Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TETANGGA PERKASA

Di Kebun Kentang
----------------------------





Seminggu sudah Asty berada di Desa kecil tempat Amin lahir dan dibesarkan. Suasana sejuk lereng Gunung Semeru sangat membuat betah. Ditambah lagi pemandangan alam yang sangat indah, jauh berbeda dengan keadaan di Desa tempat tinggal Asty.

Gemericik air pegunungan yang mengalir jernih membentuk semacam kali atau parit kecil selebar hanya sekitar semeter setengah dibelakang rumah menambah sahdu suasana. Asty suka sekali duduk menghabiskan waktu dipinggir parit kecil itu. Dibawah sebatang pohon yang sengaja dibuatkan bangku panjang dan sebuah meja kayu kecil di depannya.

Hari masih sangat pagi. Suara kicau burung burung masih ramai terdengar menyemarakkan pagi. Asty yang baru saja selesai mandi sedang duduk melamun di bangku panjang itu ketika sebuah suara mengagetkannya.

"Mau jalan jalan gak dek...? Lihat lihat kebun.. ". Amin mendekat, ditangannya memegang segelas kopi dan sebungkus rokok. Suasana rumah sepi, karena bapak dan ibu dari subuh tadi berangkat ke kebun kentang yang berjarak sekitar 3 kilometer kearah atas lereng. Sedangkan Aisyah baru saja berangkat ke Sekolah menunggang motor Vario 125 yang 3 bulan lalu dibelikan oleh Hanif kakak tertuanya.

"Boleh., ayok..!! ". Jawab Asty bersemangat. Wanita ini kemudian masuk ke rumah berganti pakaian yang lebih tertutup Dibagian tangan dan kaki supaya terhindar dari sengatan matahari siang nanti.

Meski di pegunungan cuaca terasa sejuk dan angin berhembus semilir sepanjang hari, tapi Matahari tetap Matahari, sinarnya tetap saja terasa menyengat dan bisa menggosongkan kulit wajah. Apalagi kulit wajah sehalus dan semulus wajah Asty.
Sinar Matahari nakal pasti akan berebut menyengati pipi putih nya..

Berjalan kaki Amin dan Asty menyusuri jalan Desa menuju kearah atas. Setelah sampai ke jalan yang sepi karena tak lagi ada rumah warga di tepi nya, mereka berdua membelok ke kanan menapaki jalan tanah yang mulai menanjak agak terjal.

Sungguh Kondisi jalan yang cukup berat untuk kaki kaki mungil Asty. Tapi kidung kidung alam berupa nyanyian merdu burung kecil di dedaunan, ditingkahi desah halus gesekan dahan dahan yang terayun oleh hembusan angin pegunungan membuat rasa lelah dikaki seolah tak terasa.

Sedalam tarikan nafas, udara terasa seperti multi vitamin yang membuat segala penat hilang terganti oleh sensasi segar yang menyeruak didalam dada. Dada Asty yang kembang kempis seirama tarikan nafasnya yang tetap halus meski lehernya mulai berkeringat.

Amin yang berjalan di depan tak menyadari keadaan dada yang kembang kempis itu, tapi semua mahluk hidup disekitarnya menyadari.

Tupai sejenak berhenti melompat.
Ulat daun tiba tiba jatuh ke tanah.
Burung pelatuk yang sedang membolongi pohon untuk membuat sarang salah fokus dan patukannya meleset.
Ular hijau yang sedang bergelung manja di ranting bambu semakin panjang meleletkan lidah.

Semua karena gerakan dada Asty yang mengembang dan mengempis silih berganti.

Kontur tanah yang agak basah dan cukup licin membuat sesekali kaki Asty seperti terpeleset. Tapi sang wanita cantik masih bersemangat mendaki. Mendaki dan terus mendaki sampai akhirnya di kejauhan terlihat sebuah gubuk kecil beratap dedaunan yang dirangkai sedemikian rupa.

"Itu gubuknya... ". Amin menunjuk kearah gubuk itu kemudian tangannya meraih tangan Asty, menuntun supaya tidak jatuh, meski agak terlambat sebenarnya. Kenapa tidak dari tadi menuntun...?. Bhatin Asty..

Kebun kentang milik orang tua Amin cukup luas. Satu hektare lebih sedikit. Tapi lahan kebun itu bukan seperti lahan di desa Asty yang menghampar rata, akan tetapi lahan kebun ini miring miring semaunya. Bahkan ada yang sangat curam, tapi dibuat seperti semacam tangga yang berundak undak.

Kebun milik Bu Ratih dan suaminya Pak Dibyo selain ditanami kentang juga ditanami bawang. Terlihat tanaman kentang sudah cukup tua dan sebentar lagi akan dipanen. Kedua orang tua itu sedang duduk duduk di amben kayu depan gubuk ketika Amin dan Asty datang mendekat.

"Lho.. Lho... Lho... Kamu kenapa nyusul kekebun segala to nduk....? ".. Bu Ratih kaget dan segera memapah Asty yang nampak kelelahan untuk masuk berteduh kedalam gubuk berdinding separuh itu.

"Kamu kecapekan jadinya. Lihat nih,... Keringat semua di badan mu... ". Sambung nya.

"Gak apa apa lah Bu... Udah biasa ke kebun kok... ". Asty tertawa melihat Bu Ratih terlihat sangat mencemaskan keadaannya.

Baju yang dipakai Asty memang terlihat basah oleh keringat. Baju lengan panjang sejenis kaos itu nampak tercetak sedemikian rupa di dadanya. Sementara leher sang Wanita cantik itu berkilat kilat. Pipi yang putih sedikit memerah. Anak anak rambut dileher dan dahi menempel di kulit seperti baru tersiram air.

Dalam keadaan kelelahan seperti itu, justru penampilan Asty jadi bertambah menggairahkan. Tak urung Pak Dibyo pun diam diam menelan ludah dibuatnya. Lantas kemudian lelaki 60an tahun itu bangkit dan berjalan menuju ke belakang gubuk ketika naluri nya merasakan ada sesuatu yang akan menggeliat bangun. Celana hitam gombrong yang dipakai nya tanpa Dilapisi celana dalam, tentu saja tak akan mampu menyamarkan tonjolan sekecil apapun seandainya sesuatu itu benar benar bangun.

Pak Dibyo tentu tak ingin dibuat malu oleh tonjolan itu. Makanya dia lantas pura pura berniat memanaskan air ditungku.

"Mau ngeteh gak nduk...? ". Pak Dibyo bertanya berusaha menghilangkan gugup. Yah... Pak Dibyo benar benar salah tingkah melihat "menantu"nya.

"Biar saya yang bikin to Pak... ". Bu Ratih kemudian mengambil alih pekerjaan dapur itu.

"Sampeyan kasih lihat keadaan kebun kita.. Siapa tau nduk Asty pengen menikmati pemandangan lereng gunung ini... ". Wanita tua itu berkata lagi.

"Iya kan Nduk....? ".

Asty hanya menjawab dengan senyum kecil. Mata beningnya tak berhenti memandang sekitar. Sangat indah pemandangan alam jika dilihat dari lereng gunung. Apalagi selama ini Asty tidak pernah melihat pemandangan alam pegunungan seindah ini.

"Itukan tugas Amin... Masa iya aku yang mesti nemenin Nduk Asty... ". Pak Dibyo sedikit bersungut sungut dengan gaya yang kocak, membuat Asty tak mampu menahan tawa.

Keempatnya sedang bersenda gurau bersama di dalam gubuk sembari menikmati hangatnya teh manis ketika seorang Lelaki seusia Amin terlihat berjalan mendekat.

"Woii... Lama sekali kamu gak pulang Min... ". Ucapnya ketika sampai kedepan gubuk. Amin yang menyadari siapa yang barusan datang kemudian berdiri dengan cepat dan menyongsong rangkulan lelaki itu dengan antusias.

"Arman... Benarkah ini kamu....? ". Amin berucap kemudian tertawa gembira sekali bertemu dengan sahabat karibnya semasa kecil. Kedua sahabat itu kemudian sama sama tertawa, lalu keduanya seperti mengusap mata yang berkaca kaca.

Asty membuat lagi secangkir teh kemudian menyodorkan teh itu kedepan Arman.

"Diminum teh nya.... ". Ucap Asty sambil tersenyum manis.

"Iya. Terimakasih... ". Arman menjawab sekilas tapi kemudian dahinya sedikit berkerut.

"Eh,Ini...... ". Arman seperti ingin bertanya tapi ragu, Amin yang mengetahui gelagat itu lantas menjawab.

"Ini Asty, istriku Man... ".

"Oalah... Hebat kamu Min... Istrimu cantik sekali.. ". Arman terkekeh.

"Anakmu mana....? ".

"Panjang ceritanya Man... Lain kali aja aku cerita ya.... ". Amin tersenyum kemudian bangkit berdiri.

"Pak, bu.. Titip Asty ya.. Aku mau ke kebun Arman dulu sebentar. Kangen sekali aku dengan sahabatku ini... ".

"Lho.. Trus Asty nanti siapa yang nemenin...? ". Sahut Bu Ratih.

"Kan ada Ibu sama Bapak, aku gak lama kok... ".

"Gak apa apa Bu, nanti Asty istirahat di gubuk aja..". Asty cepat berkata, Dia tak mau mengganggu Amin yang terlihat sangat gembira sekali. .

"Ya udah kalo begitu... ".

"Wiih... Beneran kamu mau main ke gubuk ku...?. Ayokk...!!!. ". Arman bersemangat sekali.

Kedua lelaki sahabat karib itupun melangkah cepat menyusuri jalan menanjak dan menurun silih berganti menuju kebun milik Arman.

Sepeninggal Amin dan sahabat masa kecilnya, Asty duduk termenung bertopang dagu di lutut kaki yang dilipat keatas,. Diraihnya cangkir teh yang sama sekali belum sempat disentuh oleh Arman tadi, kemudian berlahan teh yang sudah tidak lagi terlalu panas itu dihirup nya..

Sementara Bu Ratih sendiri sudah dari tadi keluar gubuk berbekal sebilah Arit dan berjibaku membersihkan rumput-rumput liar yang menggangu tanaman kentang. Perempuan tua itu sangat cekatan memainkan Aritnya diantara batang batang kentang yang tumbuh subur. Sama sekali tak terlihat usia tuanya mempengaruhi gerakan tangannya.

Asty tadi sempat ingin membantu, tapi Bu Ratih melarang. Asty hanya boleh melihat lihat, tidak boleh ikutan kotor turun ke kebun. Wanita itu benar benar sangat dimanja sekali. Sepertinya Bu Ratih sangat senang ada "menantu" Yang mau menyambanginya di lereng Gunung yang sunyi ini.

Selama ini tidak pernah ada yang mau datang. Istri Amin yang pertama bahkan Bu Ratih tidak tau bagaimana rupa wajahnya. Sedangkan istri Hanif hanya sekali mampir ke desa. Itupun cuma 3 hari. Menantunya yang satu itu kentara sekali memperlihatkan ketidak betahannya berada lama lama di sini. Mungkin karena istri Hanif itu orang kota. Begitu selalu Bu Ratih berusaha untuk memaklumi.

Pak Dibyo sedang menyusun rumput kering yang berbentuk agak panjang menjadi sebuah atap. Ada beberapa atap gubuk yang sudah mulai rusak dan bolong bolong.

Asty sedikit canggung karena tidak ada yang bisa diajak bicara. Wanita itu kemudian berdiri dan melangkah keluar gubuk..

"Mau kemana Nduk...? ". Pak Dibyo bertanya.

"Bosan digubuk pak. Asty mau jalan jalan disekitar kebun. Boleh kan...? ".

"Ya boleh lah... ". Pak Dibyo tertawa mengekeh.

"Hati hati. Lereng nya curam. Jangan sampai kamu jatuh menggelinding ke bawah sana.. ". Lelaki tua itu mengingatkan.

" Iya pak... ". Asty kemudian memutar melewati belakang gubuk menuju kebagian kebun sebelah atas. Sengaja Dia mengarahkan langkah ke menjauhi lokasi Bu Ratih yang sedang menyiangi kebun kentang nya karena khawatir nanti malah dilarang pula oleh wanita ibunya Amin itu.

Dibagian atas kebun Pak Dibyo ternyata masih berupa hutan yang tidak dibuka. Beberapa pohon kayu yang cukup besar tumbuh rimbun diselingi pohon pohon perdu yang tumbuh menyemak. Suara kicau burung ramai sekali terdengar. Mungkin mereka terganggu dengan kedatangan Asty ditempat itu.

Menatap kebawah lereng, Asty ternganga begitu melihat pemandangan alam yang luar biasa indah. Ingin rasanya Asty berada disini selamanya, memandangi keindahan lanskap didepan matanya yang sangat mendamaikan hati. Asty berdecak kagum.. Indah sekali...

Matahari belumlah seberapa tinggi. Asty sejenak melirik jam tangan mungil warna emas yang melingkar dipergelangan tangannya, terlihat jarum jam masih di sekitaran angka sembilan dan sepuluh. Tapi terpaan angin sepoi sepoi diwajahnya membuat Asty sedikit mengantuk.

Sebatang pohon randu sebesar drum menarik perhatian wanita ini. Asty mendekat. Dipilihnya bagian batang pohon yang agak rata untuk kemudian wanita cantik ini lantas duduk menyandarkan tubuh dengan kaki Selonjoran. Akar randu yang sedikit menyembul dari dalam tanah dengan senang hati menjadi tumpuan pantat seksi.

Tak lama kemudian mata sang wanita benar benar terpejam. Tidak tidur, tapi memejam meresapi suasana sunyi nan damai di lereng Gunung Semeru. Suasana tenang yang membuat segala hayal dan imajinasi tertuang bebas, melanglang buana melewati batas,

Tapi bukanlah hayal memang tak pernah mengenal batas......?

"Lo... Kok malah tiduran disini Nduk....?". Sebuah suara berat menggugah kesadaran Asty. Sepasang mata sontak terbuka. Senyum manis malu malu pun terkembang begitu menyadari siapa yang barusan bersuara.

"Eh.. Anu.. Suasananya enak banget Pak.. ". Asty menjawab sekenanya membuat sang empunya suara yang ternyata adalah Pak Dibyo tertawa.

"Bagi orang asing, suasana seperti ini memang menyenangkan, tapi bagi bapak yang sudah lebih dari setengah abad hidup disini, suasana sunyi ini justru membosankan, Nduk... ". Pak Dibyo berucap sembari duduk di akar randu tepat di samping Asty.

"Iya Pak.. Asty betah disini.. ".

"Syukurlah kalo Nduk Asty betah. Bapak senang kalau Nduk Asty mau berlama lama disini.. ".

Mendengar kata kata Pak Dibyo, Asty tersenyum manis. Manis sekali sampai sampai Pak Tua itu meleleh dibuatnya.

" Manisnya senyumanmu Nduk... Bapak seperti kembali muda lagi... ". Tentu saja Pak Dibyo hanya berkata di dalam hati.

"Kenapa diam Pak...?".

"Ah nggak apa apa Nduk. Bapak cuma ingat waktu muda dulu... ". Tawa Pak Dibyo terdengar pelan, tapi kemudian membahak ketika Asty terdengar tertawa berderai.

" Nostalgia ya Pak.... ". Asty terus menggoda. Dalam pandangan Pak Dibyo, senyum Asty bagaikan candu dari China yang membuat siapa saja yang melihat pasti akan ketagihan.

" Awas Nduk. Biasanya dibawah pohon randu banyak semut dan tawon.. ". Asty mengangguk mendengar peringatan Pak Dibyo. Tapi belumlah kering mulut yang barusan berucap, tiba tiba Asty memekik kecil tertahan.

" ADUHHH.. ".

Sepasang Bibir mungil itu lantas mengerucut menahan sakit. Kemudian spontan saja tangan Asty seperti akan memelorotkan celana training nya karena pahanya terasa perih sekali. Pasti seekor semut atau mungkin sejenis tawon telah nyasar masuk kedalam celana dan menggigit paha itu. Tapi gerakan tangan itu terhenti ketika menyadari disini dia tidak sendiri. Meski sudah tua, Pak Dibyo tetaplah seorang lelaki.

Asty kelabakan menepuk nepuk pahanya. Berharap sang hewan penyengat berhenti menggigit dan segera pergi. Tapi hewan itu mungkin saja serangga lelaki. Betah sekali sang serangga nemplok di paha sembari menggigit gigit manja.

Melihat itu Pak Dibyo sedikit melongo. Hampir saja jantungnya copot jika saja tadi Asty benar benar memelorotkan celana nya.

"Semut ya Nduk...? ". Tanya Pak Dibyo sedikit bergetar.

" Tawon kayaknya Pak...Gimana nih... Aduhhhh... ". Asty seperti mau menangis menahan perih. Digaruk garuk nya paha nya berulang kali. Tapi sang penyengat malah pindah menggigit di lain tempat lagi.

" AWWW..... ". Kalo ini keras sekali Asty memekik. Pak Dibyo sampai merasa perlu menengok sekeliling khawatir kalau ada orang yang mendengar jeritan Asty tadi.

Asty menghentak hentakan kaki karena perih dan juga bingung, bagaimana cara membuang serangga didalam celana tanpa melepas celana itu sendiri.

Tangan kirinya berusaha merogoh kedalam celana sementara tangan kanan menahan bagian pinggang supaya tidak terlalu terbuka ataupun melorot. Tapi sang serangga belum juga berhasil didapatkan.

Asty benar benar menangis setelah merasakan perih itu bertambah lagi. Sudah empat gigitan mendera pahanya. Perih tak terhingga. Ini pasti bukan binatang penyengat kecil biasa. Jangan jangan ini sejenis tawon besar berwarna hitam kemerahan. Gigitannya jauh lebih sakit ketimbang gigitan jenis tawon lain berwarna coklat yang biasa bersarang di semak semak. Bagi orang yang kalahan, empat gigitan tawon hitam ini bisa bikin meriang.

(Penulis pernah tergigit, empat kali. Hasilnya, meriang panas dingin sehari semalam).

"Tawon apa Nduk...?". Tentu saja Pak Dibyo cuma bisa bertanya.

"Gak tau Pak.. Perih san sakit sekali... ". Air mata sudah meleleh di pipi Putih kemerahan. Posisi celana training sudah tak karuan, tapi sang semut sembunyi entah dimana.

Dan setelah sekali lagi perih itu terasa ditempat lain, Asty akhirnya menyerah.

"Tolong Pak.... ". Rintihnya memelas.

Mendengar rintihan itu Pak Dibyo kemudian melempar segala tabu ke semak semak dan bergerak cepat menangkap pinggang Asty. Sedikit dikompori oleh nafsu, tangan Pak Tua itu secepat kilat menarik celana Asty kebawah dengan kasar. Kebawah sekali sampai pinggang celana sekarang berada di betis.

Mata Pak Dibyo dan mata Asty beradu cepat mencari dimana sang serangga penggigit bersembunyi. Tapi hewan usil itu tak berhasil ditemukan.

"Mungkin di celana.. ". Pak Dibyo menebak. Kepalang tanggung dilepaskannya celana Asty sekalian. Kemudian celana training berwarna krem itu di bolak balikan sedemikian rupa oleh Pak Dibyo.

"Nah... Ini dia... ". Dijentikannya tubuh sang serangga yang ternyata benar adalah seekor tawon hitam dengan kuat kemudian diinjak injak dengan kaki sampai remuk.

"Mati kau... !! ".

Paha kiri Asty bentol lima buah. Warna nya merah dan mulai membengkak. Bahkan satu bentolan berada pas di garis celana dalamnya.

Dengan meringis menahan gatal dan perih Asty mengusap usap pahanya berharap rasa perih bisa sedikit berkurang. Tapi rasa sakit yang ditimbulkan oleh gigitan tawon yang ternyata memang tawon adanya belum saatnya untuk hilang. Justru dalam beberapa menit kemudian sensasi perih dan gatal itu akan mencapai puncaknya.

Lima kali gigitan yang lebih tepat disebut sengatan itu membuat Asty seperti lumpuh. Kakinya kaku tak mampu bergerak. Tubuh mungilnya tersandar dipohon randu dengan mata terpejam menahan sakit. Rintihan kecil keluar dari mulutnya.

"Sakit sekali Pak.... Aduhhh... ".

Pak Dibyo terpaku menatap pemandangan didepannya. Seorang wanita cantik jelita dengan mata terpejam dan mulut mendesis desis tersandar dipohon tanpa celana. Pemandangan itu berlahan membuat sedikit tonjolan dicelana gombrong Hitamnya. Sedikit yang makin lama makin banyak. Makin terlihat jelas mengembung dengan ujung tonjolan yang melancip.

Tanpa sadar tangan Pak Dibyo merayap masuk kedalam celananya dan mulai mengenggam serta mengelus sesuatu yang baru saja bangkit. Membuat benda itu semakin keras mendongak.

Disela rintihan kesakitan Asty, Pak Dibyo mendesah menahan nikmat. Kenikmatan yang sudah hampir dilupakan. Kenikmatan yang telah nyaris menjadi sejarah indah dalam hidupnya.

Jakun Pak Dibyo turun naik. Pak Tua itu berjongkok di samping Asty yang masih terpejam kesakitan.

"Di gubuk ada balsem. Mau bapak ambilkan atau Nduk Asty bisa ke gubuk sekarang....? ".

"Tolong ambilin aja Pak.. ". Lirih sekali Asty berucap disela rintihan kesakitan.

Pak Dibyo kemudian berlari cepat dengan semangat penuh menuruni curamnya lereng. Kemudian setelah masuk kedalam gubuk mengambil balsem gel*ga dan sebotol air minum kemasan Pak Dibyo kembali berlari cepat mendaki. Bu Ratih yang berada cukup jauh dari gubuk tak melihat sama sekali pergerakan Pak Dibyo itu.

. Sesampainya ditempat semula, Pak Dibyo melihat Asty tak lagi duduk bersandar, tapi sudah menggeletak begitu saja ditanah. Bengkak di pahanya semakin terlihat membesar.. Lirih terdengar dia merintih dengan bibir yang kering dan semakin memucat.

Celana training krem teronggok disamping tubuhnya. Sepertinya tadi wanita ini berusaha untuk memakai kembali celana itu, tapi tak mampu dan kemudian jatuh tergeletak.

Dengan cepat Pak Dibyo mengoleskan balsem dipaha Asty kemudian sedikit mengurut meratakan olesan balsem itu. Diulangin sekali lagi oleh Pak Dibyo, kali ini sedikit lama tangannya mengelus dan memijit mijit pelan.

Paha Asty terangkat ketika pijitan Pak Dibyo agak mengarah keatas. Hampir saja jari jemari kasar dan mulai keriput itu menyelusup masuk kebalik celana dalam sang wanita. Sepertinya Pak Dibyo memang sengaja mencuri kesempatan. Terlihat dari deru nafas Pak Tua ini yang mulai tak beraturan. Dan tatapan matanya yang tak beralih dari selangkangan Asty.

Tapi kembali kepada kodrat, lelaki mana yang tak akan tergoda melihat sesosok tubuh wanita cantik terlentang tak bercelana tergolek didepan mata.....?

(Membayangkan saja penulis tegang, apalagi Pak Dibyo yang melihat langsung).

Pak Dibyo kemudian sesekali memperhatikan disekitarnya, siapa tau ada kawanan tawon yang berniat balas dendam atas keremukan tubuh kawannya tadi, tapi untunglah jenis tawon yang menyengat paha Asty bukanlah tawon yang suka pergi berombongan kemana mana. Tawon berwarna hitam itu lebih suka berpetualang sendiri. Sehingga ketika dia mati oleh ulah manusia, perlu waktu yang cukup lama bagi sanak saudaranya untuk mengetahui nasib buruk sang tawon.


Asty masih merintih rintih dengan tubuh yang tergolek di tanah dibawah pohon randu yang teduh dan sepi. Sesekali sepasang bibirnya mendesis menahan perih dan gatal yang tak terperi.

Tangan Pak Dibyo yang mengoleskan balsem dan mengurut urut bagian yang tadi tersengat terlihat masih bergerilya di paha. Bagian paha putih yang tak tersengat pun tak luput dari elusan dan pijitan kecil. Sepertinya Pak Dibyo lupa siapa wanita yang sedang merintih kesakitan akibat di Sengat tawon itu. Atau pura pura lupa.....?. Siapa yang mau perduli.

Asty yang diserang rasa sakit di lima bagian paha pun tak cukup sadar untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan bapaknya Amin itu. Yang dirasakan wanita itu hanyalah rasa yang sedikit nyaman ketika bagian yang tersengat dielus dan diraba raba. Sedikit, tapi lumayan. Karena bekas sengatan tawon itu menghadirkan rasa menyut menyut di sekujur paha.

Badan mungil Asty mulai seperti diserang demam. Air mata terus meleleh dipipi putih, ditingkahi tarikan nafas tertahan tahan. Sakit, perih, gatal Bercampur menjadi satu menghadirkan rasa yang benar benar tidak nyaman.

Asty bahkan tak lagi perduli ketika tangan Pak Dibyo semakin liar menjelajah. Lelaki tua itu tak ambil pusing melihat Asty yang teler disengat tawon lima kali, baginya ini adalah kesempatan emas untuk bisa meraba dan mengelus paha putih yang mulus.

Yang disengat tawon adalah paha kiri, tapi elusan dan pijatan lembut jari jemari tua itu sesekali mampir juga ke paha sebelah kanan. Asty mulai sadar ada yang aneh, tapi rasa sedikit nyaman di elus elus membuat sang wanita mendiamkan.

Kesadaran Asty saat ini berkurang sampai tiga per empat, dilanda sensasi luar biasa tak enak karena sengatan tawon itu membuat Asty rela diapakan dan di bagaimana kan, yang penting rasa yang menyiksa itu hilang atau setidaknya berkurang.

Sementara di sela kedua pahanya, Pak Dibyo semakin tenggelam dalam amukan nafsu. Keringat mengucur deras didahi dan lehernya, lebih deras dari keringat sang wanita yang sedang menderita.

Tak sedetikpun waktu di sia siakan lelaki tua ini. Ini adalah anugerah terbesar baginya. Anugerah yang tak disangka sangka. Iblis baik sekali pada Pak Dibyo pagi ini.

Asty mengerang lirih begitu merasakan ada sedikit remasan dibagian atas pangkal paha.

"Apa yang bapak lakukan... Ohhhh... ".

"Diam saja Nduk.. Bapak lagi berusaha mengurangi efek sengatan ini... ". Kilah Pak Dibyo.

" Perih sekali Pak.. Gatal... ". Rintihan Asty terdengar memelas.

"Memang begitu kalau disengat tawon Nduk.. Ditahan ya.... ".

" Bapak punya cara supaya perih dan gatal itu berkurang.. Kamu mau...?". Akal licik Pak Dibyo mulai bermain.

"Gimana caranya Pak...? ".

"Tapi Nduk Asty jangan salah paham ya.. Ini cara khusus yang diajarkan turun temurun.. ".

Asty hanya menganggukkan kepala pelan. Matanya membuka dan menatap Pak Dibyo dengan sayu.

"Bapak gak berniat mesum, ini semata demi supaya efek sengatan tawon itu tidak menjalar kemana mana.. ". Terang Pak Dibyo lagi.

"Iya Pak.. Asty percaya.. ".

Mendengar jawaban "Menantu" Cantiknya itu Pak Dibyo sedikit menyeringai. Kemudian kedua tangan yangi mulai keriput termakan usia itu menyentuh karet celana dalam Asty berlahan. Ketika dirasa celana dalam itu mulai tertarik kebawah, Asty mendadak bangun dari tergolek dan menekuk kedua paha.

"Bapak mau ngapain.... ".

" Maaf, celana dalam mu harus dilepas kalau mau di obati secara tradisional.. ". Akal bulus Pak Dibyo dikeluarkan.

" Tapi..... ". Asty tak melanjutkan kalimat nya.

" Kalau Nduk Asty tidak bersedia ya gak apa apa. Tapi bapak gak bisa menolong dengan cara lain... ". Pak Dibyo berkata sambil menggeser posisinya sedikit menjauh dari Asty.

" Ya udah Pak... ". Asty menyerah. Rasa ini benar benar menyiksanya. Toh Pak Dibyo sudah tua. Masa iya lelaki seusia Pak Dibyo masih memiliki nafsu... Pikir Si Wanita.

Pak Dibyo pun mengembangkan senyum aneh. Asty bukan tak menyadari keanehan itu. Tapi entah kenapa wanita ini justru penasaran sampai dimana Pak Dibyo akan sanggup bermain main.

"Tiduran lagi Nduk... ".

Asty pun tanpa menjawab sepatah pun kemudian kembali berbaring. Matanya menatap lurus keatas, memandangi buah randu yang lebat menghijau diantara dedaunan yang agak jarang.

" Apapun yang bapak lakukan, jangan protes ya Nduk... ". Terdengar Pak Dibyo berucap dengan nada yang berusaha di tenang tenangkan.

Asty dalam bahaya seperti nya. Dan wanita itu bukan tak tau akal bulus Pak Dibyo, tapi sensasi tak nyaman yang semakin mendera membuat sang wanita berwajah cantik rupawan dan bertubuh mungil menggairahkan itu mencoba untuk tidak menghiraukan. Dia ingin ketidak nyamanan ini segera berlalu, Bagaimanapun caranya.

Disengat tawon lima kali dipaha kiri sungguh sangat menyiksa. Jauh lebih mendingan diperkosa lima kali menurutnya.





Bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd