakkan peluru timah ke arahku, tapi karena aku saat itu terjatuh akibat dorongan akibatnya peluru itu mengenai kakak tingkatku itu.


“Akh!”


Kak Marcus tertembak pada bagian dadanya. Dan membuat sekitar daerah itu mengeluarkan bercak merah yang sangat kental, aku segera bangkit dan menghampirinya karena khawatir.


“KAK MARCUS!”


“Sudah, cepat kejar.. dia!”


Sial.


Aku bisa merasakannya energi kuat mengalir deras dalam tubuhku, membuatku bisa melihat kemana ia pergi meski cukup jauh. Rasa marah, sakit, mual dan benci berputar-putar dalam kepalaku. Aku akan memburunya, meski hanya tersisa tanganku saja!


“KAU AKAN KU BUNUH!”


Dalam hitungan detik aku bisa meraih belakang lehernya dan dengan sangat kua, aku lempar tubuhnya ke pohon besar. Tubuhnya bersandar lemas di depan pohon itu, nafasnya tersengal-sengal dan beberapa kali batuk. Ia tersenyum.


“Iblis.. Ya! Jadilah seperti itu! Turuti kemauannya, rasa hausnya! Hasratnya untuk membunuh!” Ia tertawa dengan puasnya.


Kepalaku sakit sekali, tapi aku belum puas. Aku harus membuatnya menyesal dan tidak bisa tertawa lagi, akan kubalaskan dendam Kak Marcus. Benar-benar akan kubuat sengsara.


“Haaaaaaahhh!”


Aku menyerangnya dengan rasa sakit yang luar biasa. Rasanya benar-benar sakit baik di kepalaku maupun hatiku, apa aku akan membunuhnya? Apa aku akan menjadi seorang pembunuh.


Doom!


Tubuhku terpental beberapa kali kebelakang, perasaanku kecewa aku belum sempat menyentuhnya tapi ada sesuatu di hadapanku. Bayangan seseorang berdiri tegak dibalik kepulan debu dari tanah, sosoknya diam tak bergerak sedikitpun. Saat kepulan debu itu mulai menipis sosok itu kian terlihat lebih jelas.


Edgar Wisnu!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd