Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Terlahir Kembali! (No Sara)

Bab 7 - Siapa Aku dan Siapa Musuhku?


Dini hari.


Kurasakan sebuah hawa panas menerpa wajahku, membuat waktu tidurku yang sangat-sangat nyaman ini sedikit terganggu. Beberapa kali aku merenggangkan badanku karena rasa kantuk. Ingin rasanya kembali tidur dan melanjutkan mimpi semalam. Tapi saat setengah sadar aku merasakan hembusan nafas pelan dari leher bagian kiriku, aku pun mengecek siapa disana.


Diana ya.


Aku kecup lembut kening halusnya dan mengelus belakang kepalanya beberapa kali secara spontan, wajah damainya saat tidur ingin sekali kujaga sampai kapan pun. Jika ibarat kapal, ia adalah angin segar yang menggerakkan layar agar kapal terus maju dan juga memberikan ketenangan dan harapan untuk seluruh awak kapal di sana.


“Di.. mas.” Lirihnya pelan.


Ia bergerak sedikit, kini tangan kanan yang tadi berada di samping tubuhnya berada diatas dadaku membuat jantungku semakin berdetak lebih keras seperti mesin motor yang dihidupkan, meski saat itu mentari pagi belum terlihat sedikit pun rasanya badanku memanas, badannya kian mendekat hingga kurasakan sesuatu yang empuk menekan dada bagian kiriku, wajahnya sangat dekat dengan leherku hingga nafasnya pelan menggeletik leherku, nafasnya yang sedikit hangat membuatku gugup tak karuan.


Kenapa saat tidur Diana berubah menjadi sangat menggairahkan?


“Diana, bangun Din. Subuh.” Ucapku pelan sambil mengatur nafas beberapa kali.


Aku menggerakkan badannya beberapa kali supaya ia segera tersadar, tapi tiba-tiba tanganku digenggam olehnya dan diarahkan ke pinggangnya yang ramping, membuatku sontak hampir melompat karena kaget. Sebenarnya apa sih yang dimimpikan oleh Diana saat ini? Apa jangan-jangan ia sedang bermimpi melakukan 'itu'? Tidak, tidak.. Tidak mungkin. fokus Dim! Fokus!


Meski perlahan aku mencoba menarik tanganku dari tubuhnya tapi tangan kanannya masih menggenggam erat jariku. Sial, aku terjebak. Aku memundurkan sedikit kepalaku untuk melihat wajah ayu nan bening milik gadis yang pernah kutolong itu, bibirnya yang sedikit basah memantulkan cahaya bulan yang indah membuatku semakin terpana melihat kecantikan gadis ini.


Gadis ini sangat berbahaya! Fix!


Kenapa saat aku masih belum dikirimkan ke dunia ini aku tidak menemukan seseorang seperti dia ya, yah kurasa ada satu tapi aku lupa namanya bahkan namaku yang dulu juga. Ia mengernyitkan dahinya tanda akan tidur cantik, ralat, menggairahkannya terganggu.


“Umm..”


Ia bangkit dan duduk sambil mengucek matanya beberapa kali sebelum ia menoleh ke arahku sungguh detik-detik ini jantungku berdetak lumayan keras, aku sadar aku selalu jantungan setiap dekat dengan Diana, bisa-bisa aku menderita penyakit jantung karena hal ini, yah semoga tidak.


“Pagi, Dimas.” Senyumnya manis.


“Eh, pa-pagi hehe.” Mulutku kaku.

“Nyenyak banget aku tadi, terima kasih ya.”


Terima kasih? Buat apa?


Saat masih tenggelam dengan pemikiran tak berguna ini, ia bangkit berdiri sambil membersihkan belakang tubuhnya beberapa kali hingga aku sadar kalau ia memperhatikanku.


“Gak pulang?”


“I-iya ya.”


Aku mengikutinya hingga kembali ke panggung perkemahan dan berpisah dengannya tepat di depan panggung itu. .


“Duluan ya.”


Aku mengangguk beberapa kali, sosoknya yang begitu bersinar di pagi buta ini membuatku semakin terpana padanya hingga aku dikagetkan oleh suara seseorang dari belakang.


“Ehhm!”


Aku menoleh.


“Ka-kak Jennie?!” Kagetku.


Kak jennie menaruh tangannya di pinggang, ia menatapku dengan tajam dan menakutkan. Kenapa ada orang ini pagi-pagi begini?


“Habis ngapain kalian?”


Saat ini Kak Jennie memakai piyama pink dengan motif Hello Kitty yang cukup tipis dengan sebuah cardigan bewarna hitam. Meski tubuhnya tertutup rapat, tonjolan payudaranya yang besar seperti mendesak keluar, hal itu terlihat dari kancing bajunya yang seperti tertarik.


“Eh enggak kok kak, cuman tidur bareng.”


******! Kenapa aku ngomong gitu. Umpatku dalam hati.


“Tidur.. bareng?” Ia melebarkan tatapannya kaget.


Ini bahaya, aku malah melempar minyak dalam kobaran api.


“Eng-enggak kok kak, bukan gitu maksudnya emm iya kami tidur bareng tapi gak melakukan apa-apa kok, sungguh.” Ucapku membela diri sebisaku.


Sungguh sangat memalukan, tapi semoga saja ia mengerti.


Kak Jennie masih memperhatikanku dengan tajam, rasanya benar-benar tidak nyaman sekali. Aku tidak ingin kejadian tadi menjadi masalah dan harus berurusan dengan Dewan Elit Mahasiswa yang pasti bakalan bertambah runyam.


Hening. Hanya suara ayam berkokok saja yang mengisi keheningan saat ini. Tolong seseorang selamatkan aku!


“Yo pagi, Dimas, Jennie. Sudah bangun ya.”


Terlihat Kak Haikal menyapaku sambil membawa stand mic untuk acara penutupan nanti. Matanya tampak masih mengantuk dan pakaiannya terlihat sangat sederhana dengan kaos bertuliskan “Need Sleep Now” serta celana training panjang bewarna biru dongker.


“Kak Haikal, pagi juga kak.” Balik sapaku.


Syukurlah doaku terkabul, semoga Kak Haikal bisa menyelamatkanku. Ia berdiri sejajar dengan Kak Jennie yang seksi dan melihat kami berdua dengan pandangan bingung.


“Loh, kalian? Sedang pacaran ya?” Tanya Ketua Central itu polos.


Dan sebuah pukulan bersarang diperut Kak Haikal dari wanita disampingnya dengan keras mengenai ulu hati. Melihatnya saja membuatku merasakan nyeri di sana. Kasihan juga melihat Kak Haikal seperti itu tapi aku teringat kejadian semalam saat aku mengintip mereka berduaan di sana. Membuatku tersenyum masam memikirkannya.


“Aduh duh, kau kenapa sih? Bercanda juga.” Rintihnya.


“Bodo!” Ucap Kak Jennie meninggalkan kami berdua.


Fiuhh. Aku selamat.


“Terima kasih, Kak.”


Kak Haikal memasang stand mic yang ia bawa tadi di atas panggung. Kemudian ia menghampiriku dan menepuk bahuku.


“Ah iya, tidak masalah. Tapi mumpung kamu ada di sini bisa bantu masang ini? Acara penutupan nanti akan dihadiri rektor kampus lho.” Jelas seniorku saat ini.


“Pak Setyo?”


“Oh kamu tahu ya. Yuk, segera dikerjakan. Keburu terang.” Ajak Kak Haikal menuju gudang.


“Baik kak.”


Aku berjalan mengikutinya ke gudang alat belakang panggung itu.


“Sebenarnya aku tahu lho, ngapain aja kamu di atas bukit itu sama anak dari fakultas kedokteran yang bernama Diana itu.” Ucap Kak Haikal sambil tersenyum.


Mataku membulat karena kaget, kok bisa tau? Apa Kak Haikal mengikutiku waktu ke atas bukit. Meskipun aku tidak melakukan apa-apa sama gadis itu tapi tetap saja rasanya memalukan jika ada orang lain yang tahu.


Aku mulai membantu Kak Haikal mempersiapkan panggung untuk acara nanti dan setelah beberapa saat semuanya terpasang dengan rapi tanpa sadar keadaan sekitar mulai terlihat lebih teranb dan matahari mulai terbit dari timur menandakan pagi telah datang. Aku pun pamit untuk bersiap-siap.


Seperti biasa, acara penyambutan dilakukan oleh Kak Haikal dan acara inti adalah saat Pak Setyo memulai pidatonya yang cukup panjang dan lumayan membosankan, kulihat beberapa mahasiswa menguap tanda masih mengantuk. Setelah acara pidato kenegaraan selesai, semua mahasiswa baru tersebut di berikan almamater kampus tercinta ini yang bewarna merah darah dengan logo di dada bagian kanan tanda sudah diterimanya secara resmi di satu-satunya kampus terbesar di daerah ini. Yah, mungkin dengan ini perjalananku di kampus yang sangat besar ini akan dimulai dari sini. Aku harus semangat!


“Eh, ada Nak Dimas.”


Bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang.


“Pak Setyo. Apa kabar pak?” Tanyaku cepat karena kaget.


“Baik, Alhamdulillah. Gimana kuliah di sini?” Ia mulai berbicara basa-basi denganku.


“Enak pak, luas dan indah banget tempatnya. Dan juga temen-temen pada baik.” Jelasku dengan senyuman seikhlasku.


Tentu aku tidak mungkin akan berkata jelek pada seorang rektor kampus seperti beliau, sudah masuk gratis dan mudah apalagi masuk kampus yang besar seperti ini adalah mimpiku saat masih sekolah di SMA. Pak Setyo menganggukkan kepalanya tanda mengerti.


“Semoga betah ya, Dim.”


“Amin, Pak Setyo. Terima kasih ya, pak.” Jawabku sambil melihat Pak Setyo yang mulai beranjak pergi.


“Ah, iya. Seharusnya aku yang terima kasih. Saya pulang duluan ya.”


Pak Setyo melambaikan tangannya kearahku sambil berjalan menuju mobil pribadinya yang terpakir cukup jauh.


Eh? Kenapa berterima kasih kepadaku? Pikirku heran.


Dengan ini, acara makrab kali ini selesai dengan sedikit tragedi semalam. Meski terlihat seperti semua sudah baik-baik saja sekarang, tapi kejadian semalam tetaplah membekas di kepalaku terutama pria dengan topeng aneh itu. Senyumannya dari balik penghalang itu masih bisa terbayangkan hingga saat ini.


Dor.


Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat, aku tidak bisa terus memikirkan hal itu saat ini. Aku harus bertanya soal ini pada Pak Edgar dan teman-temannya dari kepolisian, mungkin mereka mengetahui sesuatu.


Kami pergi dari Bumi Perkemahan Kaliurang ini menggunakan beberapa truk yang disewa oleh pihak kampus, karena memang tidak boleh menggunakan kendaraan pribadi untuk berangkat dan pulangnya pun harus tetap menggunakan truk bersama-sama hingga titik akhir pertemuan yaitu lapangan kampus yang sangat besar.


“Fiuh, sampai juga di kosan tercinta. Lelah sekali astaga.” Ucapku langsung ambruk diatas kasur setelah menutup pintu kayu kamarku.


“Pak ini Dimas. Disimpan ya nomor saya.” Ketikku mengirim pesan pada Pak Edgar.


Aku sudah janji untuk bertemu dengannya di kantor kepolisian hari ini sambil menanyakan beberapa hal yang mungkin ia ketahui soal kejadian semalam. Sempat terpikirkan olehku dulu bahwa mungkin kehidupanku saat ini akan terasa sangat menyenangkan dengan fisikku yang bisa dibilang sesuai dengan khayalanku tapi setelah beberapa kejadian janggal tempo hari aku semakin yakin bahwa ada maksud tersendiri kenapa aku terlahir kembali ke dunia ini. Atau jangan-jangan sudah direncanakan sejak awal?


“Oh baiklah. Kapan mampir? Sudah janjian lho.” Balasnya melalui pesan singkat.


Aku sempat berpikir, mungkin sore saja lah ya. Masih lelah sekali tubuhku ini. Rasa kantuk mulai menyerangku perlahan-lahan.


“Sore aja pak, bisa?”


Langsung sebuah pesan masuk kembali. Cepat juga balasnya. Apa ia sedang istirahat?


“Bisa, bisa kok. Datang aja ya langsung bilang mau bertemu Pak Edgar gitu.”


“Siap Pak.”


Aku meletakkan ponsel ku di samping dan mulai menutup mataku berusaha tidur, ah hari yang melelahkan, banyak kejadian tak terduga semalam dan sosok bertopeng itu benar-benar menghantui pikiranku. Aku harus istirahat sekarang


Kenapa berhenti?


Aku masih menutup mataku saat suara itu terlintas di pikiranku yang gelap dan melayang.


Bebaskan aku.


Aku mengernyitkan dahiku tanda bingung. Asal suara itu dari sebuah tempat yang sangat gelap diujung pikiranku dan terus menggema dalam otak.


Akan kukabulkan semua keinginanmu.


Jam 14:37 WIB,
Dihari yang sama.



“Anjir, sudah sore!”


Aku bangun dengan cepat dan langsung siap-siap pergi ke tempat Pak Edgar, yaitu kantor kepolisian Yogyakarta. Setelah memakai kaos yang dilapisi jaket dan celana kain panjang, aku segera berangkat dengan menaiki ojek yang mangkal di sekitaran sini. Hanya butuh 10 menit lebih aku sudah sampai di depan kantor.


“Saya ada janji dengan Pak Edgar.” Ucapku pada seorang polwan yang berdiri di sebuah meja besar.


“Baik, dengan Pak Dimas ya? Sudah ditunggu di lantai 3. Silahkan.”


Aku berjalan di belakang polisi wanita muda yang mengantarku hingga lantai 3 dengan menaiki sebuah lift dan sampai tepat di depan sebuah pintu kayu dengan papan nama 'Edgar Wisnu', setelah mengetuk pintu itu beberapa kali.


“Ya, masuklah.” Ucap seseorang dari dalam.


“Silahkan, pak.”


Aku mendorong pintu itu ke depan dan memasuki ruangan yang lumayan besar dengan 3 orang di dalamnya, ada 4 meja dengan posisi membentuk huruf U, 2 meja disamping kiri dengan Pak Zero duduk di salah satu meja itu sambil membaca buku sedangkan pedang samurai miliknya yang terlihat cantik tergantung dengan rapi dibelakang dan meja sebelah kiri dari milik Zero kosong.


“Oh, Dimas duduk lah.” Kata Pak Edgar.


Ia duduk di tengah dengan meja sedikit melengkung ke dalam dengan sebuah komputer di sisi kanannya dan beberapa berkas yang menumpuk di sisi kirinya. Posisi Pak Edgar membelakangi jendela kotak besar yang ditutupi sebuah korden bewarna biru muda. Dan terakhir, di sisi kananku seorang gadis yang selalu menatapku tajam seakan membenciku dengan rambut sebahunya yang lurus dan kacamata seriusnya. Bahkan sampai sekarang ia masih menatapku tanpa berkedip sekalipun seolah aku adalah kriminal yang sudah membuat banyak orang menderita.


“Pasti kau masih penasaran kan? Akan kuceritakan semua yang kuketahui tentang kejadian kemarin padamu, Dimas.”


“Terima kasih, pak.”


Aku duduk tepat di depannya saat ini pandangannya sekarang benar-benar terlihat serius sambil duduk dengan tegap.


“Ada 7 mahluk yang seharusnya tidak boleh dipanggil ke dunia ini sejak dulu, tapi kenyataannya sekarang mereka ada di dunia ini dan malah membuat berbagai masalah yang tidak kami ketahui sebabnya sampai sekarang. Dan, mereka mengincarmu Dimas, Satan Si Iblis Kemurkaan yang ada dalam tububmu itu entah karena apa. Aku tidak tahu alasan sebenarnya mengapa mereka berusaha menyerangmu berulang kali meskipun kau adalah salah satu dari 7 Iblis yang mewakili dosa besar manusia itu. Tapi, firasatku soal ini tidaklah bagus.” Pak Edgar menatapku serius.


Aku terdiam masih mendengarkan.
“Dan beberapa bulan belakangan ini, ada beberapa orang yang melakukan pertemuan rahasia dengan para iblis itu, Dimas. Dan, mereka berasal dari Moon Corporation.”


“Moon.. Corporation?”


“Ya, mereka merupakan bagian dari perusahaan raksasa yang paling berpengaruh dikota ini selain perusahaan milik Pak Setyo yang bernama Sun Corporation, perusahan itu merupakan rival mereka sesama pebisnis tunggal di kota yang besar ini. Mungkin saja Pak Setyo mengetahui sesuatu hingga ia selalu memperlakukanmu seperti anaknya sendiri bahkan ia adalah orang pertama yang mengaku sebagai pelaku dalam kecelakaan dengan dirimu?”


Pikiranku terbang kemana-mana, alasan kenapa Pak Setyo memasukkanku ke kampusnya apakah untuk melawan kekuatan iblis yang bekerja sama dengan Moon? Tunggu, jika benar begitu kemungkinan aku harus melawan 6 iblis sekaligus?


“Dan akan kuberi tahu kau soal identitas pemilik perusahaan raksasa itu dan beberapa anak buahnya. Dia adalah Pak Agus yang merupakan kakak kandung dari Pak Setyo sebagai rivalnya. Lalu, pria yang menyerangmu di gang 2 hari yang lalu. Dia adalah seorang pria dengan kekuatan iblis bernama “Beelzebub Si Rakus” dan pria bertopeng semalam yang menyerang perkemahan adalah “Bepleghor Si Kemalasan”. Ada kemungkinan kau akan melawan lebih dari mereka Dim.”


Jika menurut mitologi satanisme yang kuketahui selain Satan, Beelzbub, dan Bebleghor masih ada Lucifer Si Kebanggaan, Mammon Si Keserakahan, Asmodeus Si Hawa Nafsu, dan terkahir Leviathan Si Iri hati, yang masih belum jelas mereka berada dalam pihak yang mana. Kemungkinan terburuknya adalah jika mereka semua berada dalam pihak musuh maka aku harus berhadapan dengan mereka.


Dua iblis dari 7 Dosa besar sudah jelas memihak kepada Moon yang sudah kuketahui dan hipotesisku adalah mereka ingin melenyapkan satu-satunya musuh yang mereka miliki yaitu Pak Setyo. Dan, pemimpin mereka adalah saudara kandung dari Pak Setyo? Apa yang sebenarnya terjadi?


“Tentu, dengan melihat kemampuanmu yang sekarang kau mungkin akan langsung dikalahkan dengan telak. Dan untuk menghindari hal itu kami, tim khusus kepolisian cabang Yogyakarta akan melatihmu, Dimas Putra Pratama! Kau siap!” Pak Edgar meninggikan suaranya sambil berdiri dan menggebrak meja.


“Baik, siap pak!”


Meski aku masih bingung tentang apa yang terjadi sekarang ini dan mengapa aku terlibat hingga sejauh ini, aku tetap akan menjalaninya sebisa mungkin. Setidaknya inilah kehidupanku yang sekarang dan inilah yang bisa kulakukan. Akan kulakukan semampuku!


Setelah itu aku dipindahkan oleh Pak Edgar dan Zero menuju sebuah ruangan bawah tanah tepat di bawah gedung kantor polisi, terlihat di sana sebuah ruangan beton yang sangat lebar dengan pilar-pilar besar disampingnya yang menjulang tinggi.


Aku masih mengikuti mereka saat berjalan menuju ke tengah ruangan yang bisa di sebut basement ini.


“Baiklah! Mulai sekarang kau akan berlatih bersama kami disini. Untuk latihan fisik tangan kosong bersama Glenn, tapi karena dia sedang terluka jadi aku yang akan menggantikannya saat ini, dan untuk latihan dengan senjata jarak dekat kau akan dilatih oleh Zero, ia adalah ahlinya ditimku. Kita akan meningkatkan kemampuan individumu untuk kemungkinan terburuk saat kau berhadapan dengan para iblis dari 7 Dosa Mematikan!”


Aku menatap Pak Edgar dengan sangat serius. Baiklah kita mulai sekarang!


Beberapa saat kemudian.


Kurasakan rasa sakit dan ngilu dari dagu bagian bawahku membuatku pusing dan kesakitan, baru saja aku dihajar habis-habisan oleh komandan kepolisian daerah sini. Rasanya benar-benar menyakitkan. Bahkan sudah lebih dari sejam sejak latihan ini di mulai dan selama itu pula aku dipukul terus menerus seperti seorang maling yang tertangkap. Tapi, aku tidak melihat raut kelelahan sedikitpun di wajah Pak Edgar, ia seperti robot yang sedang mengamuk!


Aku terbangun dengan pandanganku yang sedikit kabur, entah kenapa meski tubuhku babak belur sekarang aku masih bisa berdiri dengan kuat. Aku bertekad untuk membalas pukulannya saat ini, aku harus menghajarnya tak peduli dia lebih tua dariku atau apapun itu. Saat aku sudah memasang kuda-kuda bertarung sebisaku, gerakannya yang terlihat ringan langsung melesat tak terlihat oleh mataku saat ini dan ia langsung berdiri tepat dihadapanku dengan sebuah pukulan dari tangan kanannya. Sial, cepat sekali!


Ting! Ting! Ting!


“Time break!” Ucap Zero sambil memegang stopwatch ditangan kirinya.


Pandanganku masih terpaku pada tangannya yang mengepal tepat di depan wajahku, jaraknya hanya sekitar 1-2 cm dari hidungku membuatku terjatuh ke belakang sambil menelan ludah. Menakutkan!


“Maaf ya aku sedikit terlalu bersemangat.”


Perkataannya membuat aku berpikir ia memang berniat menjadikanku sebagai samsak pukulnya.


Pak Edgar mengulurkan tangannya ke arahku dan aku pun menggapai tangannya yang kekar berkeringat. Saat sudah berdrii dan berjalan mengikutinya, aku tidak merasakan sakit seperti saat latihan tadi saat ini. Aku terdiam sambil melihat kedua tanganku yang aku lebarkan di hadapanku.


“Kenapa?”


“Ah tidak ada apa-apa.”


Aku pun berjalan menyusul Pak Edgar yang sudah sampai ke tempat Zero dan wanita muda.


Saat itu aku duduk berhadapan dengan Pak Edgar di depanku. Memang benar rasa sakitku berkurang dengan cepat, tapi badanku tetaplah terasa pegal seperti patah-patah. Dan, selama beberapa saat aku merasakan denyutan keras pada jantungku.


“Lalu apa Pak Edgar juga punya kekuatan sepertiku?” Tanyaku penasaran dengan kemampuannya tadi.


Ia tertawa sebentar kemudian meminum teh hijau miliknya.


“Aku masihlah manusia biasa, Dimas. Dan, pasti kau bertanya kenapa aku memiliki kemampuan seperti tadi kan? Aku hanya mengatur nafasku saja.”


Aku menatapnya tak percaya ia mendapatkan kekuatan yang luar biasa seperti tadi hanya dengan mengatur nafasnya saja? Bagaimana mungkin.


“Akan kuajari kau lain hari, sekarang kita cukupkan latihan hari ini ya.” Ucapnya sambil mengacak-acak rambutku.


Rasanya aku seperti memiliki seorang ayah saat ini meskipun aku tidak pernah melihat sosok ayahku yang sebenarnya baik di dunia ini maupun dunia asalku, dan latihan tadi tidak bisa dibilang sebagai latihan biasa malah lebih seperti seorang pria yang memukuli samsaknya dengan kuat. Aku pulang dengan badan pegal-pegal diseluruh tubuhku, besok aku harus kuliah pagi-pagi. Ah malasnya.


Keesokan harinya.


Aku berangkat kuliah dengan malas-malasan sebenarnya aku hendak membolos karena badanku ternyata malah terasa sakit sekarang tapi saat sedang di jalan entah sial atau beruntung ada Nira yang menarik-narikku hingga sampai ke kampus.


“Ayo cepetan Dimas! Udah siang!” Teriaknya dengan suara sedikit melengking.


Setelah sampai kelas aku memilih duduk dibagian paling belakang dan pojok seperti saat aku masih sekolah di bangku menengah atas. Zona nyaman untuk tidur. Tapi, si sialan Theo ini terus menggangguku dan beberapa kali membuatku sedikit emosi namun berusaha kutahan hingga seseorang laki-laki berumur 30an tahun memasuki kelas dengan santainya tampak ia tak membawa buku hanya sebuah kertas yang disimpan dalam sebuah map berwarna biru.


“Untuk perkenalan, siapa yang bisa menjawab pertanyaan dariku akan boleh pulang dan aku akan memberi nilai tertinggi untuk ujian yang akan datang. Baiklah kita langsung mulai ya?”


Sialan, belum apa-apa sudah main test aja nih dosen satu ini. Aku menggerutu dalam hati, tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaannya saat ini jadi aku akan tidur saja sekarang. Kudengar beberapa mahasiswa mulai berbisik-bisik secara bersamaan.


“Pertanyaannya adalah apa rumus yang dikemukakan oleh Albert Einstein dalam dunia fisika?”


Eh, semudah itu?


Kupingku tergerak karena mendengar pertanyaan itu, tampak selama beberapa detik setelah suara dosen itu merambat ke segala ruangan tak ada satu pun mahasiswa di kelas ini yang berusaha menjawab, dengan isengnya aku perlahan mengangkat tanganku, masih dalam keadaan kepalaku tertunduk menyentuh meja semi plastik itu. Lumayan juga bisa pulang dengan santai.


“Yak, mas dibelakang pojok. Perkenalkan namamu.” Tunjuknya kepadaku.


Aku berdiri dengan tangan masih terangkat. Mataku masih setengah terbuka karena kantuk dan saat aku melihat seluruh kelas semua memperhatikanku saat ini. Aku seperti seorang artis yang sedang naik daun saja.


“Dimas Putra Pratama, pak.”

“Baiklah, Mas Dimas apa jawabanmu?”


“Hukum Einstein berisi tentang teori relativitas yang dituangkan dalam rumus E = mc kuadrat, pak.” Jawabku seingat mungkin dengan pelajaran saat masih SMP.

Dosen itu tersenyum sambil menulis sesuatu di kertas absensi yang ia bawa kemudian ia menunjukku sambil berkata, “Kau boleh pulang sekarang.”


Weeeeehhhh.


Satu kelas mendadak ramai karena hal ini bahkan Theo sampai menarik tanganku sambil tatapannya berkata bahwa ia masih tidak percaya kalau aku baru saja menjawabnya. Pertanyaan semudah itu? Langsung boleh pulang? Boleh juga dosenku satu ini.


Aku pun bersiap-siap pulang hari ini sungguh betapa beruntungnya diriku tapi tak jadi karena aku sangat mengantuk hari ini dan aku ingin tidur saja dikelas sekarang.


“Kenapa? Kau tidak mau pulang, Mas.. ehm, Dimas?” Pak Dosen itu melihatku yang kembali duduk di kursi. Jujur saja aku ingin pulang sekarang tapi rasanya benar-benar malas.


“Tidak pak, aku ingin tidur saja di kelas hari ini.”


“Baiklah tak masalah, untuk elanjutnya kita akan masuk ke materi ya, quiz selanjutnya dilain pertemuan.”


“Yaaaaah pak.”


Tampak desahan kecewa terdengar dari beberapa orang yang memang ingin pulang cepat hari ini. Tapi sepertinya dosen itu tak masalah sama sekali, ia memperkenalkan dirinya dengan nama Danu.


Kemudian aku tak ingat lagi karena terlelap hingga suara bel membangunkanku dan saat aku bangun dengan segarnya kulihat seluruh penghuni kelas tampak sedikit lesu. Hey, ayolah kenapa lesu begitu?


Aku meregangkan otot-otot ku yang kaku karena posisi tidur yang tidak enak. Kini aku segar bugar dan siap untuk menjalani sisa hari ini, aku melihat jam di ponselku masih jam 1 siang. Hampir semua mahasiswa fakultas MIPA di kelas ini sudah meninggalkan ruangan hanya tersisa Faisal yang masih membaca buku dengan sangat seriusnya dan juga ada Citra serta Ulin yang masih tertawa cekikikan membicarakan sesuatu.


“Hey, guys gua duluan yah.” Ucapku sambil tersenyum melihat kearah mereka.


Citra tersenyum sambil melambaikan tangannya dan berkata, “Iya, hati-hati ya, Dimas”


Si Citra tampak cantik banget kalau ceria begitu.


Begitu pun dengan Ulin dan Faisal yang hanya mengacungkan jempol dan menganggukkan kepalanya. Tujuanku saat ini adalah ke kantin kampus yang lumayan besar, karena perutku yang sudah mulai demo meminta makanan. Sesampainya disana aku bertemu dengan Kak Marcus yang membawa semangkuk bakso dengan es teh di kedua tangannya.


“Eh, Kak Marcus!” Sapaku kaget.


“Yo, Dimas!”


Aku menghampirinya yang sedang berjalan menuju meja bundar dan ia tampak sedikit tergesa-gesa karena kepanasan yang berasal dari mangkuk baksonya. Setelah ia menaruh makanannya, ia melihatku sambil duduk di salah satu kursi.


“Gimana kabarmu Dim?”


“Seharusnya aku yang tanya begitu, kok Kak Marcus sudah boleh keluar dari rumah sakit? Cepet amat dah.”


“Gila kalo kelamaan disana, Dim. Bisa-bisa jadi mayat hidup aku. Lagi pula malamnya dokter yang merawatku bilang aku boleh pulang besok jadi ya aku langsung cabut pagi kemarin.”


Aku tertawa mendengar ceritanya yang sedikit konyol, seperti mayat hidup ya. Aku pernah terbaring di rumah sakit hampir selama seminggu penuh, dan rasanya benar-benar membosankan menurutku karena tidak ada hiburan untukku.


“Yaudah, Kak. Aku mau pesen dulu nih, laper.”


“Yha-yha bhyee.” Balasnya dengan mulut penuh dengan bakso.


Setelah memesan makanan, aku menghampiri Theo yang sedang duduk sendiri di sebuah meja dengan tatapan serius dan tegang menatap layar ponselnya, meninggalkan segelas es teh berdiri kaku yang tinggal setengah.


“Hayo, lagi ngapain!”


“Eh ayam! Bangke, lu Dim! Gue lagi serius nih.”


“Serius napa dah?”


Theo menghadapkan layar ponselnya ke arahku, terlihat disana sebuah akun sosial media dari wanita paling menggairahkan di kampus ini yaitu Jennifer Angelina Halim! Jadi itu adalah nama panjang Kak Jennie, dalam akun sosial media tersebut foto-foto keseharian yang biasa hingga foto sedikit nakal yang menampilkan lekukan tubuh indah miliknya terpampang jelas. Pantas saja Theo seperti ini ternyata ia sedang mengstalking instagram Kak Jennie.


“Yee, sialan kukira apaan anjir.”


Beberapa hari ini berjalan penuh dengan hal-hal baru yang tak kutemui semasa sekolah dulu meski aku mengingat hampir setiap kejadian penting saat sebelum dipindahkan ke dunia ini tapi ada satu hal yang terpenting dalam ingatanku yang kulupakan yaitu namaku sendiri dan nama orang-orang yang kubenci serta kusayang dulu. Semua nama orang tersebut tak kuingat hingga kini.


Semenjak Pak Danu memberi tugas hampir semua mahasiswa bergerak mengerumuniku meminta untuk diajari yah, tak masalah sih karena ujian besok aku pasti mendapat nilai tinggi. Diluar kehidupan kampusku aku masih lah manusia biasa yang menjalani kehidupan sosial secara santai, penghuni kosan yang lain seolah tak peduli pada apa yang terjadi dengan tetangga kosnya, apa memang seperti itu ya? Memang sih kost ini lebih sepi dari yang kubayangkan sebelumnya. Tapi aku merasa nyaman dengan suasana tentram seperti ini.


Malam harinya.


“Kerja bagus Dim!” Puji Pak Edgar sambil melepas sarung tinjunya.


Selama beberapa hari ini juga aku masih terus berlatih dengan Pak Edgar dan Mas Zero seperti biasanya hanya saja aku mulai terbiasa dengan gerakan-gerakan dari mereka dan tepat seminggu setelah pertama kali kami latihan tanding aku berhasil menahan serangan kuat dari komandan besar itu berkat pernafasan dasar yang diajarkan oleh Mas Glenn yang telah pulih. Ia ternyata orang yang cukup supel dan asik menurutku beberapa kesempatan ia seperti sengaja melakukan kekonyolan untuk membuat kami terhibur.


“Baiklah kita cukupkan hari ini, besok kita akan berlatih tanding secara serius aku harap kau sudah menguasai teknik pernafasan yang sudah diajarkan padamu.” Pak Edgar berlalu pergi.


Aku membungkukkan badan tanda terima kasihku yang besar pada orang berumur 38 tahun itu. Hari ini aku pulang sedikit lebih malam dari biasanya hingga saat aku berjalan di sebuah trotoal aku dikagetkan oleh sebuah mobil van hitam yang melaju sedikit ugal-ugalan dijalan. Awalnya aku kira mungkin ia sedang terburu-buru karena sesuatu hingga saat melewatiku pintu belakang itu sedikit terbuka dan menampakkan tangan yang keluar berusaha menggapai sesuatu sebelum ditarik masuk kembali oleh seseorang.


Jantungku berdetak kencang karena melihat hal itu, jelas itu bukanlah sesuatu yang normal terjadi di sebuah mobil van berpenumpang banyak. Pikiranku terbang mengingat memang belakangan ini ada rumor yang beredar bahwa beberapa mahasiswi ada yang di culik untuk diperdagangkan sebagai PSK khusus orang elit dan hingga kini belum ditemukan kebenarannya. Dadaku sakit karena mengingat hal ini. Bisa saja rumor itu memang benar. Dan, saat ini itu sedang terjadi di hadapanku.


Aku harus memberitahu Pak Edgar sekarang!




To be continue.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd